Anda di halaman 1dari 19

ETIKA PROFESI HAKIM

Disusun oleh :

Randy rizki amanda : 210106102


Sani wendy ariga : 200106093

Dosen pembimbing : Badri, S.H.I.,M.H

PRODI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM,BANDA ACEH
2023-2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik
serta hidayahnya dan tentunya nikmat sehat sehingga penyusunan makalah ini selesai sesuai
dengan apa yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi
besar Muhammad SAW dan tak lupa saya ucapkan terimakasih atas semua pihak yang ikut
membantu penyusunan makalah tentang kegiatan tentang TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
HIDUP. Semoga apa yang kami sampaikan melalui makalah ini dapat menambah wawasan baik
itu untuk kami pribadi sebagai penulis maupun dunia pendidikan pada umumnya.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh
karena itu kami sangat mengharap adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak - pihak yang sudah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Banda Aceh, 08 Oktober 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................5
BAB II. PEMBAHASAN.....................................................................................................6
A. pengertian tindak pidana ......................................................................................6
B. Tindak pidana lingkungan hidup...........................................................................8
BAB III. PENUTUP.............................................................................................................17
A. Kesimpulan...........................................................................................................17
B. Saran......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Profesi hakim adalah salah satu profesi yang memiliki peran sentral dalam menjaga
dan menegakkan prinsip-prinsip keadilan, rule of law, dan penegakan hukum dalam suatu
negara. Hakim bertugas untuk memberikan keputusan yang adil dan berdasarkan hukum
dalam kasus-kasus yang beragam, mulai dari perkara pidana, perdata, hingga administratif.
Dalam melaksanakan tugasnya, hakim harus senantiasa mematuhi etika profesi yang tinggi,
sehingga kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dapat dipertahankan.

Latar belakang pentingnya penulisan makalah ini adalah untuk memahami secara
mendalam tentang etika profesi hakim, mengingat pentingnya peran hakim dalam menjaga
keadilan dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Melalui pemahaman yang baik
tentang dasar hukum profesi hakim, ketentuan pengangkatan dan pemberhentian hakim, serta
kode etik profesi hakim, kita dapat mengeksplorasi bagaimana hakim harus bertindak dan
berperilaku dalam menjalankan tugas mereka.

Dalam makalah ini, kita akan membahas tiga poin utama, yaitu dasar hukum profesi
hakim, ketentuan pengangkatan dan pemberhentian hakim, serta kode etik profesi hakim.
Semua poin ini akan membantu membentuk pemahaman yang lebih komprehensif tentang
peran dan tanggung jawab seorang hakim dalam menjaga keadilan dan kepercayaan
masyarakat terhadap sistem peradilan.

4
B. Rumusah Masalah
1. Bagaimana dasar hukum profesi hakim yang berlaku di berbagai negara dan sistem
hukum memengaruhi peran dan tanggung jawab hakim dalam menjalankan tugas
mereka?
2. Apa saja ketentuan pengangkatan dan pemberhentian hakim yang berlaku, dan
bagaimana ketentuan ini berkontribusi terhadap independensi dan integritas hakim?
C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:

1. Penulisan makalah ini adalah memberikan pemahaman yang mendalam kepada


pembaca tentang konsep dan prinsip etika dalam profesi hakim. Dengan demikian,
pembaca akan dapat memahami pentingnya etika dalam menjaga integritas,
independensi, dan keadilan dalam sistem peradilan.
2. Mendorong refleksi kritis dan diskusi lebih lanjut tentang isu-isu etika yang dihadapi
oleh hakim. Makalah ini akan mengajak pembaca untuk mempertimbangkan
tantangan dan dilema moral yang dihadapi oleh hakim dalam menjalankan tugas
mereka, serta mencari solusi yang mungkin untuk mengatasi pelanggaran etika dalam
profesi hakim.

