Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

Pengertian dan Fungsi Etika Profesi Advokat

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keadvokatan

Dosen Pengampu

Dr. Maysarah, S.H. M.H.

Disusun Oleh
Kelompok IV

Rachmat Syah Alam Lubis ( 0205165161 )


Rika ( 0205192067 )
Rini Adriani ( 0205192057 )

PROGRAM STUDI JINAYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SUMATERA UTARA

2022 M / 1443 H
KATA PENGANTAR

ِ ‫ْــــــــــــــــــم هللاِ الرَّحْ َم ِن الر‬


‫َّحي ِْم‬ ِ ‫بِس‬

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Segala puji bagi Allah SWT yang


telah memberikan nikmat berupa kesehatan, kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yakni Nabi Muhammad SAW.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan sebagai pemenuhan atas salah satu tugas mata
kuliah yaitu Keadvokatan di Prodi Jinayah ( Hukum Pidana Islam ) yang diampu oleh Dr.
Maysarah, S.H., M.H. Dimana makalah ini berisikan penjelasan, gambaran, pemahaman dan
analisis kami mengenai Etika Profesi Advokat yang mana etika profesi harus dijunjung tinggi
oleh seorang advokat dalam memberikan pelayanan,pengawasan,pendampingan dan lainnya
terhadap seorang konsumen secara langsung sebab etika profesi  berperan sebagai tata cara
atau norma yang secara tegas menyatakan baik buruknya sikap seorang profesional untuk
bertindak sesuai aturan yang sudah diterapkan. Etika profesi apapun terkhusus Advokat
punya tujuan dan manfaat dalam melaksanakan pekerjaan.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas mengenai
pengertian dan fungsi etika profesi advokat. Dalam hal ini kami membutuhkan kritik dan
saran dari pembaca yang membangun untuk kesempurnaan kedepannya.

Medan, 23 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................4
1. Pengertian Etika.........................................................................................................................4
2. Pengertian Profesi......................................................................................................................5
3. Pengertian Etika Profesi.............................................................................................................6
Pengertian Advokat..........................................................................................................................6
4. Fungsi dan Peranan Advokat....................................................................................................10
9. Kode Etik Advokat dalam Menjalankan Profesi sebagai Penasihat Hukum.............................14
6. Etika Kepribadian Advokat sebagai Pejabat Penasihat Hukum................................................15
7. Etika Melakukan Tugas Jabatan sebagai Penasihat Hukum.....................................................15
8. Etika Advokat dalam Menjalankan Profesinya terhadap Klien................................................16
9. Etika Hubungan Sesama Rekan Advokat sebagai Penasihat Hukum........................................17
10. Etika Pengawasan terhadap Advokat Melalui Pelaksanaan Kode Etik Advokat......................18
11. Tanggung Jawab Advokat dalam Menjalankan Profesi sebagai Penasihat Hukum sebagai
Upaya Pengawasan Advokat....................................................................................................19
12. Sinergitas Pedoman Kode Etik Advokat dengan Tanggung Jawab Profesi Advokat................20
13. Perilaku Advokat dalam Menjalankan Profesi sebagai Penasihat Hukum sebagai Upaya
Pengawasan Advokat dalam Penegakan Hukum......................................................................21
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................25
1. Kesimpulan..............................................................................................................................25
2. Saran........................................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................27
ESSAY Tanya Jawab...........................................................................................................................28
Nama Penanya : Indah Sakina........................................................................................................28
Nama Penanya : Nisa Aulia Rahmah..............................................................................................28
Nama Penanya : Iwan.....................................................................................................................29
Nama Penanya : M.Noval...............................................................................................................29
Nama Penanya : Sari Lubis.............................................................................................................30
Nama Penanya : Riza Eldira...........................................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip negara hukum menuntut
antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum. Dalam usaha
mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab
merupakan hal yang penting, selain lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti
kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas
profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat
pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak
fundamental mereka di depan hukum. Advokat merupakan profesi yang bebas yang tidak
tunduk pada hirarki jabatan dan tidak tunduk pada perintah atasan, dan hanya menerima
perintah atau order atau kuasa dari klien berdasarkan perjanjian yang bebas, baik yang
tertulis, ataupun yang tidak tertulis, yang tunduk pada kode etik profesi Advokat, tidak
tunduk pada kekuasaan politik, yang mempunyai kewajiban dan tanggung jawab publik.1
Kode etik profesi ini bertujuan agar ada pedoman moral bagi seorang profesional dalam
bertindak menjalankan tugas profesinya itu.2 Kode etik merupakan prinsip-prinsip moral yang
melekat pada suatu profesi yang disusun secara sistematis. Hal ini berarti, tanpa kode etik
yang sengaja disusun secara sistematis itupun suatu profesi tetap bisa berjalan karena prinsip-
prinsip moral tersebut sebenarnya sudah melekat pada profesi itu.3

Profesi Advokat dalam memberi jasa hukum dan bertugas menyelesaikan persoalan
hukum kliennya baik secara litigasi maupun nonlitigasi, Menurut Frans Hendra Winata, tugas
advokat adalah mengabdikan dirinya pada masyarakat sehingga dia dituntut untuk selalu turut
serta dalam penegakan Hak Asasi Manusia, dan dalam menjalankan profesinya ia bebas
untuk membela siapapun, tidak terikat pada perintah klien dan tidak pandang bulu siapa
1
Rapaun Rambe, Teknik Praktik Advokat, Grasindo, Jakarta, 2003, hlm. 37.
2
Munir Fuady, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator, dan
Pengurus), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005. hlm. 10.
3
Shidarta, Moralitas Profesi Hukum, Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Refika Aditama, Bandung, 2006,
hlm.107.
lawan kliennya, apakah dia dari golongan kuat, penguasa, pejabat bahkan rakyat miskin
sekalipun.4

Pada hakikatnya profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum.
Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu
melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya.
Dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat
berperan besar dengan memutus mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran
tersebut dijalankan atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat
yang telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat.

Ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah memberikan


rambu-rambu agar profesi advokat dijalankan sesuai dengan tujuan untuk menegakkan
hukum dan keadilan. Hal yang paling mudah dilihat adalah dari sumpah atau janji advokat
yang dilakukan sebelum menjalankan profesinya. Sumpah tersebut pada hakikatnya adalah
janji seorang yang akan menjalani profesi sebagai advokat, kepada Tuhan, diri sendiri, dan
masyarakat. Seandainya setiap advokat tidak hanya mengucapkannya untuk formalitas, tetapi
meresapi, meneguhi, dan menjalankannya, tentu kondisi penegakan hukum akan senantiasa
meningkat lebih baik. Kekuasaan kehakiman akan benar-benar dapat menegakkan hukum dan
keadilan.5
Dalam mewujudkan profesi advokat yang berfungsi sebagai penegak hukum dan keadilan
juga ditentukan oleh peran Organisasi Advokat. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2003 tentang Advokat telah memberikan aturan tentang pengawasan, tindakan-
tindakan terhadap pelanggaran, dan pemberhentian advokat yang pelaksanaannya dijalankan
oleh Organisasi Advokat. Ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat misalnya menentukan bahwa advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan:
1) mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
2) berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
3) bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan
sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;
4) berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan
4
Hendra Winata, Frans, Advokat Indonesia, Citra, Idealisme dan Kepribadian, Sinar Harapan, Jakarta,
1995, hlm. 14.
5
Risalah Sidang MK Nomor 015/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian Undang-Undang Advokat.
martabat profesinya;
5) melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan
tercela;dan
6) melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat. Penerapan kode etik
dalam profesi hukum sangat penting karena dipakai sebagai salah satu bentuk ketahanan
moral profesi Advokat dengan menjelaskan tentang fungsi kode etik tersebut di dalam
masyarakat tentang penegakan dan penerapan kode etik tersebut.

Kode etik profesi Advokat ini adalah kode etik yang tercantum dalam Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2003 tidak membedakan dalam perkara pidana maupun perkara di luar
pidana. Penerapan kode etik dalam profesi hukum sangat penting karena dipakai sebagai
salah satu bentuk ketahanan moral profesi Advokat dengan menjelaskan tentang fungsi kode
etik tersebut dalam masyarakat tentang penegakan dan penerapan kode etik tersebut. Advokat
merupakan bagian dari penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya.
Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat ditegaskan bahwa seorang
Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan
peraturan perundang-undangan. Kewenangan Advokat sebagai Penegak Hukum ialah guna
memberikan bantuan hukum kepada kliennya yang bersangkutan dengan masalah hukum
yang dihadapi. Kewenangan Advokat adalah sebagai lembaga penegak hukum di luar
pemerintahan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Etika, Profesi dan Advokat ?


