Anda di halaman 1dari 13

Eksistensi Hakim Ad Hoc Dalam Upaya Pemberatasan

Tindak Pidana Korupsi Terhadap Sistem Kekuasaan


Kehakiman
Muhammad Nidhom Mulloh
Fakultas Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta
E-mail : nidhomallah@gmail.com

Abstrak
Dari sekian banyaknya kejahatan di Indonesia dari masa ke masa, macam jenis
kejahatan yang terus berkembang, khususnya dalam tindak Pidana Korupsi yang
terus menerus masuk sampai lapisan masyarakat. Kejahatan Tindak Pidana
korupsi sangat berdampak terhadap perekomian nasional dan pembangunan
nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi termasuk kejahatan
luar biasa (Extra Ordinary Crime) dimana dalam menyelesaikan perkara ini
membutuhkan suatu penanganan secara khusus dan cara yang luar biasa.maka
perlu adanya pembentukan hakim Ad Hoc dilingkungan pengadilan tindak pidana
korupsi. Dalam proses penelitian ini menggunakan tipe pendekatan terhadap
undang undang (Statute approach) yaitu pendekatan yang dilakukan dalam
menelaah peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan Hakim Ad Hoc
dalam upaya pemberantasan tindak pidana Korupsi serta eksistensi adanya hakim
Ad Hoc. dalam proses pemberantasan tindak korupsi di pengadilan Hakim Ad
Hoc Membantu dalam proses pemeriksaan, mengadili dan memutus perkara
korupsi dengan keahlian Hakim Ad Hoc baik secara Teoritis (Akademisi) atau
Keahlian Praktis (Praktisi) sehingga dapat mempercepat proses perkara korupsi.
Keahlian yang dimiliki. Hakim Ad Hoc harus dibuktikan dengan pengalaman di
bidang hukum selama 15 tahun yang tertuang dalam pasal 12 huruf (d) Pasal 32
ayat (1) Undang Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi dan pada pasal 10 Undang Undang No 48 Tahun 2009 tentang
kekuasaan kehakiman Hakim Ad Hoc dan Hakim dalam memutus perkara tindak
pidana korupsi dapat mengeluarkan Yurisprudensi, sehingga hakim Ad Hoc dan
Hakim Karir berperan dalam pembentukan hukum demia keadilan masyarakat.
Kata Kunci : Hakim Ad Hoc¸ Korupsi, Kekuasan Kehakiman

1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Tindak pidana korupsi di Indonesia kian meluas dalam masyarakat.
Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus
yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas
tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki
seluruh aspek kehidupan masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang
tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan
perekonomian nasional, akan tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara
pada umumnya. Korupsi sendiri Menurut Foklema Andreaea menurut Istilah
korupsi berasal dari bahasa Latin Corruptie atau Corruptus dan juga disebutkan
bahwa corruptio itu berasal dari kata corrumpore, suatu kata latin yang tua. Dari
bahasa Latin inilah turun kebanyak bahasa Eropa, seperti Inggris: Corruption,
corrupt; Prancis: Corruption; dan Belanda Corruptie (korruptie) 1

Korupsi adalah kejahatan yang luar biasa. Kita melihat dari banyaknya
permasalahan mengenai pemeberantasan tindak pidana korupsi di Indoensia.
Yaitu salah satunya adalah sistem pengawasan terhadap penegak hukum, bahkan
masyarakat menilai adanya perlindungan terhadap aparat yang bersalah dan
membuat masyarakat skeptis dan curiga terhadap proses penegakannya. Utamanya
dalam tindak pidana korupsi maka perlu adanya regulasi yang baru, apakah
dengan adanya Hakim Ad Hoc dilingkungan Pengadilan tindak pidana korupsi.

Hakim Ad Hoc atau Hakim yan memeliki kompeten ahli di bidang tertentu untuk
proses mengadili suatu perkara di Indonesia dibentuk pada tahun 1986 pada
pengadilan Tata Usaha Negara dan kemudain diikuti Pengadilan Umum yang
meliputi pengadilan khusus seperti Pengadilan Niaga, Pengadilan Hak Asasi
Manusia (HAM), Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) dan Pengadilan
2
perikanan. Dalam proses pengankatan Hakim Ad Hoc sendiri dilakukan oleh
1
Lilik Mulyadi. Tindak Pidana Korupsi. Bandung, Citra Aditya Bhakti, 2000, hlm 16
2
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1993, hlm 55

2
Mahkamah Agung untuk menentukan Hakim Ad Hoc yang berkompeten dan
sesuai yang diharapakan masyarakat dalam proses mengadili perkara korupsi di
Indoensia sehingga tidak terikat oleh pihak manapun . Maka dalam penulisan ini
apakah adanya Hakim Ad Hoc Dapat mengatasi problematika korupsi di
masyarakat mengenai korupsi dan dapat memberikan eksistensi kekuasaan Hakim
Ad Hoc di lembaga kehakiman sebagai lembaga penegakan hukum.

