Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ETIKA DAN KODE ETIK PROFESI HUKUM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat hukum

Dosen pengampu: Dr. Hj. Siti Aisyah, Spd, S.H, M.M, M.H

Disusun oleh
Nasrul Huda (2221508067)

Muhammad Rizki (2221508035)

Nur Haini (2221508070)

PRODI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA

2022

1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya, sehingga
penulisan makalah yang berjudul “ETIKA DAN KODE ETIK PROFESI HUKUM” ini
dapat diselesaikan. Tak lupa pula sholawat beserta salam kami haturkan kepada junjungan kita
nabi besar Nabi Muhammad SAW.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Filsafat Hukum, diharapkan
dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu dan wawasan tentang Aktualisasi Pancasila
Dalam Kehidupan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu dan teman-teman telah
memberi saya kesempatan untuk mempresentasikan makalah ini.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih kurang sempurna. saya selaku penulis
meminta maaf karna kami masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, segala kritik yang
bersifat membangun akan penulis diterima dengan terbuka.

Samarinda,15 Mei 2023

Kelompok 6

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii

Daftar Isi ................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

A. Latar belakang ................................................................................................................... 1

B. Rumusan masalah .............................................................................................................. 2

C. Tujuan penulisan ................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

A. Etika Profesi dan Kode Etik .............................................................................................. 3

B. Profesi Hukum ................................................................................................................... 5

C. Unsur-Unsur Hukum .......................................................................................................... 6

D. Ciri-Ciri Hukum................................................................................................................. 6

E. Macam-Macam Pembagian Hukum ................................................................................... 6

F. Sebab Orang Mentaati Hukum ........................................................................................... 7

G. sebab negara berhak menghukum...................................................................................... 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 13

A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa


Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka prinsip-prinsip
penting negara hukum harus ditegakkan. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara
hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi penegak hukum
sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di
samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum.

Melalui jasa hukum yang diberikan, kepentingan masyarakat pencari keadilan,


termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di
depan hukum dapat diwujudkan. Dalam kajian ilmu hukum dikemukakan bahwa selain norma
hukum, terdapat juga norma lain yang turut menopang tegaknya ketertiban dalam masyarakat
yang disebut norma etika.

Norma etika dari berbagai kelompok profesi dirumuskan dalam bentuk kode etik
profesi. Kode etik adalah prinsip-prinsip moral yang melekat pada suatu profesi dan disusun
secara sistematis. Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh
kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana
seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat.

Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda-beda satu
sama lain. Kode etik berfungsi: Sebagai sarana kontrol sosial, pencegah campur tangan pihak
lain, pencegah kesalahpahaman dan konflik, sebagai kontrol apakah anggota kelompok profesi
telah memenuhi kewajiban. Tujuannya: Menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan
memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota,
meningkatkan mutu profesi dan organisasi, meningkatkan layanan, memperkuat organisasi,
menghindari persaingan tidak sehat, menjalin hubungan yang erat para anggota, dan
menentukan baku standarnya.

Penegak hukum wajib menaati norma-norma yang penting dalam penegakan hukum
yaitu: kemanusiaan, keadilan, kepatutan, kejujuran serta melaksanakan kode etik sebagaimana
mestinya. Namun dalam pelaksanaannya terkadang tidak berjalan dengan baik bahkan
menimbulkan permasalahan-permasalahan. Dalam penerapannya terkadang mengalami

1
hambatan atau kendala. Pembahasan dalam penelitian ini adalah: Kerangka Teori: Grand
theory: Teori etika, Midle range theory: Teori keseimbangan, Applied theory: Teori keadilan;
Etika, moral, norma, hukum dan hubungannya; Kode etik profesi hukum: Kode etik dan
pedoman perilaku hakim, kode perilaku jaksa, kode etik profesi kepolisian Negara Republik
Indonesia, kode etik notaris, kode etik advokat; Pelaksanaan profesi hukum yang baik dan
Hambatan atau kendala dalam pelaksanaan kode etik profesi hukum di Indonesia. Metode
yang digunakan adalah yuridis normatif. Apabila terjadi sengketa mengenai pelaksanaan kode
etik, hendaklah diselesaikan dengan memperhatikan asas-asas yang terdapat dalam kode etik
tersebut.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian etika profesi dan kode etik?

