Disusun oleh :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik
serta hidayahnya dan tentunya nikmat sehat sehingga penyusunan makalah ini selesai sesuai
dengan apa yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi
besar Muhammad SAW dan tak lupa saya ucapkan terimakasih atas semua pihak yang ikut
membantu penyusunan makalah tentang kegiatan tentang TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
HIDUP. Semoga apa yang kami sampaikan melalui makalah ini dapat menambah wawasan baik
itu untuk kami pribadi sebagai penulis maupun dunia pendidikan pada umumnya.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh
karena itu kami sangat mengharap adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak - pihak yang sudah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................5
BAB II. PEMBAHASAN.....................................................................................................6
A. pengertian tindak pidana ......................................................................................6
B. Tindak pidana lingkungan hidup...........................................................................8
BAB III. PENUTUP.............................................................................................................17
A. Kesimpulan...........................................................................................................17
B. Saran......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................18
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Profesi hakim adalah salah satu profesi yang memiliki peran sentral dalam menjaga
dan menegakkan prinsip-prinsip keadilan, rule of law, dan penegakan hukum dalam suatu
negara. Hakim bertugas untuk memberikan keputusan yang adil dan berdasarkan hukum
dalam kasus-kasus yang beragam, mulai dari perkara pidana, perdata, hingga administratif.
Dalam melaksanakan tugasnya, hakim harus senantiasa mematuhi etika profesi yang tinggi,
sehingga kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dapat dipertahankan.
Latar belakang pentingnya penulisan makalah ini adalah untuk memahami secara
mendalam tentang etika profesi hakim, mengingat pentingnya peran hakim dalam menjaga
keadilan dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Melalui pemahaman yang baik
tentang dasar hukum profesi hakim, ketentuan pengangkatan dan pemberhentian hakim, serta
kode etik profesi hakim, kita dapat mengeksplorasi bagaimana hakim harus bertindak dan
berperilaku dalam menjalankan tugas mereka.
Dalam makalah ini, kita akan membahas tiga poin utama, yaitu dasar hukum profesi
hakim, ketentuan pengangkatan dan pemberhentian hakim, serta kode etik profesi hakim.
Semua poin ini akan membantu membentuk pemahaman yang lebih komprehensif tentang
peran dan tanggung jawab seorang hakim dalam menjaga keadilan dan kepercayaan
masyarakat terhadap sistem peradilan.
4
B. Rumusah Masalah
1. Bagaimana dasar hukum profesi hakim yang berlaku di berbagai negara dan sistem
hukum memengaruhi peran dan tanggung jawab hakim dalam menjalankan tugas
mereka?
2. Apa saja ketentuan pengangkatan dan pemberhentian hakim yang berlaku, dan
bagaimana ketentuan ini berkontribusi terhadap independensi dan integritas hakim?
C. Tujuan Penulisan
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum Profesi Hakim
1. Dasar Hukum Profesi Hakim di Indonesia
Dasar hukum profesi hakim di Indonesia mengatur berbagai aspek yang berkaitan
dengan kekuasaan kehakiman, pengangkatan hakim, dan etika profesi hakim. Beberapa
undang-undang dan peraturan yang mengatur profesi hakim di Indonesia meliputi:
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman: Undang-
undang ini adalah landasan utama yang mengatur kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Beberapa poin penting dalam undang-undang ini adalah:
Pembentukan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Penetapan Mahkamah Agung sebagai lembaga yang mengatur profesi hakim dan
etika profesi hakim.
Ketentuan mengenai pengangkatan hakim, baik di tingkat Mahkamah Agung
maupun Mahkamah Konstitusi.
Prosedur pemberhentian hakim yang melibatkan Dewan Peradilan Agung dan
Dewan Kehormatan Hakim.
1. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia:
Peraturan ini merupakan peraturan pelaksana yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Agung dan mengatur berbagai aspek teknis dalam profesi hakim, termasuk kode etik
profesi hakim. Kode etik ini menetapkan prinsip-prinsip etika dan tata krama yang
harus diikuti oleh semua hakim dalam menjalankan tugas mereka.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Pengangkatan Hakim Agung: Peraturan ini mengatur prosedur pengangkatan hakim
agung dan ketentuan terkait, termasuk syarat-syarat kualifikasi yang harus dipenuhi
oleh calon hakim agung.
2. Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia:
Mahkamah Konstitusi memiliki peraturan sendiri yang mengatur pengangkatan
hakim konstitusi dan kode etik yang harus diikuti oleh hakim konstitusi.
6
Dasar hukum profesi hakim di Indonesia menggarisbawahi pentingnya
independensi, integritas, dan etika dalam menjalankan tugas hakim. Undang-undang,
peraturan, dan kode etik ini bersama-sama membentuk kerangka kerja yang mengatur
profesi hakim di Indonesia dan memberikan panduan bagi hakim dalam menjalankan
tugas mereka dengan sebaik-baiknya. Selain itu, dasar hukum ini juga menciptakan
mekanisme pengawasan dan akuntabilitas untuk memastikan hakim bertindak sesuai
dengan prinsip-prinsip etika profesi hakim.
7
(2) Untuk dapat diangkat menjadi ketua pengadilan tinggi harus berpengalaman
paling singkat 5 (lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi atau 3 (tiga) tahunbagi
hakim pengadilan tinggi yang pernah menjabat ketua pengadilan negeri.
(3) Untuk dapat diangkat menjadi wakil ketua pengadilan tinggi harus
berpengalaman paling singkat 4 (empat) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi atau 2
(dua) tahun bagi hakim pengadilan tinggi yang pernah menjabat ketua pengadilan
negeri. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
Pasal 16 ayat:
(1) Hakim pengadilan diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
(1a) Hakim pengadilan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah
Agung dan/atau Komisi Yudisial melalui Ketua Mahkamah Agung. (1b) Usul
pemberhentian hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1a) hanya dapat dilakukan apabila hakim yang bersangkutan melanggar
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
(2) Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua
Mahkamah Agung.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
Pasal 18 ayat:
(1) Kecuali ditentukan lain atau berdasarkan undang-undang, Hakim tidak boleh
merangkap menjadi: a. pelaksana putusan pengadilan; b. Wali, pengampu dan pejabat
yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa olehnya; c. Pengusah
(2) Hakim tidak boleh merangkap menjadi advokat
(3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh hakim sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (20 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
8
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
Pasal 19 ayat:
(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya karena:
a. atas permintaan sendiri secara tertulis;
b. sakit jasmani atau rohani secara terusmenerus;
c. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim
pengadilan negeri, dan 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan
hakim pengadilan tinggi; atau
d. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(3) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan
sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden.
Pasal 20 ayat:
(4) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan tidak dengan hormat
dari jabatannya dengan alasan:
a. dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terusmenerus
selama 3 (tiga) bulan;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan; e. melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18; dan/atau
f. melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
(2) Usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan
oleh Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden.
9
(3) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial.
(4) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, huruf d, dan huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung.
(5) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
f diajukan oleh KomisiYudisial.
(6) Sebelum Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial mengajukan usul
pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5), hakim pengadilan mempunyai hak untuk membela diri di hadapan Majelis
Kehormatan Hakim.
(7) Majelis Kehormatan Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 22 ayat:
(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak
dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b, huruf
c, huruf d, huruf e dan huruf f, dapat diberhentikan sementara dari jabatannya
oleh Ketua Mahkamah Agung. (1a) Pemberhentian sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh Komisi Yudisial.
(2) Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
10
(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling
lama 6 (enam) bulan.
Penjelasan Pasal 22 ayat (1) Pemberhentian sementara dalam ketentuan ini,
selainyang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian, adalah hukuman jabatan yang dikenakan kepada seorang hakim
untuk tidak memeriksa dan mengadili perkara dalam jangka waktu tertentu.
Pasal 1
Pengertian
1. Kode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh
setiap Hakim Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi scbagai Hakim.
2. Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) Hakim ialah penjabaran dari kode
etik profesi Hakim yang menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam
menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun
dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat memberikan contoh
dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.
3. Komisi Kehormatan profesi Hakim ialah komisi yang dibentuk oleh Pengurus
Pusat IKAHI dan Pengurus Daerah IKAHI untuk memantau, memeriksa, membina,
dan merekomendasikan tingkah laku hakim yang melanggar atau diduga melanggar
Kode Etik Profesi.
3. Azas Peradilan yang baik ialah prinsip-prmsip dasar yang harus dijunjung tinggi oleh
Hakim dalam melaksanakan tugasnya untuk mewujudkan peradilan yang mandiri sesuai
dengan aturan dasar berdasarkan ketentuan yang ada.
Pasal 2
Maksud dan Tujuan
11
Kode Etik Profesi Hakim mempunyai maksud dan tujuan :
1. Sebagai alat :
a. Pembinaan dan pembentukan karakter Hakim
b. Pengawasan tingkah laku Hakim
2. Sebagai sarana :
a. Kontrol sosial
b. Pencegah campur tangan ekstra judicial
c. Pencegah timbulnya kesalah pahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara
anggota dengan masyarakat.
3. Memberikan jaminan peningkatan moralitas Hakim dan kemandirian fungsional bagi
Hakim.
4. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan.
12
Pasal 4
Sikap Hakim Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus
dipedomaninya:
A. Dalam persidangan :
1. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam Hukum Acara
yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu :
c. Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau
pihak lain (no bias) dengan menjunjung tinggi prinsip (nemo judex in resud).
d. Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta
bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis (reasones and
argumentations of decision), dimana argumentasi tersebut harus diawasi
(controleerbaarheid) dan diikuti serta dapat dipertanggung-jawabkan (account
ability) guna menjamin sifat keterbukaan (trans parancy) dan kepastian hukum (legal
certainity) dalam proses peradilan.
13
3. Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam
ucapan maupun dalam perbuatan.
4. Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan persidangan antara lain serius dalam
memeriksa, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
C. Terhadap Bawahan/pegawai
D. Terhadap Masyarakat
1. Menghormati dan menghargai orang lain.
2. Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri.
3. Hidup sederhana.
14
2. Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga.
3. Menyesuaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan
masyarakat.
Pasal 5
Kewajiban dan larangan Kewajiban :
Larangan :
a. Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan
sedang ditangani.
15
e. Melecehkan sesama Hakim, Jaksa, Penasehat Hukum, Para pihak Berperkara,
ataupun pihak lain.
f. Memberikan komentar terbuka atas putusan Hakim lain, kecuali dilakukan dalam
rangka pengkajian ilmiah.
g. Menjadi anggota atau salah satu Partai Politik dan pekerjaan/jabatan yang dilarang
Undang-undang.
h. Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun
kelompoknya.
Pasal 6
2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat terdiri dari 5 (lima) orang
dengan susunan :
- Ketua : salah seorang Ketua Pengurus Pusat IKAHI merangkap anggota.
- Anggota : Dua orang anggota IKAHI dari Hakim Agung.
- Anggota : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI yang bersangkutan.
- Sekretaris : Sekretaris Pengurus Pusat IKAHI merangkap Anggota.
3. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah terdiri dari 5 (lima) orang
dengan susunan :
- Ketua : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI merangkap anggota.
- Anggota : Seorang anggota IKAHI Daerah dari Hakim Tinggi.
- Anggota : Ketua Pengurus Cabang IKAHI yang ber sangkutan.
16
- Anggota : Seorang Hakim yang ditunjuk Pengurus Cabang IKAHI yang
bersangkutan.
- Sekretaris : Sekretaris Pengurus Daerah IKAHI merang kap Anggota.
Pasal 7
1. Komisi kehormatan Hakim Tingkat Daerah berwenang memeriksa dan
mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangan terhadap anggota
di daerah/wilayahnya.
2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat berwenang memeriksa dan
mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangannya terhadap
persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh Daerah atau yang menurut
Pengurus Pusat IKAHI harus ditangani oleh Komisi Kehormatan Profesi Hakim
Tingkat Pusat.
Pasal 8
Tugas dan Wewenang
17
a. Memanggil anggota untuk didengar keterangannya sehubungan dengan
adanya pengaduan dan laporan.
b. Memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan terhadap anggota yang
melanggar Kode Etik dan merekomendasikan untuk merehabilitasi anggota yang
tidak terbukti bersalah.
Pasal 9
Sanksi Sanksi yang dapat direkomendasikan Komisi Kehormatan Profesi Hakim
kepada PP IKAHI adalah :
1. Teguran.
2. Skorsing dari keanggotaan IKAHI.
3. Pemberhentian sebagai anggota IKAHI.
Pasal 10
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan terhadap anggota yang dituduh melanggar Kode Etik dilakukan
secara tertutup.
2. Pemeriksaan harus memberikan kesempatan seluas-Iuasnya kepada anggota
yang diperiksa untuk melakukan pembelaan diri.
3. Pembelaan dapat dilakukan sendiri atau didampingi oleh seorang atau lebih
dari anggota yang ditunjuk oleh yang bersangkutan atau yang ditunjuk
organisasi.
4. Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang
ditandatangani oleh semua anggota Komisi Kehormatan Profesi Hakim dan yang
diperiksa.
Pasal 11
Keputusan
Keputusan diambil sesuai dengan tala cara pengambilan putusan dalam Majelis
Hakim.
18
Pasal 12
Penutup
Kode Etik ini mulai berlaku sejak disahkan oleh Musyawarah Nasional
(MUNAS) IKAHI ke XIII dan merupakan satu-satunya Kode Etik Profesi
Hakim yang berlaku bagi para Hakim Indonesia. Ditetapkan di : Bandung
KESIMPULAN
Hakim adalah profesi hakim yang memiliki peran sentral dalam menjaga dan
menegakkan prinsip-prinsip keadilan, rule of law, dan penegakan hukum dalam suatu negara.
Hakim bertugas untuk memberikan keputusan yang adil dan berdasarkan hukum dalam kasus-
kasus yang beragam, mulai dari perkara pidana, perdata, hingga administratif.
Dalam melaksanakan tugasnya, hakim harus senantiasa mematuhi etika profesi yang
tinggi, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dapat dipertahankan.
Penulisan makalah ini adalah memahami secara mendalam dasar hukum profesi hakim,
ketentuan pengangkatan dan pemberhentian hakim, serta kode etik profesi hakim. Semua poin ini
akan membantu membentuk pemahaman yang lebih komprehensif tentang peran dan tanggung
jawab seorang hakim dalam menjaga keadilan dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem
peradilan.
Dasar hukum profesi hakim di Indonesia mengatur berbagai aspek yang berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman, pengangkatan hakim, dan etika profesi hakim. Peraturan yang mengatur
berbagai aspek teknis dalam profesi hakim, termasuk kode etik profesi hakim. Dasar hukum
profesi hakim di Indonesia menggarisbawahi pentingnya independensi, integritas, dan etika
dalam menjalankan tugas hakim.
19