B. Rumusam Masalah
1. Apa yang melatar belakangi perlunya hakim ad hoc dalam pengadilan
tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman ?
2. Bagaimana Eksistensi hakim ad hoc dalam pengadilan tindak pidana
korupsi terhadap Kekuasaan Kehakiman?
C. Metode Penelitian
Dalam Proses penelitian yang dilakukan yaitu Jenis penelitian dalam penulisan
hukum ini adalah penelitian doctrinal atau juga disebut penelitian hukum
normatif.

Pembahasan
Latar Belakang perlunya hakim Ad Hoc dalam pengadilan tindak pidana
korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Secara definisi Ad Hoc adalah suatu yang dibentuk dengan tujuan khusus
dalam menjalankan suatu tujuan dalam jangka waktu tertentu dan besifat
sementara. Jadi dapat disebut bahwa hakim ad hoc yaitu hakim yang berasal dari
luar pengadilan yang mempunyai kompetensi, pengalaman dan spesialiasasi
dalam bidang tertentu. Dengan di rekrut secara khusus dalam proses menangani
perkara. 3 Hakim Ad Hoc menurut pasal 1 butir 9 Undang Undang No 48 Tahun
2009 Tentang kekuasan Kehakiman “Hakim Ad Hoc adalah Hakim yang
memeliki kedudukan yang bersifat sementara dan memiliki kompentensi keahlian

3
Kamus Hukum Online Indoensia, https://kamushukum.web.id/arti-kata/adhoc/ di akses 23 Juni 2023 pukul
21.30

3
dan tertentu dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang dimana
pengangkatanya diatur dalam undang undang. 4

Hakim Ad Hoc berperan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi dan


salah satunya pengadilan yang memiliki hakim ad hoc dalam proses mengadili
dan memeriksa kasus korupsi. Sejarah hakim ad hoc sebagian besar disebabkan
oleh kebutuhan akan keahlian dan kinerja pemeriksaan perkara di Pengadilan
Khusus tersebut. Bahwa lembaga pemerintahan yang menangani perkara tindak
pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas
korupsi", menurut pertimbangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi
utamanya dalan pross pemeriksaan kasasi dan banding dilakukan oleh majelis
hakim yang terdiri dari dua hakim karir dan tiga hakim ad hoc. Karena faktor
kredibilitas yang rendah, latar belakang pengangkatan hakim ad hoc di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi dalam meningkatkan kredibilitas dalam mengadili perkara
dalam tindak pidana korupsi. 5

Hakim ad hoc diangkat lima tahun sekali dan dapat diperpanjang untuk
satu kali masa jabatan. Selama menjadi hakim ad hoc pengadilan tipikor, mereka
hanya menerima tunjangan fungsional bulanan dan uang sidang. Hakim ad hoc
dipilih di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dan mereka memiliki status yang
sama dengan hakim karir ketika mereka menangani kasus korupsi. Jika menganut
pada Pasal 26 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Lembaran Negara Republik Indonesia, jumlah hakim ad
hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi harus minimal 3 orang, termasuk hakim
karir, untuk mengadili perkara pidana yang berada di bawah wewenangnya Dalam
proses penegakan tindak pidana korupsi oleh Hakim Ad Hoc yaitu memberikan
hukuman yang sebanding dengan tindakan terdakwa yang terbukti berupa
hukuman kurungan, pengembalian kerugian negara, denda dan menjatuhkan
hukuman seberat beratnya.