2. Apa pengertian profesi hukum?

3. Apa saja unsur-unsur hukum?

4. Apa saja ciri-ciri hukum?

5. Apa saja macam-macam pembagian hukum?

6.Apa yang menyebabkan orang menaati hukum?

7. Apa yang menyebabkan negara berhak menghukum?

C. Tujuan penulisan

1. Mengetahui apa itu etika profesi dan kode etik.

2. Mengetahui apa itu profesi hukum.

3. Mengetahui apa unsur-unsur hukum.

4. Mengetahui apa ciri-ciri hukum.

5. Mengetahui macam-macam pembagian hukum.

6. Mengetahui penyebab orang menaati hukum.

7. Mengetahui penyebab negara berhak menghukum

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etika Profesi dan Kode Etik

Pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian yang berkeilmuan dalam
bidang tertentu. Karena itu, ia secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat
yang memerlukan pelayanan dalam bidang yang memerlukan keakhlian berkeilmuan itu.
Pengemban profesi yang bersangkutan sendiri yang memutuskan tentang apa yang harus
dilakukannya dalam melaksanakan tindakan pengembanan profesionalnya. Ia secara pribadi
bertanggung-jawab atas mutu pelayanan jasa yang dijalankannya. Karena itu, hakikat
hubungan antara pengemban profesi dan pasien atau kliennya adalah hubungan personal, yakni
hubungan antar subyek pendukung nilai.

Dalam pengembanan profesinya, seorang pengemban profesi memiliki dan


menjalankan otoritas profesional terhadap pasien atau kliennya, yakni otoritas yang bertumpu
pada kompetensi teknikalnya yang superior. Pasien atau klien tidak memiliki kompetensi
teknikal atau tidak berada dalam posisi untuk dapat menilai secara objektif pelaksanaan
kompetensi teknikal pengemban profesi yang diminta pelayanan profesionalnya. 1

Karena itu, jika pasien atau klien mendatangi/menghubungi pengemban profesi untuk
meminta pelayanan profesionalnya, maka pada dasarnya pasien atau klien tersebut tidak
mempunyai pilihan lain kecuali memberikan kepercayaan kepada pengemban profesi tersebut
bahwa ia akan memberikan pelayanan profesionalnya secara bermutu dan bermartabat.

Uraian tadi menunjukkan bahwa hubungan horisontal antara pengemban profesi dan
pasien atau kliennya juga bersifat suatu hubungan kepercayaan ini berarti bahwa pasien atau
klien yang meminta pelayanan jasa profesional, mendatangi pengemban profesi yang
bersangkutan dengan kepercayaan penuh bahwa pengemban profesi itu tidak akan menyalah-
gunakan situasinya, bahwa pengemban profesi itu secara bermartabat akan mengerahkan
pengetahuan dan keakhlian berkeilmuannya dalam menjalankan pelayanan jasa
profesionalnya. Karena merupakan suatu fungsi kemasyarakatan yang langsung berkaitan
dengan nilai dasar yang menentukan derajat perwujudan martabat manusia, maka

1
Sinaga, N. A. (2020). Kode etik sebagai pedoman pelaksanaan profesi hukum yang baik. Jurnal
Ilmiah Hukum Dirgantara, 10(2).

3
sesungguhnya pengembanan profesi atau pelayanan profesional itu memerlukan pengawasan
masyarakat.

Karena itu, sehubungan dengan nilai-nilai dan kepentingan yang terlibat di dalamnya,
maka pengembanan profesi itu menuntut agar pengemban profesi dalam melaksanakan
pelayanan profesionalnya dijiwai sikap etis tertentu. Sikap etis yang dituntut menjiwai
pengembanan profesi itulah yang disebut etika profesi.

etika profesi sebagai sikap hidup adalah kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan profesional dari pasien atau klien dengan keterlibatan dan keakhlian sebagai
pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota
masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama.

