Anda di halaman 1dari 14

KASUS SUAP OLEH HAKIM SUDRAJAT DIMYATI YANG TERMASUK

PELANGGARAN KODE ETIK HAKIM

DISUSUN OLEH:

NAMA: SYILA ASSYIFA

NIM: A1012201133

KELAS: B (PPAPK)

MAKUL: HUKUM ETIKA DAN PROFESI

DOSEN PENGAMPU:

1. Dr. Hermansyah ,SH,M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TANJUNGPURA 2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia,hidayah,dan nikmatNya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.Penulisan makalah ini berjutuan untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum Etika adan Profesi.

Penulis berharap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat.Penulis mengakui
bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan,kesalahan maupun predikat minim
lainnya.Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan.

Demikian makalah ini,semoga dapat bermafaat bagi penulis dan pembaca,sehingga bisa
menambah wawasan dan pengetahuan tentang Hukum Etika dan Profesi.

Pontianak, 14 Oktober 2022

Syila Assyifa

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................................................7
C. TUJUAN PENELITIAN...............................................................................................................7
D. MANFAAT PENELITIAN..........................................................................................................7
BAB II...................................................................................................................................................8
KAJIAN TEORITIS..............................................................................................................................8
A. Pengertian suap dalam pelanggaran kode etik hakim....................................................................8
B. Bentuk-bentuk Kejahatan dan Pelanggaran Kode Etik seorang Hakim.......................................10
BAB III................................................................................................................................................13
PENUTUP...........................................................................................................................................13
A. KESIMPULAN..........................................................................................................................13
B. SARAN.......................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam menjalankan profesinya seorang hakim tidak hanya menjalankan pekerjaan yang
diamankan oleh undang-undang semata meliputi bidang yang lebih luas dari apa yang
diuraikan dalam undang- undang. Seorang hakim menjalankan suatu fungsi sosial yang
sangat penting, yang meliputi bidang yang lebih yang lebih luas dari jabatan yang
sesungguhnya diamanatkan kepadanya. Menurut Pasal 1 Undang- undang No. 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hakim adalah pejabat
peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.
Hakim mempunyai wewenang untuk melakukan pemeriksaan disidang pengadilan dengan
penetapannya berwenang melakukan penahanan (Pasal 20 ayat (3), dan Pasal 26 ayat (1)
KUHAP), memberikan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau orang,
berdasarkan syarat yang ditentukan (Pasal 31 Ayat (1) KUHAP).1

Jabatan yang diemban Hakim adalah suatu jabatan kepercayaan yang diberikan oleh undang-
undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Hakim bertanggung jawab untuk melaksanakan
kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan
martabat serta keluhuran jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang
Hakim maka akan berbahaya bagi masyarakat umum yang dilayaninya. Dalam menjalankan
jabatannya, seorang Hakim tidak cukup hanya memiliki keahlian hukum tetapi juga harus
dilandasi tanggung jawab dan penghayatan terhadap keluhuran martabat serta keluhuran
jabatannya,sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang hakim maka akan berbahaya
bagi masyarakat umum yang dilayaninya.

Peranan dan kewenangan hakim sangat penting bagi lalu lintas hukum di masyarakat, oleh
karena itu hakim harus dapat menjalankan profesinya secara professional, berdedikasi tinggi
serta selalu menjunjung harkat dan martabatnya dengan menegakkan kode etik Hakim.2

Namu dengan berbagai fungsi dan kewenangannya tersebut itu pula profesi hakim menjadi
sangat rentan terkena isu suap, gratifikasi dan hal menyimpang lainnya yang mengganggu
1
Ignatius Ridwan Widyadharma, Etika Profesi Hukum, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1996, hal.7
2
Ibid

