Anda di halaman 1dari 15

I.

Kata Pengantar

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
Sistem Peradilan di Inggris ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan
juga tak lupa penulis berterima kasih pada Bapak Artaji, SH, MH selaku Dosen mata kuliah
Perbandingan Hukum Acara yang telah memberikan tugas ini.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan dan juga khazanah ilmu kita mengenai sistem peradilan Inggis. Penulis
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Bandung, 5 Oktober 2015

Penyusun
II. Daftar Isi

Contents
I. Kata Pengantar ...................................................................................................................................... 1
II. Daftar Isi ................................................................................................................................................ 2
III. Pembahasan ...................................................................................................................................... 3
A. Komponen Lembaga dalam Sistem Peradilan Inggris: ...................................................................... 3
1. Kepolisian ...................................................................................................................................... 3
2. Solicitor ......................................................................................................................................... 3
3. Barristers ....................................................................................................................................... 5
4. Pengadilan (Courts) ....................................................................................................................... 6
5. Juri (Jury) ..................................................................................................................................... 10
B. Komponen Proses dalam Sistem Peradilan Pidana Inggris ............................................................. 12
IV. Kesimpulan ............................................................................................................................................ 13
A. Komponen Lembaga dalam sistem peradilan di Indonesia ................................................................ 13
B. Komponen Proses dalam sistem peradilan pidana di Indonesia .................................................... 14
Daftar Pustaka
III.Pembahasan

A. Komponen Lembaga dalam Sistem Peradilan Inggris:1

1. Kepolisian
Pada kepolisian Inggris, wewenangnya tidak hanya melakukan penyidikan saja,
akan tetapi dibeikan pula wewenang untuk melakukan penuntutan.
Sebagai Negara yang tidak mempunyai badan penuntut, peranan polisi menjadi
sangat penting. Bahkan dalam hal-hal tertentu yang menyangkut kasus yang serius, Polisi
harus melaporkannya kepada seorang pejabat yang dinamakan “The Director of Publict
Prosecution” (DPP).

Dalam hal ini maka pejabat tersebut bertindak sebagai penuntut dan perkaranya
disebut “DPP V Jones”. Sedangkan terhadap perkara ringan, maka seorang Polisi langsung
sebagai penuntut, perkaranya biasa disebut nama Polisi V nama pelaku, misalnya Hart V
Jones ( Versus : dibaca ”and” ). Apabila perkara diperiksa secara “on indictment” (atas dasar
surut tuduhan), maka perkaranya disebut R V Jones (dibaca” Regina and Jones).

2. Solicitor

2.1 Pengertian
Solicitor merupakan profesi hukum atau sering disebut sebagai pengacara. Istilah
Solicitor ini tidak dikenal di luar Inggris dan negara-negara persemakmuran
(Commonwealth). Hal ini menjadikan istilah Lawyer (advokat) tidak mempunyai arti dalam
praktek peradilan Inggris.

2.2 Sejarah Terbentuk


Profesi Solicitor yang sekarang ada berasal dari pengadilan-pengadilan jaman
pertengahan, dimana dikenal pembela-pembela yang disebut “Attorney’s, Solicitors, dan
Proctors.” Mereka ini memberi bantuan kepada tertuduh dan melakukan langkah-langkah
yang diperlukan secara formal.

1
Dikutip dari laman http://alsalcunhas.org/mengenal-sistem-peradilan-pidana-di-beberapa-negara-belanda-
inggris-amerika-indonesia/ diakses pada tanggal 3 Oktober 2015
Pada abad ke 19 mereka (Attorney’s, Solicitors, dan Proctors) terhimpun dalam The
Law Society, dan anggota society ini disebut “Solicitors”. Dewasa ini The Law Society, ini
bertanggungjawab atas latihan, tingkah laku dan disiplin dari para solicitors. Di seluruh
Inggris jumlah solicitor hampir 30.000 orang, dan sekitar 90 % termasuk law society, dan
10 % masuk dalam “British Legal Association” suatu pressure group yang dibentuk pada
tahun 1964. Wewenang dari The Law Society tersebut didasarkan pada Solicitors Act 1974.