Berdasarkan pengertian tadi, terdapat kaidah-kaidah pokok etika profesi sebagai


berikut. Pertama, profesi harus dipandang (dan dihayati) sebagai suatu pelayanan, sehingga
karena itu, maka sifat tanpa pamrih (disinterestedness) menjadi ciri khas dalam mengemban
profesi. Yang dimaksud dengan "tanpa pamrih" di sini adalah bahwa pertimbangan yang
menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kepentingan pasien atau klien dan
kepentingan umum, dan bukan kepentingan sendiri (pengemban profesi). Jika sifat tanpa
pamrih itu diabaikan, maka pengembanan profesi akan mengarah pada pemanfaatan (yang
dapat menjurus pada penyalah-gunaan) sesama manusia yang sedang mengalami kesulitan atau
kesusahan. Kedua, pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pasien atau klien
mengacu pada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap
dan tindakan. Ketiga, pengembanan profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai
keseluruhan. Keempat, agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga
dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengembanan profesi, maka pengembanan profesi
harus bersemangatkan solidaritas antar-sesama rekan seprofesi.

4
B. Profesi Hukum

Profesi hukum berkaitan dengan masalah mewujudkan dan memelihara ketertiban yang
berkeadilan di dalam kehidupan bermasyarakat. Ketertiban yang berkeadilan itu adalah
kebutuhan dasar manusia, karena hanya dalam situasi demikian manusia dapat menjalani
kehidupannya secara wajar, yakni sesuai dengan martabat kemanusiaanya.

Keadilan adalah nilai dan keutamaan yang paling luhur dan merupakan unsur esensial
dari martabat manusia. Oliver W. Holmes Jr. dalam pidato di hadapan Suffolk Bar Association
mengatakan bahwa: “of all secular professions this has the highest standardt” (dari semua
profesi sekular, profesi ini memiliki standar yang paling tinggi). 13 Hukum, kaidah-kaidah
hukum positif, kesadaran hukum, kesadaran etis dan keadilan bersumber pada penghormatan
terhadap martabat manusia. Penghormatan terhadap martabat manusia adalah titik tolak atau
landasan bertumpunya serta tujuan akhir dari hukum.2

Sebagai sarana untuk mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, hukum diwujudkan


dalam pelbagai kaidah perilaku kemasyarakatan yang disebut kaidah hukum. Keseluruhan
kaidah hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tersusun dalam suatu sistem yang
disebut tata hukum. Ada dan berfungsinya tata hukum dengan kaidah-kaidah hukumnya serta
penegakannya adalah produk dari perjuangan manusia dalam upaya mengatasi berbagai
masalah kehidupan, termasuk menanggulangi dan mengarahkan kecenderungan-
kecenderungan primitif yang negatif agar menjadi positif dan mengaktualisasikan atau
memproduktifkan kecenderungan-kecenderungan positif yang ada dalam diri manusia. Dalam
perjuangan itu manusia berusaha memahami, mengolah dan mengakomodasikan secara kreatif
pelbagai kenyataan kemasyarakatan pada nilai-nilai yang dianut dan mengekspresikannya ke
dalam sistem penataan perilaku dan kehidupan bersama dalam wujud kaidah-kaidah hukum,
sehingga bermanfaat bagi perlindungan martabat manusia sesuai dengan tingkat perkembangan
peradaban yang sudah tercapai. Dapat dikatakan bahwa dalam dinamika kesejarahan umat
manusia, hukum dan tata hukumnya termasuk salah satu faktor yang sangat penting dalam
proses pengadaban dan penghalusan budi pekerti umat manusia. Kualitas kehidupan hukum
dan tata hukum suatu masyarakat mencerminkan tingkat keadaban dan akhlak atau situasi
kultural masyarakat yang bersangkutan.

