Anda di halaman 1dari 31

1

A. Judul

PERAN DAN FUNGSI PENGAWASAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS

DALAM MENANGANI PELANGGARAN ETIKA DAN JABATAN NOTARIS

DI KOTA MATARAM

B. Latar Belakang

Notaris merupakan pejabat umum yang menjalankan profesi dalam

hal pembuatan akta autentik dan memberikan pelayanan kepada masyarakat

untuk tujuan mencari kepastian hukum.

Dalam menjalankan jabatannya, seorang Notaris dihadapkan pada

peraturan yang berlaku yaitu Kode Etik Notaris (KEN) dan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN Baru), peraturan tersebut telah

memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa dalam menjalankan tugas

dan jabatan seorang Notaris, benar-benar dilakukan untuk kepentingan

masyarakat dan Notaris harus bertanggung jawab terhadap pembuatan akta

yang dibuat oleh para pihak di hadapan Notaris.

Akta Notaris merupakan akta yang memiliki kekuatan pembuktian

yang sempurna. Dimana akta autentik memiliki peran penting dalam hal

menentukan secara jelas hak dan kewajiban para pihak serta dapat pula

memberikan sumbangan nyata bagi masyarakat untuk menyelesaikan

perkara. Oleh karena itu apa yang dinyatakan dalam akta autentik, harus

diterima sepenuhnya oleh para pihak yang membuatnya, kecuali salah satu

pihak dapat membuktikan hal yang sebaliknya.


2

Dalam menjalankan tugas dan kewajiban, seringkali Notaris

melakukan kesalahan, misalnya mengenai hal-hal yang melanggar ketentuan

KEN dan UUJN Baru. Kesalahan tersebut terjadi akibat dari Notaris itu sendiri

yang sering disebut kesalahan profesi, hal tersebut mengakibatkan Notaris

dapat dituntut pertanggungjawabannya terhadap apa yang dilakukan dan

kerugian yang dialami oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun

tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan

kebenaran materiil dapat dibedakan menjadi empat (4), yaitu :

1. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran


materiil terhadap akta yang dibuatnya;
2. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran
materiil terhadap akta yang dibuatnya;
3. Tanggung jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris
terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;
4. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya
berdasarkan Kode Etik Notaris.1

Seorang Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, wajib berada

dalam pengawasan suatu Lembaga yang netral dan mandiri atau independen.

Secara sosiologis, pengaturan tentang jabatan Notaris yang dituangkan

dalam bentuk Undang-Undang adalah karena banyak masalah yang menimpa

Notaris di dalam melaksanakan kewenangannya, seperti digugat atau

dilaporkan ke penegak hukum oleh para pihak atau oleh para masyarakat

pada umumnya.2

Sehingga dalam hal ini perlu ada lembaga yang berfungsi melakukan

pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. Mengenai pengawasan ada

dua (2) mekanisme. Pertama, pengawasan Internal Kode Etik melalui


1
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan
Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009, Hal.34
2
Salim HS, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoretis, Kewenangan Notaris,
Bentuk dan Minuta Akta), Rajawali Press, Jakarta, 2016, Hal.36
3

Organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI), Kedua, pengawasan Eksternal

yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. 3

Adapun pengawasan dan pembinaan Notaris secara eksternal

dilakukan oleh Menteri dengan membentuk Majelis Pengawas terdiri atas

unsur pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang, organisasi Notaris sebanyak 3

(tiga) orang dan ahli atau akademisi sebanyak 3 (tiga) orang dengan

tingkatan Majelis Pengawas Daerah (MPD) di Kabupaten/Kota, Majelis

Pengawas Wilayah (MPW) di Provinsi dan Majelis Pengawas Pusat (MPP) di

Ibukota.4

Adapun kewenangan dari MPD diatur dalam Pasal 70, Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notari (UUJN Lama), yaitu sebagai

berikut :

1. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran

Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan Jabatan Notaris;

2. melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu)

kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;

3. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;

4. menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang

bersangkutan;

5. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah

terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau

lebih;
3
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, Gramedia
Pustaka, Jakarta, Hal.228
4
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditaman, Bandung, 2011,
Hal.173
4

6. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara

Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara;

7. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan

pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam

Undang-Undang Notaris; dan

8. membuat dan menyampaikan laporan Kepada Majelis Pengawas Wilayah.