2. Apa yang dimaksud dengan Etika Profesi Advokat ?
3. Bagaimana Peranan dan fungsi advokat dalam penegakan hukum di Indonesia ?
4. Apa saja hak dan kewajiban dan syarat menjadi seorang Advokat ?
5. Bagaimana Etika Advokat dalam menjalankan profesinya ?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Etika
Secara etimologi kata “etika” berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
Ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak kebiasaan, tempat yang biasa. Ethikos berarti
susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik.6 Sedangkan dalam bahasa Arab kata
etika dikenal dengan istilah akhlak, artinya budi pekerti. Sedangkan dalam bahasa Indonesia
disebut tata susila.7

K Bertens dalam buku etikanya menjelaskan lebih jelas lagi. Etika berasal dari bahasa
Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat
tinggal yang biasa; padang rumput; kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap,
cara berpikir. Dalam bentuk jamak artinya adalah adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika
berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri
seseorang atau kepada masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari
satu generasi ke generasi lain.

Kebiasaan hidup yang baik ini lalu dibekukan dalam bentuk kaidah, aturan atau norma
yang di sebarluaskan, dikenal, dipahami, dan diajarkan secara lisan dalam masyarakat.
Kaidah, norma atau aturan ini pada dasarnya, menyangkut baik-buruk perilaku manusia.
Atau, etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan perintah dan larangan tentang baik-
buruknya perilaku manusia, yaitu perintah yang harus dipatuhi dan larangan yang harus
dihindari.8

Secara terminologi etika bisa disebut sebagai ilmu tentang baik dan buruk atau kata
lainnya ialah teori tentang nilai. Dalam Islam teori nilai mengenal lima kategori baik-buruk,
yaitu baik sekali, baik, netral, buruk dan buruk sekali. Nilai ditentukan oleh Tuhan, karena

6
Lorens bagus, kamus filsafat,(Jakarta: PT Gramedia pustaka, 2000), h.217.
7
Hasbullah Bakry, Sistematika Filsafat,( Jakarta: Wijaya, 1978), h.9.
8
Keraf. A. Sonny. Etika Lingkungan,(Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), h.2.
Tuhan adalah maha suci yang bebas dari noda apa pun jenisnya. 9 Dengan demikian,
pandangan baik dan buruk, dan hakikat nilai dalam kehidupan manusia sangat tergantung
pada tiga hal mendasar yaitu:
1. Cara berpikir yang melandasi manusia dalam berprilaku.
2. Cara berbudaya yang menjadi sendi berlakunya norma sosial.
3. Cara merujuk kepada sumber-sumber nilai yang menjadi tujuan pokok dalam
bertindak.

Dapat di simpulkan bahwa etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang arti baik
dan buruk, benar dan salah kemudian manusia menggunakan akal dan hati nuraninya untuk
mencapai tujuan hidup yang baik dan benar sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Jadi
manusia dapat melakukan apa saja yang dikehendaki yang dianggap baik dan benar,
meskipun hati nuraninya menolak dan yang terpenting tujuannya dapat tercapai.

2. Pengertian Profesi
Pertama, profesi itu menunjukkan dan mengungkapkan suatu kepercayaan (to profess
means to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas suatu kebenaran (ajaran agama)
atau kredibilitas seseorang. Kedua, profesi itu dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan
suatu pekerjaan atau urusan tertentu (a particular business), (Hornby, 1962).
Profesi itu pada hakikatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut
persyaratan khusus dan istimewa sehinnga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak
yang memerlukannya.
a. Istilah yang berkaitan dengan profesi
Sanusi et.al (1991:19) menjelaskan lima istilah yang berkaitan dengan profesi, yaitu :10
1. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (experties) dari
para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak
dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu.
2. Profesional menunjuk pada dua hal:
Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, misalnya “Dia seorang profesional”.
Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai
dengan profesinya.
3. Profesionalisme adalah menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk
9
Sarwoko, Pengantar Filsafat Ilmu Keperawatan, (Jakarta: Salemba), h. 80.
10
https://www.kompasiana.com/yasiralifah/555469196523bda51d4aef64/profesi-guru-dan-guru-
professional?page=all,diakses pada tanggal 2 oktober pukul 22.00 wib.
meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus – menerus mengembangkan
strategi– strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan
profesinya.
4. Profesionalitas mengacu pada sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta
derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan
pekerjaannya.
5. Profesionalisasi menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan
para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya
sebagai anggota suatu profesi.
3. Pengertian Etika Profesi
Etika profesi adalah sebuah sikap hidup yang bertujuan untuk memberikan pelayanan
kepada seseorang yang sifatnya profesional. Etika ini berhubungan dengan masyarakat
atau konsumen secara langsung.Etika profesi berperan sebagai tata cara atau norma yang
secara tegas menyatakan baik buruknya sikap seorang profesional untuk bertindak sesuai
aturan yang sudah diterapkan. Etika profesi ini memiliki tujuan, manfaat, dan contohnya
dalam pekerjaan Advokat.
Pengertian Advokat
Menurut UU Advokat, advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum
baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
undang-undang. Maka dengan hal ini berarti cakupan advokat meliputi mereka yang
melakukan pekerjaan baik di pengadilan maupun di luar pengadilan, sebagaimana diatur
didalam UU Advokat. Selanjutnya dalam UU Advokat dinyatakan bahwa advokat adalah
penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya (hakim,
jaksa, dan polisi). Namun demikian, meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan
fungsi para penegak hukum ini berbeda satu sama lain.
Menurut Jimly Asshiddiqie, ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat memberikan status
kepada advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak
hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Dalam kekuasaan yudikatif, advokat
menjadi salah satu lembaga yang perannya sangat penting, selain peran dari instansi
kepolisian dan kejaksaan. Kepolisian dan kejaksaan adalah lembaga yang mewakili
kepentingan pemerintah, sedangkan advokat mewakili kepentingan masyarakat. Dengan
demikian secara umum, dalam sistem kehakiman di Indonesia, hakim ditempatkan sebagai
pihak yang mewakili kepentingan negara, jaksa dan kepolisian mewakili kepentingan
pemerintah, sedangkan advokat menjaga dan mewakili kepentingan masyarakat.
Pada posisi inilah peran advokat menjadi penting karena dapat menjaga keseimbangan
antara kepentingan negara dan pemerintah.11

Advokat merupakan suatu bentuk profesi terhormat sehingga ia sering disebut sebagai
officium nobile yakni sebagai pemberi jasa yang mulia dalam hukum. Ia disebut mulia karena
ia merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia
dan yang mengupayakan pemberdayaan masyarakat dalam menyadarkan hak-hak
fundamental mereka di depan hukum.12 Dalam menjalankan profesi, seorang advokat harus
memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian advokat berpegang
teguh kepada kejujuran, kemandirian, kerahasiaan dan keterbukaan, guna mencegah lahirnya
sikap-sikap tidak terpuji dan berperilakuan kurang terhormat. Advokat dikonsepsikan
memiliki kedudukan yang subjektif dengan cara berpikir yang objektif. Kedudukan subjektif
advokat ini sebab ia mewakili kepentingan masyarakat (klien) untuk membela hak-hak
hukumnya. Namun, dalam membela hak-hak hukum tersebut, cara berpikir advokat harus
objektif menilainya berdasarkan keahlian yang dimiliki dan kode etik profesi. Untuk itu,
dalam kode etik ditentukan diantaranya, advokat boleh menolak menangani perkara yang
menurut keahliannya tidak ada dasar hukumnya, dilarang memberikan informasi yang
menyesatkan dan menjanjikan kemenangan kepada klien. Seorang advokat wajib berusaha
memperoleh pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya tentang kasus
kliennya, sebelum memberikan nasihat dan bantuan hukum. Dia wajib memberikan
pendapatnya secara terus terang (candid) tentang untung ruginya (merus) perkara yang akan
dilitigasi dan kemungkinan hasilnya.13

Sebagai pengemban profesi mulia, advokat dituntut untuk melaksanakan profesi


hukumnya dengan mendasarkan diri pada nilai-nilai moralitas umum (common morality)
seperti:14
1. Nilai-nilai kemanusiaan (humanity), dalam arti penghormatan pada martabat
kemanusiaan;
2. Nilai-nilai keadilan (justice), dalam arti dorongan untuk selalu memberikan kepada
orang apa yang menjadi haknya;

