Anda di halaman 1dari 20

BID’AH DALAM IBADAH

DI SUSUN OLEH:

NAMA : SARAH NADIA


NIM : P07125121032
PRODI : D-III KESEHATAN GIGI
MK : AGAMA

DOSEN PEMBIMBING : Dr. Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc.Ma

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PRODI D-III KEPERAWATAN BANDA ACEH
POLTEKKES KEMENKES ACEH
TAHUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan limpahan karunia
yang tidak terhingga sehingga penyusunan makalah ini terselesaikan dengan
baik, shalawat dan salam kepada janjungan alam Nabi besar Muhammad Saw.
pembawa risalah Allah swt mengandung pedoman hidup yang terang bagi umat
manusia didunia dan diakhirat.
Kami sadar bahwa penyusun makalah ini sangatlah jauh dari
kesempurnaan, maka dari ini saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya
mahasiswa/i. Semoga juga menjadi amal yang baik dan diterima disisi Allah
SWT. Amiin.

Banda Aceh, 21 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 1


A. Pengertian Bid’ah ...................................................................................... 2
B. Macam-macam Bid’ah .............................................................................. 3
C. Dalil tentang Bid’ah ................................................................................ 10
D. Macam-macam Contoh Bid’ah ............................................................... 12

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 16


A. Kesimpulan ............................................................................................. 16
B. Saran ....................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sesuatu yang diadakan (baru) dan bertentangan dengan kitab suci al
Quran, sunnah rasul, ijma' para ulama, atau atsar (para shahabat), maka itulah
bid'ah dan ini dilarang. Sedangkan suatu kebaikan yang tidak bertentangan
sedikitpun dengan al Quran, sunnah, ijma' atau atsar maka yang demikian itu
adalah terpuji.
Bid’ah adalah mengadakan suatu perkara yang baru dalam agama. Adapun
mengadakan suatu perkara yang tidak diniatkan untuk agama tetapi semata
diniatkan untuk terealisasinya maslahat duniawi seperti mengadakan perindustrian
dan alat-alat sekedar untuk mendapatkan kemaslahatan manusia yang bersifat
duniawi tidak dinamakan bid’ah.
Bid’ah tidak mempunyai dasar yang ditunjukkan syariat. Adapun apa yang
ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat bukanlah bid’ah, walaupun tidak
ditentukan oleh nash secara khusus.Bid’ah dalam agama terkadang menambah
dan terkadang mengurangi syariat sebagaimana yang dikatakan oleh Suyuthi di
samping dibutuhkan pembatasan yaitu apakah motivasi adanya penambahan itu
agama. Adapun bila motivasi penambahan selain agama, bukanlah bid’ah.
Contohnya meninggalkan perkara wajib tanpa udzur, maka perbuatan ini adalah
tindakan maksiat bukan bid’ah. Demikian juga meninggalkan satu amalan sunnah
tidak dinamakan bid’ah.

B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaiman Pengertian Bid’ah?
2. Apa Saja Macam-macam Bid’ah?
3. Bagainmana Dalil-dalil Keharaman Bid'ah?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bid’ah
Bid’ah sama dengan kata al-ikhtira’ yaitu yang baru yang diciptakan tanpa
ada contoh sebelumnya. Menurut Imam asy-Syathibi, “Bid’ah adalah cara baru
dalam agama yang dibuat menyerupai syari’at dengan maksud untuk berlebih-
lebihan dalam beribadah kepada Allah.Ungkapan ‘cara baru dalam agama’ itu
maksudnya, bahwa cara yang dibuat itu disandarkan oleh pembuatnya kepada
agama. Tetapi sesungguhnya cara baru yang dibuat itu tidak ada dasar
pedomannya dalam syari’at. Sebab dalam agama terdapat banyak cara, di
antaranya ada cara yang berdasarkan pedoman asal dalam syari’at, tetapi juga ada
cara yang tidak mempunyai pedoman asal dalam syari’at. Maka, cara dalam
agama yang termasuk dalam kategori bid’ah adalah apabila cara itu baru dan tidak
ada dasarnya dalam syari’at.
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu
tanpa ada contoh. Sebelumnya. Sedangkan pengertian bid’ah menurut beberapa
ulama, diantaranya :
1. Menurut Syaikhul islam ibnu taimiyyah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata,"Bid’ah dalam agama adalah perkara
wajib maupun sunnah yang tidak Allah dan rasu-Nya syariatkan. Adapun apa-apa
yang Ia perintahkan baik perkara wajib maupun sunnah maka diketahui dengan
dalil-dalil syriat, dan ia termasuk perkara agama yang Allah syariatkan meskipun
masih diperslisihkan oleh para ulama. Apakah sudah dikierjakan pada jaman nabi
ataupun belum dikerjakan.
2. Menurut Imam Syatibi
Beliau berkata,"Satu jalan dalam agama yang diciptakan menyamai syariat
yang diniatkan dengan menempuhnya bersungguh-sungguh dalam beribadah
kepada Allah".