Majelis Pengawas Notaris (MPN) dalam pembinaan dan pengawasan

merupakan suatu hal penting yang harus dilakukan karena Majelis Pengawas

memiliki peran penting terhadap para Notaris yang berada di wilayahnya

dalam menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan

pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris.

Penegakan hukum yang dilakukan MPN dapat berupa langkah

preventif (pengawasan) dan langkah kuratif (penerapan sanksi). Langkah

preventif dilakukan melalui pemeriksaan protokol Notaris secara berkala dan

kemungkinan adanya pelanggaran dalam pelaksanaan jabatan Notaris.

Sedangkan langkah kuratif dilakukan dengan menjatuhkan sanksi.

Masyarakat yang merasa dirugikan terhadap Notaris, dapat mengajukan

laporan kepada MPN. Sehingga bila terjadi pelanggaran, maka telah diatur

sanksi-sanksinya dalam KEN dan UUJN.

Di Kota Mataram ada beberapa contoh pelanggaran terhadap Kode

Etik Jabatan Notaris oleh Notaris dalam menjalankan jabatannya, yaitu :

1. Para pihak tidak bertanda tangan di hadapan Notaris, sekaligus Notaris

tidak membacakan akta di hadapannya.


5

2. Notaris tidak memberikan pelayanan yang professional, terkait dalam hal

mengecek apakah surat-surat yang diberikan oleh penghadap bermasalah

atau tidak.

3. Notaris lebih banyak waktu melakukan kegiatan di luar kantornya,

dibandingkan dengan apa yang dilakukan di kantor wilayah kerjanya.

4. Menolak menerima magang calon Notaris.

5. Notaris menetapkan honorarium lebih rendah dari honorarium yang

ditentukan oleh perkumpulan.

6. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan

Peraturan Perundang-Undangan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin mengetahui bagaimana peran

dan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh MPN dalam menerapkan sanksi

terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik Jabatan Notaris

khusus di Kota Mataram, oleh karena hal tersebut maka menjadi alasan yang

kuat penulis untuk memilih judul tesis “PERAN DAN FUNGSI

PENGAWASAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS DALAM MENANGANI

PELANGGARAN ETIKA DAN JABATAN NOTARIS DI KOTA MATARAM”.


6

C. Perumusan Masalah

Adapun uraian-uraian dari latar belakang di atas, penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Peran dan Fungsi Majelis Pengawas Notaris Terhadap

Pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris di Kota Mataram?

2. Bagaimana Penerapan Sanksi Yang Diberikan Majelis Pengawas Notaris

Terhadap Notaris Yang Melanggar Kode Etik dan Jabatan Notaris di Kota

Mataram?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk Memahami Peran dan Fungsi Majelis Pengawas Notaris

Terhadap Pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris Khusus di Kota

Mataram.

b. Untuk Mengetahui Penerapan Sanksi yang Diberikan Majelis Pengawas

Notaris Terhadap Notaris Yang Melanggar Kode Etik dan Jabatan

Notaris Khusus di Kota Mataram.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara

teoritis maupun praktis, yaitu :

a. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum

Kenotariatan, khususnya terkait Majelis Pengawas Notaris dalam

menjalankan peran dan fungsi pengawasannya.


7

b. Secara Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi

berbagai pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengawasan terhadap

Notaris dalam menjalankan profesi jabatannya.

E. Originalitas

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas

Mataram khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Magister Kenotariatan

Universitas Mataram menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum

pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang

berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain :

Judul dan Nama


No. Masalah Penelitian Hasil Penelitian
Peneliti
1. Kedudukan dan 1. Dimana 1. Pembinaan yang
Kewenangan Kedudukan dan dilakukan Majelis
Majelis Bagaimana Kehormatan Notaris
Kehormatan Batasan dan Majelis Pengawas
Notaris dalam Kewenangan Notaris adalah sama-
Pembinaan Antara Majelis sama bertujuan untuk
Terhadap Notaris, Pengawas dan menjaga harkat dan
Evi Apita Maya, MKN dalam martabat Notaris
2017, Magister Pembinaan sebagai pejabat umum
Kenotariatan Terhadap Notaris? dalam melaksanakan
Universitas 2. Bagaimanakah tugas dan fungsinya.
Mataram. Implikasi Asas Majelis Kehormatan
Fiktif Negatif Notaris melakukan
Apabila MKN Tidak pembinaan pada saat
Bersidang Untuk Notaris berhadapan
Mengambil dengan persoalan
Keputusan Atas hukum, dimana Majelis
8