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum Profesi Hakim
1. Dasar Hukum Profesi Hakim di Indonesia

Dasar hukum profesi hakim di Indonesia mengatur berbagai aspek yang berkaitan
dengan kekuasaan kehakiman, pengangkatan hakim, dan etika profesi hakim. Beberapa
undang-undang dan peraturan yang mengatur profesi hakim di Indonesia meliputi:
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman: Undang-
undang ini adalah landasan utama yang mengatur kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Beberapa poin penting dalam undang-undang ini adalah:
 Pembentukan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
 Penetapan Mahkamah Agung sebagai lembaga yang mengatur profesi hakim dan
etika profesi hakim.
 Ketentuan mengenai pengangkatan hakim, baik di tingkat Mahkamah Agung
maupun Mahkamah Konstitusi.
 Prosedur pemberhentian hakim yang melibatkan Dewan Peradilan Agung dan
Dewan Kehormatan Hakim.
1. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia:
Peraturan ini merupakan peraturan pelaksana yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Agung dan mengatur berbagai aspek teknis dalam profesi hakim, termasuk kode etik
profesi hakim. Kode etik ini menetapkan prinsip-prinsip etika dan tata krama yang
harus diikuti oleh semua hakim dalam menjalankan tugas mereka.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Pengangkatan Hakim Agung: Peraturan ini mengatur prosedur pengangkatan hakim
agung dan ketentuan terkait, termasuk syarat-syarat kualifikasi yang harus dipenuhi
oleh calon hakim agung.
2. Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia:
Mahkamah Konstitusi memiliki peraturan sendiri yang mengatur pengangkatan
hakim konstitusi dan kode etik yang harus diikuti oleh hakim konstitusi.

6
Dasar hukum profesi hakim di Indonesia menggarisbawahi pentingnya
independensi, integritas, dan etika dalam menjalankan tugas hakim. Undang-undang,
peraturan, dan kode etik ini bersama-sama membentuk kerangka kerja yang mengatur
profesi hakim di Indonesia dan memberikan panduan bagi hakim dalam menjalankan
tugas mereka dengan sebaik-baiknya. Selain itu, dasar hukum ini juga menciptakan
mekanisme pengawasan dan akuntabilitas untuk memastikan hakim bertindak sesuai
dengan prinsip-prinsip etika profesi hakim.

Pasal 14B ayat:


(1) Untuk dapat diangkat sebagai hakim ad hoc, seseorang harus memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) kecuali huruf d, huruf e, dan
huruf h.
(2) Selain persyaratan seb agaimana dimaksud pada (1) untuk dapat diangkat
sebagai hakim ad hoc, seseorang dilarang merangkap sebagai pengusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c kecuali undang-undang menentukan lain.
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam peraturan perundangundangan.
Pasal 15 ayat:
(1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim pengadilan tinggi, seorang hakim harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf f, huruf g, dan huruf i.
b. berumur paling rendah 40 (empat puluh) tahun;
c. berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai ketua, wakil ketua
pengadilan negeri, atau 15 (lima belas) tahun sebagai hakim pengadilan negeri;
d. lulus eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung; dan
e. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

7
(2) Untuk dapat diangkat menjadi ketua pengadilan tinggi harus berpengalaman
paling singkat 5 (lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi atau 3 (tiga) tahunbagi
hakim pengadilan tinggi yang pernah menjabat ketua pengadilan negeri.

(3) Untuk dapat diangkat menjadi wakil ketua pengadilan tinggi harus
berpengalaman paling singkat 4 (empat) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi atau 2
(dua) tahun bagi hakim pengadilan tinggi yang pernah menjabat ketua pengadilan
negeri. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.

Pasal 16 ayat:
(1) Hakim pengadilan diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
(1a) Hakim pengadilan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah
Agung dan/atau Komisi Yudisial melalui Ketua Mahkamah Agung. (1b) Usul
pemberhentian hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1a) hanya dapat dilakukan apabila hakim yang bersangkutan melanggar
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
(2) Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua
Mahkamah Agung.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.