2.3 Syarat Menjadi Solicitor


Sejak tahun 1980 seorang Solicitor harus mempunyai Degree (gelar). Kalau gelarnya
bukan dibidang hukum, maka harus lulus ujian Common Profesional Examination. Peserta
kemudian menempuh pelajaran profesi dan ujian pada Collage of law dan dilanjutkan
dengan magang untuk waktu tertentu. Sesudah lulus ujian-ujian tersebut dan memenuhi
masa magang, maka ada dua tahap lagi yang harus dilalui sebelum bisa praktek sebagai
Solicitor:
1. Masa penerimaan.
Nama solicitor dimasukan dalam terdaftar oleh the Master of the Roll. Dan Solicitor
tersebut berhak untuk menyebut dirinya sebagai Solicitor of the Suprame Court. Gelar ini
mengingatkan kita bahwa Solicitor adalah pegawai pengadilan.

2. Sertifikat Praktek.
Atas permohonan tertulis kepada Law Society, seorang solicitor yang diterima
mendapat sertifikat untuk bisa berpraktek. Sertifikat ini setiap tahun diperbaharui.

2.4 Tugas

Hal-hal yang biasanya dikerjakan oleh Solicitor ialah:


1. membuat surat wasiat (probate),
2. menjual dan menyewakan tanah (conveyancing),
3. menyiapkan penuntutan di pengadilan (litigation), dan
4. mengatur hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan.
2.5 Hak-hak Solicitor:
1. Right of Audience, Solicitor boleh menghadap Magistrates Court dan Country
Court atas nama kliennya. Lord Chancellor berwenang untuk memperluas hak
tersebut, sehingga boleh maju ke Crown Court.
2. Diangkat sebagai Hakim, seperti Barister, solicitor yang telah bekerja minimal 10
tahun dapat dianggat sebagai recorder. Setelah lima tahun jadi recorder bisa
dianggat sebagai Circuit Judge, bisa juga dianggat sebagai Stipendiary magistrate
(hakim yang mendapat gaji) dan menjadi master dari Suprame Court.
3. Conveyasing, mempunyai monopoli dan mendapat upah. Fee, tidak seperti
Barister, Solicitor selalu dapat menuntut upah dan ongkos-ongkos dari kliennya.

3. Barristers
Sama seperti istilah Solicitor, Barrister ini tidak dikenal di luar Inggris dan negara-
negara persemakmuran (Commonwealth). Peran Barristers tidak hanya didepan
persidangan, melainkan banyak berperan diluar persidangan, menyusun argument dan
pembelaan serta menuliskan saran-saran untuk Sollicitors.

Barrister melakukan pembelaan perkara di pengadilan High Court, dimana solicitor


tidak boleh menghadap. Bar saat ini dibagi menjadi dua :

1. Barister biasa (ordinary barristers), yang dinamakan junior council


2. Queens Councel yang dinamakan leading councel atau Silks.

Silks tidak menyiapkan dokumen dan mereka maju di pengadilan dengan didampingi oleh
seorang junior. Junior yang dudah bekerja 10 tahun boleh mengajukan permohonan
kepada Lord Chancellor untuk menjadi Silk.

Barrister yang menjalankan praktek harus menjadi anggota Chamber dan menjadikan
praktek ini pekerjaan utamanya.
Pekerjaan Barrister ialah mewakili kliennya di pengadilan (Advocacy), menyusun
pembelaan (drafting pleadings) dan dokumen –dokumen lain, serta memberi nasehat
tentang hukum.

Barrister berhak untuk maju ke Superior Court.

Jabatan Hakim di Superior Court disediakan bagi Barristers yang pantas.

Barrister tidak boleh menuntut honorarium dari kliennya.