4
marwah seorang hakim. Banyak putusan hakim yang mengundang kritik dan sinisme, yang
mengarah kepada ketidakpercayaan masyarakat, dan membentuk sikap skeptik cukup besar.3
Untuk itu, demi terciptanya performa hakim yang baik dalam melaksanakan tugas dan
marwah profesinya menegakkan hukum serta keadilan, dibentuklah suatu aturan yang disebut
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang merupakan hasil keputusan bersama
antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Tujuan dari dikeluarkannya Kode Etik Hakim
ini adalah sebagai pegangan bagi para Hakim seluruh Indonesia serta Pedoman bagi
Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI dalam melaksanakan fungsi pengawasan
internal maupun eksternal.4

Kasus pelanggaran kode etik hakim, salah satu penyebabnya hakim yang menerima suap.
Penyuapan tersebut dilakukan oleh salah satu pihak dalam perkara yang memberikan
sejumlah uang kepada hakim yang menangani perkaranya agar dapat dimenangkan. Kode etik
hakim sebenarnya memberi toleransi bahwa hakim hanya dapatmenerima paling banyak
Rp500.000 dari keluarga, saudara maupun teman yang tidak berkaitan dengan kasus yang
ditangani oleh seorang hakim.5 Faktanya yang terjadi justru sebaliknya, pemberian itu justru
diberikan oleh orang yang berkaitan dengan perkara yang ditangani oleh hakim. Tindakan
penyuapan tentu saja merupakan perbuatan melanggar hukum yang dapat dipidana baik bagi
pihak yang memberi maupun hakim yang menerimanya. Kasus suap yang melibatkan para
hakim merupakan penyebab yang mendominasi pelanggaran kode etik akhir-akhir ini. Kasus
suap yang melibatkan hakim tidak hanya melanggar kode etik tetapi juga merupakan bentuk
pelanggaran hakim yang dapat dipidana.

Sama seperti kasus yang terjadi baru baru ini adalah kasus pelangggaran dan kejahatan kode
etik yang dilakukan salah satu Hakim Agung yaitu Sudrajad Dimyati terkait kasus suap. Suap
itu diberikan oleh Eko Suparno, Kuasa hukum Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma
Sujanto selaku pemohon kasasi. Eko memberikan uang kepada Desy Yustria, pegawai negeri
sipil di Mahkamah Agung yang diduga menjadi orang suruhan Dimyati.

3
Komisi Yudisial Republik Indonesia, Disparitas Putusan Hakim: “Identifikasi dan Implikasi”, Jakarta: Sekretariat
Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2014, hlm. 10.
4
Komisi Yudisial Republik Indonesia, Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial
RI Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 - 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,
Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2015, hlm. 5.
5
Keputusan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik
Indonesia Nomor: , Op. Cit, hlm. 9.

5
6
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka penulis mencoba
mengindetifikasikan mengenai:

1. Bagaimana penerapan sanksi kasus suap yang dilakukan Hakim Agung Sudrajad Dimyati?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban hakim sebagai pelaku pelanggaran kode etik yang


berpotensi pidana?

C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan uraian yang penulis sampakan penulis, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Untuk megetahui bagaimana penerapa sanksi dalam kasus suap yang dilakukan leh Hakim
Agung Sudrajar Dimyati

2. Untuk menegtahui bagaimana pertanggung jawaban hakim sebagai pelaku kode etik yang
berpotensi pidana

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Penelitian ini agar bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan
perkembangan bidang hukum pidana pada khususnya pertanggungjawaban hakim pelaku
pelanggaran kode etik berpotensi pidana.

2. Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat membantu para praktisi di bidang
ilmu hukum maupun di lembaga peradilan untuk dapat dijadikan bahan masukan bagi
pengambil kebijakan untuk membuat atau menerapkan kode etik yang lebih efektif.