2
3. Menurut Ibnu Rajab
Ibnu Rajab berkata,"Bidah adalah mengada-adakan suatu perkara yang
tidak ada asalnya dalam syariat. Adapun yang memiliki bukti dari syariat maka
bukan bidahwalaupun bisa dikatakan bidah secara bahasa"
4. Menurut Suyuthi
Beliau berkata,"Bidah adalah sebuah ungkapan tentang perbuatan yang
menentang syariat dengan suatu perselisihan atau suatu perbuatan yang
menyebabkan menambah dan mengurangi ajaran syariat".
Suatu perbuatan dikatakan bid’ah, apabila :
a. Amalan tersebut tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat Radhiallahu ‘Anhum..
b. Amalan tersebut tidak memiliki dasar dalam Al Quran, As
Sunnah, dan ijma’, baik secara rinci (tafshili) atau global (ijmali), baik
dalam bentuk perintah, contoh, dan taqrir.
c. Amalan tersebut telah diyakini oleh pelakunya sebagai bagian
dari ajaran agama yang mesti dijalankan.
Jika semua keadaan ini telah terpenuhi oleh sebuah amalan, maka tidak
syak lagi bahwa amalan itu adalah bid’ah yang terlarang. Tetapi, para ulama
berbeda pendapat tentang amalan yang tidak ada pada masa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, namun secara global amalan
tersebut ada dalam Al Quran baik tersurat atau tersirat, atau As Sunnah. Apakah
hal itu sudah masuk bid’ah? Contohnya adalah membaca Shadaqallahul ‘Azhim
setelah membaca Al Quran. Bacaan Shadaqallahul ‘Azhim memang tidak pernah
ada pada masa Rasulullah, dan tidak pula masa para sahabat. Tetapi, para ulama
yang membolehkannya berdalil dari beberapa ayat, yakni Ali Imran (3): 95, dan
Al Ahzab (33): 22).

B. Macam-macam Bid’ah
1. Pembagian bid’ah menurut asal terjadinya.
a. Bid’ah Haqiqiyah
Biasa juga disebut bid’ah ashliyah yaitu amalan bid’ah yang sama

3
sekali tidak memiliki dasar dalam agama, baik Al Quran, As Sunah, ijma’,
dan qiyas. Juga tidak bersandar kepada dalil-dalil global atau rinci, dengan
kata lain, bid’ah haqiqiyah sama sekali tidak ada hubungan dengan semua
dasar-dasar dan pijakan syariat.
Contoh: apa-apa yang dilakukan oleh kaum quburiyun mereka
meminta-minta kepada penghuni kubur, dan thawaf di kuburan. Sengaja
tidak mau nikah atau membujang, menambah jumlah waktu shalat wajib
menjadi enam waktu misalnya, dan lainnya.
b. Bid’ah Idhafiyah
Yaitu bid’ah karena penambahan dari syariat yang pokok. Pada
satu sisi nampak tidak bid’ah karena memiliki dasar dalam agama, tetapi
dari sisi lain dia bertentangan dengan agama, khususnya terkait pada
hai’ah (bentuk) dan tata cara ibadahnya, baik dilihat dari sisi waktu,
jumlah aktifitasnya, keyakinan atas fadhilahnya, dan lainnya.
Contoh: berdzikir adalah masyru’ (disyariatkan) baik oleh Al
Quran maupun As Sunah. Tetapi, berdzikir dengan cara memukul gendang,
atau menggelengkan kepala, atau menari-nari seperti kaum darwisy, atau
secara berjamaah dengan satu pola suara, atau mengucapkan dzikir dengan
jumlah tertentu yang tanpa dalil, maka ini termasuk bid’ah idhafiyah.
2. Pembagian bid’ah menurut Implikasi Hukum Bagi Pelakunya
a. Bid’ah Mukaffirah
Yaitu bid’ah yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Allah
Ta’ala. Yaitu perbuatan yang jelas kufurnya, seperti thawwaf di kuburan
dalam rangka taqarrub kepada penghuninya, mempersembahkan
sembelihan dan nadzar untuk mereka, berdoa dan minta pertolongan
kepada mereka.