2
Sidharta, B. A. (2015). Etika dan Kode Etik Profesi Hukum. Veritas et Justitia, 1(1).

5
Penyelenggaraan dan penegakan ketertiban yang berkeadilan dalam kehidupan bersama
sebagai suatu kebutuhan dasar manusia agar kehidupan manusia tetap bermartabat adalah suatu
fungsi kemasyarakatan. Pada tingkat peradaban yang sudah majemuk, fungsi kemasyarakatan
penyelenggaraan dan penegakan ketertiban yang berkeadilan itu dalam kehidupan sehari-hari
diwujudkan oleh profesi hukum.

C. Unsur-Unsur Hukum

unsur-unsur daripada hukum adalah terdiri dari :


1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat;

2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwenang;


3. Peraturan itu bersifat memaksa;
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

D. Ciri-Ciri Hukum

Adapun mengenai ciri-ciri daripada hukum adalah sebagai berikut :

1. Adanya perintah dan / atau larangan;


2. Perintah dan / atau larangan itu harus ditaati oleh setiap orang.3

E. Macam-Macam Pembagian Hukum

hukum dapat dibagi dalam beberapa golongan hukum menurut beberapa asas pembagian
sebagai berikut :
1. Menurut sumbernya, hukum dapat dibagi dalam :
a. Hukum Undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangundangan.

b. Hukum Kebiasaan (adat), yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan
(adat).
c. Hukum Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negaranegara di dalam suatu perjanjian
antara negara.

d. Hukum Yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.

2. Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam :

3
Qamar, N., & Rezah, F. S. (2017). Etika Profesi Hukum: Empat Pilar Hukum. CV. Social Politic
Genius (SIGn).

6
a. Hukum Tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan perundangan.
b. Hukum Tak Tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi
tidak tertulis (disebut hukum kebiasaan).
3. Menurut tempat berlakunya, hukum dapat dibagi dalam :
a. Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.

b. Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia
internasional.
c. Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam negara lain.

4. Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam :


a. Ius Constitutum (Hukum Positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat
tertentu dalam suatu daerah tertentu.

b. Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
c. Hukum Asasi (Hukum Alam), yaitu hukum yang berlaku di mana-mana dalam segala waktu
dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku
untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga di seluruh tempat.

F. Sebab Orang Mentaati Hukum

a. Dilihat Dari Segi Praktis

Ditinjau dari segi praktis, orang mau mentaati hukum disebabkan karena beberapa
alasan, yaitu :

1. Alasan Yuridis Politis. Dilihat dari alasan ini orang mentaati hukum ialah disebabkan karena
hukum itu dibentuk oleh Badan/ Lembaga Negara yang berwenang.

2. Alasan Sosiologis. Dilihat dari alasan ini orang mentaati hukum ialah disebabkan karena
norma-norma hukum itu sudah terbiasa diajarkan dalam perikehidupan bermasyarakat.

3. Alasan Psikologis. Dilihat dari alasan ini orang mentaati hukum ialah disebabkan karena
orang takut akan sanksi hukum.

4. Alasan Ekonomis. Dilihat dari alasan ini orang mentaati hukum ialah disebabkan karena
lebih menguntungkan mentaatinya daripada tidak mentaatinya.

5. Alasan Filosofis. Dilihat dari alasan ini orang mentaati hukum ialah disebabkan karena
hukum itu dianggap sesuai dengan perasaan keadilan.

7
b. Dilihat Dari Segi Teoritis

Ditinjau dari segi teoritis, orang mau mentaati hukum didasarkan kepada beberapa teori,
sebagai berikut :
1. Teori Ketuhanan (Teokrasi)

Menurut teori ini Tuhan telah menciptakan seorang Raja / Kepala Negara untuk
menjadi wakil Tuhan dalam mengurus manusia di dunia. Oleh karena itu setiap peraturan
hukum yang dikeluarkan oleh Raja / Kepala Negara itu harus ditaati oleh setiap individu
manusia yang juga adalah ciptaan Tuhan, sebab peraturan hukum itu hakekatnya adalah berasal
dari Tuhan, dan Tuhan menghendaki agar setiap manusia mentaatinya (Will of the God).