Permohonan Kehormatan Wilayah


Penyidik, Penuntut melakukan
Umum, dan pemeriksaan terhadap
Hakim? permohonan yang
diajukan oleh penyidik,
penuntut umum,
hakim. Sedangkan
Majelis Pengawas
Notaris melakukan
pembinaan kepada
Notaris secara rutin
dan berjenjang setiap
saat berkaitan dengan
tugas, kewajiban,
larangan maupun
pengecualian terhadap
Notaris dalam
melaksanakan jabatan
Notaris maulun diluar
pelaksanaan jabatan
Notaris berkenaan
dengan pelanggaran
Undang-Undang
Jabatan Notaris
maupun Kode Etik
Notaris.
2. Majelis Kehormatan
Notaris dalam
kedudukannya sebagai
Badan atau TUN
mempunyai
kewenangan untuk
9

membuat atau
mengeluarkan Surat
Keputusan atau
ketetapan berkaitan
dengan hasil
pembinaan dan
pengawasan terhadap
Notaris, sehingga
keputusan atau
ketetapan ini
merupakan objek
sengketa TUN.
Undang-Undang PTUN
menyatakan bahwa
“Jika suatu Badan atau
Pejabat TUN tidak
mengeluarkan
keputusan yang
dimohon, sedangkan
jangka waktu
sebagaimana
ditentukan dalam
peraturan Perundang-
Undangan dimaksud
telah lewat maka
Badan atau Pejabat
TUN tersebut telah
menolak
mengeluarkan
keputusan yang
dimaksud”.
2. Kewenangan 1. Bagaimanakah 1. Majelis Pengawas
10

Majelis Pengawas Kewenangan Notaris sebagai badan


Notaris Dalam Majelis Pengawas yang mendapatkan
Menerapkan Notaris Dalam kewenangan secara
Sanksi Bagi Menjatuhkan delegans dari Menteri,
Notaris, Yulius Sanksi Terhadap berdasarkan
Koylal Putra, Notaris? kewenangan yang
2016, Magister 2. Bagaimanakah diperoleh tersebut
Kenotariatan Mekanisme Majelis Pengawas
Universitas Pengawasan, Notaris memiliki
Mataram Pemeriksaan, dan kewenangan untuk,
Penerapan Sanksi melaksanakan proses
Terhadap Notaris? pengawasan,
pemeriksaan yang
dilaksanakan secara
berjenjang mulai dari
Majelis Pengawas
Daerah, Majelis
Pengawas Wilayah dan
Majelis Pengawas
Pusat, apabila setelah
melewati proses
pemeriksaan melalui
Majelis Pemeriksa dan
terbukti adanya
kesalahan yang
dilakukan Notaris,
Majelis Pengawas
Notaris berwenang
menjatuhkan sanksi
administratif yaitu
teguran lisan, teguran
tertulis,
11

pemberhentian
sementara,
pemberhentian
dengan hormat dan
pemberhentian
dengan tidak hormat.
2. Mekanismenya,
adanya laporan
pelanggaran kode etik
atau pelanggaran
pelaksanaan jabatan,
Majelis Pengawas
Notaris (MPD, MPW,
MPP) membentuk
Majelis Pemeriksa,
selanjutnya melakukan
pada tingkatan Majelis
Pemeriksa Daerah
melakukan
pemanggilan para
pihak dan membuat
berita acara
pemeriksaan, pada
tingkat Majelis
Pengawas Wilayah
melakukan siding
pemeriksaan dan
membacakan putusan
hasil pemeriksaan,
apabila ada keberatan
hasil putusan MPW,
maka banding
12

diajukan ke MPP, pada


tingkatan Majelis
Pemeriksa Pusat
terbukti Notaris
bersalah diputuskan
memberhentikan
sementara dan
penunjukan pemegang
protocol sementara
yang disaksikan oleh
MPD.
3. Penegakan Kode 1. Bagaimana 1. Bagi Notaris yang
Etik Notaris Oleh mekanisme melakukan
Dewan penegakan sanksi pelanggaran Kode
Kehormatan Kode Etik Notaris, Etik, Dewan
Notaris Terhadap terhadap Notaris Kehormatan dapat
Notaris Yang yang melakukan menjatuhkan sanksi
Melakukan pelanggaran Kode kepada pelanggarnya,
Pelanggaran Etik Notaris oleh sanksi yang dikenakan
Kode Etik, Abdul Dewan terhadap anggota
Ghofur, 2017, Kehormatan Ikatan Notaris
Magister Notaris? Indonesia yang
Kenotariatan 2. Bagaimana upaya melakukan
Universitas hukum yang pelanggaran Kode Etik
Mataram dilakukan oleh tersebut dapat
Notaris yang berupa : Teguran,
dijatuhkan sanksi Peringatan, Schorzing
Kode Etik Notaris? (pemecatan) dari
keanggotaan
perkumpulan,
Onzetting (pemecatan)
dari keanggotaan
13