b. Bid’ah Mufassiqah
Yaitu bid’ah yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama Islam,
tetapi dia menjadi fasiq, dan dan keharamannya sangat keras. Di antaranya
adalah sesuatu yang bisa menjadi sarana kesyirikan: seperti membangun
bangunan pada kubur, shalat dan doa di kuburan, juga termasuk di

4
antaranya adalah maksiat seperti bid’ahnya tidak mau menikah, dan puasa
sambil berdiri di bawah terik matahari.
3. Pembagian Bid’ah Dilihat Sisi Bobot Bahayanya
a. Bid’ah Kubra (bid’ah besar)
Yaitu bid’ah dalam bidang aqidah (teologi), ideologi, dan
pemikiran, baik klasik maupun modern. Inilah yang disebut sebagai ahlul
bid’ah dan ahlul ahwa’. Contohnya adalah paham wihdatul wujud
(bersatunya Allah dengan wujud makhluk), paham yang mengatakan Al
Quran bukan Kalamullah (firman Allah) tetapi makhluk, dan yang seperti
ini.
Secara massiv, bid’ah ini ditampilkan oleh berbagai sekte (firaq
adh dhalalah), seperti khawarij (mengkafirkan pelaku dosa besar), syi’ah
(mengkafirkan para sahabat nabi, kecuali Ali dan ahlul bait), murji’ah
(menganggap amal shalih dan maksiat sama sekali tidak mempengaruhi
keimanan), jahmiyah (mengingkari sifat-sifat Allah), mujassimah
(meyakini Allah memiliki jism/ tubuh sebagaimana makhluk), mu’tazilah
(rasionalis ekstrim yang menolak banyak rukun-rukun agama), qadariyah
(paham yang meyakini Allah tidak ada peran apa-apa dalam kehidupan
selain menciptakan saja), jabbariyah (paham yang meyakini manusia sama
sekali tidak memiliki kehendak untuk berbuat), dan yang semisalnya.
Atau, isme-isme modern seperti komunisme, sekulerisme, liberalisme,
pluralisme, sosialisme, kapitalisme, dan atheisme.
Jenis-jenis bid’ah ini ada yang sekedar dosa besar, dan ada pula
yang sudah taraf kafir.
b. Bid’ah Sughra (bid’ah kecil)
Ini juga terbagi atas beberapa bagian. Pertama, bid’ah amaliyah
yaitu bid’ah pada bidang amaliyah ibadah, seperti melaksanakan tata cara
amalan ibadah yang diyakini sebagai ajaran agama, padahal tidak memiliki
dasar sama sekali dalam syariat. Misal, menentukan jumlah dzikir
sebanyak ribuan dengan fadhilah ini dan itu. Atau, amalannya sudah sesuai
sunah, tetapi niatnya tidak benar, misalnya berdzikir dengan niat memiliki

5
kesaktian, menyembelih hewan dengan niat sebagai sesajen. Kedua, bid’ah
tarkiyah yaitu kesengajaan meninggalkan hal-hal yang dihalalkan dengan
tujuan ‘ibadah tanpa memiliki dasar dalam agama. Misalnya sengaja
meninggalkan nikah dengan niat ibadah, meninggalkan makan daging
(vegetarian) dengan alasan mendekatkan diri kepada Allah, dan yang
semisalnya.

Jenis bid’ah ini, walau secara tampilan lahiriyah adalah ibadah,


namun membawa pelakunya pada kefasikan dan maksiat kepada Allah
Ta’ala, tetapi tidak sampai keluar dari agama.

4. Pembagian Bid’ah Berdasarkan Sikap Ulama Terhadap Status Bid’ahnya

a. Bid’ah yang Disepakati (muttafaq ‘alaih)

Ini adalah bid’ah yang disepakati para imam kaum muslimin.


Seperti bid’ah dalam masalah aqidah, ideology, dan pemikiran yang
membawa pelakunya kepada dosa besar bahkan kafir. (lihat Bid’ah Kubra)

Juga termasuk di dalamnya, adalah amalan ibadah yang sama


sekali tidak ada dasarnya dalam semua dasar-dasar agama, baik Al Quran,
As Sunnah, dan ijma’. Contohnya adalah tawaf di kubur, menambah
jumlah rakaat shalat secara sengaja, merubah arah kiblat secara sengaja
dengan tanpa uzur syar’i, mempelajari ilmu hitam (sihir dan perdukunan),
berdoa meminta kepada mayat, dan yang semisalnya.

