Oleh
Kelompok 5 :
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam, shalawat serta salam
mudah-mudahan senantiasa Allah karuniakan atas penutup dan Nabi paling mulia,
Muhammad SAW juga atas segenap keluarganya, para shahabat, para Tabi’in dan
Tabi’in-tabiin serta para pengikut setia Nya hingga akhir zaman.
Makalah yang berjudul Kode Etik Advokat ini, kami susun unuk memenuhi
tugas yang diamanahkan kepada kami pada mata kuliah Etika Propesi Hukum, serta
sebagai wasilah untuk memperdalam tentang Manajemen Resiko dalam Perbankan
Islam dan pihak lain yang berkenan membacanya, makalah ini bahasanya sangat
sederhana dan fokus pada pokok bahasan sehingga mudah dipahami dan memiliki
ruang lingkup yang terbatas pada judul diatas.
Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk perbaikan
makalah mendatang. Dalam menyusun makalah ini kami mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Kami
berharap mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Amiin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
A. Pengertian Kode Etik Advokat..................................................................3
B. Etika Melakukan Tugas Jabatan................................................................ 5
C. Etika Pelayanan Terhadap Klien...............................................................5
D. Etika Hubunga terhadap Advokat............................................................. 6
E. Pengawasan………………………….…………………………………..8
BAB III PENUTUP.............................................................................................10
A. Kesimpulan.............................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kedudukan advokat adalah sebagai pemberi bantuan hukum atau jasa hukum
kepada masyarakat (klien) yang sedang mengahadapi suatu masalah hukum di
dalam persidangan. Pengertian Advokat sendiri telah di jelaskan di dalam Pasal 1
Ayat 1 Kode Etik Advokat Indonesia bahwa, “Advokat adalah orang yang
berprofesi memberikan jasa hukum, baik di dalam maupun diluar pengadilan yang
memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UndangUndang ini”. Suhrawandi
K. Lubis menjelaskan bahwa “Pada dasarnya tugas advokat atau penasehat hukum
adalah untuk memberikan pendapat hukum (legal opinion), serta nasihat hukum
(legal advice) dalam rangka menjauhkan klien dari konflik, tetapi di lingkungan
peradilan (beracara di Pengadilan) penasehat hukum justru tidak sedikit yang
mengajukan atau membela kepentingan kliennya unsich (secara ambisius)”.
Dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat seorang advokat
dapat melakukan secara Cuma cuma (Prodeo) ataupun atas dasar mendapatkan
honorarium (Lawyer Fee) dari kliennya Abdulkadir Muhammad menjelaskan
bahwa, “Profesi adalah pekerjaan tetap bidang teretentu berdasarkan keahlian
khusus yang dilakukan secara bertangggung jawab dengan tujuan memperoleh
penghasilan. Apabila profesi itu berkenaan dengan bidang hukum, maka profesi
itu disebut profesi hukum.
“Profesi hukum meliputi profesi legislatior, administrator hukum, konsultan
hukum, dosen hukum, notaris, polisi jaksa, hakim dan advokat”.
Dalam perkembangan zaman dan di tengah krisis multidimensi, kehidupan
hukum menunjukkan fenomena adanya ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.
Pihak yang sering disalahkan sebagai penyebab runtuhnya supremasi hukum
adalah aparat penegak hukum itu sendiri, seperti polisi, hakim, advokat, dan jaksa.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana etika melakukan tugas jabatan sebagai advokat?
2. Bagaimana etika hubungan terhadap klain?
3. Bagaimana pengawasan dalam menjalankan tugas advokat ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap
Kode Etik Advokat yang berlaku.
Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum
tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun
membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung
jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau
masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.