11
Kelik Pramudy dan Ananto Widiatmoko, “Pedoman Etika Profesi Aparat Hukum”, Yogyakarta: Pustaka
Yustisia, 2010, hal. 96.
12
H. A. Sukris Sarmadi, “Advokat Litigasi & Non Litigasi Pengadilan Menjadi Advokat Indonesia Kini”,
Bandung: CV. Mandar Maju, 2009, hal. 56.
13
Irenna Becty, “Tinjauan Kode Etik Advokat”, http://hukum.bunghatta.ac.id/ tulisan.php?dw.7.
14
Frans Hendra Winata, “Citra Advokat Sebagai Officium Nobile dan Peranan Organisasi Advokat”,
http://variaadvokat.awardspace.info/vol6/frans.pdf.
3. Nilai kepatuhan atau kewajaran (reasonableness), dalam arti bahwa upaya
mewujudkan ketertiban dan keadilan didalam masyarakat;
4. Nilai kejujuran (honesty), dalam arti adanya dorongan kuat untuk memelihara
kejujuran dan menghindari diri dari perbuatan yang curang;
5. Kesadaran untuk selalu menghormati dan menjaga integritas dan kehormatan
profesinya;
6. Nilai pelayanan kepentingan public (to serve public interest), dalam arti bahwa di
dalam pengembangan profesi hukum telah imberent semangat keberpihakan pada
hak-hak dan kepuasan masyarakat pencari keadilan yang merupakan konsekuensi
langsung dari di pegang teguhnya nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan kredibilitas
profesinya.
Syarat untuk menjadi pengacara (advokat) di Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU
Advokat, yaitu sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah
mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat. Di
dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Advokat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
“berlatar belakang pendidikan tinggi hukum” adalah lulusan fakultas hukum, fakultas syariah,
perguruan tinggi hukum militer, dan perguruan tinggi ilmu hukum.
Persyaratan lebih lanjut untuk menjadi advokat diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU
Advokat:
1. warga negara Republik Indonesia;
2. bertempat tinggal di Indonesia;
3. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
4. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
5. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
6. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
7. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor advokat;
8. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
9. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang
tinggi;
Adanya ketentuan keharusan seorang advokat yang muda untuk melakukan magang
selama 2 tahun terus menerus pada kantor advokat mempunyai maksud bahwa seorang
advokat yang baru memerlukan persiapan diri sebelum terjun menjadi seorang advokat
yang profesional. Persiapan yang dimaksud adalah:15
1. Persiapan mental, maksud dari persiapan mental ini adalah mental yang berkaitan
dengan penyesuaian kondisi dengan penegak hukum lain, misalnya polisi, jaksa
maupun hakim.
2. Persiapan pengalaman, maksud dari persiapan pengalaman ini adalah untuk
mendapatkan pengalaman dalam melakukan pekerjaan seorang advokat, dikarenakan
advokat adalah pekerjaan keterampilan sehingga untuk menjadi seorang advokat
membutuhkan pengalaman.
Advokat dalam melaksanakan tugasnya memiliki hak dan kewajiban yang telah diatur
dalam UU Advokat, sebagai berikut:
1. Pasal 14 menyebutkan bahwa advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan
dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan
dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
2. Pasal 15 menyebutkan bahwa advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk
membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode
etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
3. Pasal 16 menyebutkan bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun
pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan
pembelaan klien dalam sidang pengadilan.
4. Pasal 17 menyebutkan bahwa dalam menjalankan profesinya, advokat berhak
memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun
pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan
kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5. Pasal 18 menyebutkan bahwa:
a. Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan
perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan,
ras, atau latar belakang sosial dan budaya.
b. Advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya dalam membela perkara
klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.
6. Pasal 19 menyebutkan bahwa:

Supriadi, “Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia”, Jakarta : Sinar Grafika, 2006, hal.
15

60.
a. Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari
kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh undang-
undang.
b. Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk
perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau
pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi
elektronik advokat.
7. Pasal 20 menyebutkan bahwa:
a. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan
kepentingan tugas dan martabat profesinya.
b. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian
sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi
kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.
c. Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi
Advokat selama memangku jabatan tersebut.

4. Fungsi dan Peranan Advokat


Peran advokat tidak akan lepas dari masalah penegakan hukum di Indonesia. Profesi
advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap proses hukum, baik
pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi advokat
yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya. Dalam upaya pemberantasan
korupsi, terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat berperan besar dengan memutus
mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran tersebut dijalankan atau tidak
bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah dijamin kemerdekaan
dan kebebasannya dalam UU Advokat.16

Profesi advokat yang bebas mempunyai arti bahwa dalam menjalankan profesinya
membela masyarakat dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran hukum tidak
mendapatkan tekanan darimana pun juga. Kebebasan inilah yang harus dijamin dan
dilindungi oleh undang-undang yaitu UU Advokat agar jelas status dan kedudukannya dalam
masyarakat, sehingga bisa berfungsi secara maksimal. Advokat adalah profesi yang bebas
(free profession) yang tidak tunduk pada hirarki jabatan dan tidak tunduk pada perintah
atasan, dan hanya menerima perintah atau order atau kuasa dari klien berdasarkan perjanjian
Kelik Pramudy dan Ananto Widiatmoko, Op.Cit., hal. 96-97.
16
yang bebas, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis, yang tunduk pada kode etik profesi
advokat, tidak tunduk pada kekuasaan publik, seperti notaris yang merupakan jabatan publik,
yang mempunyai kewajiban dan tanggung jawab publik.17 Advokat memiliki banyak peranan
dalam hukum, seperti:18
5. Peran advokat sebagai penegak hukum
Advokat itu berperan dalam mendorong penerapan hukum yang tepat untuk setiap kasus,
mendorong yang tidak bertentangan dengan tuntutan kesusilaan maupun ketertiban umum
dan mendorong agar hakim tetap netral dalam memeriksa dan memutus perkara bukan
sebaliknya menempuh segala cara agar hakim tidak netral dalam menerapkan hukum
dikarenakan salah satu asas penting dalam pembelaan, apabila advokat berkeyakinan seorang
klien bersalah, maka advokat sebagai penegak hukum akan menyodorkan asas “clemency”
atau sekedar memohon keadilan.
6. Peran advokat sebagai pengawas penegakan hukum
Advokat itu berperan melakukan pengawasan terhadap penegakan hukum. Pengawasan
ini dijalankan oleh perhimpunan advokat yang mencakup dua hal, yaitu:
a. Internal, secara internal peran perhimpunan advokat harus dapat menjadi sarana
efektif mengawasi tingkah laku advokat dalam profesi penegakan hukum atau
penerapan hukum. Harus ada cara- cara yang efektif untuk mengendalikan advokat
yang tidak mengindahkan etika profesi dan aturan-aturan untuk menjalankan tugas
advokat secara baik dan benar.
b. Eksternal, secara eksternal baik perhimpunan advokat maupun advokat secara
individual harus menjadi pengawas agar peradilan dapat berjalan secara benar dan
tepat. Bukan justru sebaliknya, advokat menjadi bagian dari upaya menghalangi suatu
proses peradilan.
7. Peran advokat sebagai penjaga kekuasaan kehakiman
Advokat berperan dalam menjaga kekuasaan kehakiman. Perlindungan atau jaminan
kehakiman yang merdeka tidak boleh hanya diartikan sebagai bebas dari pengaruh atau
tekanan dari kekuasaan negara atau pemerintahan. Kekuasaan kehakiman yang merdeka
harus juga diartikan sebagai lepas dari pengaruh atau tekanan publik, baik yang terorganisasi
dalam infra struktur maupun yang insidental. Tekanan itu dapat dalam bentuk melancarkan
tekanan nyata, membentuk pendapat umum yang tidak benar, ancaman dan pengrusakan
prasarana dan sarana peradilan. Tekanan tersebut dapat pula bersifat individual dalam bentuk
Ropaun Rambe, “Teknik Praktek Advokat”, Jakarta: PT Grasindo, 2001, hal. 37.
17

Bagir Mannan, “Peran Advokat Mewujudkan Peradilan Yang bersih dan Berwibawa”, dalam Majalah
18

Hukum No. 240 September 2005, Jakarta: IKAHI, 2005.


menyuap penegak hukum agar berpihak. Advokat sebagai penegak hukum, terutama yang
terlibat dalam penyelenggaraan kehakiman semestinya ikut menjaga agar kekuasaan
kehakiman yang merdeka dapat berjalan sebagaimana mestinya.
8. Peran advokat sebagai pekerja sosial
Advokat itu berperan dalam melakukan pekerjaan sosial. Pekerja sosial dalam hal ini
adalah pekerja sosial di bidang hukum. Sebagaimana diketahui, betapa banyak rakyat yang
menghadapi persoalan hukum, tetapi tidak berdaya. Mereka bukan saja tidak berdaya secara
ekonomis tetapi mungkin juga tidak berdaya menghadapi kekuasaan. Berdasarkan hal
tersebut, maka persoalan persoalan hukum yang yang dihadapi rakyat kecil dan lemah yang
memerlukan bantuan, termasuk dari para advokat. Pasal 22 UU Advokat dalam hal ini 27
memaparkan bahwa advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma cuma kepada
pencari keadilan yang tidak mampu (pro bono legal aid).