Sikap terhadap bid’ah yang disepakati ini adalah harus tegas dan
iqamatul hujjah (menegakkan hujjah) agar pelakunya bertobat dan
penyebarannya terhenti. Tentu dilakukan dengan cara hikmah agar tidak
melahirkan kerusakan yang lebih besar.

b. Bid’ah yang Diperselisihkan (mukhtalaf fih)

Jenis ini sangat banyak, yaitu amal yang dianggap bid’ah oleh
sekelompok ulama dengan hujjah mereka, namun dianggap boleh bahkan
sunah oleh ulama lain dengan hujjah yang mereka punya juga. Walhasil,
bagian ini sebagaimana jenis khilafiyah ijtihadiyah para ulama (baik

6
dalam ibadah dan muamalah), maka sikap kita adalah toleran dan tidak
bertindak keras dalam mengingkarinya. Sebagaimana yang dilakukan oleh
para salaf, dan ditegaskan oleh para ulama muta’akhirin seperti Imam As
Suyuthi, Imam An Nawawi, dan lainnya.

Contoh :

1) Qunut Shubuh

Imam Malik dan Imam Syafi’i mengatakan sunah,


sementara Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hambal
mengatakan bid’ah.

2) Peringatan Maulid

Sebagian ulama ada yang membolehkannya, selama tidak


diisi dengan cara yang munkar, tidak melalaikan shalat, dan tidak
campur baur laki dan wanita. Bahkan mereka menamakannya
dengan bid’ah hasanah, yakni Imam As Suyuthi (dia mengatakan
maulid sebagai min ahsani maa ubtudi’a/termasuk bid’ah yang
terbaik, beliau menyusun kitab Husnul Maqshud fi ‘Amalil
Maulud), Imam Ibnu Hajar, Imam Abu Syamah, Syaikh ‘Athiyah
Shaqr, Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, dan lainnya. Tetapi,
pembolehan mereka ini hanya sebatas pemanfaatan momen maulid
untuk menapaktilasi dan mengkaji kehidupan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bukan acara ritual khusus, bacaan-
bacaan khusus, yang jika tidak dilakukan maka maulidnya kurang
afdhal. Tidak demikian.

Sedangkan ulama lain, seperti Imam Ibnu Taimiyah, Imam


Ibnu Al Haj, para ulama Saudi, dan lain-lain membid’ahkan
peringatan maulid, apa pun bentuknya.

3) Membaca Al Quran (Yasin atau lainnya) Untuk mayit, baik


sebelum atau sesudah di Kubur

7
Sebagian ulama memakruhkan dan membid’ahkannya
karena hal ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah, para
sahabat, dan salafush shalih, mereka adalah seperti Imam Malik
dan sebagian pengikutnya.
Sedangkan Imam As Syafi’i ada dua riwayat tentang beliau,
yakni beliau menganjurkan membaca Al Quran di sisi kubur,
bahkan jika sampai khatam itu bagus.
Tetapi, dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, Imam Asy Syafi’i
menyatakan bahwa pahala bacaan Al Quran kepada mayit tidaklah
sampai.
5. Pembagian Bid’ah dari sisi keadaannya
a. Bid`ah I'tiqad (bid`ah yang bersangkutan dengan keyakinan)
Bid`ah ini juga diistilahkan bid`ah qauliyah (bid`ah dalam hal
pendapat) dan yang menjadi patokannya adalah sabda Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan dalam kitab sunan :
"Umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya berada
dalam neraka kecuali satu golongan". Para shahabat bertanya :
"Siapa golongan yang satu itu wahai Rasulullah ?. Beliau menjawab :
"Mereka yang berpegang dengan apa yang aku berada di atasnya
pada hari ini dan juga para shahabatku".
Yang selamat dari perbuatan bid`ah ini hanyalah ahlus sunnah
wal jama`ah yang mereka itu berpegang dengan ajaran Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam dan apa yang dipegangi oleh para shahabat
radliallahu anhum dalam perkara ushul (pokok) secara keseluruhannya,
pokok-pokok tauhid , masalah kerasulan (kenabian), takdir, masalah-
masalah iman dan selainnya.
Sementara yang selain mereka dari kelompok sempalan (yang
menyempal/keluar dari jalan yang benar) seperti Khawarij, Mu`tazilah,
Jahmiyah, Qadariyah, Rafidhah, Murji`ah dan pecahan dari kelompok-
kelompok ini , semuanya merupakan ahlul bid`ah dalam perkara
i`tiqad. Dan hukum yang dijatuhkan kepada mereka berbeda-beda,

