Anda di halaman 1dari 18

JASA ADVOKAT BERDASARKAN KODE ETIK DAN UU ADVOKAT

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Eika dan Tanggung
Jawab Profesi (G)

Dosen Pengampu:
Dr. Rehnalemken Ginting, S.H., M.H.

Disusun oleh:
Dyansa Novel E0021146
Dimas NP E0021136

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
PROGRAM SARJANA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya, sehingga
makalah berjudul Jasa Advokat Berdasarkan Hukum Etik dan UU Advokat yang
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika dan Tanggung Jawab Profesi
(G) ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kami berharap semoga
makalah ini dapat diterima, dan memberikan manfaat bagi para pembaca.
Tiada gading yang tak retak, bahwasanya kami sadar masih banyak
kekurangan di dalam penyusunan makalah ini, karena keterbatasan pengetahuan
serta pengalaman yang kami miliki. Untuk itu kami begitu mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca untuk kemajuan dan demi
kesempurnaan makalah ini pada umumnya dan bagi kami, kelompok pemakalah,
khususnya.

Surakarta, 9 November 2021

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2
C. Tujuan Masalah........................................................................................2
D. Pembatasan Masalah.................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................4
A. Pemahaman Masyarakat Tentang Jasa Advokat.......................................4
B. Sistem Tarif Jasa Advokat........................................................................5
C. Hubungan Kode Etik dan UU Advokat....................................................6
D. Contoh Kasus Penyimpangan Kode Etik Advokat...................................7
BAB III PENUTUP.............................................................................................9
A. Kesimpulan................................................................................................9
B. Saran..........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................1

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi masyarakat jasa advokat tidaklah asing. Pada zaman yang
semakin hari semakin maju, pendampingan dan konsultan hukum menjadi
sangat penting. Bahkan, saat ini, jasa advokat menjadi sangat penting
dengan banyaknya masyarakat yang harus berhadapan dengan para
penegak hukum.
Penggunaan jasa advokat tidak hanya diperlukan seseorang ketika
menghadapi masalah hukum. Terkadang, masyarakat kalangan atas
memiliki pengacara atau advokat pribadi. Bahkan, tidak jarang para
pengacara atau advokat sering dipakai sebagai juru bicara seseorang.
Contohnya, para artis yang menghadapi persidangan, pihak yang disuruh
berhadapan dengan pers adalah tim kuasa hukumnya, yang dalam hal ini
adalah pengacaranya.
Jasa advokat merupakan jasa yang memberikan perlindungan
hukum dan pendampingan hukum kepada seorang klien yang dihadapkan
pada sebuah masalah hukum. Berdasarkan UU No. 18 tahun 2003 tentang
Advokat Pasal 1 ayat 7 dan Pasal 1 poin (f) dalam Kode Etik Advokat
Indonesia, pembayaran jasa advokat nominalnya disesuaikan dengan yang
telah disepakati antara advokat itu sendiri dengan klien. Hal ini
dikarenakan tidak adanya standarisasi baku yang mengatur batas minimal
dan maksimal jumlah pembayaran jasa advokat. Para advokat biasanya
mengenakan tarif yang dianggap pantas oleh kedua belah pihak, atau
menggunakan kisaran yang dianggap pantas menurut kantor advokat yang
bersangkutan.
Dalam menangani suatu kasus, advokat tidak terlepas dari UU
Advokat serta Kode Etik Advokat yang mengikatnya. Seorang advokat
tidak dapat membela kliennya yang telah nyata bersalah hingga
dibebaskan dari tuntutannya. Seorang advokat hanya dapat mendampingi
agar hak-hak yang dimiliki tersangka tidak dilanggar. Advokat juga dapat
menolak pendampingan hukum kliennya dengan alasan bertentangan

1
dengan hati nuraninya. Namun, tidak dapat menolak karena agama, ras,
suku, dan semacamnya. Hal ini sudah disebutkan dalam Pasal 3 poin (a)
Kode Etik Advokat Indonesia dan UU No. 18 tahun 2003.
Dalam pelaksanaannya, penegakan Kode Etik Advokat belum
berjalan dengan sempurna. Masih banyak pelanggaran yang dilakukan
oleh Advokat, sehingga penengakan kode etik ini masih perlu
ditingkatkan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman masyarakat tentang jasa Advokat?
2. Bagaimana sistem tarif dari jasa Advokat?
3. Bagaimana hubungan Kode Etik dan Undang-Undang Advokat?
4. Apa saja contoh-contoh kasus penyimpangan kode etik advokat?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat mengenai jasa
advokat
2. Untuk mengetahui sistem tarif dari jasa advokat
3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan Kode Etik dengan Undang-
Undang Advokat
4. Untuk mengetahui apa saja contoh kasus penyimpangan kode etik
advokat
5. Untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah Etika dan Tanggung Jawab
Profesi (G)