Pasal 18 ayat:
(1) Kecuali ditentukan lain atau berdasarkan undang-undang, Hakim tidak boleh
merangkap menjadi: a. pelaksana putusan pengadilan; b. Wali, pengampu dan pejabat
yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa olehnya; c. Pengusah
(2) Hakim tidak boleh merangkap menjadi advokat
(3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh hakim sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (20 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

8
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.

Pasal 19 ayat:
(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya karena:
a. atas permintaan sendiri secara tertulis;
b. sakit jasmani atau rohani secara terusmenerus;
c. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim
pengadilan negeri, dan 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan
hakim pengadilan tinggi; atau
d. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

(3) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan
sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden.

Pasal 20 ayat:
(4) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan tidak dengan hormat
dari jabatannya dengan alasan:
a. dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terusmenerus
selama 3 (tiga) bulan;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan; e. melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18; dan/atau
f. melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

(2) Usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan
oleh Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden.

9
(3) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial.
(4) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, huruf d, dan huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung.
(5) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
f diajukan oleh KomisiYudisial.
(6) Sebelum Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial mengajukan usul
pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5), hakim pengadilan mempunyai hak untuk membela diri di hadapan Majelis
Kehormatan Hakim.

(7) Majelis Kehormatan Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Penjelasan Pasal 20 ayat (7) Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-


undangan” adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Pasal 21. Dalam hal ketua atau wakil ketua pengadilan diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya karena atas permintaan sendiri secara tertulis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, tidak dengan sendirinya diberhentikan
sebagai hakim.

Pasal 22 ayat:
(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak
dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b, huruf
c, huruf d, huruf e dan huruf f, dapat diberhentikan sementara dari jabatannya
oleh Ketua Mahkamah Agung. (1a) Pemberhentian sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh Komisi Yudisial.
(2) Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).

10
(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling
lama 6 (enam) bulan.
Penjelasan Pasal 22 ayat (1) Pemberhentian sementara dalam ketentuan ini,
selainyang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian, adalah hukuman jabatan yang dikenakan kepada seorang hakim
untuk tidak memeriksa dan mengadili perkara dalam jangka waktu tertentu.

KODE ETIK PROFESI HAKIM

Pasal 1
Pengertian
1. Kode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh
setiap Hakim Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi scbagai Hakim.

2. Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) Hakim ialah penjabaran dari kode
etik profesi Hakim yang menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam
menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun
dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat memberikan contoh
dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.

3. Komisi Kehormatan profesi Hakim ialah komisi yang dibentuk oleh Pengurus
Pusat IKAHI dan Pengurus Daerah IKAHI untuk memantau, memeriksa, membina,
dan merekomendasikan tingkah laku hakim yang melanggar atau diduga melanggar
Kode Etik Profesi.

3. Azas Peradilan yang baik ialah prinsip-prmsip dasar yang harus dijunjung tinggi oleh
Hakim dalam melaksanakan tugasnya untuk mewujudkan peradilan yang mandiri sesuai
dengan aturan dasar berdasarkan ketentuan yang ada.

Pasal 2
Maksud dan Tujuan

11
Kode Etik Profesi Hakim mempunyai maksud dan tujuan :

1. Sebagai alat :
a. Pembinaan dan pembentukan karakter Hakim
b. Pengawasan tingkah laku Hakim

2. Sebagai sarana :
a. Kontrol sosial
b. Pencegah campur tangan ekstra judicial
c. Pencegah timbulnya kesalah pahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara
anggota dengan masyarakat.
3. Memberikan jaminan peningkatan moralitas Hakim dan kemandirian fungsional bagi
Hakim.
4. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan.

PEDOMAN TINGKAH LAKU


Pasal 3
Sifat-sifat Hakim
Sifat Hakim tercermin dalam lambang Hakim yang dikenal dengan “Panca Dharma
Hakim” :
1. Kartika, yaitu memiliki sifat percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab
2. Cakra, yaitu sifat mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman dan
ketidakadilan.
3. Candra,. yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa.
4. Sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela.
5. Tirta, yaitu sifat jujur.