8
sesuai dengan jauh dekatnya mereka dari pokok-pokok agama, sesuai
dengan keyakinan atau penafsiran mereka, dan sesuai dengan selamat
tidaknya ahlus sunnah dari kejelekan pendapat dan perbuatan mereka.
Dan perincian dalam permasalahan ini sangatlah panjang untuk
dibawakan di sini.
b. Bid`ah Amaliyah (bid`ah yang bersangkutan dengan amalan ibadah)
Bid`ah amaliyah adalah penetapan satu ibadah dalam agama
ini padahal ibadah tersebut tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-
Nya. Dan perlu diketahui bahwasanya setiap ibadah yang tidak
diperintahkan oleh Penetap syariat (yakni Allah ta`ala) baik perintah
itu wajib ataupun mustahab (sunnah) maka itu adalah bid`ah amaliyah
dan masuk dalam sabda nabi shallallahualaihiwasallam :
"Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah
kami maka amalannya itu tertolak".
Karena itulah termasuk kaidah yang dipegangi oleh para
imam termasuk Imam Ahmad rahimahullah dan selain beliau
menyatakan :
"Ibadah itu pada asalnya terlarang (tidak boleh dikerjakan)"
Yakni tidak boleh menetapkan/mensyariatkan satu ibadah kecuali apa
yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Da mereka
menyatakan pula : "Muamalah dan adat (kebiasaan) itu pada
asalnya dibolehkan (tidak dilarang)"
Oleh karena itu tidak boleh mengharamkan sesuatu dari
muamalah dan adat tersebut kecuali apa yang Allah ta`ala dan rasul-
Nya haramkan. Sehingga termasuk dari kebodohan bila mengklaim
sebagian adat yang bukan ibadah sebagai bid`ah yang tidak boleh
dikerjakan, padahal perkaranya sebaliknya (yakni adat bisa dilakukan)
maka yang menghukumi adat itu dengan larangan dan pengharaman
dia adalah ahlu bid`ah (mubtadi). Dengan demikian, tidak boleh
mengharamkan satu adat kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya.

9
C. Dalil-dalil Keharaman Bid'ah
Padahal para ulama telah banyak ber-istinbath dari sebagian ayat-ayat al-
Qur-an mengenai larangan bid’ah. Allah berfirman:

‫﴾ َﻭ َﻵ ﺃَﻧ َ۠ﺎ‬٣﴿ ُ ‫﴾ َﻭ َﻵ ﺃَﻧﺘ ُ ْﻢ ٰ َﻋ ِﺒﺪُﻭﻥَ َﻣﺂ ﺃ َ ْﻋﺒُﺪ‬٢﴿ َ‫﴾ َﻵ ﺃ َ ْﻋﺒُﺪ ُ َﻣﺎ ﺗَ ْﻌﺒُﺪُﻭﻥ‬١﴿ َ‫ﻗُ ْﻞ ٰ َٓﻳﺄ َ ﱡﻳ َﻬﺎ ٱ ْﻟ ٰ َﻜ ِﻔ ُﺮﻭﻥ‬
(“٦﴿ ‫ِﻳﻦ‬ ِ ‫ﻰﺩ‬ َ ‫﴾ َﻟ ُﻜ ْﻢ ﺩِﻳﻨُ ُﻜ ْﻢ َﻭ ِﻟ‬٥﴿ ُ‫﴾ َﻭ َﻵ ﺃَﻧﺘ ُ ْﻢ ٰ َﻋ ِﺒﺪ ُﻭﻥَ َﻣﺂ ﺃ َ ْﻋﺒُﺪ‬٤﴿ ‫ﺑﺪ ٌ ﱠﻣﺎ َﻋ َﺒﺪﺗ ﱡ ْﻢ‬
ِ ‫ﻋﺎ‬
َ
Artinya : Katakanlah: Hai orang-orang kafir 2). Aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah 3). Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah 4). Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah 5). Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan
yang aku sembah 6). Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku”
(QS al-Kafirun 1-6)

Salah satu penjelasan Ibnu katsir dalam kitabnya tentang surat ini adalah:

‫ﺑﺪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﻣﻌﺒﻮﺩ ﻳﻌﺒﺪﻩ ﻭﻋﺒﺎﺩﺓ ﻳﺴﻠﻜﻬﺎ ﺇﻟﻴﻪ‬