4. Pengadilan (Courts)

HIRARCHY OF THE COURTS

HOUSE OF LORD

COURT OF APPEAL (CRIMINAL DIVISION)

QUEEN’S BENCH DIVISION

CROWN COURT

MAGISTRATES COURT

Dalam sistem peradilan sistem hukum Common Law, dikenal dua cara untuk mengadili
yakni:2

1. Pemeriksaan secara “Summary” dalam pengadilan Magistrates Court tanpa Jury,


2. Pemeriksaan secara “on indictment” oleh Hakim dan Jury dalam pengadilan Crown
Court, yaitu sesudah penyerahan untuk diadili (committal for trial) berdasarkan
tuduhan tertulis yang disebut on idictment.

4.1 Magistrates Court

Pengadilan Magistrates Court dalam perkara pidana merupakan pengadilan yang paling
penting, pengadilan ini disebut juga Police Court. Pengadilan ini jumlahnya sekitar 1050

2
Olliver Wendell Holmes, The Common Law, (United Kingdom: LLC, 1982), pg. 79
buah yang tersebar di seluruh negeri Inggris, dan terdiri dari hakim-hakim awam (Lay
Juctices) atau Justice of the Peace atau Lay Magistrates.

Para hakim yang terdapat pada pengadilan ini tidak mempunyai pendidikan hukum.
Jumlahnya sekitar 20.000 orang, dan mereka adalah warga masyarakat setempat yang
diusulkan kepada Lord Chancellor oleh panitia setempat. Atas pertimbangan Lord
Chancellor, maka Ratu (Crown) mengangkat mereka untuk daerah tertentu. Para hakim
awam ini bersidang sedikit-dikitnya berdua dan sebanyak-banyaknya berlima, dan dalam
mejanlankan tugasnya mereka tidak dibayar. Walaupun tidak dibayar Lord Chancellor
dapat memecat mereka apabila diketahui berkelakuan buruk.

Magistrates Court mempunyai 2 (dua) fungsi:3


1. Sebagai pengadilan tingkat pertama untuk perkara-perkara pidana yang diperiksa
secara “summary” tanpa Jury dan dapat banding.
2. Sebagai pintu depan dari Crown Court atau sebagai hakim pemeriksa pendahuluan
(examining magistrates). Acara ini desebut “Committal proceedings”.

Committal proceeding ini dilaksanakan apabila magistrates tidak menyelesaikan


sendiri perkaranya, karena merasa tidak berwenang atau salah satu pihak menghendaki “
trial on indictment”.

Mereka (magistrates/hakim) mendengar keterangan-keterangan dan mencatatnya.


Prosedur ini dimaksudkan untuk menyelidiki apakah ada “prima facie case“” artinya
apakah untuk perkara itu ada bukti-bukti cukup, sehingga patut diteruskan ke Crown Court
yang akan bersidang dengan Jury. Jadi magistrates bekerja seperti saringan, kalau ada
prima facie case, maka mereka menyerahkan (commit) perkaranya kepada Crown Court.
Mereka bisa menentukan pula apakah terdakwa ditahan sementara atau tidak, atau
dilepaskan dengan “Bail” (jaminan).

3
F. Finlason, The Common Law Procedure Acts, (US: Harvard School Library, 1954), pg. 78-82
4.2 Crown Court

Crown Court dibentuk berdasarkan Court Act 1971. Sebelumnya perkara-perkara


pidana yang berat diadili dimuka High Court Judges London di Central Criminal Court (Old
Bily) dan di luar London di pengadilan Assizes, dan oleh recorders di pengadilan Quarter
Sesseions. Crown Court itu menggantikan pengadilan-pengadilan Assizes dan Quarter
Session tersebut.

Kewenangan Crown Court sebagai pengadilan tingkat pertama ialah memeriksa


perkara-perkara “on indictment”, terdiri dari seorang hakim dan Jury.

Sebagai pengadilan banding ia memeriksa perkara banding dari Magistrates Court,


dalam hal ini Crown Court terdiri dari seorang hakim dan antra dua dan empat “Justice of
the peace”. Pengadilan ini hanya satu buah untuk seluruh Inggris dan Wales, tetapi
bersidang ditempat dan waktu yang berlainan. Ia langsung dibawah kontrol dari Lord
Chancellor.

