Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa  penulis ucapkan kepada Allah Swt, karena berkat
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan arahan kepada
penulis dalam menulis makalah ini, dan juga kepada pihak-pihak yang telah
medukung baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan
makalah ini
Penulis telah menyelesaikan makalah ini sesuai dengan kemampuan, namun
penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan  dan banyak kekurangan.
Untuk itu penulis mengharapkan  kritik dan saran, guna membangun kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Sigli, 02 Januari 2020

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Batasan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2
A. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.........................................................................2
B. Kewenangan............................................................................................................2
C. Ruang Lingkup........................................................................................................3
D. Susunan Pengadilan.................................................................................................3
a) Pimpinan..............................................................................................................4
b) Hakim..................................................................................................................4
E. Proses Peradilan Tipikor.........................................................................................5
BAB III PENUTUP............................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindak pidana korupsi telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi


kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga memerlukan penanganan
yang luar biasa. Selain itu, upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi perlu dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan serta perlu
didukung oleh berbagai sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber
daya lainnya seperti peningkatan kapasitas kelembagaan serta peningkatan
penegakan hukum guna menumbuh kesadaran dan sikap tindak masyarakat yang
anti korupsi.

B. Batasan Masalah

1. Pengertian, Kewenangan, dan Ruang Lingkup Pengadilan Tindak


Pidana Korupsi.
2. Susunan dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
3. Proses Peradilan dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

C. Tujuan

1. Mengetahui Pengertian, Kewenangan, dan Ruang Lingkup Pengadilan


Tindak Pidana Korupsi.
2. Mengetahui Susunan dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
3. Mengetahui Proses Peradilan dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

1
2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah Pengadilan Khusus yang berada


di lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan yang biasa disebut dengan Pengadilan
Tipikor ini berlokasi di Lantai 1 dan 2 Gedung UPPINDO Jalan Rasuna Said Kav
C-19, Kuningan, Jakarta Selatan.

Pada awalnya, Pengadilan Tipikor hanya dibentuk di Pengadilan Negeri


Jakarta Pusat yang wilayah hukumnya meliputi seluruh wilayah negara Republik
Indonesia. Setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009,
Pengadilan Tipikor dibentuk pada setiap Pengadilan Negeri di ibu kota provinsi
yang meliputi daerah hukum provinsi yang bersangkutan. Untuk provinsi DKI
Jakarta, Pengadilan Tipikor dibentuk di PN Jakarta Pusat dan meliputi wilayah
hukum DKI Jakarta1.

Pengadilan ini dibentuk berdasarkan pasal 53 Undang-undang Nomor 30


Tahun 2002 (Dasar hukum) tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdapat pada pengadilan negeri,
pengadilan tinggi, dan pada Mahkamah Agung. Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi berkedudukan di setiap ibu kota kabupaten/kota yang daerah hukumnya
meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan2.

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Tindak_Pidana_Korupsi

2
Kajian Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Kemitraan dan
LIPI, Jakarta, 2008, hal.3-4.

3
B. Kewenangan

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memeriksa, mengadili, dan


memutus perkara:

1. tindak pidana korupsi;

2. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak
pidana korupsi; dan/atau

3. tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan


sebagai tindak pidana korupsi.

Khusus untuk Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat


mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara
tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar
wilayah negara Republik Indonesia3.

C. Ruang Lingkup

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan


yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana
korupsi yang diajukan oleh penuntut umum atau yang diajukan oleh penuntut
pada KPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi
atau tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang

3
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Tindak_Pidana_Korupsi

4
dilakukan oleh warga negara Indonesia di luar wilayah Negara Republik
Indonesia.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga berwenang memeriksa, mengadili,


dan memutus perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana lain yang berkaitan
dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh warga negara asing di luar
wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang menyangkut kepentingan negara
Indonesia4.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memberikan izin untuk


melakukan pembekuan, penyitaan, penyadapan, dan/ atau penggeledahan.

D. Susunan Pengadilan

Susunan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas:

1. Pimpinan

2. Hakim

3. Panitera.

a) Pimpinan

Pimpinan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas seorang ketua dan
seorang wakil ketua. Ketua dan wakil ketua pengadilan Tipikor adalah ketua dan

4
Kajian Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Kemitraan dan
LIPI, Jakarta, 2008, hal.4-5.

5
wakil ketua pengadilan negeri. Ketua bertanggung jawab atas administrasi dan
pelaksanaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi5.

b) Hakim

Hakim Pengadilan Tipikor terdiri dari hakim karir dan hakim ad hock.
Hakim karir ditetapkan oleh Mahkamah Agung Indonesia dan selama menangani
perkara tindak pidana korupsi dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara lain. Sementara hakim ad hock diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Hakim ad hoc
diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali
untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 1 angka 2 UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana


Korupsi (UU Pengadilan Tipikor) yang mendefinisikan:

“Hakim Karier adalah hakim pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi,


dan Mahkamah Agung yang ditetapkan sebagai hakim tindak pidana
korupsi”

Seperti di ketahui, di dalam UU Pengadilan Tipikor yang dimaksud


dengan hakim adalah hakim karier dan hakim ad hoc (lihat Pasal 1 angka 1).
Sedangkan, yang dimaksud dengan hakim ad hoc adalah seseorang yang
diangkat berdasarkan persyaratan yang ditentukan dalam UU Pengadilan Tipikor
sebagai hakim tindak pidana korupsi (lihat Pasal 1 angka 3)6.

c) Panitera

5
Mochtar Lubis dan James C. Scott, Bunga Rampai Korupsi, (Jakarta: LP3ES dan Obor,
1995), hal. 18

6
Ibid

6
Panitera (Inggris: Clerk;Belanda: Griffiers) adalah pejabat pengadilan
yang salah satu tugasnya adalah membantu hakim dalam membuat berita acara
pemeriksaan dalam proses persidangan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), Panitera disebut pejabat kantor sekretariat pengadilan yang bertugas pada
bagian administrasi pengadilan, membuat berita acara persidangan, dan tindakan
administrasi lainnya. Dalam menjalankan tugasnya Panitera biasa dibantu oleh
beberapa orang Panitera Muda dan Panitera Pengganti.

