PIDANA UMUM
DISUSUN OLEH
Tujuan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 adalah
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk
tercapainya tujuan tersebut perlu dipersiapkan sumber daya manusia (SDM) termasuk SDM di Kejaksaan
Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang. Sebagai lembaga pemerintah,
Kejaksaan harus didukung oleh aparatur yang profesional, berintegritas dan berkarakter yang salah satu caranya didapat melalui
pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu Badan Pendidikan Dan Pelatihan Kejaksaan R.I. mengadakan Pendidikan dan
Pelatihan Teknis Administrasi Kejaksaan (TAK) bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Tahun 2022. Dalam rangka pemenuhan
proses pembelajaran, maka disusunlah modul-modul, yang salah satunya modul Tugas, Kewenangan dan Administrasi Perkara
Tindak Pidana Umum.
Modul ini akan membahas tentang tugas, wewenang, fungsi dan administrasi perkara tindak pidana umum.
Pembahasan dimulai dengan struktur organisasi bidang Tindak Pidana Umum, tugas dan kewenangan Kejaksaan di bidang tindak
pidana umum serta membahas tentang administrasi dan prosedur yang akan digunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Atas nama Badan Pendidikan dan Pelatihan, kami mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
tim penyusun yang telah bekerja keras menyusun modul ini. Begitu pula halnya dengan para ahli di bidang masing-
masing yang telah memberikan review dan masukan, kami ucapkan terimakasih.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa modul ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik, saran dan
kontribusi dari berbagai pihak tentu akan sangat membantu untuk perbaikan modul ini ke depan. Akhirnya kami berharap
semoga modul ini dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi para peserta TAK dalam pelaksanaan tugas kedinasan.
Kepala Badan,
Tony T. Spontana
Pendahuluan
Deskripsi Singkat Indikator Keberhasilan
Modul ini akan membahas tentang tugas, wewenang, 1. Memahami dan mengaplikasikan tugas dan fungsi
fungsi Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan serta tata kelola administrasi Kejaksaan
dan Administrasi Perkara Tindak Pidana. Pembahasan dibidang Pidana Umum dalam pelaksanaan tugas.
dimulai dengan sejarah perkembangan tugas dan 2. Tersedianya ASN/CPNS Kejaksaan R.I. yang memiliki
kewenangan Kejaksaan di Bidang Tindak Pidana Umum kemampuan dan ketrampilan, memiliki integritas
serta membahas tentang administrasi dan prosedur yang kepribadian dan disiplin dalam pelaksanaan tugas,
akan digunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. fungsi dan kewenangan Kejaksaan.
Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui dan memahami tentang tugas dan fungsi Kejaksaan serta tata kelola administrasi Kejaksaan di
bidang Pidana Umum.
2. Mempersiapkan dan membentuk ASN/CPNS Kejaksaan R.I. yang siap pakai dalam pelaksanaan tugas, fungsi
dan kewenangan Kejaksaan.
4
PERKEMBANGAN TUGAS DAN FUNGSI KEJAKSAAN DI BIDANG
TINDAK PIDANA UMUM
...... Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum mempunyai fungsi :
1. merumuskan kebijaksanaan teknis pemberian bimbingan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan
terhadap eselon bawahan serta petunjuk dan koordinasi kepada instansi lain dalam menyelenggarakan
operasi yustisial yang menyangkut tindak pidana umum ;
2. merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan pra penuntutan , penuntutan, eksekusi perkara beserta
pengadministrasiannya dan statistik kriminil ;
3. mempersiapkan konsepsi, bahan-bahan pertimbangan, rencana, pendapat dan saran bagi kebijaksanaan
yang akan diambil oleh Jaksa Agung dalam/mengenai tugas-tugas kejaksaan pada umumnya dan tugas-
tugas operasi yustisial pada khususnya ;
4. memberikan pertimbangan/saran kepada Jaksa Agung dalam segala urusan bantuan hukum, analisa hukum
dan analisa kriminalitas ;
5. melaksanakan pengamanan teknis atau pelaksanaan tugas pokok sesuai dengan kebijaksanaan yang
ditetapkan oleh Jaksa Agung dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Tugas dan Wewenang Kejaksaan di Bidang Pidana yang Terkandung Dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
dan Perangkat Pelaksanaannya
Pasal 16 :
“Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum
Pasal 15 : mempunyai tugas dan wewenang melakukan
“Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum prapenuntutan, pemeriksaan tambahan,
adalah unsur pembantu pimpinan dalam penuntutan, melaksanakan penetapan hakim dan
melaksanakan sebagian tugas dan wewenang putusan pengadilan, pengawasan terhadap
serta fungsi Kejaksaan dibidang Yustisial pelaksanaan keputusan lepas bersyarat da
mengenai tindak pidana umum yang bertangung tindakan hukum lainnya dalam perkara tindak
jawab langsung kepada Jaksa Agung.” pidana umum berdasarkan peraturan perundang –
undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan
Jaksa Agung.”