4
Undang Undang No 48 Tahun 2009
5
Luhut M Pangaribuan, Lay Judges dan Hakim Ad Hoc Stusi Teoritis Mengenai Sitem Peradilan Pidana
Indoensia, FH, Pascasarjana UI, 2009 hlm 67

4
Untuk itu menjadi seorang hakim Ad Hoc, tidak hanya bersumpah di
hadapan Tuhan, tetapi juga harus mau mengikuti pelatihan agar mereka dapat
mengadili kasus korupsi. Menurut Igm. Nurdjana, hakim pengadilan tindak pidana
korupsi harus mematuhi prinsip Fairness, yang berarti mereka harus menjalankan
proses pengadilan secara transparan dan terbuka untuk umum, dan membuat
keputusan mereka di sidang yang dibuka untuk umum. Dengan cara yang sama,
hak ingkar, yang merupakan hak untuk mengajukan keberatan terhadap hakim
yang mengadili kasus tersebut, diterapkan. serta hak terdakwa atau tersangka
untuk mendapatkan perwakilan hukum. Setelah itu, hakim harus memeriksa dan
memutus perkara dengan terdakwa hadir, atau kecuali pengadilan dinyatakan in
absenia6.

Keberadaan Hakim Ad Hoc sendiri dalam Undang Undang Nomor 46 Tahun 2009
Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi upaya Eksistensi seoerang hakim
harus memenuhi syarat syarat dlam proses pencalonan Hakim Ad Hoc sebagai
beriukut :

1. Warga Negara Indoneisia


2. Bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa
3. Sehat Jasmani dan Rohani
4. Pendidikan sarjana Hukum atau serjana lain dengan memilki keahlian dan
pengalam di bidanghuku selama 15 tahun
5. Berumur minimal 40 tahun
6. Tidak pernah dipidana dan terlianat kejahatan
7. Jujur, cakap, memliki integritas yang tinggi dan berkhlak baik
8. Bukan pengurus dn anggota partai
9. Mengikuti pelatihan hakim
10. Melaporkan harta kekayaan
11. Melepas jabatan struktural dan/atau jabatan lain 7

6
Igm Nurdjana,. Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi “Prespektif Tegaknya Keadilan Melawan
Mafia Hukum”,. Pustaka Pelajar. Yogyakarta, hlm 201
7
Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Pasal 12

5
Pengadilan berfungsi sebagai "Benteng Terakhir" untuk melawan
ketidakadilan, dan keputusan yang dibuat di sana dilakukan oleh hakim
independen melalui proses administrasi perkara dan persidangan. Akibatnya,
istilah "adil" digunakan untuk menggambarkan hal-hal berikut: a. Proses
pengadilan; b. Usaha untuk mencapai keadilan; c. Penyelesaian sengketa hukum
di hadapan badan peradilan; dan d. Berdasarkan hukum yang berlaku. 8dan dalam
konteks Negara Hukum Indonesia, Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menyatakan
bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang bebas untuk
menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer,
peradilan tata usaha negara, dan Mahkamah Agung.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sendiri memiliki kehususan pengadilan


yang berada di setiap ibu kota kabupaten atau kota yang daerah hukumnya
meliputi pengadilan negeri yang bersangkutan. Pengadilan ini berwenang
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tentang tindak pidana korupsi,
tindak pidana pencucian uang yang semula merupakan tindak pidana korupsi,
dan/atau tindak pidana lain yang ditetapkan secara eksplisit dalam undang-undang
lain.9 Peradilan tindak pidana korupsi sendiri pada hakikatnya merupakan
kekuasaan peradilan yang knangannya bersumber dari kekuasaan negara hukum
Indonesia untuk menerima, memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak
pidana korupsi guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 Secara filosofis penyusunan UU Pengadilan Tipikor
sebagai Pengadilan Khusus dilandaskan pada 3 (tiga) pertimbangan sebagai
berikut :

1. Adanya Pembentukan Pengadilan Tipikor disertai hakim khusus yang


memiliki keahlian agar perkara korupsi yang berkaitan langsung dengan
masalah pengadaan barang dan jasa, pertahanan, perpajakan dan yang

8
Ahmad Mujahidin,. Peradilan Satu Atap di Indonesia,. PT Refika Aditama. Bandung. 2007, hlm 104-112 .
9
A. Irman Putra Sidin. Pemberantasan Korupsi Butuh Komitmen Politik Presiden, Komisi Hukum Nasional,
Jakarta, 2008, hlm 231