‫ﺗﺒﺮﺃ ﻣﻨﻬﻢ ﻓﻲ ﺟﻤﻴﻊ ﻣﺎ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻌﺎ‬
‫ﻓﺎﻟﺮﺳﻮﻝ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻞ ﻭﺃﺗﺒﺎﻋﻪ ﻳﻌﺒﺪﻭﻥ ﷲﺑﻤﺎ ﺷﺮﻋﻪ ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻛﺎﻥ ﻛﻠﻤﺔ‬
‫ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﷲ ﻣﺤﻤﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﷲ ﺃﻱ ﻻ ﻣﻌﺒﻮﺩ ﺇﻻ ﷲ ﻭﻻ ﻁﺮﻳﻖ ﺇﻟﻴﻪ ﺇﻻ ﻣﺎ‬
‫ﺟﺎءﺑﻪ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﻭﺍﻟﻤﺸﺮﻛﻮﻥ ﻳﻌﺒﺪﻭﻥ ﻏﻴﺮ ﷲ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﻟﻢ ﻳﺄﺫﻥﺑﻬﺎ ﷲ‬
Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berlepas diri dari segala hal yang
ada pada mereka (dan apa yang mereka lakoni) karena sesungguhnya
seorang hamba beribadah kepada sesuatu yang disembah dan seorang
hamba pula menjalani sebuah ibadah menuju Allah. Rasul shallallahu
‘alaihi wasallam dan para pengikut beliau menyembah Allah dengan
sesuatu yang memang Allah syariatkan. Inilah makna kalimat Islam
yaitu tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar
kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Ini
bermakna bahwa tiada sesembahan yang berhak diibadahi dengan
benar kecuali Allah dan pula tiada jalan yang ditempuh menuju Allah
kecuali dengan segala hal yang dibawa oleh Rasulullah shallahu
‘alaihi wasallam. Orang musyrik menyembah selain Allah sebagai
sebuah ibadah yang tidak Allah izinkan/syariatkan.”( Tafsir al-Qur-an
al-Azhiym, jilid 4, hal 3107)

10
Dalam surat lain, Allah berfirman:

‫ﻳﺴﺄﻟﻮﻧﻚ ﻋﻦ ﺍﻷﻫﻠﺔ ﻗﻞ ﻫﻲ ﻣﻮﺍﻗﻴﺖ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻭﺍﻟﺤﺞ ﻭﻟﻴﺲ ﺍﻟﺒﺮﺑﺄﻥ ﺗﺄﺗﻮﺍ ﺍﻟﺒﻴﻮﺕ ﻣﻦ‬
‫ﺑﻬﺎ ﻭﺍﺗﻘﻮﺍ ﷲ ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﻔﻠﺤﻮﻥ‬
‫ﺑﻮﺍ‬
‫ﻅﻬﻮﺭﻫﺎ ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻟﺒﺮ ﻣﻦ ﺍﺗﻘﻰ ﻭﺃﺗﻮﺍ ﺍﻟﺒﻴﻮﺕ ﻣﻦ ﺃ‬
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan
sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat)
haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari
belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang
bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung” (QS al-Baqarah:
189.)

Salah satu ungkapan syaikh ‘Abdurrahman ibn Nashir as-Sa’diy mengenai


ayat ini adalah:

‫ﻭﻫﺬﺍ ﻛﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﺍﻷﻧﺼﺎﺭ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺮﺏ ﺇﺫﺍ ﺃﺣﺮﻣﻮﺍ ﻟﻢ ﻳﺪﺧﻠﻮﺍ ﺍﻟﺒﻴﻮﺕ ﻣﻦ‬
‫ﺑﻬﺎ ﺗﻌﺒﺪﺍﺑﺬﻟﻚ ﻭﻅﻨﺎ ﺃﻧﻪﺑﺮ ﻓﺄﺧﺒﺮ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺮ ﻷﻥ ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻟﻢ ﻳﺸﺮﻋﻪ‬
‫ﺑﻮﺍ‬
‫ﺃ‬
‫ﻟﻬﻢ ﻭﻛﻞ ﻣﻦ ﺗﻌﺒﺪﺑﻌﺒﺎﺩﺓ ﻟﻢ ﻳﺸﺮﻋﻬﺎ ﷲ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ ﻓﻬﻮ ﻣﺘﻌﺒﺪﺑﺒﺪﻋﺔ ﻭﺃﻣﺮﻫﻢ ﺃﻥ ﻳﺄﺗﻮﺍ‬
.‫ﺑﻬﺎ ﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻬﻮﻟﺔ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺘﻲ ﻫﻲ ﻗﺎﻋﺪﺓ ﻣﻦ ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﺸﺮﻉ‬
‫ﺑﻮﺍ‬
‫ﺍﻟﺒﻴﻮﺕ ﻣﻦ ﺃ‬

Artinya: “Dahulu orang Anshar dan arab lainnya, jika mereka melakukan ihram,
mereka tidak memasuki rumah-rumah mereka melalui pintunya dalam
rangka ibadah. Mereka menganggap bahwa hal yang mereka lakukan
itu adalah sebuah kebaikan. Allah mengabarkan bahwa yang demikian
itu bukanlah sebuah kebaikan karena Allah tidak mensyariatkan hal ini
kepada mereka. Setiap orang yang menyembah Allah dengan sebuah
ibadah yang tidak Allah dan Rasul-Nya syariatkan maka dia telah
beribadah dengan sebuah kebid’ahan. (Dalam ayat ini) Allah
memerintahkan mereka agar mereka memasuki rumah mereka melalui
pintunya karena ini mengandung kemudahan bagi mereka yang
merupakan salah satu kaidah dalam beragama.” (Lihat kitab beliau
Tafsir Kariimir Rahman fiy Tafsir Kalaam al-Mannan, hal 87).