Pasal 17 :
“.....Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyelenggarakan
fungsi :
1. merumuskan kebijaksanaan teknis kegiatan yustisial pidana
umum berupa pemberian bimbingan dan pembinaan bidang
tugasnya ;
2. merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan
prapenuntutan “
b. KEPJA Nomor : KEP-035/JA/3/1992
tanggal 25 Maret 1992 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Pasal 223 :
......Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum mempunyai fungsi :
Republik Indonesia 1. merumuskan kebijaksanaan teknis kegiatan yustisial pidana umum berupa
pemberian bimbingan dan pembinaan dalam tugasnya ;
2. merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan prapenuntutan,
pemeriksaan tambahan, penuntutan dalam perkara tindak pidana terhadap
keamanan negara dan ketertiban umum, tindak pidana terhadap orang dan harta
benda serta tindak pidana umum yang diatur diluar Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana ;
3. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan, melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lain dalam
perkara tindak pidana umum serta pengadministrasiannya ;
4. membina kerjasama , melakukan koordinasi dan memberikan bimbingan serta
petunjuk teknis dalam penanganan perkara tindak pidana umum dengan instansi
terkait berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang
ditetapkan oleh Jaksa Agung ;
Pasal 222 5. memberikan saran, konsepsi tentang pendapat dan atau pertimbangan hukum
Jaksa Agung mengenai perkara tindak pidana umum dan masalah hukum lainnya
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum mempunyai tugas dan wewenang dalam kebijakan penegakan hukum ;
melakukan prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, melaksanakan
penetapan hakim dan putusan pengadilan, pengawasan terhadap pelaksanaan 6. membina dan meningkatkan kemampuan, ketrampilan dan integritas kepribadian
keputusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lainnya dalam perkara tindak aparat tindak pidana umum di lingkungan kejaksaan ;
pidana umum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan 7. melakukan pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan
yang ditetapkan oleh Jaksa Agung di bidang tindak pidana umum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung ;
8. memberikan saran dan pertimbangan kepada Jaksa Agung serta melaksanakan
tugas-tugas lain sesuai petunjuk Jaksa Agung.
c. Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 1999 tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, yang merupakan perubahan
tentang Struktur Organisasi Kejaksaan dari Keppres Nomor 55 Tahun 1991.
Pasal 14 :
Pasal 203 :
• Pra Penuntutan
• Pasal 267 Peraturan Jaksa Agung R.I. Nomor : • Pemeriksaan tambahan
PER-006/A/JA/07/2017 Tentang Organisasi dan • Penuntutan
Tata Kerja Kejaksaan R.I yang telah dirubah
dengan Peraturan Kejaksaan Nomor 1 Tahun • Upaya hukum
2021, kedudukan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak • Pelaksanaan penetapan hakim dan putusan
Pidana Umum adalah sebagai unsur pembantu pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
pimpinan dalam melaksanakan tugas dan wewenang hukum tetap
Kejaksaan dalam bidang tindak pidana umum dan • Eksaminasi
bertanggung jawab kepada Jaksa Agung. • Pengawasan terhadap pelaksanaan pidana
Pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan dalam bersyarat, pidana pengawasan , pengawasan
bidang tindak pidanan umum meliputi : terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat
dan tindakan hukum lainnya.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang di bidang tindak pidana umum, Jaksa Agung Muda
Bidang Tindak Pidana Umum menyelenggarakan fungsi ( pasal 268 Peraturan Jaksa Agung RI
Nomor : PER-006/A/JA/07/2017) :
1. Administrasi Perkara Tindak Pidana adalah bagian dari Administrasi umum Kejaksaan yang
meliputi segala administrasi yang mengelola perkara tindak pidana umum dan perkara tindak
pidana khusus mengenai perkara, tahanan, barang sitaan, barang bukti, barang
rampasan, barang temuan dan hasil dinas, baik secara teknis yuridis maupun yang hanya
merupakan pencatatan proses penanganan berbentuk Surat-Surat, register dan laporan
sesuai dengan bentuk dan kode yang ditentukan.
2. Surat-surat adalah segala bentuk dan macam surat baik berupa surat menyurat, Surat
perintah, Surat Ketetapan dan Berita Acara yang diperlukan menurut ketentuan KUHAP.
3. Register adalah buku daftar yang memuat secara lengkap dan terinci mengenai perkara,
benda sitaan, barang bukti, barang rampasan, barang temuan dan hasil dinas
2727
Mengenai :
Perkara
Tahanan
Benda sitaan
Barang bukti/barang rampasan
Hasil dinas
2828
Pada prinsipnya hal-hal yang diatur dalam
KEPJA-518/2001
8. T.8 : Surat Perintah Penangguhan Penahanan/ Pengeluaran dari Tahanan/Pencabutan Penangguhan Penahanan
▪ PATUH
▪ TEPAT WAKTU
▪ SESUAI TAHAPAN
▪ SESUAI DATA YG DITERIMA
▪ (CMS SUDAH FORMAT), IKUTI
ALURNYA
Memahami
Standard
Operating PERSURATAN
Procedure PRAPENUNTUTAN
(SOP) PENUNTUTAN
PELAKSANAAN PUTUSAN
157 SOP
Apa itu Standard Operating Procedure?
bagaimana
kapan
Instruksi tertulis yang dibakukan mengenai
berbagai proses penyelenggaraan
aktivitas organisasi
di mana; dan
oleh siapa
Mengapa SOP Harus Diterapkan?