6
berhubungan dengan kerusakan sumber daya alam dapat tangani dengan
profesional dan objektif. Serta tidak tergantung dengan keterangna ahli,
maka keberadaan hakim ad hoc dalam pengadilan tindak pidana korupsi
diharapkan dapat menepis kekhawatiran majelis hakim terpengaruh oleh
pendapat ahli dan sesuai dengan UU no 8 Tahun 1981 Hukum acara
pidana hakim dapat menjatuhkan pidana harus mendasarkan pada dua alat
bukti yang dapat menimbuakn keyakinan bhawa tersangka bersalah.
2. United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) yang telah
diratifikasi oleh UU Nomor 7 Tahun 2006, menunjukkan komitmen
pemerintah Indonesia untuk mencegah dan memberantas korupsi secara
regional dan internasional, baik di sektor publik maupun swasta.
Reformasi perundang-undangan adalah salah satu sasaran reformasi
konvensi dalam bidang pencegahan korupsi. Di bidang kekuasaan
kehakiman, reformasi telah dilakukan melalui UU Kehakiman, UU
Mahkamah Agung RI, dan UU Peradilan Umum. Namun, reformasi ini
tidak cukup untuk menyelesaikan masalah tertentu dan subjek hukum
tertentu, yang memerlukan reformasi baik struktural maupun fungsional.
Salah satu reformasi yang dimaksudkan adalah penciptaan Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Khusus.
3. Reformasi di bidang peradilan khususnya dalam tindak pidana korupsi
secara masif dan berkembang dalam perkara korupsi di Indonesia yang
semakin meluas dan meningkat serta melibatkan seluruh unsur
penyelenggara negara seperti (eksekutif, legislatif dan yudikatif) disatu sisi
dan di sisi lain tingkat kepercayaan publik terhadap hakim karir semakin
merosot. Kondisi ini memerlukan penanganan khusus yaitu melalui
bantuan tenaga ad hoc (non karir) disamping hakim karir10.

Secara kasat mata pentingnya keberadaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi


di lingkungan peradilan umum mengenai perkara korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN) tidak dijelaskan dalam KUHP Oleh karena itu perlu adanya undang-
undang tersendiri yang mengatur dan menjelaskan permasalahan korupsi, kolusi,
10
Igm. Nurdjana, Op.Cit, hlm 45

7
dan nepotisme (KKN) Korupsi di Indonesia masih banyak permasalahan yang
sangat serius sampai saat ini, baik dari segi kualitas maupun kantitasnya Secara
kualitas perilaku korupsi berkembang mulai dari tradisional maupun yang paling
canggih tehnologinya. Sedangkan secara kuantitasnya. korupsi sudah semakin
menjalar ke semua lapisan masyarakat dan berlangsung di berbagai lembaga
negara, baik di tingkat daerah maupun pusat, termasuk lembaga negara penegak
hukum yang seharusnya bertanggung jawab untuk memberantas korupsi.11

Maka dalam Pembentukan hukum mengenai hakim ad hoc selain sebagai


upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang sudah mengakar pada kehidupan
masyarakat juga sebagai bentuk partisipasi masyarakat Indonesia di dalam sistem
peradilan. Upaya pembentukan hukum mengenai hakim ad hoc pada sistem
Kekuasaan Kehakiman juga dijelaskan mengenai sisem perekrutan yang bersifat
terbuka.12

Eksistensi Hakim Ad Hoc di pengadilan tindak pidana korupsi terhadap


Kekuasaan Kehakiman

Kekuasaan kehakiman dalam pusaran tria politica memilki kekuasaan yang


merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan.” Kemerdekaan atau independensi sudah menjadi suatu hal yang melekat
bahkan menjadi salah satu sifat kekuasaan kehakiman dan tercantum dalam
Dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945. Sedangkan menurut Bagir manan yaitu :

1. Bahwa Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang merdeka lepas dari


campur tangan kekuasaan lain.
2. hubungan kekuasaan kehakiman dengan alat perlengkapan negara yang
lain, lebih mencerminkan asas pemisahan kekuasaan, daripada pembagian
kekuasaan13.