Dalam sistem peradilan pidana masing-masing penegak hukum sudah mempunyai tugas
masing-masing. Polisi bertugas dibidang penyidikan, Kejaksaan bertugas di bidang
penuntutan, dan hakim mempunyai tugas akhir memutuskan perkara. Sementara itu, advokat
dalam menjalankan tugasnya berada pada posisi masyarakat. Advokat dan hakim harus
membantu sesama. Hakim akan lebih mudah bekerja dan menjalankan tugasnya sehari-hari
apabila para advokat yang ada bermutu atau berkualitas dalam menjalankan tugas sehari-hari.
Advokat dalam membela kliennya mempunyai suatu hubungan yang sangat khusus dan
khas antara advokat dan kliennya itu. Hal ini diakibatkan karena adanya suatu hubungan
fiduciary antara advokat dan kliennya itu. Dalam hubungan antara advokat dan kliennya, ada
suatu kepercayaan yang penuh (trust & confidence) yang diberikan oleh klien kepada advokat
tersebut. Hubungan fiduciary, yang menimbulkan tugas fiduciary (fiduciary duties) dari
advokat ini merupakan ciri utama dan merupakan hal yang sangat penting bagi hubungan
antara advokat dan kliennya. Yang dimaksud dengan tugas fiduciary dari seorang advokat
adalah tugas yang terbit secara hukum (by the operation of law) dari suatu hubungan hukum
yang menerbitkan hubungan fiduciary antara advokat dan kliennya, yang menyebabkan
advokat berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum trust, sehingga seorang
advokat mempunyai tanggung jawab moral dan hukum yang sangat tinggi terhadap kliennya,
dan advokat haruslah setiap saat mempunyai kepedulian dan kemampuan (duty of care and
skill), itikad baik, loyalitas, dan kejujuran terhadap kliennya dengan derajat yang tinggi (high
degree) dan tidak terbagi. Karena itu, advokat haruslah mengutamakan kepentingan kliennya
melebihi dari kepentingan lain apa pun, termasuk melebihi kepentingan advokat itu sendiri.
Jadi, kewajiban fiduciary dari advokat berhubungan bukan saja dengan kewajiban kepedulian
(duty of care) yang mensyaratkan advokat memiliki kemampuan dan pengetahuan, tetapi
mensyaratkan juga advokat untuk memiliki kewajiban berkepribadian, loyalitas, integritas,
dan bersikap (conduct) yang bijaksana.19

Selain dalam proses peradilan, peran advokat juga terlihat di jalur profesi di luar
pengadilan. Kebutuhan jasa hukum advokat di luar proses peradilan pada saat sekarang
semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat
terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka dalam pergaulan antarbangsa.
Melalui pemberian jasa konsultasi, negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak-kontrak
dagang, profesi advokat ikut memberi sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat
serta pembaharuan hukum nasional khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk
dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

Selain tugas diatas, peran advokat dapat juga bersifat futuristik, yang berarti bahwa
advokat itu ikut memikirkan dan memberikan sumbangan dalam strategi pembangunan
hukum pada masa yang akan datang. Yang dimaksud dengan strategi pembangunan hukum
adalah upaya dari kelompok sosial dalam suatu masyarakat untuk mengambil bagian dari
pembentukan, penerapan dan pelembagaan dalam proses politik. Peran ini disebut sebagai
agent of development, yaitu untuk turut serta dalam pembangunan hukum (law development),
pembaharuan hukum (law reform), dan pembuatan formulasi rumusan hukum (law
shaping).20

Dalam pembangunan hukum (law development), advokat berperan untuk mendorong dan
mengarahkan undang-undang dan perkembangan hukum kebiasaan yang sesuai dengan
tuntutan masyarakat yan berkembang ke arah modernisasi. Dalam peran ini advokat harus
membuka mata terhadap perkembangan di sekitarnya agar mereka dapat menyumbangkan
pikirannya dalam pembangunan hukum.21
Dalam pembaharuan hukum (law reform), advokat berperan untuk merombak dan
memperbarui hukum yang tertulis sesuai dengan peradaban dan kemajuan kesadaran dan
aspirasi yang hidup dalam masyarakat. Dalam peran ini advokat harus siap untuk melakukan

19
Munir Fuady, “Profesi Mulia”, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 18.
20
V. Harlen Sinaga, “Dasar-dasar Profesi Advokat”, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011, hal. .22.
21
Ibid.
penggantian atau amandemen undangundang yang telah ada.22
Dalam pembuatan dan penyusunan formulasi hukum (law shaping), advokat berperan
untuk membuat dan menyusun formalisasi hukum dalam undang-undang dan hukum
kebiasaan, secara tegas dan jelas untuk melindungi hak asasi manusia dan keadilan sosial.23

Berdasarkan hal diatas, advokat seharusnya dapat memberikan andil atau berbuat secara
konket dalam menentukan arah perkembangan hukum nasional yang disebut sebagai politik
hukum, yang meliputi dua hal. Pertama adalah pembangunan hukum yang berintikan
pembuatan dan pembaruan materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan. Kedua
adalah pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan fungsi lembaga dan
pembinaan para penegak hukum. Hal ini terkait dengan jenis dan peraturan perundang-
undangan sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan bahwa advokat
dapat memberikan sumbangan pikiran pembentukan undang-undang sebagai bagian dari
hukum.24
9. Kode Etik Advokat dalam Menjalankan Profesi sebagai Penasihat Hukum
Pembukaan Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) menyatakan bahwa advokat adalah
suatu profesi terhormat (officium mobile). Kata “mobile officium” mengandung arti adanya
kewajiban yang mulia atau yang terpandang dalam melaksanakan pekerjaan mereka.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 dan 3 UU Advokat, maka seorang sarjana hukum yang
memenuhi persyaratan dapat diangkat sebagai Advokat dan akan menjadi anggota organisasi
Advokat (admission to the bar). Seseorang yang telah diangkat menjadi advokat, maka ia
telah diberi suatu kewajiban mulia melaksanakan pekerjaan terhormat (mobile officium),
dengan hak eksklusif (a) menyatakan dirinya pada publik bahwa ia pedoman merumuskan
dan mengklarifikasi tugas dan kewajiban advokat dapat dilihat empat sumber (a) Undang-
undang, (b) putusan pengadilan, (c) asas-asas, dan (d) kebiasaan dan praktek organisasi
advokat. Kewajiban advokat kepada masyarakat tersebut di atas, dalam asas-asas etika
American Bar Association (ABA) termasuk dalam asas mengenai “Menjunjung Kehormatan
Profesi” (upholding the honor of the profession), dalam terjemahan bebas artinya bahwa
advokat itu harus selalu berusaha menjunjung kehormatan dan menjaga wibawa profesi dan

22
Ibid, hlm.23.
23
Ibid.
24
Ibid.
berusaha untuk tidak saja menyempurnakan hukum namun juga penyelenggaraan sistem
peradilannya.25

Suatu kewajiban advokat kepada masyarakat adalah memberi bantuan jasa hukum kepada
mereka yang secara ekonomi tidak mampu (miskin). Dalam KEAI Pasal 3 dinyatakan bahwa
seorang advokat “tidak dapat menolak dengan alasan ...kedudukan sosial” orang yang
memerlukan jasa hukum tersebut, dan juga di Pasal 4 kalimat “mengurus perkara cuma-
cuma” telah tersirat kewajiban ini. Dalam asas ini dipertegas lagi dalam pasal 7 KEAI alinea
8 “...kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (pro deo) bagi orang
yang tidak mampu”. Asas etika ini dalam ABA dikenal sebagai “Kewajiban Mewakili Orang
Miskin” (duty to represent the indigent.) 26 Meskipun di Indonesia telah ada lembaga-lembaga
yang membantu kelompok ekonomi lemah ini, khususnya dengan nama Lembaga Bantuan
Hukum (LBH atau yang serupa) dan Biro Bantuan Hukum (BBH atau yang serupa), namun
kewajiban advokat atau kantor advokat memberi jasa hukum kepada klien miskin, tetap harus
diutamakan oleh profesi terhormat ini.
6. Etika Kepribadian Advokat sebagai Pejabat Penasihat Hukum
Etika kepribadian Advokat sebagai pejabat penasihat hukum, maka advokat:
a. Berjiwa Pancasila;
b. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Menjunjung tinggi hukum dan sumpah jabatan;
d. Bersedia memberi nasihat dan bantuan hukum tanpa membedakan agama, suku, keturunan,
kedudukan sosial, dan keyakinan politik;
e. Tidak semata-mata mencari imbalan material, tetapi terutama untuk turut menegakkan
hukum, keadilan, dan kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab;
f. Bekerja dengan bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib
menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam Negara Hukum Indonesia;
g. Memegang teguh rasa solidaritas sesama advokat dan wajib membela secara cuma-cuma
teman sejawat yang diajukan sebagai tersangka dalam perkara pidana;
h. Tidak dibenarkan melakukan pekerjaan yang dapat merugikan kebebasan, derajat, dan