2. Teori Perjanjian.
Ada tiga pendapat mengenai Teori Perjanjian, yaitu yang dikemukakan oleh :

a. Thomas Hobbes, dalam bukunya yang berjudul : “Leviatan,” mengemukakan bahwa :


Dahulu dalam masyarakat timbul suatu keadaan yang disebut “Homo Homini Lupus” yaitu
manusia yang satu menganggap serigala terhadap manusia lainnya, sehingga mereka selalu
berperang satu sama lain. Untuk menghindari kepunahan, selanjutnya mereka menghentikan
peperangan dan mengadakan suatu perjanjian (Pactum). Dalam perjanjian itu dipilih salah
seorang diantara mereka untuk menjadi penguasa / pemimpin mereka, dan selanjutnya semua
individu menyerahkan segala hak dan kekuasaan yang dimilikinya kepada penguasa itu dengan
tanpa syarat. Oleh karena itu setiap peraturan hukum yang dikeluarkan penguasa harus ditaati
oleh setiap individu manusia, karena setiap individu manusia sudah tidak mempunyai hak dan
kekuasaan apapun termasuk hak dan kekuasaan untuk menolak setiap peraturan hukum yang
dikeluarkan oleh penguasa.

b. John Locke, dalam bukunya yang berjudul : “Two Treatises On Civil Government,”
mengemukakan bahwa : Dalam perjanjian antar individu itu, setiap individu manusia telah
menyerahkan hak dan kekuasaannya kepada penguasa, kecuali hak asasi manusia yang tetap
melekat pada setiap individu, maka dari itu setiap peraturan hukum yang dikeluarkan oleh
penguasa sepanjang tidak mengganggu hak asasi manusia harus ditaati oleh setiap individu
manusia. Teori ini melahirkan konstruksi negara yaitu : Negara Monarchi Konstitusional
(Kerajaan yang berkonstitusi), yaitu guna membatasi kesewenang-wenangan raja.

c. Jean Jacques (J.J.) Rousseau, dalam bukunya yang berjudul : “Du Contract Social,”
mengemukakan bahwa : Dalam perjanjian antar individu itu, tidak ada hak dan kekuasaan

8
individu yang diserahkan kepada penguasa, karena individu itu secara langsung turut serta
menjalankan tata pemerintahan, oleh karena itu maka setiap peraturan hukum yang dikeluarkan
oleh penguasa adalah juga atas persetujuan daripada individu-individu, karena itu setiap
individu harus mentaatinya.

3. Teori Kedaulatan Negara

Menurut teori ini pemegang kedaulatan adalah negara, dan dilaksanakan / dijalankan
oleh pemerintah. Hukum diciptakan oleh negara, karena itu setiap manusia harus mentaati
hukum, sebab merupakan kehendak daripada negara, sedangkan negara tidak perlu tunduk pada
hukum.

4. Teori Kedaulatan Hukum

Teori ini mengemukakan bahwa orang mentaati hukum karena hukum itu sesuai dengan
perasaan dan kesadaran hukum dari masyarakat. Tokoh teori ini adalah Hugo Krabbe, dalam
bukunya yang berjudul : “Algemene Staatsleer.” Teori ini melahirkan konstruksi negara yaitu :
Negara Hukum, seperti : Indonesia.

Negara hukum ialah negara yang berlandaskan hukum yang menjamin keadilan bagi
warga negaranya. Keberadaan hukum ini dalam suatu negara sangat diperlukan, karena dapat
dijadikan patokan atau pedoman, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan
bernegara. Tidak hanya warganegara yang tunduk pada hukum, negarapun dalam
menyelenggarakan fungsinya harus berlandaskan pada hukum, dan bukan pada kekuasaan
belaka.