11
Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi. Penelitian Hukum (Legal Research). Jakarta:Sinar
Grafika, 2012. hlm 3
12
Igm. Nurdjana, Op.Cit, hlm 80
13
Bagir Manan, Menegakkan Hukum Suatu pencarian, (Jakarta: Asosiasi Advokat Indonesia, 2009), hlm. 82

8
Pengadilan hakikat fungsinya sebagai lembaga utama untuk melindungi hak-hak
sipil dan politik dasar. Peran peradilan dalam menjaga prinsip-prinsip konstitusi
digariskan dalam Konstitusi salah satu arti konstitusionalisme adalah
pemerintahan yang akuntabel. Dalam pandangan konstitusionalisme, yang
berpendapat bahwa konstitusi memberikan pengekangan atau pembatasan
terhadap pemerintahan, membuat konstitusi lebih dari sekedar peta kekuasaan dan
berfungsi untuk mengatur otoritas politik, sehingga tidak dapat digunakan untuk
menindas atau bertindak sewenang-wenang14.

penyelesaian sistem peradilan di Indonesia justru menimbulkan suatu mafia


peradilan. Ketika hakim di dalam Pengadilan diberi kebebasan dalam memeriksa,
mengadili dan memutus suatu perkara yang tidak mendapat intervensi dari pihak
manapun akan menimbulkan ladang bisnis dikalangan para hakim dan aparat
penegak hukum lainnya15

Dalam proses pembentukan Hakim Ad Hoc tidak hanya di atur dalam Pasal 32
ayat (1) Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004 jo Undang Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 2009 157 melaikna juga adaanya penjelasan pasal 10 Undang Undang
Nomor 46 Tahun 2009 tentang pengadilan tindak pidana korupsi tahun 2009
nomor 155serta dalam Pasal 56 ayat (1) Undang Undang No 30 Tahun 2002.
Dalam Pasal 32 ayat (1) menerangkan “Hakim ad hoc dapat diangkat pada
pengadilan khusus untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang
membutuhkan keahlian dan pengalaman di bidang tertentu 16.

Oleh karena itu, tindak pidana korupsi, yang dianggap sebagai kejahatan luar
biasa (extraordinary crime), harus berbeda dari kasus pidana lainnya di sistem
peradilan. Peran masyarakat dalam proses peradilan diperlukan untuk memastikan
bahwa proses pemeriksaan, pengadilan, dan keputusan mengenai kasus tersebut
tidak dilakukan secara curang, yang berarti keputusan tidak dapat didasarkan pada
14
Bambang Sutiyoso & Sri Hastuti Puspitasari. Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia. Yogyakarta: UII Press, 2005 hlm. 18
15
Adam Chzaawi,. Hukum Pidana Meteriil dan Formil Korupsi di Indonesia. Malang : Bayumedia. Malang,
2005, hlm 197
16
Undang Undang No Nomor 48 Tahun 2009 dan Undang Undang No 30 Tahun 2002

9
bukti nyata17 oleh karena itu pemberantasan praktek korupsi dikalangan peradilan
olhe hakim ad hoc sebagai cerminan masyarakat diharapkan akan mengurangi
praktek mafia peradilan. Pada sistem peradilan hakim ad hoc dalam melaksanakan
perannya sebagai hakim di dalam pengadilan mempunyai hak dan kewenangan
sama dengan hakim karir.

Dalam proses pemeriksaan dan peradilan Hakim ad hoc memiliki hak untuk
menyampaikan pendapatnya sebelum pengambilan putusan selama proses
permeriksaan di pengadilan. Hakim ad hoc juga sangat penting dalam proses
pemberian putusan di pengadilan. Dalam kasus korupsi hakim ad hoc dan hakim
karir jika berbeda pandangan saat membuat keputusan agar adanya pendapat
hukum yang baru dalam memberikan putusan dalam perkara tindak pidana
korupsi. maka hakim ad hoc bersama-sama dengan hakim karir menjalankan
tugasnya untuk
memberi putusan atas suatu perkara terjadi perbedaan pendapat dalam
musyawarah hakim yang bersifat tertutup dengan memakai sistem voting
(dissenting opinion).18

Oleh karena itu Eksistensi Hakim Ad Hoc Menjadi hakim ad hoc tidak hanya
cukup dengan bersumpah dihadapan Tuhan melainkan juga harus mau mengikuti
pelatihan pelatihan agar hakim ad hoc memiliki kecakapan dalam mengadili suatu
perkara korupsi. Bahkan seorang hakim dalam pengadilan tindak pidana korupsi
wajib menerapkan prinsip Fairness yaitu dengan menunjukkan proses pengadilan
yang transparan dan terbuka untuk umum, dan putusannya dilakukan pada sidang
yang terbuka untuk umum.. begitupula dengan cara yang sama, hak ingkar hak
terdakwa atau tersangka untuk mendapatkan penasehat hukum mereka sendiri dan
hak untuk mengajukan keberatan terhadap hakim yang mengadili kasus tersebut
digunakan. Setelah itu, hakim harus memeriksa dan memutus perkara dengan
hadirnya terdakwa, atau kecuali pengadilan dinyatakan in absenia. 19