25
Asas (Canon) ke-29 ABA menyatakan “Lawyers should expose without fear or favor … corrupt or
dishonest conduct in the profession … The lawyer should aid in guarding the Bar against the admission to the
profession of candidates unfit or unqualified because deficient in either moral character or education.” (Canons
of Professional Ethics adopted by the American Bar Association, 1954).
26
Asas (Canon) ke-4 ABA menyatakan : “A lawyer assigned as counsel for an indigent prisoner ought
not to ask to be excused for any trivial reason, and should always exert his best efforts in his behalf”.
martabat advokat, senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat sebagai profesi terhormat;
i. Bersikap benar dan sopan terhadap pejabat penegak hukum, sesama advokat, dan
masyarakat, serta mempertahankan hak dan martabat advokat di forum manapun juga.27

7. Etika Melakukan Tugas Jabatan sebagai Penasihat Hukum


Advokat sebagai pejabat penasihat hukum dalam melakukan tugas jabatannya:
a. Tidak memasang iklan untuk menarik perhatian, dan tidak memasang papan nama dengan
ukuran dan bentuk istimewa;
b. Tidak menawarkan jasa kepada klien secara langsung atau tidak langsung melalui
perantara, melainkan harus menunggu permintaan;
c. Tidak mengadakan kantor cabang di tempat yang merugikan kedudukan advokat, misalnya
di rumah atau di kantor seorang bukan advokat;
d. Menerima perkara sedapat mungkin berhubungan langsung dengan klien dan menerima
semua keterangan dari klien sendiri;
e. Tidak mengizinkan pencantuman namanya di papan nama, iklan, atau cara lain oleh orang
bukan advokat tetapi memperkenalkan diri sebagai wakil advokat;
f. Tidak mengizinkan karyawan yang tidak berkualifikasi untuk mengurus sendiri perkara,
memberi nasihat kepada klien secara lisan atau tertulis;
g. Tidak mempublikasikan diri melalui media massa untuk menarik perhatian masyarakat
mengenai perkara yang sedang ditanganinya, kecuali untuk menegakkan prinsip hukum
yang wajib diperjuangkan oleh semua advokat;
h. Tidak mengizinkan pencantuman nama advokat yang diangkat untuk suatu jabatan negara
pada kantor yang memperkerjakannya dahulu;
i. Tidak mengizinkan advokat mantan hakim/panitera menangani perkara di pengadilan yang
bersangkutan selama tiga tahun sejak dia berhenti dari pengadilan tersebut.

8. Etika Advokat dalam Menjalankan Profesinya terhadap Klien


Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 menyatakan bahwa seorang advokat
memberi jasa hukum berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa,
mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan
hukum klien. Jasa hukum itu tentunya diberikan secara profesional, dalam arti kerangka
hukum harus sesuai kode etik dan standar profesi.

27
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Cet. 2. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.95 -
99.
Dalam sebuah tulisan tiga tahun yang lalu untuk Acara Peringatan Ulang Tahun
Asosiasi Advokat Indonesia ke-15, dikatakan bahwa dalam membicarakan kode etik dan
standar profesi advokat harus dikaji melalui pendekatan kewajiban advokat kepada
Masyarakat, Pengadilan, Sejawat Profesi dan kepada Klien. Selanjutnya dikatakan bahwa
dalam membagi jasa hukum yang diberikan seorang advokat itu ke dalam beberapa kategori:
a. Berupa nasihat lisan ataupun tulisan terhadap permasalahan hukum yang dipunyai klien,
termasuk disini membantu merumuskan berbagai jenis dokumen hukum. Dalam kategori
ini, advokat secara teliti antara lain memberi penafsiran terhadap dokumen-dokumen
hukum yang bersangkutan dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan
Indonesia (ataupun mungkin internasional).
b. Jasa hukum membantu dalam melakukan negosiasi (proses tawar menawar dalam
perundingan) atau mediasi (menyelesaikan suatu perselisihan). Advokat harus memahami
keinginan klien maupun pihak lawan, dan tugas utamanya memperoleh penyelesaian
secara memuaskan para pihak. Kadang kala advokat harus pula diminta menilai bukti-
bukti yang diajukan pihak-pihak, tapi tujuan utama jasa hukum disini adalah memperoleh
penyelesaian di luar pengadilan.
c. Dalam kategori ini jasa hukum adalah membantu klien di Pengadilan, baik di bidang
hukum perdata, hukum pidana, hukum tata usaha (administrasi) negara, ataupun
(mungkin) di Mahkamah Konstitusi. Dalam kasus-kasus (hukum) pidana, maka bantuan
jasa hukum didahului pula oleh bantuan ketika klien diperiksa di Kepolisian dan
Kejaksaan.

9. Etika Hubungan Sesama Rekan Advokat sebagai Penasihat Hukum


Dalam ketentuan Bab IV KEAI mengatur asas-asas tentang hubungan antar teman
sejawat advokat. Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam kegiatan menjalankan
profesi sebagai suatu usaha, maka persaingan adalah normal. Namun persaingan ini harus
dilandasi oleh “ ... sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai”
(KEAI, Pasal 5 alinea 1). Dalam persaingan melindungi dan mempertahankan kepentingan
klien, sering antara para advokat, atau advokat dan jaksa/penuntut umum, terjadi
“pertentangan”.

Alinea 4 dari Pasal 5 KEAI merujuk kepada penarikan atau perebutan klien. Dalam
bahasa ABA ini dinamakan “encroaching” atau “trespassing”, secara paksa masuk dalam hak
orang lain (teman sejawat advokat). Secara gamblang dikatakan adanya “obligation to refrain
from deliberately stealing each other’s clients”. Bagaimana dalam praktek nanti Dewan
Kehormatan KEAI akan mendefinisikan “stealing of clients” ini? Bagaimana akan ditafsirkan
“menarik atau merebut klien” itu? Kita harus menyadari bahwa adalah hak klien untuk
menentukan siapa yang akan memberinya layanan hukum; siapa yang akan mewakilinya;
atau siapa advokatnya.

Masalah lain dalam hubungan antar advokat ini adalah, tentang penggantian advokat.
Advokat lama berkewajiban untuk menjelaskan pada klien segala sesuatu yang perlu
diketahuinya tentang perkara bersangkutan. Pengaturan dalam Pasal 4 alinea 2 KEAI tentang
Pemberian Keterangan oleh advokat yang dapat menyesatkan kliennya. Advokat baru
sebaiknya menghubungi advokat lama dan mendiskusikan masalah perkara bersangkutan dan
perkembangannya terakhir.

Seorang advokat adalah berkomunikasi atau menegosiasi masalah perkara, langsung


dengan seseorang yang telah mempunyai advokat, tanpa kehadiran advokat orang ini. Asas
ini tercantum dalam Canon 9 ABA. Dalam asas ini tidak berlaku untuk mewawancarai saksi-
saksi dari pihak lawan dalam berperkara (alinea 5 dan 6, Pasal 7 KEAI). Suatu etika
hubungan sesama rekan Advokat sebagai sesama pejabat penasihat hukum:
a. Mempunyai hubungan yang harmonis antara sesama rekan advokat berdasarkan sikap
saling menghargai dan mempercayai;
b. Tidak menggunakan kata-kata tidak sopan atau yang menyakitkan hati jika membicarakan
teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain di dalam sidang pengadilan;
c. Mengemukakan kepada Dewan Kehormatan Cabang setempat sesuai dengan hukum acara
yang berlaku keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan
dengan Kode Etik Advokat;
d. Dilarang menarik klien dari teman sejawat;
e. Dengan sepengetahuan teman sejawat yang telah menjadi advokat tetap kliennya, dapat
memberi nasihat kepada klien itu dalam perkara tertentu atau menjalankan perkara untuk
klien yang bersangkutan;
f. Yang baru dapat menerima perkara dari advokat lama setelah dia memberi keterangan
bahwa klien yang semua kewajiban terhadap advokat yang lama;
g. Yang baru boleh melakukan tindakan yang sifatnya tidak dapat ditunda, misalnya naik
banding atau kasasi karena tenggang waktunya segera berakhir;
h. Yang lama selekas mungkin memberikan kepada advokat yang baru semua surat dan
keterangan penting untuk mengurus perkara itu.

10. Etika Pengawasan terhadap Advokat Melalui Pelaksanaan Kode Etik Advokat
Suatu etika pengawasan terhadap Advokat melalui pelaksanaan Kode Etik Advokat
sebagai berikut:
a. Pengawasan terhadap advokat melalui pelaksanaan Kode Etik Advokat dilakukan oleh
Dewan Kehormatan baik di Cabang maupun di Pusat dengan acara dan sanksi atas
pelanggaran yang ditentukan sendiri.
b. Tidak satu Pasal pun dalam Kode Etik Advokat ini yang memberi wewenang kepada badan
lain selain Dewan Kehormatan untuk menghukum pelanggaran atas Pasal-Pasal dalam
Kode Etik Advokat ini oleh seorang advokat.
c. Hal-hal yang belum diatur dalam Kode Etik Advokat ini dan atau-pun penyempurnaannya
diserahkan kepada Dewan Kehormatan Pusat untuk melaksanakannya dengan kewajiban
melaporkannya kepada Munas yang berikutnya.