G. sebab negara berhak menghukum.

untuk meningkatkan kesadaran hukum dan ketaatan hukum, diperlukan penegakan


hukum. Penegakan hukum inilah yang menjadikan perbedaan dari negara hukum dan negara
kekuasaan. Menurut Jimly Asshiddiqie penegakan hukum (law enforcement) dalam arti luas
mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan
terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum,
baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme
penyelesaian sengket lainnya. Bahkan pengertian yang lebih luas lagi, kegiatan penegakan
hukum mencakup pula segala aktivitas yang dimaksudkan agar hukum sebagai perangkat
kaidah normative yang mengatur dan mengikat para subyek hukum dalam segala aspek

9
kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-benar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan
sebagaimana mestinya. Dalam arti sempit, penegakan hukum itu menyangkut kegiatan
penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-
undangan, khususnya yang lebih sempit lagi melalui proses peradilan pidana yang melibatkan
peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat atau pengacara, dan badan-badan peradilan.

Pada hakikatnya, hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur


kehidupan bermasyarakat, maksudnya bahwa hukum itu dibuat secara tertulis dan terdiri dari
kaidah yang mengatur berbagai kepentingan: (1) Hukum dibuat oleh lembaga yang berwenang
adalah bahwa hukum merupakan produk dari lembaga yang telah diberi amanah untuk
membuat hukum; (2) Hukum bersifat memaksa, yakni penegakan hukum dilaksanakan oleh
aparat yang memiliki kewenangan tertentu yang dapat memaksa orang untuk mematuhi hukum;
(3) Hukum berisi perintah dan larangan adalah bahwa hukum memuat perintah-perintah yang
harus dilaksanakan dan larangan-larangan yang harus ditinggalkan atau tidak boleh
dilaksanakan. (4) Hukum memberikan sanksi adalah apabila hukum tersebut dilanggar maka
pelanggar akan dikenakan sanksi dimana pemberian sanksi terhadap pelanggar melalui sebuah
proses yang juga diatur dalam hukum. Sehingga apabila tidak ada sikap ketaatan dalam hukum,
maka pelanggar dapat diberikan sanksi. Melalui penegakan hukum inilah hukum menjadi
kenyataan.

hubungan hukum yang erat antara hukum dan kekuasaan yang diperlihatkan dengan dua cara:

1. Menelaah dari adanya konsep sanksi

Adanya perilaku yang tidak mematuhi aturan-aturan hukum, menyebabkan dibutuhkan


sanksi guna menegakkan aturan-aturan hukum. Digunakannya sanksi menyebabkan harus
ditetakannya atau dirumuskannya sanksi tersebut oleh sistem aturan hukum itu sendiri. Maka,
agar sanksi dapat berfungsi dengan baik sehingga seluruh sistem aturan hukum dapat berhasil
guna, diperlukan adanya kekuasaan yang memberikan dukungan tenaga maupun perlindungan
bagi sistem aturan hukum dengan sanksi tersebut.

2. Menelaah dari konsep penegakan konstitusi.

Diperlukannya kekuatan yang dapat berwujud sebagai : (1) Keyakinan moral


darimasyarakat, (2) Persetujuan (konsensus) dari seluruh rakyat, (3) Kewibawaan dari seorang
pemimpin kharismatik, (4) Kekuaatan semata-mata yang sewenang-wenang (kekerasan
belaka), (5) Kombinasi dari faktor-faktor tersebut di atas sebagai pendukung serta perlindungan

10
bagi sistem aturan-aturan hukum untuk kepentingan penegakannya. Artinya, pada akhirnya,
hukum harus didukung dan dilindungi oleh suatu unsur yang bukan hukum, yaitu kekuasaan.

Menurut Black’s Law Dictionary, hukum dalam arti umum adalah keseluruhan
peraturan bertindak atau berperilaku yang ditentukan oleh kekuasaan pengendali, dan
mempunyai kekuatan sah bersifat mengikat. Hubungan antara hukum dan kekuasaan dapat
dirumuskan dalam slogan “Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa
hukum adalah kalaliman”. Hal inilah yang menjadi ciri utama yang membedakan hukum
dengan norma-norma sosial lainnya dan norma agama. Kekuasaan pada dasarnya diperlukan
oleh karena hukum yang sifatnya memaksa. Tanpa adanya kekuasaan, penerapan hukum dalam
masyarakat akan mengalami banyak hambatan.