17
Ibid, Adam Chzaawi holm 198
18
Luhut M. Pangaribuan,. Lay Judges Dan HakimAd Hoc Suatu Studi Teoritis Mengenai Sistem Peradilan
Pidana Indonesia. Jakarta,. 2009
19
Krisna Harahap,. Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung. Bandung Grafitri. Bandung,
2009 hlm 67

10
Berdasarkan penjelasan di atas, lahirnya hakim ad hoc menunjukkan bahwa
penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi semakin jelas karena korupsi
20
adalah salah satu tindak pidana khusus (extraordinary crime). Sampai pada
proses mengadili tindak pidana korupsi memerlukan adanya suatu pengadilan
khusus pula di mana ketika memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara
korupsi terdapat dua unsur hakim yaitu hakim ad hoc dan hakim karir. Sehingga
dengan adanya hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akan
memberi dampak positif dalam rangka mewujudkan keadilan bagi masyarakat
Indonesia.

Penutup
Kesimpulan
Eksistensi adanya hakim ad hoc dalam upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sangat membantu dalam proses
memeriksa, mengadili dan memutus perkara korupsi dengan cara memanfaatkan
keahlian Hakim ad hoc baik keahlian teoritis (akademisi) atau keahlian praktis
(praktisi) sehingga dapat mempercepat proses pemeriksaan perkara yang masuk
ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Setiap keahlian Hakim ad hoc baik
keahlian teoritis (akademisi) atau keahlian praktis (praktisi) harus dibuktikan
dengan pengalaman dibidang hokum paling sedikit selama 15 Tahun, hal ini
didasarkan pada Pasal 12 huruf (d) dan Pasal 32 ayat (1)Undang-Undang Nomor
46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dengan begitu hakim
ad hoc bersamasama hakim karir ketika memutus suatu perkara tindak pidana
korupsi dapat mengeluarkan yurisprudensi, sehingga hakim ad hoc bersama
dengan hakim karir berperan dalam pembentukan hukum demi keadilan
masyarakat.
Saran
Dalam sistematika peradilan yang berlangsung perlu adanya pengawasan dalam
rules yang dilakukan para hakim ad hoc yang disertai kewenangan untuk

20
Jeremy Pope,. Strategi Memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas Nasional.: Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta, 2007

11
memberikan hukuman yang berkekuatan hukum terhadap hakim ad hoc yang
terbukti melakukan pelanggaran ketika menjalankan tugasnya.
Daftar Pustaka
Buku
Krisna Harahap,. Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung.
Bandung Grafitri. Bandung, 2009
Bambang Sutiyoso & Sri Hastuti Puspitasari. Aspek-Aspek Perkembangan
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Yogyakarta: UII Press, 2005
Adam Chzaawi,. Hukum Pidana Meteriil dan Formil Korupsi di Indonesia.
Malang : Bayumedia. Malang, 2005
Igm Nurdjana,. Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi “Prespektif
Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum”,. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Ahmad Mujahidin,. Peradilan Satu Atap di Indonesia,. PT Refika Aditama.
Bandung. 2007
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1993

Jurnal
Luhut M. Pangaribuan,. Lay Judges Dan HakimAd Hoc Suatu Studi Teoritis
Mengenai Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Jakarta,. 2009
Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi. Penelitian Hukum (Legal Research).
Jakarta: Sinar Grafika, 2012
Bagir Manan, Menegakkan Hukum Suatu pencarian, (Jakarta: Asosiasi Advokat
Indonesia, 2009).
Lilik Mulyadi. Tindak Pidana Korupsi. Bandung, Citra Aditya Bhakti, 2000
A. Irman Putra Sidin. Pemberantasan Korupsi Butuh Komitmen Politik Presiden,
Komisi Hukum Nasional, Jakarta, 2008, hlm 231
Jeremy Pope,. Strategi Memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas Nasional.:
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta, 2007.

12
Website
Kamus Hukum Online Indoensia, https://kamushukum.web.id/arti-kata/adhoc/ di
akses 23 Juni 2023 pukul 21.30
Perundang Undangan
Undang Undang No 30 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Korupsi
Undang Undang No Nomor 48 Tahun 2009 Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Pengadiulan tindak Pidana Korupsi

13

Anda mungkin juga menyukai