perkumpulan dan
pemberhentian
dengan tidak hormat
dari keanggotaan
perkumpulan. Namun
sanksi pemecatan
yang diberikan
terhadap Notaris yang
melakukan
pelanggaran Kode Etik
bukanlah berupa
pemecatan dari
jabatan Notaris
melainkan pemecatan
dari keanggotaan
Ikatan Notaris
Indonesia sehingga
walaupun Notaris yang
bersangkutan telah
terbukti melakukan
pelanggaran Kode
Etik, Notaris tersebut
masih dapat membuat
akta dan menjalankan
kewenangan lainnya
sebagai Notaris,
dengan demikian
sanksi berupa
pemecatan dari
keanggotaan
perkumpulan tentunya
tidak berdampak pada
14

jabatan seorang
Notaris yang telah
melakukan
pelanggaran Kode
Etik, karena sanksi
tersebut bukanlah
berarti secara serta
merta Notaris tersebut
diberhentikan dari
jabatannya, karena
hanya Menteri yang
berwenang untuk
memecat Notaris dari
jabatannya dengan
mendengarkan laporan
dari Majelis Pengawas.
Sehingga sanksi
tersebut terkesan
kurang mempunyai
daya mengikat bagi
Notaris yang
melakukan
pelanggaran Kode
Etik.
2. Upaya hukum yang
dilakukan oleh Notaris
yang dikenakan sanksi
terhadap pelanggaran
Kode Etik adalah
Notaris dapat
mengajukan keberatan
atas putusan yang
15

dijatuhkan oleh Dewan


Kehormatan Daerah
dengan mengajukan
banding ke Dewan
Kehormatan Wilayah
dengan jangka waktu
30 hari, Dewan
Kehormatan Wilayah
dalam jangka waktu 7
hari sudah melakukan
pemeriksaan terhadap
banding yang
dilakukan oleh Notaris
yang melakukan
pelanggaran, Notaris
dapat melakukan
upaya hukum banding
ke Dewan Kehormatan
Pusat dengan
melakukan pembelaan
diri dan melampirkan
dokumen-dokumen
yang dibutuhkan.

1. Persamaan

Adapun persamaan antara ketiga judul tesis diatas dengan judul

tesis penulis, diuraikan sebagai berikut : persamaan dengan judul tesis

pertama adalah sama-sama membahas tentang pengawasan yang

dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap Notaris. Persamaan dengan

judul tesis kedua adalah sama-sama membahas tentang penerapan


16

sanksi yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap Notaris.

Persamaan dengan judul tesis ketiga adalah sama-sama membahas

tentang penegakan sanksi terhadap Notaris yang melanggar Kode Etik.

2. Perbedaan

Adapun perbedaan antara ketiga judul tesis diatas dengan judul

tesis penulis, diuraikan sebagai berikut : perbedaan dengan judul tesis

pertama adalah tesis pertama membandingkan pengawasan antara

Majelis Pengawas dengan Majelis Kehormatan sedangkan tesis penulis

lebih fokus ke pengawasan Majelis Pengawas. Perbedaan dengan judul

tesis kedua adalah tesis kedua menjelaskan bagaimana mekanisme

pengawasan Majelis Pengawas Notaris sedangkan tesis penulis

bagaimana penerapan sanksi yang diberikan Majelis Pengawas Notaris.

Perbedaan dengan judul tesis ketiga adalah tesis ketiga membahas

penegakan Kode Etik Notaris yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan

Notaris sedangkan tesis penulis penegakan Kode Etik Notaris yang

dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris.

3. Nilai Kebaruan

Nilai kebaruan dalam tesis ini adalah penelitian ini baru pertama

kali dilakukan di Kota Mataram, terkait dengan peran dan fungsi

pengawasan Majelis Pengawas Notaris dalam hal menangani pelanggaran

Kode Etik dan Jabatan Notaris yang dilakukan oleh Notaris.