Menjamin konsistensi
Menciptakan ukuran
Meningkatkan akuntabilitas pelayanan, dari sisi mutu,
standar kinerja
waktu, dan prosedur
Membantu penelusuran
Instrumen yang dapat Menghindari tumpang
terhadap kesalahan-
melindungi aparatur tindih pelaksanaan tugas
kesalahan prosedural
Prinsip Pelaksanaan SOP
• dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu, oleh siapa pun, dan dalam kondisi
Konsisten yang relatif sama
• dilaksanakan dengan komitmen penuh dari seluruh jajaran organisasi, dari tingkatan
Komitmen yang paling rendah dan tertinggi
Seluruh unsur • Jika aparatur tertentu tidak melaksanakan perannya dengan baik, maka akan
berperan penting mengganggu keseluruhan proses
Terdokumentasi • didokumentasikan sehingga dapat dijadikan acuan atau referensi bagi setiap pihak-
dengan baik pihak yang memerlukan
Tata Laksana Pidum
Tata Laksana Pendukung
SDM Keu IT
Tata Laksana
Inti
Lembaga
Penegak Pratut Tut
Masyarakat
Hukum
Pencari
&
Keadilan
Instansi Eksekusi UH
Lainnya
Kebijaka
Koord. Was
n
Tata Laksana Pendukung
Sebaran SOP di Kejaksaan
Upaya
Pratut Tut
Hukum
Kejagung v x x
Kejati v x x
Kejari v v v
Cabjari v v v
Pelaksana SOP Pidum
SOP SOP
SOP SOP
Persuratan Pengambilan
Teknis Pengendalian
Pidum Keputusan
• Pengadministrasi
• PPP • Pengelola Tata
Penanganan
Naskah (PTN)
Perkara (PPP) • Kasi Wil
Kejagung
• Kasi Wil
JPU • Kasubag PK
• Kasubdit • Kabag TU
• Kasubdit • Direktur • JAM Pidum
• Direktur
• PPP • PPP • PTN
• Kasubsi • Kasubsi • Kasubag PK
Kejati
• Kasi
JPU • Kasi • Kabag TU
• Aspidum • Aspidum • Kajati
• PPP • PPP • PTN
Kejari • Kasubsi JPU • Kasubsi • Kaur TU
• Kasi Pidum • Kasi Pidum • Kajari
• PPP • PPP • PTN
Cabjari • Kasubsi Pidum JPU • Kasubsi Pidum • Kaur BIN
& Pidsus & Pidsus • Kacabjari
60
PENTING DIKETAHUI AGAR TIDAK MEMBINGUNGKAN :
RUANG LINGKUP
1. PADA TAHAP PENYIDIKAN
KEADAAN DARURAT
Selama masa pengawalan tahanan dari dan kembali ke
Rutan / Lembaga Pemasyarakatan serta pengamanan
tahanan selama di ruang gedung Pengadilan dan atau
gedungg Kejaksaan, secara melekat Petugas Intelijen
memberi dukungan pengamanan dan penggalangan
yang rnekanismenya sesuai yang telah diatur dalam
SOP Intelijen dan SOP Terintegrasi dalam Penanganan
Perkara di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia
(PERJA Nomor 046/A/JA/12/ 2011 tanggal 28
December 2011].
DUKUNGAN INTELIJEN
Tindakan pengawalan dan pengamanan tahanan yang tidak
dilaksanakan sesuai dengan Standar Operational Prosedur (SOP) ini
akan dilakukan pemeriksaan dan diberikan sanksi berdasarkan
Peraturan Perundang- undangan
SANKSI
PERATURAN JAKSA
NOMOR : PER -
AGUNG REPUBLIK
005/A/JA/03/2013
INDONESIA
Pada waktu Penyidik membuat SPDP, Penyidik sudah dapat menemukan tersangkanya, apakah karena tertangkap tangan atau memang
Penyidik sudah menemukan 2 (dua) alat bukti;
Oleh karenanya tersangka sudah harus ditetapkan statusnya sebagai tersangka sebelum Penyidik membuat SPDP (aturan yang tercantum
pada kolom keterangan SOP Penelaahan SPDP adalah tanggal Surat Penetapan tersangka boleh ditetapkan sebelum SPDP atau tanggal
penetapan tersangka sama dengan tanggal SPDP (dibuat bersamaan dengan SPDP);
Ketentuan tanggal ini juga menunjukkan, apabila ada surat penetapan tersangka yang tanggalnya dibuat setelah tanggal SPDP (tersangka baru
dapat ditetapkan statusnya sebagai tersangka setelah ada 2 (dua) alat bukti), artinya pada waktu SPDP dibuat, Penyidik memang belum dapat
menemukan tersangkanya atau belumada 2 (dua) alat bukti)
OLEH KARENANYA TANGGAL PENETAPAN TERSANGKA UNTUK SPDP YANG SUDAH MENCANTUMKAN TERSANGKA, TANGGAL SURAT
PENETAPAN TERSANGKA TIDAK BOLEH MELEBIHI TANGGAL SPDP ATAU DENGAN KATA LAIN, TANGGAL SURAT
PENETAPAN TERSANGKA DITERBITKAN SEBELUM SPDP TERBIT ATAU PALING TIDAK SAMA
DENGAN TANGGAL SPDP
Ketentuan ini tidak berlaku bagi SPDP yang tidak mencantumkan tersangka, karena memang tersangka belum diketemukan atau 2 (dua) alat
bukti belum terkumpul, sehingga Surat Penetapan Tersangkadapat terbitsetelah tanggal SPDP.