Sehingga secara umum, dapat disimpulkan bahwa yang mempunyai kekuasaan disini
adalah negara. Negara sebagai penguasa pengendali berhak memberikan sanksi kepada mereka
yang tidak mentaati hukum yang berlaku. Kewenangan negara untuk memberikan sanksi
kepada orang yang tidak taat hukum disebut dengan kewenangan yurisdiksi. Dalam kekuasaan
yang dimiliki oleh negara, terdapat unsur pemegang kekuasaan yaitu pemerintah. Unsur
pemegang kekuasaan ini juga merupakan faktor penting dalam hal mempergunakan kekuasaan
yang dimilikinya agar sesuai dengan kehendak masyarakat, sehingga pemegang kekuasaan
yaitu pemerintah juga harus dibatasi dengan hukum dan juga syarat-syarat lain yang
mendukung.

Sanksi merupakan ciri khas dari norma hukum yang membedakannya dari norma-
norma lainnya. Sanksi didefinisikan sebagai aturan yang menentukan konsekuensi dari
ketidakpatuhan atau terhubung dengan pelanggaran. Sanksi digunakan sebagai alat kekuasaan
yang berusaha untuk memenuhi/mematuhi hukum dan usaha tersebut ditujukan untuk
meminimalisir kerugian yang disebabkan oleh pelanggar hukum. Literatur hukum Rumania
mendefinisikan sanksi sebagai :” the sanction as a consequence of not observing a rule of
conduct prescribed or sanctioned by the state (sanksi sebagai konsekuensi dari tidak mematuhi
aturan perilaku yang ditentukan atau disetujui oleh negara).

Negara sebagai pemegang kekuasaan memiliki wewenang untuk memberikan sanksi


kepada masyarakat yang melanggar atau tidak mantaati hukum yang berlaku. Hal ini selaras
dengan teori-teori dasar dalam filsafat hukum yang menjelaskan tentang kewenangan negara
untuk memberikan sanksi, yaitu :

11
1. Teori kedaulatan Tuhan

Teori ini mulai dikenal pada abad ke-19. Tokoh Frederich Julius Stahl, berpendapat bahwa
“negara adalah merupakan badan yang mewakili Tuhan di dunia yang memiliki kekuasaan
penuh untuk menyelenggarakan ketertiban di dunia. Pelanggar ketertiban harus memperoleh
hukuman supaya ketertiban hukum tetap terjamin.

2. Teori perjanjian

masyarakat Otoritas negara yang bersifat monopoli itu pada kehendak manusia itu sendiri yang
menginginkan adnya kedamaian dan ketentraman mansyarakat. Masyarakat berjanji akan
mantaati segala ketentuan yang dibuat negara dan dilain pihak bersedia pula untuk memperoleh
hukuman jika dipandang tingkah lakunya akan berakibat terganggunya ketertiban dalam
masyarakat. Masyarakat memberikan kekuasaan kepada negara untuk menghukum seseorang
yang melanggar ketertiban.

3. Teori kedaulatan Negara

Teori ini memiliki pendirian yang lebih tegas, karena negara yang berdaulat, maka yang berhak
menghukum seseorang yang mengganggu ketertiban di masyarakat adalah negara. Hukum
diciptakan oleh negara sehingga segala sesuatu harus tunduk pada negara. Adanya hukum
karena ada negara yang menciptakannya.4

Pratama, A. (2023). MASALAH MASALAH FILSAFAT HUKUM.