7
BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Pengertian suap dalam pelanggaran kode etik hakim


Kosa kata suap dalam bahasa Indonesia salah satunya adalah upeti, upeti berasal dari kata
Utpatti yang dalam bahasa Sansakerta yang kurang lebih berarti bukti kesetiaan. Menurut
sejarah upeti adalah suatu bentuk persembahan dari adipati atau raja-raja kecil kepada raja
penakluk, dalam budaya birokrasi di Indonesia ketika kebanyakan pemerintah masih
menggunakan sistem kerajaan yang kemudian dimanfaatkan oleh penjajah Belanda. Upeti
merupakan salah satu bentuk tanda kesetiaan yang dapat dipahami sebagai simbiosis
mutualisme. Sistem kekuasaan yang mengambil pola hierarkhis ini ternyata mengalami
adaptasi didalam sistem birokrasi modern di Indonesia. 6

Tindakan penyuapan tentu saja merupakan perbuatan melanggar hukum yang dapat dipidana
baik bagi pihak yang memberi maupun yang menerimanya. Kasus suap-menyuap inipun bisa
dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja tak terkecuali dilakukan oleh para penegak hukum
seperti yang baru-baru ini terjadi adalah kasus suap yang dilakukan oleh Hakim Agung
Sudarjad Dimyati.

Kasus suap yang melibatkan para hakim merupakan penyebab yang mendominaspelanggaran
kode etik akhir-akhir ini. Kasus suap yang melibatkan hakim tidak hanya melanggar kode
etik tetapi juga merupakan bentuk pelanggaran hakim yang dapat dipidana. Hakim penerima
suap jelas telah melanggar kode etik hakim, sebagaimana yang telah diatur dalam kode etik
dan pedoman perilaku hakim. Kasus pelanggaran kode etik hakim dalam bentuk penerimaan
suap salah satunya yang melibatkan seorang hakim yang bernama Sudrajad Dimyati.7

6
http:// m.kompasiana.com diakses pada tanggal 1 Agustus 2016, jam 20.40, hari senin
7
Tempo.co, Kasus Sudrajad Dimyati, KPK Panggil Sekretaris MA dan Hakim Agung

8
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa suap adalah memberi sesuatu, baik uang
maupuan barang kepada seseorang agar melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang
bertentangan dengan kewajiban, baik pemerintahan itu dilaksanakan ataupun tidak
dilaksanakan. Dari sini dapat dipahami bahwa suap adalah sebuah tindakan yang
mengakibatkan sakit atau kerugian dipihak lain, atau dengan kata lain adalah upaya untuk
mendapatkan sesuatu dengan merekayasa dan membayar sejumlah uang, sehingga dalam hal
ini ada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, baik dalam prosedur dan tatanan struktur
sosial kemasyarakatan, yang mengakibatkan adanya pihak yang dirugikan.

9
B. Bentuk-bentuk Kejahatan dan Pelanggaran Kode Etik seorang Hakim
Hakim dikenal sebagai seorang yang berkuasa sebagai pemberi hukuman dan keputusan pada
seseorang yang sedang berada di wilayah negara yang memiliki kedaulatan secara hukum.
Hakim memiliki aturan profesi yang harus ditaati, dan berfungsi agar tidak berlaku semena-
mena atas stasus sosial dan kedudukan yang dimiliki.8
Kode etik hakim yang harus dijalani dengan baik dan benar sesuai dengan keputusan bersama
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republic Indonesia
No.047/KMA/SKB/IV/2009–02 SKB/P.KY/IV/2009 antara lain:

Di Indonesia, banyak sekali hakim yang tidak beretika, hingga mengalami pelepasan jubah
hitam secara paksa. Hakim-hakim tersebut diduga melanggar etika, yang pelanggarannya
setara dengan pelanggaran hak asasi manusia, karena telah mendukung pelaku yang
melanggar, bukan korbannya. Berikut 5 contoh pelanggaran kode etik hakim di Indonesia:

1.Gratifikasi dan Suap


Kasus pelangaran suap dan gratifikasi yang dilakukan oleh hakim di Indonesia telah banyak
memenuhi kabar berita di media massa Indonesia. Kasus gratifikasi dan suap yang banyak
dilakukan oleh hakim antara lain adalah jual beli perkara, jadi yang bisa membayar hakim
dengan harga tinggilah yang bisa memenangkan perkara. Kasus seperti ini banyak tetapi
pemberantasan belum bisa dilakukan secara menyeluruh karena banyaknya pengadilan yang
ada di seluruh Indonesia.