Hakim-hakimnya ialah : High Court Judges dan Crown Court Judges (disebut Circuit Judges
dan Recorder ).

Catatan: Crown Court, High Court dan Court of Appeal merupakan suprame Court of Judicature.
Suprame ini bukan pengadilan tertinggi di Inggris

Peradilan dalam Common Law System tidak dikenal perbedaan antara kejahatan dan
pelanggaraan sebagaimana dikenal pada Civil Law System. Sebagai konsekwensinya maka
pada sistem peradilan hukum Common Law hanya dikenal klasifikasi tindak pidana.4

Secara klasik, tindak pidana diklasifikasikan kepada:

1. Felonies / kejahatan berat


2. Misdemeanors / kejahatan ringan
3. Treason / kejahatan terhadap negara.

4
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995), hlm. 49
Berdasarkan Criminal Law Act 1967, Tindak pidana diklasifikasikan kepada:

1. Indictable Offences, kejahatan berat yang diadili dengan sistem juri melalui
pengadilan Crown Court. Bandingnya dapat dilakukan ke Court of Appeal
(Criminal Division). Contohnya pembunuhan dengan pemerkosaan.
2. Summary Offences, kejahatan kurang berat (minor crimes) yang hanya dapat
diadili tanpa Juri didalam pengadilan Magistrate Court.5 Bandingnya dapat
dilakukan di Queen’s Bench Division.
3. Arristable Offences, kejahatan yang diancam maksimal 5 (lima) tahun, dan
pelakunya baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kejahatan jenis ini boleh
menggunakan sistem juri atau tidak (offences triable either way).

Berdasarkan Criminal Law Act 1977, Tindak pidana diklasifikasikan kedalam:

1. Offences Triable on Indictment, kejahatan-kejahatan yang tidak diatur dalam UU


seperti Murder, Mansluter, Rape, Roberry.
2. Offences Treable only summarily, tindak pidana yang diatur dalam UU.
Dengan diatur dalam UU agar mencegah diadili dengan sistem Juri, dan
Magistrate Courtlah yang berwenang mengadili. Tindak pidana tersebut antara
lain: Pelanggaran lalu lintas dengan kadar alkohol dalam darah melebihi batas
maksimum yang diperkenankan menurut uu, malakukan kekerasan terhadap
petugas polisi, bartingkah laku yang dapat membahayakan umum dll.

Tujuannya agar mereka yang melakukan tindak pidana tersebut tidak diperlakukan
tidak adil karena harus ditahan dan menunggu untuk diadili terlalu lama.

Semua pengadilan di Inggris memperoleh kewenangannya secara langsung atau tidak


langsung dari Raja, sedangkan kewenangan Hakim secara teori adalah perluasan dari hak
prerogatif Raja.

5
Dikutip dari http://www.attorneygeneral.jus.gov.uk/english/justice-ont/family_law.asp diakses pada tanggal 3
Oktober 2015
5. Juri (Jury)
System Juri merupakan ciri khas dari Common Law yaitu orang-orang sipil yang
mendapatkan tugas dari Negara untuk berperan sebagai juri dalam sidang perkara. Juri
ditunjuk oleh Negara secara acak dan seharusnya adalah orang-orang yang kedudukannya
sangat netral dengan asumsi juri adalah orang awam yang tidak mengetahui sama sekali
latar belakang perkara yang disidangkan. Kedua pihak dalam perkara kemudian diberi
kesempatan untuk mewawancara dan menentukan juri pilihannya. Seseorang tidak boleh
menolak untuk menjadi juri kecuali untuk alasan-alasan tertentu seperti adanya conflict
interest atau mengenal terdakwa baik secara langsung maupun tidak langsung

Banyak digunakan diperadilan pidana dipengadilan kerajaan, walaupun mereka


mungkin dipergunakan dalam pengadilan coroner dan jarang sekali dipergunakan dalam
pengadilan perdata/sipil.