Konsekuensinya, P-16 dan REGISTER PEMBERITAHUAN DIMULAINYA PENYIDIKAN/DIHENTIKANNYA PENYIDIKAN (Pada Keputusan
Jaksa Agung RI Nomor KEP-518/A/J.A/11/2001 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana, disebut dengan RP-6) tidak mencantumkan nama
tersangka, hanya mencantumkan pasal sangkaan, namun pada berkas perkara surat penetapan tersangka harus dilampirkan. Identitas
tersangka baru teregister pada REGISTER PENERIMAAN BERKAS PERKARA TAHAP PERTAMA (pada Keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-
518/A/J.A/11/2001 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana, disebut dengan RP-7)
SURAT PENETAPAN TERSANGKA
TANGGAL 1 – 8 JANUARI
(sama dengan, tetapi tidak boleh melebihi
tanggal SPDP)
2 ALAT BUKTI
PERIKSA TERSANGKA
SPDP DENGAN IDENTITAS TERSANGKA
TANGGAL 1-8 JANUARI
SPRINDIK
1 JANUARI
Apabilaidentitas Tersangka tercantum dalam SPDP, makaperhatikan tanggal surat penetapan tersangka
adalahsama atau setelahtanggalSprindik, namun tanggal penetapan Tersangka tidakbolehmelebihi
tanggal SPDP padakolom keterangan SOP nomor:01/Pratut tentangPenelaahan SPDP
PROSEDUR PENELAAHAN SPDP
Catatan:
SPDP diterima paling lama 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya Sprindik.
SPDP dapat diterima paling lama 14 (empat belas) hari setelah dikeluarkannya Sprindik dengan ketentuan
Penyidik melampirkan keterangan bahwa penyampaian SPDP tidak dapat dilakukan sesuai batas waktu
karena alasan yang tidak memungkinkan.
Alasan yang tidak memungkinkan ex. bencana alam, kondisi geografis, hari libur besar keagamaan di
daerah tersebut atau keadaan lain yang memaksa
Penyerahan SPDP paling lama 14 (empat belas) hari tidak membebaskan kewajiban Penyidik untuk tetap
mencantumkan tanggal pada SPDP paling lama 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya Sprindik.
Review
▪ Identitas tersangka tidak selalu tercantum di dalam SPDP
▪ Formulasi Pengecuali dalam Keadaan tertentu: SPDP dapat diterima paling lama 14 (empat belas) hari setelah
dikeluarkannya Sprindik, dengan ketentuan Penyidik melampirkan surat keterangan bahwa SPDP tidak dapat
diserahkan sesuai batas waktu karena alasan yang tidak memungkinkan. Penyerahan SPDP paling lama 14 (empat belas)
hari setelah dikeluarkannya Sprindik tidak membebaskan kewajiban Penyidik untuk tetap mencantumkan tanggal pada
SPDP paling lama 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya Sprindik
SOP Nomor: 01/Pengambilan Keputusan
Tentang Pengambilan Keputusan oleh
Kacabjari/Kajari/Kajati/JAM Pidum
Kacabjari/Kajari/Kajati/JAM Pidum meneliti alasan Penyidik tidak
dapat menyampaikan SPDP sesuai batas waktu dan setelah
mempertimbangkannya memberi keputusan alasan diterima atau
ditolak.