11
D. Macam-macam contoh Bid'ah
1. Contoh Bid’ah Dalam Thaharah (wudhu, mandi,tayamun)
Di antara beberapa bid’ah dalam thaharah yangberedar pada
masyarakat di negeri ini dan sudah menjadi konsumsi harian bagi mereka
adalah,
a. Menjaharkan niat di dalam thaharah dan bersuci dari hadas
b. berniat untuk melakukan sunnah-sunnah wudhu
c. Ucapan orang yang wudlu ketika membasuh kedua tangan
d. Adanya perasaan waswas di dalam wudhu
e. Membaca dzikir atau doa khusus dikala membasuh ataumengusap
anggotaanggota wudhu
f. Memperbaharui air wudlu untuk kedua telinga lantaran menyelisihi
hadits yang shahi
g. Memisahkan antara mengusap kepala dan dua telinga.
h. Membasuh kepala sebanyak tiga kali Membasuh leher di dalam wudh
i. Membasuh tengkuk secara khusus di dalam wudhu
j. Mengusap kening atau sedikit bahagian rambut yang depan saja.
k. Mewudhukan bahagian rambut yang rontok.
l. Berlebihan di dalam menggunakan air pada saat bersuci (mandi atau
wudhu Beranggapan bahwa bersentuhan antara lelaki dan perempuan
itu membatalkan wudlu, meskipun suami istri.
m. Beranggapan bahwa keluarnya darah dari selain dua lubang (qubul
dan dubur) itu membatalkan wudlu, misalnya dari hidung (mimisan),
mulut, pecahnya bisul dan selainnya.
n. Menetapkan doa setelah wudlu dengan mengangkat kedua tangan dan
menengadahkan kepala ke langit.
o. Wudlu untuk menyembelih hewan kurban.
p. Tidak mau berwudlu dengan air zamzam lantaran keutamaan air
zamzam tersebut
q. Bid’ahnya meninggalkan pengucapan salam sebab datang dari safar
sehingga berwudlu dan sholat.

12
r. Adapun di dalam mandi, terdapat beberapa bid’ah dalam keyakinan,
perbuatan ataupun ucapan
s. Bahwa orang yang junub itu dilarang dari mencukur rambut,
memotong kuku dan juga dari berbekam.
t. Ada anggapan bahwa orang yang junub itu apabila bekerja di
pertanian, pabrik atau perniagaannya akan menghasilkan untuknya dan
orang selainnya suatu bahaya atau kerugian
u. Adanya anggapan bagi yang hendak mandi janabat dan haidl untuk
v. mengumpulkan rambutnya yang rontok lalu memandikannya.
w. Adapun di dalam tayammum terdapat beberapa bid’ah, di antaranya
adalah sebagai berikut;
x. Menepukkan kedua telapak tangan ke tanah lebih dari sekali tepukan.
y. Penepukkan kedua telapak tangan itu sampai debunya banyak yang
menempel pada kedua telapak tangan.Mengusapkan kedua telapak
tangan dari telapak tangan sampai siku.

2. Bid’ah Dalam Shalat


Tatacara shalat yang diajarkan oleh Imam Ahmad itu bila dilihat dari
kacamata orang-orang yang memahami bid’ah secara sempit akan menyebabkan
vonis bid’ah juga menimpa Imam Ahmad, Imam Ibnu Qudamah, dan bahkan
Imam Sufyan bin Uyainah. Unsur kebid’ahannya antara lain:
a. Nabi tidak pernah mencontohkan atau memerintahkan untuk
mengkhatamkan AlQur’an saat shalat tarawih.
b. Nabi tidak pernah mencontohkan atau memerintahkan untuk berdoa
khatam AlQur’an saat sebelum rukuk, apalagi menginstruksikannya
agar lama.
c. Nabi tidak pernah mencontohkan atau memerintahkan untuk
mengangkat tangan dalam doa ketika berdiri sebelum rukuk.