Pelaksanaan Kode Etik Dan Undang-Undang Advokat Berkaitan dengan UU
Advokat No. 18 tahun 2003 maka disusun Kode Etik Advokat Indonesia, hal ini
bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat (Pasal 26 Bab
IX ayat 1); UU tersebut juga mengatur bagaimana seorang Advokat wajib tunduk
dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat (ayat 2); Kode etik profesi Advokat sebagaimana
dimaksud pada :
ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan ayat.
ayat (3); Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi Advokat
dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(ayat 4). Kode etik juga mengatur tentang susunan, tugas, dan
kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
4
B. Etika Melakukan Tugas Jabatan Advokat
Etika Melakukan Tugas Jabatan sebagai Penasihat Hukum Advokat sebagai
pejabat penasihat hukum dalam melakukan tugas jabatannya:
a. Tidak memasang iklan untuk menarik perhatian, dan tidak memasang
papan nama dengan ukuran dan bentuk istimewa;
b. Tidak menawarkan jasa kepada klien secara langsung atau tidak
langsung melalui perantara, melainkan harus menunggu permintaan;
c. Tidak mengadakan kantor cabang di tempat yang merugikan
kedudukan advokat, misalnya di rumah atau di kantor seorang bukan
advokat;
d. Menerima perkara sedapat mungkin berhubungan langsung dengan
klien dan menerima semua keterangan dari klien sendiri:
e. Tidak mengizinkan pencantuman namanya di papan nama, iklan, atau
cara lain oleh orang bukan advokat tetapi memperkenalkan diri sebagai
wakil advokat,
f. Tidak mengizinkan karyawan yang tidak berkualifikasi untuk
mengurus sendiri perkara, memberi nasihat kepada klien secara lisan
atau tertulis;
g. Tidak mempublikasikan diri melalui media massa untuk menarik
perhatian masyarakat mengenai perkara yang sedang ditanganinya,
kecuali untuk menegakkan prinsip hukum yang wajib diperjuangkan
oleh semua advokat;
h. Tidak mengizinkan pencantuman nama advokat yang diangkat untuk
suatu jabatan negara pada kantor yang memperkerjakannya dahulu;
i. Tidak mengizinkan advokat mantan hakim/panitera menangani perkara
di pengadilan yang bersangkutan selama tiga tahun sejak dia berhenti
dari pengadilan tersebut.2
C. Etika Pelayanan Terhadap Klien
2
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
5
Pasal 4
6
11. Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan
kerugian kepentingan klien.
3
John Rawls, 1971, A. Theory of Justice, Belknap, Harvard. Lasdin Wlas, Wlas,
Lasdin, 1989, Cakrawala Advokat Indonesia, Liberty Yogyakarta.
7
menghargai dan saling mempercayai” (KEAI, Pasal 5 alinea 1). Dalam
persaingan melindungi dan mempertahankan kepentingan klien, sering antara
para advokat, atau advokat dan jaksa/penuntut umum, terjadi “pertentangan”.
Alinea 4 dari Pasal 5 KEAI merujuk kepada penarikan atau perebutan klien.
dalam bahasa ABA ini dinamakan “encroaching” atau “trespassing”, secara
paksa masuk dalam hak orang lain (teman sejawat advokat). Secara gamblang
dikatakan adanya “obligation to refrain from deliberately stealing each other’s
clients”. Bagaimana dalam praktek nanti Dewan Kehormatan KEAI akan
mendefinisikan “stealing of clients” ini? Bagaimana akan ditafsirkan “menarik
atau merebut klien” itu? Kita harus menyadari bahwa adalah hak klien untuk
menentukan siapa yang akan memberinya layanan hukum; siapa yang akan
mewakilinya; atau siapa advokatnya.
Masalah lain dalam hubungan antar advokat ini adalah, tentang penggantian
advokat. Advokat lama berkewajiban untuk menjelaskan pada klien segala
sesuatu yang perlu diketahuinya tentang perkara bersangkutan. Pengaturan
dalam Pasal 4 alinea 2 KEAI tentang Pemberian Keterangan oleh advokat yang
dapat menyesatkan kliennya. Advokat baru sebaiknya menghubungi advokat
lama dan mendiskusikan masalah perkara bersangkutan dan perkembangannya
terakhir.