SPDP dapat diterima paling lama 14 (empat belas) hari setelah dikeluarkannya Sprindik
dengan ketentuan Penyidik melampirkan surat keterangan bahwa SPDP tidak dapat
diserahkan sesuai batas waktu karena alasan yang tidak memungkinkan serta tidak
membebaskan kewajiban Penyidik untuk tetap mencantumkan tanggal pada SPDP paling lama
7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya Sprindik
PROSEDUR YANG HARUS DILAKUKAN MENJAWAB KONDISI YANG BERBEDA SETELAH JPU MELAKUKAN
PENELAAHAN SPDP
1. Dalam hal SPDP diterima melebihi 2. Dalam hal SPDP diterima dalam
batas waktu 7 hari setelah batas waktu 7 hari setelah
dikeluarkannya Sprindik : dikeluarkannya Sprindik :
Kacabjari/Kajari/Kajati/JAM Pidum memberikan Kacabjari/Kajari/Kajati/JAM Pidum
disposisi berikut paraf dan tanggal pada Kasubsi memberikan disposisi berikut paraf dan
Pidum/Pidsus, Kasi Pidum, Aspidum atau Direktur tanggal dengan menentukan nama JPU
untuk membuat surat pengembalian SPDP diterima menindaklanjuti SPDP dan agar Kasi Pidum
melebihi batas waktu menerbitkan P-16
• Apabila Jangka Waktu Penyidikan Diatur Undang-Undang Telah Habis, Namun tindak
Pidana Belum Daluwarsa, maka selalu ada kesempatan Penyidik untuk melanjutkan
penyidikannya baik dengan Sprindik dan SPDP lama maupun baru
• Dalam hal undang-undang mengatur batas waktu penyidikan dan penyidikan belum selesai agar penyidikan
dihentikan demi hukum dan/atau ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(tercantum dalam formulir administrasi Pengembalian SPDP karena hasil penyidikan/penyidikan tambahan
belum diterima)
Beberapa undang-undang yang
membatasi waktu penyidikan,
contoh:
Esensi penyidikan adalah untuk mengumpulkan bukti untuk membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya
Dalam perkara tertentu pengumpulan bukti dan tingkat kesulitan pembuktian masing-
masing perkara seringkali membutuhkan waktu
Oleh karena itu, SOP ini mengatur sistem check and balances terhadap hasil penyidikan
TIDAK HANYA SEKALI, namun SAMPAI DENGAN 2 (DUA) KALI
Ketentuan 90 (sembila puluh) hari itu dipecah sebanyak 2 (dua) kali P-17 sebagai berikut:
Jika dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya SPDP penyidik belum
menyerahkan berkas perkara tahap I, JPU membuat Surat Permintaan Perkembangan
Penyidikan (P-17 pertama) yang ditandatangani Kacabjari/Kajari/Kajati/JAM Pidum,
kepada Penyidik untuk menyerahkan berkas perkara dalam jangka waktu paling lama
30 (tiga puluh hari)
Jika dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya P-17 (pertama), Penyidik tidak
juga menindaklanjuti dengan pengiriman berkas perkara, maka JPU kembali membuat
surat permintaan perkembangan hasil penyidikan yang kedua. (P-17 kedua);
Kebaruan Ketentuan dalam PEMANTAUAN
PERKEMBANGAN PENYIDIKAN (2)
Jika dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat permintaan kembali
perkembangan hasil penyidikan (P17 kedua), Penyidik masih tidak menindaklanjuti dengan
pengiriman berkas perkara, maka JPU mengembalikan SPDP kepada Penyidik melalui
mekanisme surat keluar biasa;
Kasubsi Pidum & Pidsus/Kasubsi Prapenuntutan/Kasi mencoret nomer register SPDP yang
telah dikembalikan pada Register Penerimaan SPDP dengan memberi keterangan bahwa SPDP
telah dikembalikan kepada Penyidik.
Catatan:
Pencoretan SPDP dalam RP-6 berarti mengurangi jumlah perkara sisa bulan laporan pada
rekapitulasi perkara yang ditutup pada akhir bulan laporan, sehingga tunggakan dinyatakan
selesai.
Dalam format surat pengembalian SPDP supaya dicantumkan: “apabila Penyidik menyerahkan
berkas perkara (setelah SPDP dikembalikan), agar didahului dengan pengiriman SPDP yang
sudah dikembalikan, dengan surat pengantar yang baru.”
Kecuali dalam hal undang-undang mengatur batas waktu penyidikan dan penyidikan tetap
dilanjutkan, Penyidik harus menghentikan penyidikan yang telah lewat terlebih dahulu dengan
mengacu pada pasal 109 ayat (2) KUHAP sebelum mengirimkan Sprindik dan SPDP baru
dengan menyertakan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3) perkara yang telah lewat
tersebut.
PROSEDUR PEMANTAUAN PERKEMBANGAN PENYIDIKAN
(contoh di tingkat Kejaksaan Negeri) Jika dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak
diterimanya SPDP, Penyidik
belum menyerahkan berkas
perkara tahap I, maka JPU
P-16 membuat P-17 yang
ditandatangani Kajari
JPU Pratut menerima JPU Pratut
P-16 dan SPDP dari
memantau
Kasubsi Pratut dengan
buku ekspedisi sebagai perkembangan Jika dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
tanda terima penyidikan sejak diterimanya P-17, Penyidik
tidak menindaklanjuti dengan
pengiriman berkas perkara, maka JPU
P-16 membuat P-17 kedua yaitu
ko nsep surat permintaan
perkembangan hasil penyidikan
Dalam hal 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya SPDP, Penyidik belum
menyerahkan berkas perkara (Tahap I), maka:
JPU Pratut membuat konsep P-17
Kacabjari/Kajari/Kajati/JAM Pidum mengoreksi & menandatangani konsep P-
17
Kaur Bin/Kaur TU/Kabag TU menyerahkan P-17 kepada Kasubsi
Pidum/Pidsus, Kasubsi Pratut atau Kasi, kepada JPU P-16, Penyidik dan kepada
operator CMS untuk diinput dengan buku ekspedisi sebagai tanda terima;
101
P-17 KEDUA
Dalam hal 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkannya P-17, Penyidik
tidak menindaklanjuti dengan pengiriman berkas perkara, maka JPU
Pratut membuat konsep P-17 Kedua dengan format surat keluar biasa
Dalam hal 30 (tiga puluh) hari setelah dikeluarkannya P-17 Kedua, 102
Penyidik tidak menindaklanjuti dengan pengiriman berkas perkara,
maka:
JPU Pratut mengembalikan SPDP kepada Penyidik melalui
mekanisme surat keluar biasa, dengan penjelasan bahwa apabila
Penyidik melanjutkan penyidikan dengan mengirimkan berkas
perkara, agar SPDP yang telah dikembalikan dikirimkan ke
Kejaksaan dengan surat pengantar baru
Kasubsi Pidum/Pidsus, Kasubsi Pratut atau Kasi mencoret nomer
register SPDP yang telah dikembalikan kepada Penyidik pada RP-6
Kemudian pada kolom keterangan diberikan catatan: SPDP telah
dikembalikan kepada Penyidik.