Tim juri terdiri dari 12 orang awam, yang harus mendaftar, kemudian mengikuti tes
psikologi. Lalu setelah lulus tes psikologi, akan dipilih 14 orang (2 orang cadangan) untuk
“diwawancarai” oleh Pengacara, Jaksa dan Hakim. Umumnya wawancara mengacu kepada
latar belakang juri, hubungan juri dengan terdakwa atau pendapat mereka tentang kasus
tersebut. Bisa juga hanya sekedar perasaan tidak suka Pengacara atau Jaksa secara
personal terhadap juri tersebut, mulai dari wajahnya, rasnya, senyumnya, atau hal-hal lain
yang personal (disebut sebagai “based on cause”). Baik Pengacara, Jaksa dan Hakim punya
hak untuk mengatakan tidak setuju dengan juri tersebut. Tapi khusus untuk Pengacara dan
Jaksa, tentunya harus cerdik dalam hal mengeluarkan anggota juri, karena mereka harus
berstrategi, kira-kira juri mana yang pro pada mereka. Bila Pengacara tidak setuju dengan
salah satu juri, maka Jaksa tidak punya hak untuk memanggil juri itu kembali. Begitu pula
sebaliknya. Pekerjaan jadi Juri sebenarnya tidak terlalu menguntungkan. Para Juri hanya
dibayar £32.47 per 4jam6, dengan jam kerja tidak jelas, tergantung dengan lama tidaknya
sidang, ditambah lagi rapat-rapat internal berhubungan dengan sidang. Tentu dapat
dibayangkan, kualitas personal dari para Juri ini seperti apa. Hal tersebut pula yang
menjadi salah satu isu hukum di UK, kualitas para Juri. Rata-rata orang tidak mau jadi juri,

6
Dikutip dari https://www.gov.uk/jury-service/what-you-can-claim diakses pada tanggal 3 Oktober 2015
karena bayarannya kecil dan hanya duduk seharian di kursi. Dalam mengambil keputusan,
keduabelas juri tersebut harus bersama-sama (suara mutlak atau tak boleh berpecah
suara) mengatakan “guilty” atau “not guilty.” Tidak terdapat voting di dalam system Juri.

Jadi Jury di sini adalah :

- lay people (orang biasa),

- bukan orang – orang hukum,

- tidak adanya hubungan administrasi dengan keadilan

- bukan pemuka agama

- bukan orang sakit jiwa

- bukan orang “jaminan”

- bukan orang kriminal yang telah diproses.

Hanya untuk Indictable offences. Kritikan terhadap sistem jury ini adalah:

· tidak berkompetensi (lack of competence) juga menjadikan peran hakim


terbatas

· bias (gender)

· rentan terhadap manipulasi ancaman/suapan dari terdakwa

· mahal dan membutuhkan waktu lama.

Trivia

Salah satu ciri dari susunan kekuasaan pengadilan di Inggris adalah tidak adanya badan
Penuntut Umum (Openbare Ministerie/Kejaksaan). Hal ini dikarenakan lembaga kejaksaan
berasal dari tata hukum Perancis.

Dengan tidak adanya lembaga kejaksaan tersebut, membawa konsekwensi bahwa di


Inggris terdapat semacam “Private Prosecution”, yakni penuntutan yang dilakukan oleh
orang perorangan, biasanya mereka yang dirugikan atau yang menjadi korban. Namun
demikian, Private Prosecution tersebut dalam prakteknya jarang terjadi, kecuali dalam hal
penyerangan terhadap diri orang (assault) dan pencurian di toko (shoplifting), sebab biaya
untuk menuntut mahal dan selalu ada resiko adanya tututan atas penuntutan palsu/salah
(malicious prosecution).

Walaupun di Inggris tidak ada semacam badan penuntut umum (lembaga kejaksaan),
namun tidak berarti disemua negara yang menganut sistem hukum Common Law tidak ada
badan semacam itu. Sebagai contoh di Skotlandia, Canada, dan sebagian negara bagian
Amerika terdapat badan semacam itu.