11. Tanggung Jawab Advokat dalam Menjalankan Profesi sebagai Penasihat Hukum
sebagai Upaya Pengawasan Advokat
Dalam ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Oleh karena itu, selain pelaku kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi, badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman juga harus mendukung terlaksananya kekuasaan kehakiman yang
merdeka. Salah satunya adalah profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggungjawab,
sebagaimana selanjutnya diatur dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2003.28

Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.18 Tahun 2003 memberikan
status kepada Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan
penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Kedudukan tersebut
memerlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No.18 Tahun 2003,
yaitu”Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan

28
https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/794/kekuasaan-kehakiman-harus-merdeka-dari-
berbagai-aspek, diakses pada tanggal 2 oktober pukul 22.52 wib.
mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan
tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat”. Organisasi Advokat, yaitu PERADI,
pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri yang juga
melaksanakan fungsi negara.
Profesi Advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap proses
hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi
advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya. Dalam upaya
pemberantasan korupsi, terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat berperan besar
dengan memutus mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran tersebut dijalankan
atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah dijamin
kemerdekaan dan kebebasannya dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2003. Secara yuridis
maupun sosologis advokat memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam penegakan
hukum.

Berhubungan dengan tanggung jawab advokat dalam penegakan hukum bahwa Advokat
harus bertanggung jawab kepada empat hal yaitu: bertanggungjawab kepada Tuhan Yang
Maha Esa, Kepada Kode Etik Advokat, Kepada Aturan perundang-undangan dan terkahir
kepada masyarakat. Selanjutnya perlu diuraikan satu persatu agar lebih jelas. Pertama,
tanggung jawab advokat kepada Tuhan. Manusia adalah mahluk religious yang memiliki
kecerdasan spiritual. Kedua, Tanggung Jawab kepada kode Etik advokat. Ketiga, Tanggung
jawab kepada Undang-Undang Advokat. Dalam mewujudkan profesi advokat yang berfungsi
sebagai penegak hukum dan keadilan juga ditentukan oleh peran Organisasi Advokat. Dalam
Undang-Undang No.18 Tahun 2003 telah memberikan aturan tentang pengawasan, tindakan-
tindakan terhadap pelanggaran, dan pemberhentian advokat yang pelaksanaannya dijalankan
oleh Organisasi Advokat. Keempat, Tanggung jawab kepada masyarakat. Pada hakikatnya
manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai
mahluk sosial. Pada satu sisi manusia merupakan anggota masyarakat yang tentunya
mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat lain agar dapat melangsungkan
hidupnya dalam masyarakat tersebut. Wajarlah apabila segala tingkat lkau dan perbuatannya
harus dipertaggung jawabkan kepada masyarakat.

12. Sinergitas Pedoman Kode Etik Advokat dengan Tanggung Jawab Profesi Advokat
Seorang Advokat dalam melaksanakan tugas jabatannya harus selalu dilandasi dengan
sikap bertanggung jawab. Hal ini jika dilakukan, menunjukkan bahwa seorang Advokat dapat
dikatakan telah melaksanakan profesinya secara profesional. Bertanggung jawab di sini
dimaksudkan bahwa setiap Advokat dalam melakukan suatu perbuatan akan selalu dilandasi
dengan alasan-alasan yang benar sehingga perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan.
Setiap Advokat yang melakukan suatu perbuatan yang tidak dilandasi dengan alasan yang
kuat (tidak dilandasi oleh dasar hukum atau moral), maka berarti perbuatannya itu tidak
bertanggungjawab dan perbuatan demikian ini tidak boleh sama sekali dilakukan oleh setiap
Advokat. Selain hukum dan moral, “landasan yang benar” yang dapat menjadi acuan seorang
Advokat adalah Kode Etik Advokat.

Kode Etik Advokat pada dasarnya merupakan sebuah etika atau norma-norma dasar yang
menjadi acuan bagi seorang Advokat untuk bertindak dalam menjalankan tugas jabatannya
dalam kesehariannya. Tidak terbatas hanya kepada Advokat, setiap profesi baik profesi
hukum maupun profesi lainnya wajib mentaati kode etiknya masing-masing. Menurut Hendry
Panggabean dijelaskan bahwa setidaknya terdapat tiga (3) kegunaan kode etik dalam
menjalankan suatu profesi, yaitu: 1) untuk meningkatkan wibawa profesi itu sendiri; 2)
memberikan parameter atau kehendak terhadap profesi; dan 3) memungkinkan anggota
profesi mengatur diri sendiri disamping mentaati peraturan yang dikeluarkan penguasa atau
pemerintah.29

Perlu sinergitas hubungan antara kode etik dan tanggung jawab profesi, sebab dengan etika
inilah para profesional hukum dapat melaksanakan tugas jabatannya dengan baik untuk
menciptakan penghormatan terhadap martabat manusia yang pada akhirnya akan melahirkan
keadilan di tengah-tengah masyarakat sebagai suatu wujud pertanggung jawaban profesi.

13. Perilaku Advokat dalam Menjalankan Profesi sebagai Penasihat Hukum sebagai
Upaya Pengawasan Advokat dalam Penegakan Hukum
Dalam proses penegakan hukum di persidangan melibatkan banyak institusi yang satu
dengan yang lain mempunyai kewenangan yang berbeda-beda. Institusi yang dimaksud
antara lain Advokat, untuk memberikan jasa hukum, dimana saat menjalankan tugas dan
fungsinya dapat berperan sebagai pendamping, pemberi pendapat hukum atau menjadi kuasa

29
Muhammad Zulfikar, “Pentingnya Kode Etik dalam Jalani Profesi,”http://www.tribunnews.
com/nasional/2014/01/25/pentingnya-kode-etik-dalam-jalani-profesi, diunduh Rabu, 25 November 2015.
hukum untuk dan atas nama kliennya dalam rangka menegakkan hukum, keadilan, dan
kebenaran. Advokat harus mampu untuk mengidentifikasi suatu peristiwa dengan
mempergunakan ilmu pengetahuan hukum materiil dan hukum formilnya; begitu pula
Advokat mengetahui batas kewenangannya. Pengaturan semacam ini untuk menjamin hak-
hak klien dalam penyidikan.
Beberapa pasal dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2003 ini hanya memberikan
kekebalan terhadap Advokat dalam menjalankan profesinya dengan “itikad baik”. Dalam hal
ini dibuktikan bahwa Advokat tersebut dalam menjalankan profesinya tidak dengan itikad
baik, yang bersangkutan dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.Advokat dalam
berperkara membela kliennya dilarang untuk membocorkan rahasia kliennya. Advokat pun
tidak boleh menggunakan rahasia kliennya untuk merugikan kepentingan klien tersebut.
Advokat tidak boleh menggunakan rahasia kliennya untuk kepentingan pribadi Advokat atau
untuk kepentingan pihak ketiga. Sesuai Pasal 19 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003, dan
Kode Etik Profesi Advokat Pasal 4 huruf (h): “Advokat wajib memegang rahasia jabatan
tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga
rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien itu.”Advokat berhak
memperoleh informasi dalam menjalankan profesinya, informasi tersebut bisa berupa data,
dan dokumen lainnya yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya baik dari
instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut. Meminta
keterangan yang diperlukan, dalam menjalankan tugas kewajibannya memerlukan data
keterangan dari instansi pemerintah atau organisasi pemerintah ataupun swasta. Sesuai
dengan Pasal 17 Undang-Undang Advokat.

Hak menerima uang jasa, Advokat yang membela klien baik di dalam maupun di luar
sidang pengadilan berhak menerima uang jasa sebagai imbalannya, dari klien yang
dibelanya.30 Hal ini berhubungan dengan hak retensi, hak untuk tidak mengembalikan surat-
surat yang dipegang sebelum honorariumnya dilunasi terlebih dahulu. Termasuk
menggunakan hak retensi untuk mengancam dan mengurangi kapasitas sebagai Advokat
dalam membela dan melindungi kliennya. Profesi apapun tidak dapat terhindar dari risiko
penyimpangan dalam menjalankan tugas dan fungsinya atau tidak sesuai dengan sumpah
profesi yang diucapkannya atau melanggar kode etiknya, maka perlu dilakukan tindakan baik
bersifat administratif maupun yuridis.