2
D. Pembatasan Masalah
Pembatasan makalah bertujuan agar memberikan pembatasan
ruang lingkup masalah yang terlalu luas sehingga penelitian bisa lebih
terfokus kepada topik pembahasan utama makalah. Pembahasan makalah
tersebut diantaranya:
1. Memberikan pemahaman mengenai jasa advokat pada masyarakat;
2. Memberikan pembahasan mengenai sistem tarif pada jasa advokat;
3. Menjelaskan hubungan antara Kode Etik dengan Undang-Undang
Advokat;
4. Memberikan contoh kasus penyimpangan Kode Etik Advokat

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemahaman Masyarakat tentang Jasa Advokat

Di zaman yang maju ini, jasa advokat merupakan suatu pekerjaan


yang sangat penting mengingat banyaknya masyarakat yang sering
berhadapan dengan para penegak hukum. Jasa advokat tidak hanya
digunakan disaat seseorang terdapat masalah hukum. Terkadang,
masyarakat kalangan atas seperti artis memilliki pengacara pribadi.
Bahkan terkadang para pengacara sering digunakan sebagai juru bicara
seseorang.
Proses memilih advokat sesuai dengan kebutuhan hukumnya
masing-masing. Pemilihan advokat mirip dengan proses memilih pekerja
professional lainnya, seperti dokter, akuntan, dan notaris. Tentu dengan
diimbangi profesionalisme dalam pekerjaannya. Seorang jasa perizinan
advokat harus bisa menilai serta percaya akan kualitas kerja seorang
advokat yang dipilihnya. Perlu ketelitian klien dalam memilih jasa
perizinan dan menentukan advokat dalam menangani urusan hukumnya.
Agar tidak keliru dalam milih advokat atau pengacara, beberapa petunjuk
berikut dapat dijalankan:
1. Pastikan advokat atau pengacara merupakan advokat yang resmi dan
memiliki izin praktik yang masih berlaku
2. Pastikan advokat memiliki kualifikasi yang baik dalam bidang hukum
tersebut
3. Pastikan bahwa advokat tidak memiliki knflik kepentingan dalam
kasus yang ditangani
4. Pastikan bahwa advokat atau pengacara tidak akan melakukan kerja
sama dengan pihak lawan
5. Pastikan bahwa advokat atau pengacara tersebut memiliki track record
yang baik dalam keadvokatan atau pengacaraan, termasuk menyangkut
etika, moral, dan kejujurannya

4
6. Pastikan bahwa advokat atau pengacara tersebut tidak pernah terlibat
dalam malpraktik hukum
7. Pastikan bahwa advokat atau pengacara adalah tipe pekerja keras dan
berdedikasi tinggi akan profesinya serta benar-benar bekerja demi
kepentingan kliennya, bukan hanya advokat atau pengacara yang
hanya pintar bicara, lalu meminta bayaran, tetapi tidak bersungguh-
sungguh membela kepentingan kliennya
8. Jika merasa ragu terhadap kreadibilitas seorang advokat atau
pengacara, mintakanlah fotokopi izin praktik advokat yang
bersangkutan yang diterbitkan oleh Komite Kerja Advokat Indonesia,
buka kop suratnya, atau mintalah informasi tentang advokat atau
pengacara tersebut langsung kepada asosiasi-asosiasi advokat atau
pengacara resmi yang diakui oleh undang-undang, yaitu Persatuan
Advokat Indonesia (PERADI), Persatuan Advokat Indonesia
(IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat
Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara
Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi
Konsultan Hukum Indonesia(AKHI), Himpunan Hukum Pasar Modal
(HKHPM), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (Apsi)
9. Jika diperlukan tidak sepantasnya oleh oknum advokat atau pengacara,
laporkan yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Profesi
Advokat yang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia
(IKADIN), Asosiasi Advokat Indoensia (AAI), Ikatan Penasihat
Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengaara Indonesia
(HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan
Hukum Indonesia (AKHI, dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar
Modal (HKHPM).
B. Sistem Tarif dan Kode Etik Advokat

Pembayaran terhadap jasa advokat yang dipilih oleh klien


ditentukan berdasarkan jumlah yang telah disepakati di awal. Sesuai denga
n isi UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat Pasal 1 ayat 7, yang
menyebutkan bahwa, “Honorarium adalah imbalan atas jasa hukum yang