Seorang advokat adalah berkomunikasi atau menegosiasi masalah perkara,
langsung dengan seseorang yang telah mempunyai advokat, tanpa kehadiran
advokat orang ini. Asas ini tercantum dalam Canon 9 ABA. Dalam asas ini tidak
berlaku untuk mewawancarai saksi saksi dari pihak lawan dalam berperkara
(alinea 5 dan 6, Pasal 7 KEAI). Suatu etika hubungan sesama rekan Advokat
sebagai sesama pejabat penasihat hukum:
Mempunyai hubungan yang harmonis antara sesama rekan advokat
berdasarkan sikap saling menghargai dan mempercayai;
8
Tidak menggunakan kata-kata tidak sopan atau yang menyakitkan hati jika
membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain di dalam
sidang pengadilan;
Mengemukakan kepada Dewan Kehormatan Cabang setempat sesuai
dengan hukum acara yang berlaku keberatan terhadap tindakan teman
sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik Advokat;
Dilarang menarik klien dari teman sejawat;
Dengan sepengetahuan teman sejawat yang telah menjadi advokat tetap
kliennya, dapat memberi nasihat kepada klien itu dalam perkara tertentu
atau menjalankan perkara untuk klien yang bersangkutan.4
4
John Rawls, 1971, A. Theory of Justice, Belknap, Harvard. Lasdin Wlas, Wlas,
Lasdin, 1989, Cakrawala Advokat Indonesia, Liberty Yogyakarta.
9
melaksanakannya dengan kewajiban melaporkannya kepada Munas yang
berikutnya.5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
5
John Rawls, 1971, A. Theory of Justice, Belknap, Harvard. Lasdin Wlas, Wlas,
Lasdin, 1989, Cakrawala Advokat Indonesia, Liberty Yogyakarta.
10
Dasar ratiologis Dewan Kehormatan Advokat memberikan sanksi terhadap
advokat yang dinyatakaan melakukan pelanggaran etika profesi advokat berkaitan
untuk perlindungan hukum bagi klien atau advokat lain yang dirugikan dan
pemberian sanksi guna pembinaan advokat yang melanggar. Advokat sebagai
profesi mulia harus menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan dan kode
etik, sehingga apabila melakukan pelanggaran yang merugikan profesi atau klien
harus mendapat tindakan berupa sanksi-sanksi yang dijatuhkan juga tidak
menghilangkan haknya untuk tetap jalankan profesi. Di sinilah martabat sebagai
advokat tetap dihormati sedang sanksi adalah bentuk penindakan atas pelanggaran
yang dilakukan. Selain itu, rasiologis sanksi adalah dalam rangka memberikan
perlindungan hukum, khususnya terhadap pihak yang dirugikan. Sesuai pendapat
Pilipus M. Hadjon mengenai perlindungan hukum dibagi menjadi dua macam,
yaitu: pertama perlindungan hukum preventif, adanya peraturan perundang-
undangan yaitu Undang-Undang Advokat dan Kode etik harus ditaati oleh setiap
advokat. Kedua perlindungan hukum represif, adanya pemberian sanksi terhadap
pelanggaran Undang-Undang Advokat maupun Kode Etik Advokat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung Frans Hendra Winata, 1995. Advokat Indonesia, Citra, Idealisme dan
Kepribadian, Sinar Harapan, Jakarta.
11
Jazim Hamidi, 2005, Makna dan Kedudukan Hukum Naskah Proklamasi 17
Agustus 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Disertasi,
Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung
John Rawls, 1971, A. Theory of Justice, Belknap, Harvard. Lasdin Wlas, Wlas,
Lasdin, 1989, Cakrawala Advokat Indonesia, Liberty Yogyakarta.
12