12
Pasal 4
Sikap Hakim Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus
dipedomaninya:

A. Dalam persidangan :
1. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam Hukum Acara
yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu :

a. Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan (right to a decision)


dimana setiap orang berhak untuk inengajukan perkara dan dilarang menolak untuk
mengadilinya kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang serta putusan harus
dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak terlalu lama.
b. Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama
untuk didengar, diberikan kesempatan untuk membela diri, mengajuan bukti -bukti
serta memperoleh informasi dalam proses pemeriksaan (a fair hearing).

c. Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau
pihak lain (no bias) dengan menjunjung tinggi prinsip (nemo judex in resud).

d. Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta
bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis (reasones and
argumentations of decision), dimana argumentasi tersebut harus diawasi
(controleerbaarheid) dan diikuti serta dapat dipertanggung-jawabkan (account
ability) guna menjamin sifat keterbukaan (trans parancy) dan kepastian hukum (legal
certainity) dalam proses peradilan.

e. Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.

2. Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati


kepada pihak-pihak yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.

13
3. Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam
ucapan maupun dalam perbuatan.

4. Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan persidangan antara lain serius dalam
memeriksa, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan.

5. Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan.

B. Terhadap Sesama Rekan


1. Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antara sesama rekan.
2. Memiliki rasa setia kawan, tanggang rasa. dan saling menghargai antara sesama
rekan.
3. Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap Korps Hakim secara wajar.
4. Menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.

C. Terhadap Bawahan/pegawai

1. Harus mempunyai sifat kepemimpinan.


2. Membimbing bawahan/pegawai untuk mempertinggi pengetahuan.
3. Harus mempunyai sikap sebagai seorang Bapak/lbu yang baik.
4. Memelihara sikap kekeluargaan terhadap bawahan/ pegawai.
5. Memberi contoh kedisiplinan.

D. Terhadap Masyarakat
1. Menghormati dan menghargai orang lain.
2. Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri.
3. Hidup sederhana.

E. Terhadap Keluarga/Rumah Tangga


1. Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela, menurut norma-norma hukum
kesusilaan.

14
2. Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga.
3. Menyesuaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan
masyarakat.

Pasal 5
Kewajiban dan larangan Kewajiban :

a. Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak berperkara secara berimbang


dengan tidak memihak (impartial).
b. Sopan dalam bertutur dan bertindak.
c. Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar.
d. Memutus perkara, berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan.
e. Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Hakim.

Larangan :

a. Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan
sedang ditangani.

b. Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara.

c. Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar acara persidangan.

d. Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang ditanganinya baik dalam


persidangan maupun diluar persidangan mendahului putusan.

15
e. Melecehkan sesama Hakim, Jaksa, Penasehat Hukum, Para pihak Berperkara,
ataupun pihak lain.

f. Memberikan komentar terbuka atas putusan Hakim lain, kecuali dilakukan dalam
rangka pengkajian ilmiah.

g. Menjadi anggota atau salah satu Partai Politik dan pekerjaan/jabatan yang dilarang
Undang-undang.
h. Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun
kelompoknya.

KOMISI KEHORMATAN PROFESI HAKIM

Pasal 6

1. Susunan dan Organisasi Komisi Kehormatan Profesi Hakim terdiri dari :


a. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat.
b. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah.

2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat terdiri dari 5 (lima) orang
dengan susunan :
- Ketua : salah seorang Ketua Pengurus Pusat IKAHI merangkap anggota.
- Anggota : Dua orang anggota IKAHI dari Hakim Agung.
- Anggota : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI yang bersangkutan.
- Sekretaris : Sekretaris Pengurus Pusat IKAHI merangkap Anggota.

3. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah terdiri dari 5 (lima) orang
dengan susunan :
- Ketua : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI merangkap anggota.
- Anggota : Seorang anggota IKAHI Daerah dari Hakim Tinggi.
- Anggota : Ketua Pengurus Cabang IKAHI yang ber sangkutan.

16
- Anggota : Seorang Hakim yang ditunjuk Pengurus Cabang IKAHI yang
bersangkutan.
- Sekretaris : Sekretaris Pengurus Daerah IKAHI merang kap Anggota.

4. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat diangkat dan diberhentikan


oleh PP IKAHI.

Pasal 7
1. Komisi kehormatan Hakim Tingkat Daerah berwenang memeriksa dan
mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangan terhadap anggota
di daerah/wilayahnya.
2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat berwenang memeriksa dan
mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangannya terhadap
persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh Daerah atau yang menurut
Pengurus Pusat IKAHI harus ditangani oleh Komisi Kehormatan Profesi Hakim
Tingkat Pusat.

Pasal 8
Tugas dan Wewenang

1. Komisi Kehormatan Profesi Hakim mempunyai tugas :


a. Memberikan pembinaan pada anggota untuk selalu menjunjung tinggi Kode
Etik.
b. Meneliti dan memeriksa laporan/pengaduan dari masyarakat atas tingkah laku
dari para anggota IKAHI.
c. Memberikan nasehat dan peringatan kepada anggota dalam hal anggota yang
bersangkutan menunjukkan tanda-tanda pelanggaran Kode Etik.

2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim berwenang :

17
a. Memanggil anggota untuk didengar keterangannya sehubungan dengan
adanya pengaduan dan laporan.
b. Memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan terhadap anggota yang
melanggar Kode Etik dan merekomendasikan untuk merehabilitasi anggota yang
tidak terbukti bersalah.

Pasal 9
Sanksi Sanksi yang dapat direkomendasikan Komisi Kehormatan Profesi Hakim
kepada PP IKAHI adalah :
1. Teguran.
2. Skorsing dari keanggotaan IKAHI.
3. Pemberhentian sebagai anggota IKAHI.

Pasal 10
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan terhadap anggota yang dituduh melanggar Kode Etik dilakukan
secara tertutup.
2. Pemeriksaan harus memberikan kesempatan seluas-Iuasnya kepada anggota
yang diperiksa untuk melakukan pembelaan diri.
3. Pembelaan dapat dilakukan sendiri atau didampingi oleh seorang atau lebih
dari anggota yang ditunjuk oleh yang bersangkutan atau yang ditunjuk
organisasi.
4. Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang
ditandatangani oleh semua anggota Komisi Kehormatan Profesi Hakim dan yang
diperiksa.

Pasal 11
Keputusan
Keputusan diambil sesuai dengan tala cara pengambilan putusan dalam Majelis
Hakim.

18
Pasal 12
Penutup
Kode Etik ini mulai berlaku sejak disahkan oleh Musyawarah Nasional
(MUNAS) IKAHI ke XIII dan merupakan satu-satunya Kode Etik Profesi
Hakim yang berlaku bagi para Hakim Indonesia. Ditetapkan di : Bandung
KESIMPULAN
Hakim adalah profesi hakim yang memiliki peran sentral dalam menjaga dan
menegakkan prinsip-prinsip keadilan, rule of law, dan penegakan hukum dalam suatu negara.
Hakim bertugas untuk memberikan keputusan yang adil dan berdasarkan hukum dalam kasus-
kasus yang beragam, mulai dari perkara pidana, perdata, hingga administratif.
Dalam melaksanakan tugasnya, hakim harus senantiasa mematuhi etika profesi yang
tinggi, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dapat dipertahankan.
Penulisan makalah ini adalah memahami secara mendalam dasar hukum profesi hakim,
ketentuan pengangkatan dan pemberhentian hakim, serta kode etik profesi hakim. Semua poin ini
akan membantu membentuk pemahaman yang lebih komprehensif tentang peran dan tanggung
jawab seorang hakim dalam menjaga keadilan dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem
peradilan.
Dasar hukum profesi hakim di Indonesia mengatur berbagai aspek yang berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman, pengangkatan hakim, dan etika profesi hakim. Peraturan yang mengatur
berbagai aspek teknis dalam profesi hakim, termasuk kode etik profesi hakim. Dasar hukum
profesi hakim di Indonesia menggarisbawahi pentingnya independensi, integritas, dan etika
dalam menjalankan tugas hakim.

19

Anda mungkin juga menyukai