5
diterima oleh advokat berdasarkan kesepakatan dengan klien.” Juga yang
disebutkan dalam pasal satu poin (f) dalam kode etik advokat Indonesia.
Hal ini dimungkinkan terjadi karena tidak adanya standarisasi yang
mengatur batas minimal dan maksimal dalam pembayaran jasa advokat.
Para advokat biasanya mengenakan tarif yang biasanya dianggap pantas
oleh advokat dan kliennya, atau menggunakan harga yang sekiranya
pantas diberikan kepada kliennya menurut kantor advokat yang
bersangkutan. Meskipun demikian, seorang advokat wajib memberikan
bantuan jasa secara Cuma-cuma kepada klien yang kurang mampu. Hal ini
disebutkan dalam Pasal 1 ayat 9, Pasal 21 dan Pasal 22 UU No. 18 tahun
2003 tentang Advokat. Dalam dunia advokat dikenal lima metode
pembayaran jasa advokat, yaitu:
1. Pembayaran borongan (contract fee)
Advokat memperoleh bayaran yang sudah ditentukan besarnya hingga
perkara tersebut tuntas ditangani, di luar honorarium keberhasilan
menangani perkara
2. Pembayaran berdasarkan porsi (contingent fees)
Advokat menerima bagian dari hasil yang dimenangkan oleh klien
dalam suatu sengketa hukum.
3. Pembayaran per jam (hourly rate)
Cara pembayaran ini dilakukan untuk jas dalam lingkup bisnis kecil.
4. Pembayaran ditetapkan (fixed rate)
Advokat yang menangani suatu tugas biasanya menentukan sistem
pembayaran tetap.
5. Pembayaran berkala (retainer)
Klien membayar secara bulanan atau bisa dirancang untuk pembayaran
triwulan, semester, atau tahunan.
C. Hubungan Kode Etik dan Undang-Undang Advokat

Dalam menangani sebuah kasus, seorang advokat terikat dengan


UU Advokat dan kode etik advokat Indonesia. Hal ini berkaitan dengan
pembatasan-pembatasan untuk seorang advokat dalam menjalankan
tugasnya agar tidak bertindak diluar kewajaran. Seorang advokat tidak

6
dapat membela seorang klien yang telah secara nyata bersalah agar
dibebaskan dari semua tuntutan, tetapi semata-mata menjadi penasihat atau
pendamping tersangka di muka pengadilan. Dalam hal ini advokat
bertugas untuk mendampingi agar hak-hak yang dimiliki tersangka tidak
dilanggar.
Seorang advokat dapat menolak pendampingan hukum kepada
seorang klien dengan alasan bertentangan dengan hati nurani advokat,
tetapi tidak diperkenankan karena alasan perbedaan agama, suku,
kepercayaan, keturunan, dan semacamnya, sebagaimana yang telah
disebutkan dalam Pasal 3 poin (a) Kode Etik Advokat Indonesia dan UU
No.18 tahun 2003
D. Contoh Kasus Penyimpangan Kode Etik Advokat
1. Pelanggaran Kode Etik oleh Advokat Ni Kadek SNW
Ni Kadek SNW diadukan oleh Nicholas John Hyam warga negara
Inggris yang datang ke Bali untuk berinvestasi. Namun, Nicholas harus
menempuh proses hukum perdata yang panjang hingga ke tingkat
kasasi di Mahkamah Agung. Sebelumnya Nicholas telah menunjuk
Law Office Budiman&Co untuk menangani kasusnya dan salah satu
anggota tim yang menangani kasus tersebut adalah Ni Kadek SNW.
Nicholas kemudia mentransfer uang sebesar Rp 3 miliar kepada
Managing Partner Budiman&co dengan harapan dana tersebut
dipergunakan untuk biaya operasional. Namun, diduga dana tersebut
digelapkan oleh Ary selaku managing partner Budiman&co. Karena
alasan itulah Nicholas mencabut kuasanya dari Budiman&co. Namun,
setelah pencabutan diketahui jika Ni Kadek masih menerima dan
menandatangani Risalah Pemberitahuan Putusan MA dan mengambil
salinan putusan MA yang dimana seharusnya Ni Kadek sudah tidak
berhak. Karena hal tersebut Ni Kadek SNW divonis bersalah
melanggar ketentuan pasal 2 Kode Etik Advokat Indonesia dan diberi
teguran tertulis sebagai peringatan keras untuk tidak mengulangi
pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia.