Petugas register, pada rekapitulasi penghitungan jumlah SPDP
bulan laporan, kemudian mengurangi jumlah SPDP yang telah
dikembalikan dan dicoret dari register tersebut pada jumlah sisa
SPDP bulan laporan
Dalam hal Penyidik mengirim berkas perkara setelah SPDP dikembalikan
dan dicoret, maka nomer dan tanggal surat pengantar baru dari SPDP yang
pernah dikembalikan tersebut dicatat sebagai SPDP baru masuk
bulan laporan
103
MELALUI
JPU PRATUT MEMBUAT
KASUBSI
BERITA ACARA PENDAPAT APABILA TIDAK ADA
KAUR TU PRATUT PERPANJANGAN KOREKSI ATAU PENDAPAT
MENERIMA MENYERAH PENAHANAN/ PENOLAKAN MEMARAF DAN YANG BERBEDA DENGAN JPU
SURAT KAN KEPADA PERPANJANGAN MENYERAHKAN PRATUT DAN KASI PIDUM,
JPU PRATUT PENAHANAN SEKALIGUS KEPADA KAJARI MAKA KAJARI
PERMINTAAN DENGAN MEMBUAT KONSEP UNTUK
MENANDATANGANI T-4/T-5
PERPANJANGAN BUKU PERPANJANGAN DITANDATANGANI
KEMUDIAN MENYERAHKAN
PENAHANAN (T-4/T-5) MELALUI KAUR TU
PENAHANAN EKSPEDISI
KEMUDIAN
KEPADA KAUR TU UNTUK
DARI PENYIDIK SEBAGAI MENYERAHKAN KEPADA
DIDISTRIBUSIKAN
TANDA KASI PIDUM
TERIMA
Catatan
• Apabila surat permintaan perpanjangan penahanan tidak melampirkan resume, maka Kaur Bin/Kaur/Kabag TU mengembalikan
permintaan perpanjangan kepada Penyidik sebelum dicatat dalam Agenda Surat Masuk
• Dalam hal SPDP tidak mencantumkan nama tersangka, maka ketika Penyidik meminta penetapan perpanjangan penahanan, KAUR
BIN/KAUR TU/KABAG TU wajib meneliti kelengkapan SURAT PENETAPAN TERSANGKA, dan apabila tidak dikembalikan kepada Penyidik sebelum
dicatat dalam Agenda Surat Masuk
“Setiap perpanjangan penahanan hanya dapat diberikan oleh pejabat
yang berwenang untuk itu atas dasar alasan dan resume hasil
pemeriksaan yang diajukan kepadanya”.