2.Perselingkuhan dan Pelecehan Seksual


Perselingkuhan dan pelecehan seksual termasuk pelanggaran yang paling sering dilakukan
oleh para hakim setelah suap dan gratifikasi, prosentasenya sekitar 34.6%.

Seseorang yang melakukan pelecehan seksual adalah seorang yang tidak beretika dan tidak
bernorma sebagai manusia bermasyarakat, apalagi jika pelaku perbuatan tersebut adalah
hakim, yang memiliki status sosial kelas atas. Jika terdapat hakim terbukti melakukan
pelecehan seksual maka mereka pantas dihukum bahkan dipecat. Tidak hanya itu
perselingkuhan oleh para hakim juga dinilai tidak beretika dan melanggar moral baik para
hakim.9

3.Konsumsi Narkoba
Contoh pelanggaran kode etik selanjutnya adalah konsumsi narkoba yang dilakukan oleh para
8
komisi yudisial.go.id, mistar Sunday, 3 November 2019
9
Ibid.,

10
hakim. Narkoba adalah barang illegal yang sudah jelas dilarang peredarannya secara hukum
jika dikonsumsi secara bebas, hanya diperbolehkan untuk dikonsumsi secara medis dengan
batasan tertentu.

4.Pemalsuan Dokumen
Kasus pemalsuan dokumen banyak sekali terjadi, dan menjadi rentan dilakukan oleh para
hakim di Indonesia. Kasus pemalsuan dokumen ini bisa berakibat fatal ketika seseorang yang
melanggar kasus dibantu oleh hakim dalam hal memalsukan dokumen sehingga dapat
dibebaskan dari tuntutan. Seperti sebuah pemalsuan dokumen negara oleh seorang hakim
agung dalam membuat vonis pada seorang gembong narkoba.

5.Sikap Indisipliner
Selanjutnya sikap disiplin yang tidak hanya sering dilakukan oleh para hakim, tetapi juga
para birokrat yang bekerja di pemerintahan sebagai pelayan masyarakat. Kasus seperti ini
berupa absennya kehadiran hakim tanpa alasan masuk akal, atau baru diketahui belakangan
sedang melakukan perjalanan luar negeri di saat banyak tanggung jawab yang harus
diselesaikan.10

Selanjutnya selain pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan sorang Hakimpun juga dilarang
menunjukkan rasa suka atau tidak suka, keberpihakan, prasangka, atau pelecehan terhadap
suatu ras, jenis kelamin, agama, asal kebangsaan, perbedaan kemampuan fisik atau mental,
usia atau status sosial ekonomi maupun atas dasar kedekatan hubungan dengan pencari
keadilan atau pihak-pihak yang terlibat dalam proses peradilan baik melalui perkataan
maupun tindakan. Dilarang bersikap, mengeluarkan perkataan atau melakukan tindakan lain
yang dapat menimbulkan kesan memihak. Dengan kata lain, hakim tidak saja berkerja secara
imparsial (to be impartial), tetapi juga terlihat bekerja secara imparsial (to appear to the
impartial).11

Pelanggaran terhadap prinsip imparsial dan atau independen tersebar dan tersamar dalam

pelanggaran point KE PPH tidak adil, tidak mandiri dan tidak profesional. Kokoh tidaknya

10
komisi yudisial.go.id, mistar Sunday, 3 November 2019
11
Marzuki, S. (2017). Pengadilan yang Fair: Kecenderungan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Oleh
Hakim. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 22(3), 394–419. https://doi.org/10.20885/iustum.vol22.iss3.art4

11
independensi dan imparsialitas tersebut ditentukan oleh ada tidaknya integritas dan
kompetensi personal hakim bersangkutan. Ketiadaan integritas dan kompetensi bisa
memunculkan empat faktor subjetif hakim, yaitu: (1)sikap perilaku yang apriori, yakni
adanya sikap hakim yang sejak semula sudah menganggap bahwa terdakwa yang diperiksa
dan diadili adalah orang yang memang telah bersalah sehingga harus dipidana; (2) sikap
perilaku emosional, yakni putusan pengadilan akan dipengaruhi oleh perangai hakim. Hakim
yang mempunyai perangai mudah tersinggung akan berbeda dengan perangai hakim yang
tidak mudah tersinggung. Demikian pula putusan hakim yang mudah marah dan pendendam
akan berbeda dengan putusan seorang hakim yang sabar; (3) Sikap arrogance power, yakni
sikap lain yang memengaruhi suatu putusan adalah “kecongkakan kekuasaan”, disini hakim
merasa dirinya berkuasa dan pintar, melebihi orang lain (jaksa, pembela apalagi terdakwa);
(4) Moral, yakni moral seorang hakim karena bagaimanpun juga pribadi seorang hakim
diliputi oleh tingkah laku yang didasari oleh moral pribadi hakim tersebut terlebih dalam
memeriksa serta memutuskan suatu perkara.12

12
Marzuki, S. (2017). Pengadilan yang Fair: Kecenderungan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Oleh
Hakim. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 22(3), 394–419. https://doi.org/10.20885/iustum.vol22.iss3.art4

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kasus pelanggaran kode etik hakim, salah satu penyebabnya hakim yang menerima suap.
Penyuapan tersebut dilakukan oleh salah satu pihak dalam perkara yang memberikan
sejumlah uang kepada hakim yang menangani perkaranya agar dapat dimenangkan. Kode etik
hakim sebenarnya memberi toleransi bahwa hakim hanya dapatmenerima paling banyak
Rp500.000 dari keluarga, saudara maupun teman yang tidak berkaitan dengan kasus yang
ditangani oleh seorang hakim. asus suap yang melibatkan para hakim merupakan penyebab
yang mendominasi pelanggaran kode etik akhir-akhir ini. Kasus suap yang melibatkan hakim
tidak hanya melanggar kode etik tetapi juga merupakan bentuk pelanggaran hakim yang
dapat dipidana. Hakim penerima suap jelas telah melanggar kode etik hakim, sebagaimana
yang telah diatur dalam kode etik dan pedoman perilaku hakim.

B. SARAN
Pelanggaran kode etik menunjukkan bahwa kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam
implementasinya mulai diabaikan. Terdapat banyak kasus pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh hakim. Pelanggaran kode etik hakim yang marak terjadi tidak hanya
disebabkan oleh satu penyebab. Pelanggaran kode etik hakim disebabkan oleh
perselingkuhan yang dilakukan oleh hakim, hakim yang menerima suap.

Dengan semakin maraknya kasus dan pelanggarankode etik yang dilakukan Hakim maka
seharusnya Majelis Kehormatan Hakim harus bertindak tegas dengan hakim yang terbukti
melakukan pelanggaran kode etik dapat dikenakan sanksi yang berat yakni diberhentikan
Hakim yang melakukan pelanggaran bisa saja dikenai sanksi pidana tergantung seberapa
berat pelanggaran yang dilakukan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ignatius Ridwan Widyadharma, Etika Profesi Hukum, Badan Penerbit


Universitas Diponegoro, Semarang, 1996, hal.7

Komisi Yudisial Republik Indonesia, Disparitas Putusan Hakim: “Identifikasi dan


Implikasi”, Jakarta: Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2014, hlm. 10.

Komisi Yudisial Republik Indonesia, Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan
Ketua Komisi Yudisial RI Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 - 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2015,
hlm. 5.

Keputusan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik
Indonesia Nomor: , Op. Cit, hlm. 9.

http:// m.kompasiana.com diakses pada tanggal 1 Agustus 2016, jam 20.40, hari senin

Tempo.co, Kasus Sudrajad Dimyati, KPK Panggil Sekretaris MA dan Hakim Agung

komisi yudisial.go.id, mistar Sunday, 3 November 2019

Marzuki, S. (2017). Pengadilan yang Fair: Kecenderungan Pelanggaran Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Oleh Hakim. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 22(3), 394–419.
https://doi.org/10.20885/iustum.vol22.iss3.art4

14

Anda mungkin juga menyukai