30
Lasdin Wlas, Wlas, Lasdin, Cakrawala Advokat Indonesia, Liberty Yogyakarta 1989, hlm. 19.
Organisasi Advokat biasanya ditugaskan kepada suatu badan atau Dewan Kehormatan
Profesi. Badan itu selain menjaga aturan perundang- undangan dan kode etik profesi itu
dipatuhi oleh seluruh anggota. Mempunyai kewenangan untuk melakukan penertiban atau
tindakan yang bersifat administratif terhadap anggota-anggotanya, yang nyata-nyata
melanggar kode etik profesi.Dalam upaya penanggulangan malpraktik Advokat terdapat 2
(dua) macam aturan yang tertulis dalam Undang-Undang Advokat No. 18 Tahun 2003 yaitu
mengenai pengawasan dan penindakan. Namun tindakan yang diambil oleh Organisasi
Advokat tidak selalu efektif, bila anggota yang telah dikenakan sanksi tidak mau menaatinya
dan kemudian pindah ke Organisasi Advokat lain ataupun membuat Organisasi Advokat lain.
Itulah kelemahan umum Organisasi Profesi Advokat.

Setiap profesi memiliki tangung jawab terhadap profesinya, termasuk di dalamnya profesi
advokat. Tanggung jawab tersebut melekat pada masing-masing profesi sebagai bagian yang
tidak terpisahkan. Pembicaraan dan kajian terhadap tanggung jawab profesi menjadi penting
ketika banyak seorang professional tidak bertanggungjawab terhadap profesinya.

Begitu pula dengan profesi advokat. Advokat berprofesi memberi jasa hukum dan
bertugas menyelesaikan persoalan hukum kliennya baik secara litigasi maupun nonlitigasi,
Menurut Frans Hendra Winata, tugas advokat adalah mengabdikan dirinya pada masyarakat
sehingga dia dituntut untuk selalu turut serta dalam penegakan Hak Asasi Manusia, dan
dalam menjalankan profesinya ia bebas untuk membela siapapun, tidak terikat pada perintah
klien dan tidak pandang bulu siapa lawan kliennya, apakah dia dari golongan kuat, penguasa,
pejabat bahkan rakyat miskin sekalipun.31 Fungsi advokat bukan hanya berperkara di
pengadilan, namun sangat penting, mewakili kepentingan warga negara dalam hubungannya
dengan pemerintah. Justru karena profesi advokat mengerti akan bentuk, lembaga dan aturan
negara dan bertugas untuk mewakili warga negara kalau bertentangan dengan negara atau
warga negara yang lainnya.

Peran Advokat sesungguhnya memperbaiki sistem dan kinerja peradilan di Indonesia


yang sering dikatakan sudah sangat rusak. Sebagaimana Penegak hukum seperti Hakim,
Jaksa dan Polisi hampir-hampir tidak lagi dapat dipercaya masyarakat untuk menjalankan
roda keadilan sesuai dengan perannya dalam penegakkan hukum dan keadilan. Dalam

31
Hendra Winata, Frans, Advokat Indonesia, Citra, Idealisme dan Kepribadian, Sinar Harapan, Jakarta,
1995, hlm. 14.
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, berarti sistem
penegak hukum bertambah lagi satu unsur Advokat yang selama ini dianggap menjadi salah
satu unsur mata rantai kejahatan peradilan, oleh karena itu Advokat sebagai salah satu unsur
penegak hukum berkewajiban meyakinkan masyarakat diantara unsur Penegak hukum
lainnya untuk menciptakan suasana dan cakrawala baru di bidang penegakkan hukum dan
keadilan dengan melakukan pembenahan- pembenahan, baik melalui internal di dalam tubuh
organisasi profesi melalui standar etika profesi yang bertanggung jawab dan secara eksternal
dalam hubungan dengan lingkungan para penegak hukum lainnya.

Pada dasarnya, penegakan hukum dapat terlaksana dengan baik jikalau antara unsur
masyarakat dan unsur penegak hukumnya saling berkesinambungan dalam menjunjung tinggi
prinsip serta tujuan hukum. Suatu unsur penegak hukum ia harus memenuhi syarat formil dan
syarat materiil. Syarat formil menentukan sah tidaknya kuasa hukum sedangkan syarat
materiil menggambarkan apa yang dilakukan kuasa hukum benar-benar kehendak dari
kliennya. Apabila ada perbedaan antara pihak formil dan pihak materiil maka yang
dimenangkan adalah pihak materiil yaitu klien, sebagai pihak yang berkepentingan.32

Pada hakikatnya peran advokat dalam penegakan hukum bukanlah untuk memenangkan
perkara yang dihadapinya akan tetapi untuk memperjuangkan kebenaran keadilan bagi klien
(pihak yang berperkara) dikarenakan posisi kliennya masih tersangka yang memerlukan
bantuan untuk membuktikan ia bersalah atau tidak. Selain itu pembaharuan dari sisi penegak
hukum dalam hal ini advokat, juga perlu pembenahan dari unsur masyarakatnya. Masyarakat
sebagai pelaksana hukum dan pencari keadilan tidak seharusnya membungkam para aparat
penegak hukum demi kepentingannya, termasuk membungkam pengacara demi
memenangkan perkara yang dihadapinya.

32
Mukti Arto, Mencari Keadilan (Kritik Solusi terhadap Praktik Peradilan Perdata di Indonesia), Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm. 131-132.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
1) Etika Profesi merupakan sikap hidup yang bertujuan untuk memberikan pelayanan
kepada seseorang yang sifatnya profesional.
2) Advokat sebagai Profesi officium nobile dan sebagai pilar dalam menegakkan
supremasi hukum dan hak asasi manusia dan yang mengupayakan pemberdayaan
masyarakat dalam menyadarkan hak-hak fundamental mereka di depan hukum.
3) Fungsi dan Peranan Advokat
1. Peran advokat sebagai penegak hukum
2. Peran advokat sebagai pengawas penegakan hukum
 Internal, peran perhimpunan advokat harus dapat menjadi sarana efektif
mengawasi tingkah laku advokat dalam profesi penegakan hukum atau
penerapan hukum.
 Eksternal, secara eksternal baik perhimpunan advokat maupun advokat secara
individual harus menjadi pengawas agar peradilan dapat berjalan secara benar
dan tepat.
4) Advokat sebagai profesi mulia harus menjunjung tinggi peraturan perundang-
undangan dan kode etik, sehingga apabila melakukan pelanggaran yang merugikan
profesi atau klien harus mendapat tindakan berupa sanksi-sanksi yang dijatuhkan juga
tidak menghilangkan haknya untuk tetap jalankan profesi.
5) Advokat dalam menjalankan profesi sebagai penasihat hukum punya kewajiban
sebagai berikut:
1. Untuk memberikan bantuan pro deo atau cuma – cuma dan tidak membedakan
atau menolok suatu perkara diakibatkan alas an kedudukannya (KEAI pasal
3 ).
2. Menjaga kemartaban Organisasi Advokat
3. Ikut serta dalam pembaharuan dan pembangunan hukum
4. Ikut menjadi control kekuasaan kehakiman. Dsb.
5. Hak dari seoarang Advokat adalah mendapat Honorarium atas jasanya pada
klien
6) Macam Etika yang harus menjadi perhatian bagi seorang Advokat diantaranya :
1. Etika Kepribadian Advokat sebagai Pejabat Penasihat Hukum
2. Etika Melakukan Tugas Jabatan sebagai Penasihat Hukum
3. Etika Advokat dalam Menjalankan Profesinya terhadap Klien
4. Etika Pengawasan terhadap Advokat Melalui Pelaksanaan Kode Etik Advokat.
7) Profesi adalah Suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan
istimewa sehinnga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang
memerlukannya.
Lima istilah profesi : 1) Profesi 2) Profesional 3) Profesionalisme 4) Profesionalitas 5)
Profesionalisasi