F. Kerangka Teoretis dan Konseptual

1. Kerangka Teori
17

Suatu penelitian diperlukan adanya teori yang melandasi. Dalam

suatu penelitian permasalahan hukum, teori hukum dapat digunakan

menganalisis dan menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis

yang relevan untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam

penelitian hukum.5

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis

artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan dalam

kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah

tersebut.6 Adapun kerangka teori yang akan dijadikan landasan untuk

menjawab rumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah sebagai

berikut :

a. Teori Peran

Teori peran atau dalam bahasa Inggris disebut role of theory,

bahasa Belanda disebut theorie van de rol, sedangkan dalam bahasa

Jerman disebut theorie von der rolle, merupakan teori yang

menganalisis tentang tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh

orang-orang atau lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan

dalam masyarakat, baik mempunyai kedudukan formal maupun

informal.7

5
Salim HS, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, Rajawali Press, Jakarta,
2010, Hal.54
6
Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis , Andi,
Yokyakarta, 2006, Hal.6
7
Salim HS & Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Disertasi dan Tesis (buku kedua), Rajawali Press, Jakarta, 2014, Hal.141
18

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad menyajikan definisi teori

peran sebagai berikut “teori yang mengkaji bahwa masyarakat akan

berperilaku sesuai dengan status dan perannya.”8

Definisi teori peran yang dikemukakan oleh Mukti Fajar ND

dan Yulianto Achmad difokuskan pada peran masyarakat untuk

berperilaku. Perilaku masyarakat merupakan tanggapan atau reaksi

yang terwujud dalam gerakan (sikap), tetapi juga gerakan badan atau

ucapan di dalam masyarakat. Perilaku itu, apakah sesuai dengan

status dan perannya.

Status, yaitu mengenai posisi yang diduduki, sedangkan peran

adalah perilaku yang diharapkan karena kedudukan kita. Hukum

dikonsepsikan sebagai bentuk kesusaian antara kedudukan dan

peranan yang dibawakan seseorang dalam masyarakat.

Teori Peran merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis

tentang peran dari institusi-institusi dan masyarakat dalam

memecahkan, menyelesaikan dan mengakhiri masalah-masalah yang

muncul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Institusi dibagi menjadi dua macam, yaitu :

1) Institusi Formal

Institusi Formal merupakan lembaga yang dibentuk secara resmi

oleh Negara di dalam melaksanakan peran-peran dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Institusi-institusi formal itu,

meliputi institusi yang menjalankan roda pemerintahan

Mukti Fajar ND, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
8

Hukum Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, Hal.143


19

(eksekutif), membentuk Undang-Undang (legislatif) dan Institusi

yang menjalankan Undang-Undang (yudikatif).

2) Institusi Non Formal

Institusi Non Formal merupakan institusi yang dibentuk

oleh masyarakat karena adanya kebutuhan dalam masyarakat

untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul di antara warga

masyarakat. Di dalam masyarakat, khususnya masyarakat hukum

adat mengenal juga institusi-institusi di dalam menjalankan roda

pemerintahan adat dan institusi yang menjalankan peran untuk

mengakhiri sengketa dalam masyarakat hukum adat.

b. Teori Fungsi

Teori fungsi digunakan dalam penelitian ini untuk

memecahkan rumusan masalah pertama mengenai fungsi Majelis

Pengawas Notaris terhadap pelanggaran etika dan jabatan Notaris.

Menurut Sutarto, fungsi adalah rincian tugas yang sejenis atau erat

hubungannya satu sama lain untuk dilakukan oleh seorang pegawai

tertentu yang masing-masing berdasarkan sekelompok aktivitas

sejenis menurut sifat atau pelaksanaanya.9 Sedangkan menurut

Moekijat, fungsi adalah sebagai suatu aspek khusus dari suatu tugas

tertentu.10

Fungsi dan peran memiliki pengertian yang berbeda. Menurut

Wrenn, peran dikonseptualisasikan ke dalam suatu tujuan, sedangkan

fungsi berarti proses. Konsep peran lebih ditekankan pada suatu

9
Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, UGM Press, Yogyakarta, 2010, Hal.22
10
Moekijat, Peran dan Fungsi Manajemen, Remaja Rosdakarya, 2012, Hal.95
20

bagian akhir yang dituju, sedangkan fungsi menegaskan kegiatan

atau aktivitas dalam rangka pencapaian tujuan.11

Bagi Wrenn, peran didefinisikan sebagai harapan-harapan dan

pengarahan-pengarahan prilaku yang dikaitkan dengan suatu posisi,

sedangkan fungsi diartikan sebagai aktivitas yang ditunjukan untuk

suatu peran. Dengan kata lain, peran berkaitan dengan suatu posisi,

sementara itu rincian perbuatan dalam menjalankan posisi berarti

fungsi.12

Fungsi MPN adalah melaksanakan pembinaan dan

pengawasan kepada Notaris. Hal ini tercantum dalam Permenkumham

Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Susunan Organisasi, Tata Cara

Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja

Majelis Pengawas.

Tujuan pokok pengawasan adalah agar segala hak dan

kewenangan maupun kewajiban yang diberikan kepada Notaris dalam

menjalankan tugasnya sebagaimana yang ditulis dalam peraturan

dasar yang bersangkutan, akan dilakukan atas jalur yang telah

ditentukan, bukan saja jalur hukum tetapi juga atas dasar moral dan

etika profesi demi terjaminnya perlindungan hukum dan kepastian

hukum bagi masyarakat.

c. Teori Pengawasan

Para sarjana hukum memberikan pengertian mengenai

pengawasan, menurut Sigian pengawasan adalah suatu proses

11
Wrenn, C.G, The World of The Contemporary Counselor, Boston, 2011, Hal.35
12
Ibid
21

pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin

agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan

rencana yang telah ditentukan sebelumnya. 13

Pengawasan menurut Julitriarsa adalah tindakan atau proses

kegiatan untuk memenuhi hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan

untuk kemudian dilakukan perbaikan dan mencegah terulangnya

kembali kesalahan-kesalahan itu, begitu pula menjaga agar

pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana yang ditetapkan, namun

sebaliknya sebaik apapun rencana yang ditetapkan tetap memerlukan

pengawasan.14

Pengertian dasar dari pengawasan adalah segala usaha atau

kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya

tentang pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan

semestinya atau tidak.15 Pengawasan adalah proses pengamatan

daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin

agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai

dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. 16

Menurut P. Nicolai, pengawasan merupakan langkah preventif

untuk memaksakan kepatuhan.17 P. Nicolai menyajikan konsep

pengawas dari aspek pencegahannya. Sementara itu, menurut Lord

13
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2003,
Hal.112
Julitriarsa, Manajemen Umum, BPPT, Yogyakarta, 1988, Hal.101
14

Sujamto, Aspek-Aspek Pengawasan Di Indonesia, Sinar Grafika, Bandung,


15

1987, Hal.63
16
Sujamto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1983, Hal.12
17
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Press, Jakarta, 2002,
Hal.311
22

Acton, pengawasan merupakan “tindakan yang bertujuan untuk

mengendalikan sebuah kekuasaan yang dipegang oleh pejabat

administrasi negara (pemerintah) yang cenderung disalahgunakan,

tujuannya untuk membatasi pejabat administrasi negara agar tidak

menggunakan kekuasaan di luar batas kewajaran yang bertentangan

dengan ciri negara hukum, untuk melindungi masyarakat dari

tindakan diskresi pejabat administrasi negara dan melindungi pejabat

administrasi negara agar menjalankan kekuasaan dengan baik dan

benar menurut hukum atau tidak melanggar hukum”. 18 Konsep Lord

Acton tentang pengawasan difokuskan pada pengendalian terhadap

pejabat administrasi negara.

2. Kerangka Konseptual

Konsep merupakan bagian terpenting dalam suatu penelitian.

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang menjadi

batasan sekaligus petunjuk dalam penelitian agar langkah langkah yang

dilakukan tetap fokus.

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konseptual

adalah suatu kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-

konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan

dengan istilah yang ingin diteliti, baik dalam penelitian normatif maupun

empiris.19 Hal tersebut penting untuk menghindari perbedaan pengertian

atau penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Adapun konseptual dari

judul penelitian ini yaitu sebagai berikut :


18
Ibid, Hal.70
19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1984,
Hal.124
23

a. Notaris

Menurut Pasal 1 angka (1) UUJN Baru, Notaris merupakan

pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan

memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Jabatan Notaris dan Undang-Undang lainnya.

b. Majelis Pengawas

Menurut Pasal 1 angka (6) UUJN Baru, Majelis Pengawas

merupakan suatu badan yang mempunyai kewenangan dan

kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap

Notaris. Adapun subjek yang diawasi oleh Majelis Pengawas adalah

Notaris, Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris. Kemudian

yang menjadi objek pengawasan Notaris yaitu :

1) Pembinaan;

2) Pengawasan;

3) Perilaku Notaris; dan

4) Pelaksanaan Jabatan Notaris.20

c. Pengawasan

Dalam Pasal 1 angka (4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Susunan Organisasi,

Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, dan Tata

Kerja Majelis Pengawas, yang dimaksud dengan Pengawasan adalah

kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif termasuk kegiatan

pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap Notaris.