7
2. Pelanggaran Kode Etik oleh Advokat Soelaiman
Soelaiman Djoyoatmojo selaku Teradu terbukti bersalah melanggar
Kode Etik Advokat Indonesia pada saat masa proses peradilan
perkaran PKPU PT. Mahakarya Agung Putera berlangsung. Antara
tanggal 28 November 2018 hingga 22 Agustus 2019 terjadi dugaan
adanya pembayaran terhadap salah satu kreditur yang menjadi klien
sebesar 9 ribu dollar Singapore. Ketua Majelis Hakim Sidabutar
mengatakan bahwa teradu terbukti melanggar Pasal 3 huruf b dan d
Kode Etik Advokat Indonesia. Walaupun teradu membantah telah
melakukan tindakan tersebut, namun pengadu menyertakan bukti-bukti
kuat yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim Kehormatan PERADI
DKI Jakarta untuk menjatuhkan vonis terhadap Soelaiman
Djoyoatmojo. Untuk itu Soelaiman diberikan hukuman berupa
pemberhentian sementara selama satu tahun dari profesi Advokat serta
membayar biaya perkara sebesar 5 juta rupiah karena telah terbukti
melanggar Pasal 3 huruf b dan d Kode Etik Advokat Indonesia.
3. Pelanggaran Kode Etik oleh Advokat Welfrid Kristian
Welfrid adalah pengacara dari Raja Sapta Oktohari yang
merupakan bos kasus gagal bayar investasi PT Mahkota. Raja Sapta
dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan dilanjutkan menggelar konferensi
per terkait kasus tersebut. Oleh Alvin Lim, link berita tersebut
diposting di Facebook LQ Indonesia Lawfirm. Sehari kemudian
Welfrid melaporkan akun facebook LQ Indonesia Lawfirm yang
berujung diperiksanya Alvin terkait UU ITE. Atas peristiwa tersebut
Alvin yang meras keberatan lalu mengadukan Welfrid ke Dewan
Kehormatan Peradi terkait pelanggaran kode etik yang dilakukannya.
Akhirnya Welfrid diputus bersalah oleh Majelis Dewan Etik Peradi
dengan melanggar Pasal 5 huruf c Kode Etik Advokat Indonesia Buku
IV Hubungan dengan teman sejawat.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada zaman yang semakin maju seperti saat ini keberadaan advokat
memiliki peran yang sangat penting. Pendampingan dan juga konsultan
hukum banyak diperlukan mengingat banyak masyarakat yang harus
berhadapan dengan penegak hukum. Proses memilih advokat harus kita
perhatikan. Perlu ketelitian dan kehati-hatian dalam memilih jasa advokat
untuk menangani urusan hukum kita.
Jasa advokat erat kaitannya dengan sistem tarif karena telah
memberikan kita perlindungan serta pendampingan dalam proses hukum
yang kita jalani. Pembayaran terhadap jasa advokat dilakukan oleh klien
sesuai dengan jumlah atau nomnal yang telah disepakati sebelumnya. Hal
ini sesuai dengan isi UU No.18 tahun 2003 tentang Advokat Pasal 1 Ayat
7 serta Pasal 1 poin f Kode Etik Advokat Indonesia. Sistem pembayaran
jasa advokat ada lima yaitu pembayaran borongan, pembayaran
berdasarkan porsi, pembayaran per jam, pembayaran ditetapkan, serta
pembayaran berkala.
Dalam menangani kasus, seorang advokat dibatasi dengan UU
Advokat dan Kode Etik Advokat Indonesia agar dalam pelaksanaan
tugasnya tidak menyimpang. Seorang advokat dapat menolak
pendampingan hukum terhadap seorang klien atas alasan bertentangan
dengan hati nuraninya. Namun, penolakan tersebut tidak boleh didasari
dengan alasan perbedaan agama, suku, kepercayaan, dan semacamnya. Hal
tersebut sudah tercantum dalam Pasal 3 poin a Kode Etik Advokat
Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, ternyata penegakan kode etik advokat
belum berjalan dengan sempurna. Masih banyak pelanggaran yang terjadi,
seperti pelanggaran kode etik oleh advokat Ni Kadek SNW, Soelaiman,
dan Welfrid Kristian.

9
B. Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah penegakan Kode Etik
Advokat Indonesia perlu lebih dikokohkan supaya tidak terjadi
penyimpangan dalam menjalankan tugasnya.

10
DAFTAR PUSTAKA
Ferry Edyanto. (2020, November 19). Pengacara Raja Sapta Oktohari Diputus
Bersalah Melanggar Etika Profesi. diakses pada 4 November 2021, dari
https://meganews.id/hukrim/read/125/Pengacara-Raja-Sapta-Oktohari-Diputus-
Bersalah-Melanggar-Etika-Profesi.html
Nuh, Muhammad. (2011). Etika Profesi Hukum. Bandung: CV. Pustaka Setia
Rikard Djegadut. (2020, Januari 31). Divonis Langgar Kode Etik, Advokat
Soelaiman Djoyoatmojo Diberhentikan Setahun. Diakses pada 9 November 2021,
dari https://indonews.id/mobile/artikel/27044/Divonis-Langgar-Kode-Etik-
Advokat-Soelaiman-Djoyoatmojo-Diberhentikan-Setahun/
Yoyo Raharyo. (2021, Juni 12). Langgar Etik, Advokat Ni Kadek SNW Divonis
Bersalah. Diakses pada 4 November 2021, dari
https://radarbali.jawapos.com/hukum-kriminal/12/06/2021/langgar-etik-advokat-
ni-kadek-snw-divonis-bersalah

11

Anda mungkin juga menyukai