2. Saran
1. Baiknya profesionalitas Advokat dilihat dari kejujuran, tanggungjawab serta
penguasaannya dalam menangani berbagai masalah yang berkaitan dengan hukum.Selain
itu, harus lebih mengedepankan hak-hak client sehingga ia merasa mendapat
perlindungan dan kenyamanan dari penasihat hukumnya. Sudah sepatutnya terhadap
client dan teman sejawat seseorang yang berprofesi sebagai Advokat menjunjung tinggi
etika profesi dan kode etik profesi dalam menjalankan pekerjaan sebagai Advokat sesuai
UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan ketentuan yang termuat dalam Kode Etik
Advokat Indonesia ( KEAI ).
2. Profesi apapun tidak dapat terhindar dari risiko penyimpangan dalam menjalankan tugas
dan fungsinya atau tidak sesuai dengan sumpah profesi yang diucapkannya atau
melanggar kode etiknya, maka perlu dilakukan tindakan baik bersifat administratif
maupun yuridis.
3. Organisasi Advokatharus punya kewenangan untuk melakukan penertiban atau tindakan
yang bersifat administratif terhadap anggota-anggotanya, yang nyata-nyata melanggar
kode etik profesi.
4. Organisasi Advokat melalui komisi pengawas Advokat haruslah mengambil Tindakan
jika diketahui ada Advokat yang melakukan pelanggaran kode etik dan membawanya ke
Dewan Kehormatan atau bisa dilakukan pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan.
Jika sanksi itu berupa pemecatan maka Advokat tidak boleh pindah ke Organisasi
Advokat lain di wilayah Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung
Frans Hendra Winata, 1995. Advokat Indonesia, Citra, Idealisme dan Kepribadian, Sinar
Harapan, Jakarta
Jazim Hamidi, 2005, Makna dan Kedudukan Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus l945
dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana
Universitas Padjadjaran, Bandung
Munir Fuady, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, advokat,
Notaris, Kurator, dan Pengurus), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Mukti Arto, 2001, Mencari Keadilan (Kritik Solusi terhadap Praktik Peradilan Perdata di
Indonesia), Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
https://www.kompasiana.com/yasiralifah/555469196523bda51d4aef64/profesi-guru-dan-
guru-professional?page=all
Peter Mahmud Marzuki, 2006. Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Rapaun Rambe, 2003. Teknik Praktek Advokat, PT. Grasindo, Jakarta.
Pramono, Agus. (2016). DiH Jurnal Ilmu Hukum
Satjipto Rahardjo, 1991, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Shidarta, 1990, Mengenai Batasan Profesi, lihat: Black, Henry Campbell. Black’s Law
Dictionary. Ed. 6. St. Paul: West Publishing.
Supriadi, 2006, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta : Sinar
Grafika.
https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/794/kekuasaan-kehakiman-harus-
merdeka-dari-berbagai-aspek,
https://www.tokopedia.com/blog/pengertian-etika-profesi-krj/
isnanto, R.Rizal, ST,MM,MT. 2009, BUKU AJAR ETIKA PROFESI, Semarang :
Universitas Diponegoro
Pramono, Agus. (2016). DiH Jurnal Ilmu Hukum
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Kode Etik Advokat Indonesia
(KEAI)

ESSAY
Tanya Jawab
Keyword : Nama, P (Pertanyaan), J (jawaban)

Nama Penanya : Indah Sakina


Yang menjawab :Rachmat Syah Alam Lubis (0205165161)

P : Advokat yang melanggar kode etik, bagaimana sanksi yang diterimanya baik itu jangka
pendek,menengah,panjang ?

J : Jika setiap orang yang berprofesi sebagai Advokat melakukan pelanggaran terkait kode
etik baik itu persoalan mengenai hak-hak daripada clientnya maupun terhadap teman
sejawat ataupun jika dirinya melakukan suatu tindak pidana maka berdasarkan ketentuan
(KEAI) pasal 16 sanksi nya bias Peringatan/teguran baik biasa maupun dengan keras.
Menengahnya bias dilakukan skors atau tidak dapat beracara di Pengadilan sebagaimana
pengaduan Hotma Sitompul terhadap Hotman Paris ke PERADI dengan putusan 3 bulan
tidak boleh beracara di Pengadilan dengan kata lain pemberhentian sementara, jangka
panjangnya pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi berdasarkan putusan dewan
kehormatan Organisasi Advokat. Sebagaimana tertuang pada UU No. 18 Tahun 2003 pasal
9 dan 10 yang berhentinya advokat bias pengunduran diri atau dipecat atau sebab
melakukan tindak pidana yang diancam dengan 5 tahun penjara.

Nama Penanya : Nisa Aulia Rahmah


Yang Menjawab : Rika ( 0205192067 )
P : Perilaku Advokat dalam Menjalankan Profesi sebagai Penasihat Hukum sebagai Upaya
Pengawasan Advokat dalam Penegakan Hukum pada point 14 bagaimana jika ia
melanggar kode etiknya ?

J : Seorang Advokat tidak hanya sebagai profesi tetapi ia juga ikut dalam
pembangunan,perkembangan hukum yang mana pendapat para ahli hukum terkadang
dijadikan rujukan bagi hakim dalam memutuskan perkara. Lawyer merupakan profesi
yang mulia sebab ia dapat melakukan pendampingan, memberi pendapat hukum, bahkan
ikut berperan dalam pembangunan hukum. Jika Advokat melakukan hal-hal membuka
rahasia untuk mendapat kepentingan pribadi Advokat maka yang merasa dirugikan dapat
menuntut perdata maupun pidana dan melakukan pengaduan ke Organisasi Advokat untuk
diadili melalui Dewan Kehormatan.

Nama Penanya : Iwan


Yang Menjawab : Rachmat Syah Alam Lubis (0205165161)

P : Bagaimana yang dimaksud Advokat Prodeo ?


J : Advokat tugasnya adalah memberikan pendapingan, pendapat, melakukan pembelaan
baik didalam pengadilan maupun diluar pengadilan maka adapun yang dimaksud Advokat
yaitu bertindak atas suatu surat kuasa dan izin beracara atau ditunjuk oleh negara, ada
Advokat yang memang mendapat honorarium dari negara sebagai wujud
pertanggungjawaban negara terhadap hak-hak setiap manusia dan haknya sesuai KUHP
dan KUHAP dan peraturan perundang-undangan.Negara secara yurisdiksi menjamin
bahwa terdakwa yang tidak didampingi oleh kuasa hukum maka negara negara hadir untuk
memberi bantuan hukum dengan syarat masayarakat yang secara finansial termasuk
kategori ekonomi lemah dan sesuai UU Advokat Pasal 22 juga wajib seorang advokat
memberi bantuan hukum secara cuma-Cuma dan pasal 7 huruf h pada KEAI. Dasar inilah
yang kemudian terciptaanya istilah Advokat Prodeo.
Nama Penanya : M.Noval ( 02051922065 )
Yang Menjawab : Rachmat Syah Alam Lubis (0205165161)
P : Mengapa hanya PERADI yang sering muncul sebagai Lembaga Advokat, mengapa 8
organisasi Advokat lainnya seperti terdegredasi ?
J : PERADI pada mulanya didirikan oleh 8 organisasi Advokat namun atas pengujian
terhadap UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat di MK medapat putusan bahwa setiap
organisasi yang sudah terbentuk itu tetap dapat dikatakan sebagai Organisasi Advokat.
Namun, di Indonesia menganut system organisasi Advokat yang menegaskan sistemnya
adalah single bar yang mana ada 8 organisasi yang diakui tetapi PERADI yang mengatur
terkait masalah putusan kode etik, administrasi, dsb. Meskipun banyaknya organisasi dapat
dipandang tidak bermakna tetapi negara secara administratif ketatanegaraan hadir bagi
pihak-pihak yang ingin mendirikan organisasi perlu memenuhi syarat-syarat dan izin dari
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jadi, menurut kami bukan tergradasi tetapi
landasan konstitusional mengatur demikian.

Nama Penanya : Sari Lubis


Yang Menjawab :Rini Adriani ( 0205192057 )

P : Sanksi bagi Advokat yang membuka rahasia saksi dan klien ?


J : Berdasarkan perbuatan tersebut dikenakan pasal 322 KUHP yang bunyinya sebagai
berikut: (1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya
karena jabatan atau pencariannya, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap
seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Terhadap pihak yang kiranya merasa dirugikan dapat kiranya melakukan pengaduan dalam
hal ranah pidana dan perdata mengenai perbuatan melawan hukum, upaya terakhir berupa
membuat pengaduan ke Organiasi Advokat cabang/daerah dan atau pusat atas dasar
melanggar kode etik profesi Advokat.

Nama Penanya : Riza Eldira ( 0205192056 )


Yang Menjawab : Rika ( 0205192067 )
P : Pasal 18 ayat 2, Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela
perkara Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat. Bagaimana jika
honorarium Advokat dibayar melalui tindak pidana pencucian uang dari client ?
J : Advokat itu bertidak atas dasar kepentingan kliennya melalui surat kuasa yang menjadi
dasar seorang Advokat membela dan memberikan pendapat sehingga dasar ini juga ia
punya hak imunitas yaitu hak untuk tidak dituntut dan dilaporkan terkait segala cara-
caranya dalam membela klien. Contohnya segala perkataannya dalam hal itikad baik
melaukan pembelaan di pengadilan dsb.Adapun mengenai Honorarium ini adalah menjadi
hak seorang Advokat atas jasanya terhadap klien berdasarkan kesepakatan para pihak. Jika
didapati ternyata honorarium yang diberikan klien berasal dari tindak pidana pencucian
uang maka pasal 21 UU Advokat jelas ayat 1 dan 2 menyebutkan. Bahkan seorang
pengacara punya hak retensi menahan segala berkas klien dengan catatan hak retensi
harus dicantumkan dalam surat kuasa tersebut.

Anda mungkin juga menyukai