12
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

profesi hukum dalam bentuk ideal. Dalam kenyataan dapat kita temukan
penyimpangan-penyimpangan atau pengkhususan. Dalam kenyataan konkret hampir tidak ada
sesuatu yang hadir dalam bentuk idealnya. Namun, jika penyimpangan-penyimpangan cukup
jauh dan mencakup banyak aspek serta meluas sekali, maka mungkin kita dapat berbicara
tentang krisis atau perubahan fundamental dengan segala akibat kemasyarakatannya.
Jika ditinjau dari segi praktis (berdasarkan fakta yang terjadi di masyarakat), orang mau
mentaati hukum bisa disebabkan karena adanya beberapa alasan, yaitu : Alasan Yuridis Politis,
Alasan Sosiologis, Alasan Psikologis, Alasan Ekonomis, dan Alasan Filosofis. Sementara itu
jika ditinjau dari segi teoritis (menurut pandangan pendapat para ahli hukum), orang mau
mentaati hukum adalah didasarkan kepada beberapa teori, yaitu : Teori Ketuhanan, Teori
Perjanjian, Teori Kedaulatan Negara, dan Teori Kedaulatan Hukum.
mengingat masih sering terjadinya peristiwa kriminalitas di Indonesia, maka perlu
diintensifkan sosialisasi mengenai pentingnya orang mentaati hukum, sehingga tujuan hukum
yaitu mewujudkan keamanan, ketertiban dan keadilan dalam masyarakat bisa segera tercapai.
Disamping itu, perlu dilakukannya peningkatan kapabilitas dan integritas aparat penegak
hukum di Indonesia, demi suksesnya penegakkan hukum di Indonesia.
Dalam kehidupan bermasyarakat, pasti akan terdapat perbedaan baik pola-pola perilaku
yang berlaku dalam masyarakat dengan dikehendaki oleh norma-norma (kaidah) hukum yang
menyebabkan timbulnya masalah berupa kesenjangan sosial yang menjadikan munculnya
konflik dan ketegangan-ketegangan sosial. Dalam kasus ini, hukum yang diciptakan dengan
harapan supaya dapat dijadikan pedoman (standard) dalam bertindak bagi masyarakat. Untuk
menjadikan efektif atau tidaknya pemberlakuan hukum dimasyarakat sangat ditentukan oleh
kesadaran dan ketaatan hukum. Istilah kesadaran hukum dan ketaatan hukum memiliki
hubungan yang itu sangat erat, namun tidak sama persis. Ketidaksadaran dan ketidaktaatan
hukum terjadi karena banyak masyarakat yang tidak sepenuhnya memahami tujuan dari
hukum. Ketaatan hukum tidak dapat dilepaskan dari kesadaran hukum, karena kesadaran
hukum yang baik akan dibuktikan dengan adanya ketaatan hukum, dan ketidak-sadaran hukum
yang baik akan ditunjukkan dengan ketidaktaatan masyarakat. Sehingga tidak berlebihan
apabila ketaatan didalam hukum cenderung dipaksakan. hukum. Ketaatan hukum tidak dapat
dilepaskan dari kesadaran hukum, karena kesadaran hukum yang baik akan dibuktikan dengan
adanya ketaatan hukum, dan ketidak-sadaran hukum yang baik akan ditunjukkan dengan
ketidaktaatan masyarakat. Sehingga tidak berlebihan apabila ketaatan didalam hukum
cenderung dipaksakan.

13
DAFTAR PUSTAKA
Sinaga, Niru Anita. "Kode etik sebagai pedoman pelaksanaan profesi hukum yang baik." Jurnal Ilmiah
Hukum Dirgantara 10.2 (2020).

Sidharta, B. Arief. "Etika dan Kode Etik Profesi Hukum." Veritas et Justitia 1.1 (2015).

Qamar, Nurul, and Farah Syah Rezah. Etika Profesi Hukum: Empat Pilar Hukum. CV. Social Politic
Genius (SIGn), 2017.

Marwiyah, Siti. "Penegakan Kode Etik Profesi di Era Malapraktik Profesi Hukum." (2015).

Tardjono, Heriyono. "Urgensi Etika Profesi Hukum Sebagai Upaya Penegakan Hukum Yang
Berkeadilan Di Indonesia." Jurnal Kepastian Hukum Dan Keadilan 2.2 (2021): 51-64.

14

Anda mungkin juga menyukai