B. Komponen Proses dalam Sistem Peradilan Pidana Inggris

Berbeda dengan sistem peradilan lainnya, perkara-perkara pidana dalam sistem


peradilan Inggris, jarang sekali berakhir dipersidangan terdpat beberapa tingkatan proses
sistem peradilan pidana Inggris yang memungkinkan perkara dihentikan.

Komponen proses tersebut ialah:

 Penangkapan,
 Keputusan untuk melakukan penuntutan,
 Penuntutan (by charge atau by summons, dan
 Jaminan.
IV. Kesimpulan

A. Komponen Lembaga dalam sistem peradilan di Indonesia

Kepolisian, kejaksaan, pengadilan, permasyarakatan dan Advokat. Secara


struktur, kepolisian pada system peradilan pidana di Indonesia jauh berbeda dengan
struktur kepolisian di Negara-negara yang telah disebutkan sebelumnya, dimana pada
Negara Inggris, Amerika dan Belanda berada dibawah garis Kordinasi kementrian hukum/
Departtemen Kehakiman, sedangkan di Indonesia, kepolisian merupakan lembaga non-
department yang memiliki kedudukan setara dengan kejaksaan dan langsung dibawah
garis kordinasi presiden. Selain perbedaan tersebut, di Indonesia, alas an untuk
menghentikan penyidikan dibatasi sebagaimanan yang tercantum pada pasal 109 KUHAP,
di beberapa Negara yang telah disebutkan, selain yang terdapat pada pasal 109
KUHAP, kepolisian memiliki kewenangan untuk melakukan penyelesaian perkara diluar
persidangan asatu menolaknya sama sekali untuk dilakukan proses penuntutan
persindangan.7

Berbeda dengan sistem peradilan Inggris yang terdiri dari Kepolisisian, Solictior,
Barristers, Pengadilan, dan Juri. Pada kepolisian Inggris, wewenangnya tidak hanya
melakukan penyidikan saja, akan tetapi dibeikan pula wewenang untuk melakukan
penuntutan. Mengenai Sollictior dan Barristers merupakan profesi hukum atau sering
disebut sebagai pengacara. Perbedaannya ialah, peran Barristers tidak hanya didepan
persidangan, melainkan banyak berperan diluar persidangan, menyusun argument dan
pembelaan serta menuliskan saran-saran untuk Sollicitors. Selain itu, Barristers tidak
diperkenankan untuk bekerja bersama-sama(partnership) kecuali dengan pengacara
Asing, tidak seperti Sollicitors. Kemudian mengenai Jury yang saat ini banyak digunakan
diperadilan pidana dipengadilan kerajaan, walaupun mereka mungkin dipergunakan dalam
pengadilan coroner dan jarang sekali dipergunakan dalam pengadiln perdata/sipil.

7
Sunaryo, Seputar Hukum Pidana, (Jakarta: Visi Media, 2002), hlm. 39
B. Komponen Proses dalam sistem peradilan pidana di Indonesia

Proses dalam system peradilan pidana di Indonesia meliputi penyelidikan dan


penyidikan, penuntutan, pemeriksaan disidang pengadilan, putusan dan
pelaksanaan putusan pidana.

Berbeda dengan sistem peradilan lainnya, perkara-perkara pidana dalam sistem


peradilan Inggris, jarang sekali berakhir dipersidangan terdpat beberapa tingkatan proses
sistem peradilan pidana Inggris yang memungkinkan perkara dihentikan. Komponen
proses tersebut ialah Penangkapan, Keputusan untuk melakukan penuntutan,
Penuntutan (by charge atau by summons, dan jaminan.
V. Daftar Pustaka

Sunaryo, Seputar Hukum Pidana, (Jakarta: Visi Media, 2002)

Olliver Wendell Holmes, The Common Law, (United Kingdom: LLC, 1982)

F. Finlason, The Common Law Procedure Acts, (US: Harvard School Library, 1954)

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995)

http://www.attorneygeneral.jus.gov.uk/english/justice-ont/family_law.asp

https://www.gov.uk/jury-service/what-you-can-claim

http://alsalcunhas.org/mengenal-sistem-peradilan-pidana-di-beberapa-negara-belanda-inggris-
amerika-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai