Dosen pengampu: Dr. Hj. Siti Aisyah, Spd, S.H, M.M, M.H
Disusun oleh
Nasrul Huda (2221508067)
2022
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya, sehingga
penulisan makalah yang berjudul “ETIKA DAN KODE ETIK PROFESI HUKUM” ini
dapat diselesaikan. Tak lupa pula sholawat beserta salam kami haturkan kepada junjungan kita
nabi besar Nabi Muhammad SAW.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Filsafat Hukum, diharapkan
dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu dan wawasan tentang Aktualisasi Pancasila
Dalam Kehidupan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu dan teman-teman telah
memberi saya kesempatan untuk mempresentasikan makalah ini.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih kurang sempurna. saya selaku penulis
meminta maaf karna kami masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, segala kritik yang
bersifat membangun akan penulis diterima dengan terbuka.
Kelompok 6
ii
Daftar Isi
D. Ciri-Ciri Hukum................................................................................................................. 6
A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Norma etika dari berbagai kelompok profesi dirumuskan dalam bentuk kode etik
profesi. Kode etik adalah prinsip-prinsip moral yang melekat pada suatu profesi dan disusun
secara sistematis. Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh
kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana
seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat.
Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda-beda satu
sama lain. Kode etik berfungsi: Sebagai sarana kontrol sosial, pencegah campur tangan pihak
lain, pencegah kesalahpahaman dan konflik, sebagai kontrol apakah anggota kelompok profesi
telah memenuhi kewajiban. Tujuannya: Menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan
memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota,
meningkatkan mutu profesi dan organisasi, meningkatkan layanan, memperkuat organisasi,
menghindari persaingan tidak sehat, menjalin hubungan yang erat para anggota, dan
menentukan baku standarnya.
Penegak hukum wajib menaati norma-norma yang penting dalam penegakan hukum
yaitu: kemanusiaan, keadilan, kepatutan, kejujuran serta melaksanakan kode etik sebagaimana
mestinya. Namun dalam pelaksanaannya terkadang tidak berjalan dengan baik bahkan
menimbulkan permasalahan-permasalahan. Dalam penerapannya terkadang mengalami
1
hambatan atau kendala. Pembahasan dalam penelitian ini adalah: Kerangka Teori: Grand
theory: Teori etika, Midle range theory: Teori keseimbangan, Applied theory: Teori keadilan;
Etika, moral, norma, hukum dan hubungannya; Kode etik profesi hukum: Kode etik dan
pedoman perilaku hakim, kode perilaku jaksa, kode etik profesi kepolisian Negara Republik
Indonesia, kode etik notaris, kode etik advokat; Pelaksanaan profesi hukum yang baik dan
Hambatan atau kendala dalam pelaksanaan kode etik profesi hukum di Indonesia. Metode
yang digunakan adalah yuridis normatif. Apabila terjadi sengketa mengenai pelaksanaan kode
etik, hendaklah diselesaikan dengan memperhatikan asas-asas yang terdapat dalam kode etik
tersebut.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian yang berkeilmuan dalam
bidang tertentu. Karena itu, ia secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat
yang memerlukan pelayanan dalam bidang yang memerlukan keakhlian berkeilmuan itu.
Pengemban profesi yang bersangkutan sendiri yang memutuskan tentang apa yang harus
dilakukannya dalam melaksanakan tindakan pengembanan profesionalnya. Ia secara pribadi
bertanggung-jawab atas mutu pelayanan jasa yang dijalankannya. Karena itu, hakikat
hubungan antara pengemban profesi dan pasien atau kliennya adalah hubungan personal, yakni
hubungan antar subyek pendukung nilai.
Karena itu, jika pasien atau klien mendatangi/menghubungi pengemban profesi untuk
meminta pelayanan profesionalnya, maka pada dasarnya pasien atau klien tersebut tidak
mempunyai pilihan lain kecuali memberikan kepercayaan kepada pengemban profesi tersebut
bahwa ia akan memberikan pelayanan profesionalnya secara bermutu dan bermartabat.
Uraian tadi menunjukkan bahwa hubungan horisontal antara pengemban profesi dan
pasien atau kliennya juga bersifat suatu hubungan kepercayaan ini berarti bahwa pasien atau
klien yang meminta pelayanan jasa profesional, mendatangi pengemban profesi yang
bersangkutan dengan kepercayaan penuh bahwa pengemban profesi itu tidak akan menyalah-
gunakan situasinya, bahwa pengemban profesi itu secara bermartabat akan mengerahkan
pengetahuan dan keakhlian berkeilmuannya dalam menjalankan pelayanan jasa
profesionalnya. Karena merupakan suatu fungsi kemasyarakatan yang langsung berkaitan
dengan nilai dasar yang menentukan derajat perwujudan martabat manusia, maka
1
Sinaga, N. A. (2020). Kode etik sebagai pedoman pelaksanaan profesi hukum yang baik. Jurnal
Ilmiah Hukum Dirgantara, 10(2).
3
sesungguhnya pengembanan profesi atau pelayanan profesional itu memerlukan pengawasan
masyarakat.
Karena itu, sehubungan dengan nilai-nilai dan kepentingan yang terlibat di dalamnya,
maka pengembanan profesi itu menuntut agar pengemban profesi dalam melaksanakan
pelayanan profesionalnya dijiwai sikap etis tertentu. Sikap etis yang dituntut menjiwai
pengembanan profesi itulah yang disebut etika profesi.
etika profesi sebagai sikap hidup adalah kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan profesional dari pasien atau klien dengan keterlibatan dan keakhlian sebagai
pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota
masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama.
4
B. Profesi Hukum
Profesi hukum berkaitan dengan masalah mewujudkan dan memelihara ketertiban yang
berkeadilan di dalam kehidupan bermasyarakat. Ketertiban yang berkeadilan itu adalah
kebutuhan dasar manusia, karena hanya dalam situasi demikian manusia dapat menjalani
kehidupannya secara wajar, yakni sesuai dengan martabat kemanusiaanya.
Keadilan adalah nilai dan keutamaan yang paling luhur dan merupakan unsur esensial
dari martabat manusia. Oliver W. Holmes Jr. dalam pidato di hadapan Suffolk Bar Association
mengatakan bahwa: “of all secular professions this has the highest standardt” (dari semua
profesi sekular, profesi ini memiliki standar yang paling tinggi). 13 Hukum, kaidah-kaidah
hukum positif, kesadaran hukum, kesadaran etis dan keadilan bersumber pada penghormatan
terhadap martabat manusia. Penghormatan terhadap martabat manusia adalah titik tolak atau
landasan bertumpunya serta tujuan akhir dari hukum.2
2
Sidharta, B. A. (2015). Etika dan Kode Etik Profesi Hukum. Veritas et Justitia, 1(1).
5
Penyelenggaraan dan penegakan ketertiban yang berkeadilan dalam kehidupan bersama
sebagai suatu kebutuhan dasar manusia agar kehidupan manusia tetap bermartabat adalah suatu
fungsi kemasyarakatan. Pada tingkat peradaban yang sudah majemuk, fungsi kemasyarakatan
penyelenggaraan dan penegakan ketertiban yang berkeadilan itu dalam kehidupan sehari-hari
diwujudkan oleh profesi hukum.
C. Unsur-Unsur Hukum
D. Ciri-Ciri Hukum
hukum dapat dibagi dalam beberapa golongan hukum menurut beberapa asas pembagian
sebagai berikut :
1. Menurut sumbernya, hukum dapat dibagi dalam :
a. Hukum Undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangundangan.
b. Hukum Kebiasaan (adat), yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan
(adat).
c. Hukum Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negaranegara di dalam suatu perjanjian
antara negara.
3
Qamar, N., & Rezah, F. S. (2017). Etika Profesi Hukum: Empat Pilar Hukum. CV. Social Politic
Genius (SIGn).
6
a. Hukum Tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan perundangan.
b. Hukum Tak Tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi
tidak tertulis (disebut hukum kebiasaan).
3. Menurut tempat berlakunya, hukum dapat dibagi dalam :
a. Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b. Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia
internasional.
c. Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam negara lain.
b. Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
c. Hukum Asasi (Hukum Alam), yaitu hukum yang berlaku di mana-mana dalam segala waktu
dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku
untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga di seluruh tempat.
Ditinjau dari segi praktis, orang mau mentaati hukum disebabkan karena beberapa
alasan, yaitu :
1. Alasan Yuridis Politis. Dilihat dari alasan ini orang mentaati hukum ialah disebabkan karena
hukum itu dibentuk oleh Badan/ Lembaga Negara yang berwenang.
2. Alasan Sosiologis. Dilihat dari alasan ini orang mentaati hukum ialah disebabkan karena
norma-norma hukum itu sudah terbiasa diajarkan dalam perikehidupan bermasyarakat.
3. Alasan Psikologis. Dilihat dari alasan ini orang mentaati hukum ialah disebabkan karena
orang takut akan sanksi hukum.
4. Alasan Ekonomis. Dilihat dari alasan ini orang mentaati hukum ialah disebabkan karena
lebih menguntungkan mentaatinya daripada tidak mentaatinya.
5. Alasan Filosofis. Dilihat dari alasan ini orang mentaati hukum ialah disebabkan karena
hukum itu dianggap sesuai dengan perasaan keadilan.
7
b. Dilihat Dari Segi Teoritis
Ditinjau dari segi teoritis, orang mau mentaati hukum didasarkan kepada beberapa teori,
sebagai berikut :
1. Teori Ketuhanan (Teokrasi)
Menurut teori ini Tuhan telah menciptakan seorang Raja / Kepala Negara untuk
menjadi wakil Tuhan dalam mengurus manusia di dunia. Oleh karena itu setiap peraturan
hukum yang dikeluarkan oleh Raja / Kepala Negara itu harus ditaati oleh setiap individu
manusia yang juga adalah ciptaan Tuhan, sebab peraturan hukum itu hakekatnya adalah berasal
dari Tuhan, dan Tuhan menghendaki agar setiap manusia mentaatinya (Will of the God).
2. Teori Perjanjian.
Ada tiga pendapat mengenai Teori Perjanjian, yaitu yang dikemukakan oleh :
b. John Locke, dalam bukunya yang berjudul : “Two Treatises On Civil Government,”
mengemukakan bahwa : Dalam perjanjian antar individu itu, setiap individu manusia telah
menyerahkan hak dan kekuasaannya kepada penguasa, kecuali hak asasi manusia yang tetap
melekat pada setiap individu, maka dari itu setiap peraturan hukum yang dikeluarkan oleh
penguasa sepanjang tidak mengganggu hak asasi manusia harus ditaati oleh setiap individu
manusia. Teori ini melahirkan konstruksi negara yaitu : Negara Monarchi Konstitusional
(Kerajaan yang berkonstitusi), yaitu guna membatasi kesewenang-wenangan raja.
c. Jean Jacques (J.J.) Rousseau, dalam bukunya yang berjudul : “Du Contract Social,”
mengemukakan bahwa : Dalam perjanjian antar individu itu, tidak ada hak dan kekuasaan
8
individu yang diserahkan kepada penguasa, karena individu itu secara langsung turut serta
menjalankan tata pemerintahan, oleh karena itu maka setiap peraturan hukum yang dikeluarkan
oleh penguasa adalah juga atas persetujuan daripada individu-individu, karena itu setiap
individu harus mentaatinya.
Menurut teori ini pemegang kedaulatan adalah negara, dan dilaksanakan / dijalankan
oleh pemerintah. Hukum diciptakan oleh negara, karena itu setiap manusia harus mentaati
hukum, sebab merupakan kehendak daripada negara, sedangkan negara tidak perlu tunduk pada
hukum.
Teori ini mengemukakan bahwa orang mentaati hukum karena hukum itu sesuai dengan
perasaan dan kesadaran hukum dari masyarakat. Tokoh teori ini adalah Hugo Krabbe, dalam
bukunya yang berjudul : “Algemene Staatsleer.” Teori ini melahirkan konstruksi negara yaitu :
Negara Hukum, seperti : Indonesia.
Negara hukum ialah negara yang berlandaskan hukum yang menjamin keadilan bagi
warga negaranya. Keberadaan hukum ini dalam suatu negara sangat diperlukan, karena dapat
dijadikan patokan atau pedoman, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan
bernegara. Tidak hanya warganegara yang tunduk pada hukum, negarapun dalam
menyelenggarakan fungsinya harus berlandaskan pada hukum, dan bukan pada kekuasaan
belaka.
9
kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-benar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan
sebagaimana mestinya. Dalam arti sempit, penegakan hukum itu menyangkut kegiatan
penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-
undangan, khususnya yang lebih sempit lagi melalui proses peradilan pidana yang melibatkan
peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat atau pengacara, dan badan-badan peradilan.
hubungan hukum yang erat antara hukum dan kekuasaan yang diperlihatkan dengan dua cara:
10
bagi sistem aturan-aturan hukum untuk kepentingan penegakannya. Artinya, pada akhirnya,
hukum harus didukung dan dilindungi oleh suatu unsur yang bukan hukum, yaitu kekuasaan.
Menurut Black’s Law Dictionary, hukum dalam arti umum adalah keseluruhan
peraturan bertindak atau berperilaku yang ditentukan oleh kekuasaan pengendali, dan
mempunyai kekuatan sah bersifat mengikat. Hubungan antara hukum dan kekuasaan dapat
dirumuskan dalam slogan “Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa
hukum adalah kalaliman”. Hal inilah yang menjadi ciri utama yang membedakan hukum
dengan norma-norma sosial lainnya dan norma agama. Kekuasaan pada dasarnya diperlukan
oleh karena hukum yang sifatnya memaksa. Tanpa adanya kekuasaan, penerapan hukum dalam
masyarakat akan mengalami banyak hambatan.
Sehingga secara umum, dapat disimpulkan bahwa yang mempunyai kekuasaan disini
adalah negara. Negara sebagai penguasa pengendali berhak memberikan sanksi kepada mereka
yang tidak mentaati hukum yang berlaku. Kewenangan negara untuk memberikan sanksi
kepada orang yang tidak taat hukum disebut dengan kewenangan yurisdiksi. Dalam kekuasaan
yang dimiliki oleh negara, terdapat unsur pemegang kekuasaan yaitu pemerintah. Unsur
pemegang kekuasaan ini juga merupakan faktor penting dalam hal mempergunakan kekuasaan
yang dimilikinya agar sesuai dengan kehendak masyarakat, sehingga pemegang kekuasaan
yaitu pemerintah juga harus dibatasi dengan hukum dan juga syarat-syarat lain yang
mendukung.
Sanksi merupakan ciri khas dari norma hukum yang membedakannya dari norma-
norma lainnya. Sanksi didefinisikan sebagai aturan yang menentukan konsekuensi dari
ketidakpatuhan atau terhubung dengan pelanggaran. Sanksi digunakan sebagai alat kekuasaan
yang berusaha untuk memenuhi/mematuhi hukum dan usaha tersebut ditujukan untuk
meminimalisir kerugian yang disebabkan oleh pelanggar hukum. Literatur hukum Rumania
mendefinisikan sanksi sebagai :” the sanction as a consequence of not observing a rule of
conduct prescribed or sanctioned by the state (sanksi sebagai konsekuensi dari tidak mematuhi
aturan perilaku yang ditentukan atau disetujui oleh negara).
11
1. Teori kedaulatan Tuhan
Teori ini mulai dikenal pada abad ke-19. Tokoh Frederich Julius Stahl, berpendapat bahwa
“negara adalah merupakan badan yang mewakili Tuhan di dunia yang memiliki kekuasaan
penuh untuk menyelenggarakan ketertiban di dunia. Pelanggar ketertiban harus memperoleh
hukuman supaya ketertiban hukum tetap terjamin.
2. Teori perjanjian
masyarakat Otoritas negara yang bersifat monopoli itu pada kehendak manusia itu sendiri yang
menginginkan adnya kedamaian dan ketentraman mansyarakat. Masyarakat berjanji akan
mantaati segala ketentuan yang dibuat negara dan dilain pihak bersedia pula untuk memperoleh
hukuman jika dipandang tingkah lakunya akan berakibat terganggunya ketertiban dalam
masyarakat. Masyarakat memberikan kekuasaan kepada negara untuk menghukum seseorang
yang melanggar ketertiban.
Teori ini memiliki pendirian yang lebih tegas, karena negara yang berdaulat, maka yang berhak
menghukum seseorang yang mengganggu ketertiban di masyarakat adalah negara. Hukum
diciptakan oleh negara sehingga segala sesuatu harus tunduk pada negara. Adanya hukum
karena ada negara yang menciptakannya.4
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
profesi hukum dalam bentuk ideal. Dalam kenyataan dapat kita temukan
penyimpangan-penyimpangan atau pengkhususan. Dalam kenyataan konkret hampir tidak ada
sesuatu yang hadir dalam bentuk idealnya. Namun, jika penyimpangan-penyimpangan cukup
jauh dan mencakup banyak aspek serta meluas sekali, maka mungkin kita dapat berbicara
tentang krisis atau perubahan fundamental dengan segala akibat kemasyarakatannya.
Jika ditinjau dari segi praktis (berdasarkan fakta yang terjadi di masyarakat), orang mau
mentaati hukum bisa disebabkan karena adanya beberapa alasan, yaitu : Alasan Yuridis Politis,
Alasan Sosiologis, Alasan Psikologis, Alasan Ekonomis, dan Alasan Filosofis. Sementara itu
jika ditinjau dari segi teoritis (menurut pandangan pendapat para ahli hukum), orang mau
mentaati hukum adalah didasarkan kepada beberapa teori, yaitu : Teori Ketuhanan, Teori
Perjanjian, Teori Kedaulatan Negara, dan Teori Kedaulatan Hukum.
mengingat masih sering terjadinya peristiwa kriminalitas di Indonesia, maka perlu
diintensifkan sosialisasi mengenai pentingnya orang mentaati hukum, sehingga tujuan hukum
yaitu mewujudkan keamanan, ketertiban dan keadilan dalam masyarakat bisa segera tercapai.
Disamping itu, perlu dilakukannya peningkatan kapabilitas dan integritas aparat penegak
hukum di Indonesia, demi suksesnya penegakkan hukum di Indonesia.
Dalam kehidupan bermasyarakat, pasti akan terdapat perbedaan baik pola-pola perilaku
yang berlaku dalam masyarakat dengan dikehendaki oleh norma-norma (kaidah) hukum yang
menyebabkan timbulnya masalah berupa kesenjangan sosial yang menjadikan munculnya
konflik dan ketegangan-ketegangan sosial. Dalam kasus ini, hukum yang diciptakan dengan
harapan supaya dapat dijadikan pedoman (standard) dalam bertindak bagi masyarakat. Untuk
menjadikan efektif atau tidaknya pemberlakuan hukum dimasyarakat sangat ditentukan oleh
kesadaran dan ketaatan hukum. Istilah kesadaran hukum dan ketaatan hukum memiliki
hubungan yang itu sangat erat, namun tidak sama persis. Ketidaksadaran dan ketidaktaatan
hukum terjadi karena banyak masyarakat yang tidak sepenuhnya memahami tujuan dari
hukum. Ketaatan hukum tidak dapat dilepaskan dari kesadaran hukum, karena kesadaran
hukum yang baik akan dibuktikan dengan adanya ketaatan hukum, dan ketidak-sadaran hukum
yang baik akan ditunjukkan dengan ketidaktaatan masyarakat. Sehingga tidak berlebihan
apabila ketaatan didalam hukum cenderung dipaksakan. hukum. Ketaatan hukum tidak dapat
dilepaskan dari kesadaran hukum, karena kesadaran hukum yang baik akan dibuktikan dengan
adanya ketaatan hukum, dan ketidak-sadaran hukum yang baik akan ditunjukkan dengan
ketidaktaatan masyarakat. Sehingga tidak berlebihan apabila ketaatan didalam hukum
cenderung dipaksakan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Sinaga, Niru Anita. "Kode etik sebagai pedoman pelaksanaan profesi hukum yang baik." Jurnal Ilmiah
Hukum Dirgantara 10.2 (2020).
Sidharta, B. Arief. "Etika dan Kode Etik Profesi Hukum." Veritas et Justitia 1.1 (2015).
Qamar, Nurul, and Farah Syah Rezah. Etika Profesi Hukum: Empat Pilar Hukum. CV. Social Politic
Genius (SIGn), 2017.
Marwiyah, Siti. "Penegakan Kode Etik Profesi di Era Malapraktik Profesi Hukum." (2015).
Tardjono, Heriyono. "Urgensi Etika Profesi Hukum Sebagai Upaya Penegakan Hukum Yang
Berkeadilan Di Indonesia." Jurnal Kepastian Hukum Dan Keadilan 2.2 (2021): 51-64.
14