20
Salim HS, Peraturan Jabatan Notaris, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, Hal.170
24

1) Pengawasan Internal adalah pengawasan terhadap Notaris yang

tidak mempunyai kaitan langsung dengan kepentingan

masyarakat.

2) Pengawasan Eksternal adalah pengawasan terhadap Notaris yang

mempunyai kaitan langsung dengan kepentingan masyarakat.

d. Pembinaan

Pembinaan berasal dari kata “bina”, yang mendapat imbuhan

pe-an, sehingga menjadi kata pembinaan. Pembinaan adalah usaha,

tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk

memperoleh hasil yang lebih baik. 21 Pembinaan merupakan proses,

cara membina dan penyempurnaan atau usaha tindakan dan kegiatan

yang dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Pembinaan

pada dasarnya merupakan aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

secara sadar, berencana, terarah, dan teratur secara bertanggung

jawab dalam rangka penumbuhan, peningkatan dan mengembangkan

kemampuan serta sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai

tujuan.

Pembinaan adalah upaya pendidikan formal maupun non

formal yang dilakukan secara sadar, berencana, terarah, teratur, dan

bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan,

membimbing, dan mengembangkan suatu dasar-dasar kepribadiannya

seimbang, utuh dan selaras, pengetahuan dan keterampilan sesuai

dengan bakat, kecenderungan atau keinginan serta kemampuan-

21
Anonim, http://www.artikata.com/arti-360090-pembinaan.html , diakses pada
tanggal 15 Desember 2018, pukul 20.00 WITA
25

kemampuannya sebagai bekal, untuk selanjutnya atas perkasa

sendiri menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya,

sesamanya maupun lingkungannya ke arah tercapainya martabat,

mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi yang

mandiri.22

e. Kode Etik Notaris

Menurut Pasal 1 angka (2) KEN, yang dimaksud dengan Kode

Etik Notaris adalah kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan

Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut

“perkumpulan” berdasarkan keputusan kongres perkumpulan

dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang

berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota

perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan

sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para pejabat sementara

Notaris, Notaris pengganti pada saat menjalankan jabatan.

f. Ikatan Notaris Indonesia (INI)

Ikatan Notaris Indoesia (INI) merupakan organisasi profesi

yang menghimpun para Notaris di Indonesia. Organisasi ini bertujuan

untuk memperjuangkan dan memelihara kepentingan, keberadaan,

peranan, fungsi dan kedudukan Lembaga Notaris di Indonesia sesuai

dengan harkat dan martabat profesi jabatan Notaris. 23


22
B. Simanjuntak & I.L. Pasaribu, Membina dan Mengembangkan Generasi Muda,
Tarsito, Bandung, 1990, Hal.84
23
Anonim, https://www.google.com/amp/s/direktoriorganisasiprofesi.wordpress.
com/2016/01/24/ikatan-notaris-indonesia-ini/amp, diakses pada tanggal 23 Desember
2018, pukul 11.00 WITA
26

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan

menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan dengan

mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun

laporan.24 Adapun penelitian ini menggunakan perangkat penelitian sebagai

berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian hukum ini adalah yuridis empiris, yang terdiri dari

penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektivitas

hukum.25 Permasalahan yang diteliti mencakup bidang yuridis, yaitu

peraturan-peraturan yang mengatur tentang pengawasan profesi jabatan

Notaris yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris. Selain itu

penelitian hukum empiris merupakan salah satu penelitian yang

menganalisis dan mengkaji bekerjanya di dalam masyarakat. 26 Bekerjanya

hukum dalam masyarakat dapat dikaji dari peranan Lembaga atau

institusi hukum di dalam penegakan hukum.

2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini penulis

menggunakan jenis dan sumber data sebagai berikut :

24
Cholid Narbuko & Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, PT. Bumi Aksara,
Jakarta, 2003, Hal.1
25
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke-3, UI Press,
Jakarta, 2007, Hal.3
26
Salim HS & Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Tesis dan Disertasi, Rajawali Pers, Jakarta, 2017, Hal.20
27

a. Data Primer, adalah data yang berasal dari data lapangan dan data ini

diperoleh dari para responden.

b. Data Sekunder, adalah data yang tingkatannya kedua, seperti data

yang diperoleh dari atau berasal dari bahan kepustakaan.

3. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)

Pendekatan Perundang-Undangan merupakan pendekatan yang

digunakan untuk mengkaji dan menganalisis :

1) Semua Undang-Undang; dan

2) Peraturan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang

ditangani.27

b. Pendekatan Sosiologi Hukum

Pendekatan Sosiologi Hukum merupakan pendekatan yang

menganalisis tentang bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi

ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat. Pendekatan ini

dikonstruksikan sebagai sesuatu prilaku masyarakat yang ajek,

terlembagakan serta mendapatkan legitimasi secara sosial. 28

4. Lokasi Penelitian

27
Ibid, Hal.17-18
28
Mukti Fajar ND, Yulianto Achmad, Op.Cit, Hal.47-49
28

Lokasi penelitian dilakukan di daerah Kota Mataram yaitu wilayah

kewenangan dari Majelis Pengawas Notaris Kota Mataram.

5. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Populasi adalah seluruh objek atau seluruh gejala yang akan

diteliti. Oleh karena populasi biasanya sangat luas, maka kerapkali

tidak mungkin untuk meneliti seluruh populasi itu tetapi cukup diambil

sebagian saja untuk diteliti sebagai sampel yang memberikan

gambaran tentang objek penelitian secara tepat dan benar. 29

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pihak yang terkait

dalam pelaksanaan pengawasan terhadap Notaris oleh Majelis

Pengawas Daerah dan Wilayah di Kota Mataram, Provinsi Nusa

Tenggara Barat.

b. Sampel

Dalam Penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan

teknik Non Random Sampling yang menggunakan metode Purposive

Sampling yaitu teknik yang biasa dipilih karena alasan waktu dan

tenaga, sehingga tidak dapat mengambil dalam jumlah besar. Dengan

metode ini pengambilan sampel ditentukan berdasarkan tujuan

tertentu. Dalam penelitian ini ditetapkan sampel yaitu :

29
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1985, Hal.44
29

1) Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Mataram

sebanyak 3 (tiga) orang;

2) Anggota Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Nusa

Tenggara Barat sebanyak 3 (tiga) orang; dan

3) Notaris di Kota Mataram sebanyak 1 (satu) orang.

6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data ini menggunakan penelitian

lapangan dan studi kepustakaan, yaitu :

a. Penelitian Lapangan

Penelitian yang dilakukan dengan cara mengamati langsung

terhadap para pihak yang berkompeten melalui wawancara atau

Interview, untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung

pada yang diwawancarai berkaitan dengan penelitian lapangan.

b. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data-data yang diperoleh melalui bahan pustaka

yang berisikan informasi tentang bahan hukum primer. Studi

kepustakaan diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur yang

berhubungan dengan obyek dan permasalahan yang diteliti. Studi

kepustakaan tersebut untuk selanjutnya merupakan landasan teori

dalam mengadakan penelitian lapangan serta pembahasan dan

analisa data. Studi kepustakaan dalam penelitian ini meliputi :

1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat

yang merupakan Peraturan Perundang-Undangan, antara lain :


30

a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris;

b) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris;

c) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Tata Cara

Penjatuhan Sanksi Administrasi Terhadap Notaris;

d) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Susunan Organisasi,

Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota,

dan Tata Kerja Majelis Pengawas

e) Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia (INI).

2) Bahan hukum sekunder adalah data yang diperoleh melalui

kepustakaan, dengan menelaah buku-buku literatur, Undang-

Undang, artikel atau tulisan yang ada kaitannya dengan masalah

yang diteliti.

3) Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan hukum lainnya yang

memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder, yang berkaitan dengan permasalahan yang

diteliti.

7. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif. Metode

ini lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan


31

induktif serta pada dinamika hubungan antar fenomena yang diamati

dengan menggunakan logika ilmiah.30 Dalam metode ini dilakukan dengan

memperhatikan fakta-fakta yang ada di lapangan, lalu dikelompokkan,

dihubungkan dan dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang

berkaitan dengan pengawasan yang dilakukan Majelis Pengawas Notaris

kepada Notaris di Kota Mataram.

30
M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta,
2007, Hal.133

Anda mungkin juga menyukai