vide Penjelasan Pasal 24 ayat (2) dan pasal 25 ayat (2) KUHAP
4. SOP Nomor: 04/Pratut tentang
Penelitian Berkas Perkara
Berdasarkan KUHAP kegiatan prapenuntutan dilakukan dengan menerima dan memeriksa
berkas perkara dari penyidik dan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam
rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik (vide pasal 14 huruf a dan b KUHAP)
1. Apabila Penyidik mengembalikan BP SEBELUM 14 HARI SEJAK DIKELUARKANNYA P-19, dan petunjuk JPU Pratut dalam P-19
dimaksud telah terpenuhi, maka JPU Pratut menyatakan BP hasil penyidikan sudah lengkap (P-21)
2. Apabila DALAM JANGKA WAKTU 30 (TIGA PULUH HARI) SETELAH DIKELUARKANNYA P-21, Penyidik tidak
menindaklanjuti dengan penyerahan Tersangka dan Barang Bukti (Tahap II) maka diterbitkan P-21 A
Ketiga,
Dalam Hal Masih Dalam Lingkup Waktu 14 Hari Sejak Dikeluarkannya P-19,
Penyidik Mengembalikan Berkas Perkara Maka:
Apabila petunjuk JPU Pratut belum dipenuhi baik sebagian atau seluruhnya, JPU Pratut
mengembalikan berkas perkara dengan pemberitahuan batas waktu penyidikan
P-19 ke-2
tambahan 14 hari, dengan menggunakan (dua)
format surat biasa (P-19 ke-2)
117
Keempat
DALAM HAL PENYIDIK MENGEMBALIKAN BP DALAM WAKTU 14 HARI SEJAK DIKELUARKANNYA P-19 KE-2 TETAPI
PETUNJUK JPU PRATUT BELUM DIPENUHI BAIK SEBAGIAN ATAU SELURUHNYA, MAKA TERDAPAT 4 (EMPAT) ALTERNATIF
TINDAK LANJUT JPU Pratut SESUAI SITUASI DAN KONDISI SEBAGAI BERIKUT:
• JPU Pratut MEMBUAT PENDAPAT DALAM CHECKLIST DAN P-24, • JPU Pratut MEMBUAT PENDAPAT DALAM CHECKLIST DAN P-24,
MENGUSULKAN KEPADA KAJARI UNTUK MELAKUKAN MENGUSULKAN KEPADA KAJARI UNTUK MELAKUKAN
PEMERIKSAAN TAMBAHAN PENYIDIKAN UNTUK MELENGKAPI BP
119
Kelima
DALAM HAL BATAS WAKTU PENYIDIKAN TAMBAHAN
SUDAH MELAMPAUI 14 HARI SEJAK DIKELUARKANNYA
P-19 NAMUN BERKAS PERKARA BELUM KEMBALI DARI
PENYIDIK, MAKA JPU Pratut MEMBUAT KONSEP P-20
(Surat Pemberitahuan Bahwa Waktu Penyidikan
Tambahan Sudah Habis)
5.1 DALAM WAKTU SEBELUM 14
5.2 DALAM WAKTU 14 HARI 120
HARI, SETELAH DIKELUARKAN
SETELAH DIKELUARKAN P-20,
P-20 TERNYATA PENYIDIK
NAMUN TIDAK ADA PENGEMBALIAN
MENGIRIMKAN KEMBALI BERKAS BERKAS PERKARA, MAKA
PERKARA, MAKA:
SITUASI NORMAL (POLA SITUASI ABNORMAL (POLA LAKUKAN TAGIHAN DENGAN P-20
(PEMBERITAHUAN WAKTU SIDIK
UMUM) TIDAK JUGA LENGKAP TIDAK UMUM) TAMBAHAN SDH HABIS)
LUNCURKAN PETUNJUK KE-3 PERKARA SULIT BUKTI, MASY. EX. TSK SAKIT, IBADAH, LARI,
UNTUK AMBIL SIKAP SESUAI RESAH DAN/ATAU NEGARA BAHAYA, BERI KESEMPATAN DENGAN
LAKUKAN PEMERIKSAAN TAMBAHAN
109 KUHAP ASAL 3 SYARAT TERPENUHI P-19 KE-3
Catatan 1
127
Catatan 2
PROSES VERIFIKASI BERKAS PERKARA APABILA PENYIDIK SETELAH BP DIKEMBALIKAN DALAM
WAKTU SETELAH 30 (TIGA PULUH) TIDAK DAPAT MENYERAHKAN TERSANGKA DAN BB128
KASI PIDUM MENERIMA KOORDINASI DARI PENYIDIK YANG AKAN MENYERAHKAN BP (YANG SUDAH DIKEMBALIKAN), TERSANGKA DAN
BARANG BUKTI, TERMASUK BAHWA ALAT BUKTI MASIH DAPAT DIHADIRKAN
KASI PIDUM MENDISPOSISI KASUBSI PRATUT UNTUK MELAKUKAN VERIFIKASI ATAS BP, ORANG DAN TERSANGKA, TERBITKAN P-16A
• MENCATAT SURAT PENGANTAR BARU DAN BP YANG LAMA DALAM SATU NOMOR REGISTRASI
APABILA TIDAK SESUAI MAKA DIKEMBALIKAN KEPADA PENYIDIK DENGAN MEMBUAT KONSEP SURAT PENGEMBALIAN BP, TERSANGKA DAN
BARANG BUKTI UNTUK DITANDATANGANI KAJARI
Contoh Pencatatan Pada Register Penerimaan Berkas Perkara Tahap Pertama Ketika Penyidik Menyerahkan Tersangka Dan
Barang Bukti, Setelah Berkas Perkara (BP) Dikembalikan Kepada Penyidik Karena Penyidik Tidak Menyerahkan Tersangka
129
Dan Barang Bukti 30 Hari Sejak Dikeluarkannya P-21A , dilakukan dengan Mencatat Surat Pengantar Baru Dan BP Yang Lama
Dalam Satu Nomor Registrasi
STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR TAHAP
PRAPENUNTUTAN KHUSUS
Penanganan Perkara Tindak
Pidana Perusakan Hutan
132
133
134
KETERKAITAN DENGAN
SOP PENELITIAN BERKAS PERKARA
Semua administrasi penanganan perkara sudah disediakan dan setiap ada perubahan
penambahan administrasi perkara akan diakomodir (diversi, restorative justice dll) –