Jabatan Panitera terdapat di pengadilan lingkungan Mahkamah Agung dan


Mahkamah Konstitusi. Secara normatif jabatan fungsional panitera di pengadilan
lingkungan Mahkamah Agung diatur dalam UU sesuai jenis peradilan. Misalnya,
dalam UU Peradilan Umum, UU PTUN, UU Pengadilan Agama yang mengatur
proses pengangkatan dan pemberhentian jabatan panitera. Dalam UU itu diatur
secara lebih rinci, mulai dari tugas dan fungsi panitera, panitera muda, dan
panitera pengganti di pengadilan tingkat pertama, banding atau kasasi. Tugas dan
fungsi jabatan panitera di Mahkamah Konstitusi disinggung sekilas dalam UU No.
24 Tahun 2003 tentang MK7.

E. Proses Peradilan Tipikor

1. Penyidikan (Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 /KUHAP)


a. Penyelidikan (pasal 1 ayat 5)

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan


menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini. Penyelidikan dilakukan oleh Polisi dan khusus TIPIKOR juga

7
Onghokham, Tradisi dan Korupsi dalam Mochtar Lubis dan James C. Scott, Bunga
Rampai Korupsi, (Jakarta: LP3ES dan Obor, 1995), hal. 118.

7
dilakukan oleh Jaksa (pasal 284 KUHP) dan KPK (pasal 6 Undang Undang no 30
Tahun 2002).

b. Penyidikan (pasal 1 ke 2 KUHAP)

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut


cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilakukan oleh Penyidik (polri,
jaksa dan KPK)8.

2. Penuntutan (Pasal 1 Ke 7)

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara


pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus
oleh hakim di sidang pengadilan. Penuntutan dilakukan oleh Jaksa penuntut
Umum pada kejaksaan ( Pasal 1 Ke 8 Kuhap) atau pada KPK Pasal 6 UU KPK).

3. Peradilan/Proses Mengadili (Pasal 1 ke 9)

Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima,


memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak
memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang
oleh undang-undang untuk mengadili (pasal 1 ke 8).

Tahap Peradilan:

8
Adib Bahari, S.H. dan Khotibul Umam, S.H. “ KPK dari A sampai Z”, Yogyakarta:
Pustaka Yustisis, hal 15.

8
1. Peradilan Tingkat pertama Pada Pengadilan Negeri

2. Peradilan Banding pada Pengadilan Tinggi

3. Peradilan Kasasi pada Mahkamah Agung9

9
Ibid.,

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ini merupakan pengadilan khusus yang


berada di lingkungan Peradilan Umum dan pengadilan satu-satunya yang
memiliki kewenangan mengadili perkara tindak pidana korupsi yang
penuntutannya dilakukan oleh penuntut umum. Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi akan dibentuk di setiap ibu kota kabupaten/kota yang akan dilaksanakan
secara bertahap mengingat ketersediaan sarana dan prasarana. Namun untuk
pertama kali berdasarkan Undang-Undang ini, pembentukan Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi dilakukan pada setiap ibukota provinsi.

Dalam Undang-Undang ini diatur pula mengenai Hakim Pengadilan


Tindak Pidana Korupsi yang terdiri dari Hakim Karier dan Hakim ad hoc yang
persyaratan pemilihan dan pengangkatannya berbeda dengan Hakim pada
umumnya. Keberadaan Hakim ad hoc diperlukan karena keahliannya sejalan
dengan kompleksitas perkara tindak pidana korupsi, baik yang menyangkut
modus operandi, pembuktian, maupun luasnya cakupan tindak pidana korupsi
antara lain di bidang keuangan dan perbankan, perpajakan, pasar modal,
pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Proses Peradilan Tipikor dimulai dengan Penyidikan (Undang Undang


Nomor 8 Tahun 1981 /KUHAP)—Penyelidikan (pasal 1 ayat 5) dan Penyidikan
(pasal 1 ke 2 KUHAP)—, di lanjut dengan Penuntutan (Pasal 1 Ke 7), dan diakhiri
Peradilan/Proses Mengadili (Pasal 1 ke 9).

10
B. Saran

Semoga Komisi Pemberantasan Korupsi mampu menjalankan tugasnya


sebagai mana mestinya independen serta bebas dari kekuasaan manapun dalam
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanaanya dilakukan secara
optimal, intensif, efektif, profesional serta berkesinambungan. Sehingga tidak ada
lagi kabar kabar buruk yang mengatakan adanya upaya mengkebiri  komisi
pemberatasan korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

Adib Bahari, S.H. dan Khotibul Umam, S.H. “ KPK dari A sampai Z”,
Yogyakarta: Pustaka Yustisis.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Tindak_Pidana_Korupsi

Kajian Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Kemitraan
dan LIPI, Jakarta, 2008

Mochtar Lubis dan James C. Scott, Bunga Rampai Korupsi, (Jakarta: LP3ES dan
Obor, 1995)

Onghokham, Tradisi dan Korupsi dalam Mochtar Lubis dan James C. Scott,
Bunga Rampai Korupsi, (Jakarta: LP3ES dan Obor, 1995)

11

Anda mungkin juga menyukai