13
3. Bid’ah Dalam Puasa
a. Bid’ah Berzikir Dengan Keras Setelah Salam Shalat Tarawih Berzikir
dengan suara keras setelah melakukan salam pada shalat tarawih
dengan dikomandani oleh satu suara adalah perbuatan yang tidak
disyariatkan. Begitu pula perkataan muazin, “assholaatu
yarhakumullah” dan yang semisal dengan perkataan tersebut ketika
hendak melaksanakan shalat tarawih, perbuatan ini juga tidak
disyariatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula
oleh para sahabat maupun orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik.
b. Membangunkan Orang-Orang untuk Sahur Perbuatan ini merupakan
salah satu bid’ah yang tidak pernah dilakukan
pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tidak
pernah memerintahkan hal ini. Perbedaan tata-cara membangunkan
sahur dari tiap- tiap daerah juga menunjukkan tidak disyariatkannya
hal ini, padahal jika seandainya perkara ini disyariatkan maka
tentunya mereka tidak akan berselisih.
c. Melafazkan Niat Melafazkan niat ketika hendak melaksanakan puasa
Ramadhan adalah tradisi yang dilakukan oleh banyak kaum muslimin,
tidak terkecuali di negeri kita. Di antara yang kita jumpai adalah imam
masjid shalat tarawih ketika selesai melaksanakan shalat witir. mereka
mengomandoi untuk bersama-sama membaca niat untuk melakukan
puasa besok harinya.
d. Imsak Tradisi imsak, sudah menjadi tren yang dilakukan kaum
muslimin ketika ramadhan. Ketika waktu sudah hampir fajar, maka
sebagian orang meneriakkan “imsak, imsak…”supaya orang-orang
tidak lagi makan dan minum padahal saat itu adalah waktu yang
bahkan Rasulullah menganjurkan kita untuk makan dan minum.
Sahabat Anas meriwayatkan dari Zaid bin Sabit radhiyallahu
‘anhuma, “Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam kemudian beliau shalat. Maka kata Anas, “Berapa lama

14
jarak antara azan dan sahur?”, Zaid menjawab, “Kira-kira 50 ayat
membaca ayat al- Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim
e. menunda Azan Magrib Dengan Alasan Kehati-HatianHal ini
bertentangan dengan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam yang
menganjurkan kita untuk menyegerakan berbuka.Rasulullah bersabda,
“Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka
menyegerakan berbuka.” (HR.Bukhari Muslim)
f. Takbiran Yaitu menyambut datangnya ied dengan mengeraskan
membaca takbir dan memukul bedug pada malam ied. Perbuatan ini
tidak disyariatkan, yang sesuai dengan sunah adalah melakukan takbir
ketika keluar rumah hendak melaksanakan shalat ied sampai tiba di
lapangan tempat melaksanakan shalat ied.
g. Padusan Yaitu Mandi besar pada satu hari menjelang satu ramadhan
dimulai. Perbuatan ini tidak disyariatkan dalam agama ini, yang
menjadi syarat untuk melakukan puasa ramadhan adalah niat untuk
berpuasa esok pada malam sebelum puasa, adapun mandi junub untuk
puasa Ramadhan tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu
‘alaihi wa salam

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:..
1. Bid’ah merupakan sesuatu yang baru yang diciptakan tanpa ada contoh
sebelumnya.
2. Bid’ah tidak mempunyai dasar yang ditunjukkan syariat. Adapun apa yang
ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat bukanlah bid’ah, walaupun tidak
ditentukan oleh nash secara khusus..
3. Bid’ah terbagi atas beberapa macam-macam, diantaranya menurut asal
terjadinya, yang terbagi menjadi bid’ah haqiqiyah dan Idhafiyah.
4. Bid’ah dalam agama terkadang menambah dan terkadang mengurangi
syariat sebagaimana yang dikatakan oleh Suyuthi di samping dibutuhkan
pembatasan yaitu apakah motivasi adanya penambahan itu agama. Adapun
bila motivasi penambahan selain agama, bukanlah bid’ah.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di atas, penulis
mengajukan beberapa saran, sebagai berikut:
1. Diharapkan umat Islam memahami syariat Islam dan menjadikan Al
Qur’an dan As sunnah sebagai pedoman dalam melakukan semua aktivitas
dalam beribadah kepada allah.
2. Diharapkan umat Islam segera meninggalkan bid’ah, karena bid’ah adalah
kesesatan yang keluar dari mengikuti Nabi.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=29

http://pesantren.or.id.29.masterwebnet.com/ppssnh.malang/cgibin/content.cgi/arti
kel/tanya_jawab/11-hukum-bidah.single

http://www.muslimdiary.com/forum/viewthread.php?thread_id=14

http://ghuroba.blogsome.com/2007/07/08/mewaspadai-bahaya-bidah/

http://ummusalma.wordpress.com/2007/07/13/bahaya-bidah/

17

Anda mungkin juga menyukai