administrasi penanganan perkara lengkap
Tampilan pada CMS
Menu Pra Penuntutan
s.d Eksekusi
Menghasilkan
persuratan
administrasi
Karena sesuai alur proses penangan perkara secara data akan lebih terjaga validitasnya
(contoh tidak bisa membuat P21 sebelum ada P16a) – integriras dan kualitas data lebih baik
Kelebihan CMS
Tersedia fitur untuk unggah (upload) dokumen sebagai dokumen elektronik (arsip) untuk
dokumen yang sudah ditandatangani
Terintegrasi dengan sistem Lembaga Penegak Hukum (LPH) lainnya dalam program
prioritas nasional SPPT-TI (Sistem Penaganan Perkara Tindak Pidana Secara Terpadu
Berbasis Teknologi Informasi) – data dimanfaatakan oleh LPH lain
Kelebihan CMS
Kejaksaan
Negeri
DCIDC &
& DRC
DRC Gambaran Sistem
Network
Kejaksaan VPN Terdistribusi Masing-
Tinggi Masing Satuan
SERVER Kerja Disediakan
KEJAKSAA
N AGUNG
Server
• Dalam operasionalisasi tidak terlalu tergantung pada jaringan karena akses ke server
bersifat lokal (server ada di satuan kerja), secara berkala data di sinkronkan (ditarik)
ke Pusat – akses saat operasional cepat
• Dari sisi keamanan informasi lebih terjamin karena mengunakan jaringan lokal dan
sinkronisasi data menggunakan jalur khusus (virtual private network) – keamanan
data/informasi lebih terjamin
Kekurangan CMS
Tidak bisa diakses melalui internet atau dari mana saja, hanya di
kantor – karena sebagian besar administrasi penanganan perkara
memang dilakuka di kantor.
Akses bersifat lokal, sehingga perlu waktu (ada sinkronisasi ke
Pusat) baru data bisa dilihat di level Kejati maupun Kejagung –
untuk kelancaran dalam administrasi perkara (entri data ke CMS)
akses dibuat lokal sehingga cepat tetapi untuk data dapat diakses
di level lebih tinggi ada butuh waktu.
Jika ada perbaikan/penambahan fitur di sistem, maka seluruh
sistem di server satuan kerja harus di update
Catatan : dengan sistem terdistribusi dan bersifat
lokal (server ada dimasing-masing satuan kerja)
selain ada kelebihan juga ada kekuranganya
Tampilan pada CMS
Pada P29 Dakwaan tidak
Kekurangan CMS semua narasi dicatat didalam
sistem hanya beberapa
informasi yang dibutuhkan
tetapi dokumen dapat di
scan kemudian di unggah ke
sistem
Beberapa jenis dokumen administrasi perkara masih dilakukan
diluar sistem seperti Berita Acara, Dakwaan dan Tuntutan karena
bentuk dari dokumen yang bisa beragam untuk setiap perkara
(tidak seperti surat) – tetapi difasilitasi dokumen dapat diupload
kedalam CMS dan dicatat hanya beberapa informasi yang
dibutuhkan tidak semuanya
159
CMS Untuk Mendukung SPPT TI
▪ Untuk mendukung prioritas nasional penegakkan
hukum melalui SPPT TI Kejaksaan menggunakan
CMS
▪ Tugas satuan kerja Kejaksaan Negeri melakukan
entri data melalui CMS secara lengkap
▪ Pusat DASKRIMTI akan menarik data untuk kemudian
dipertukarkan ke APH lain melalui SPPT TI
▪ Wilayah Implementasi 212 satuan kerja Kejaksaan
Negeri
▪ Tahun 2020 masih perkara Pidana Umum
▪ Tahun 2021 akan mulai ditambah perkara Pidana
Khusus
160
EVALUASI CMS
1. Entri data CMS sudah cukup banyak tetapi kualitas data masih
kurang karena tidak lengkap antara lain dalam pengisian nomor
surat.
2. Agar dilengkapi penomoran surat di CMS
3. Belum konsisten semua tahapan di entri melalui CMS
4. Agar seluruh tahapan admonistrasi penanganan perkara di entri
melalui CMS
Contoh Yang Tidak Lolos Validasi Saat
di Kirim ke SPPT TI
Kejaksaan Negeri dengan kriteria Amat Baik dan Baik sebanyak 297 atau
sekitar 68.2%
Kriteria Amat Baik jumlah entri data sudah diatas 90%
Kriteria Baik jumlah entri data sudah diatas 80%
Perbandingan dilakukan antara jumlah data di CMS dengan Laporan Bulanan EIS
Ada 138 Kejaksaan Negeri atau sekitar 31.8% masih bervariasi, dimana jumlah
data untuk beberapa dokumen di CMS masih ada yang dibawah 80%
Ada beberapa Kejaksaan Negeri tidak menginput EIS
Secara umum kuantitsas data sudah baik tetapi untuk kelengkapan pengisian
utamanya nomor surat perlu ditingkatkan sehingga kualitas data menjadi lebih
baik
Kriteria Amat Baik