Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SYARAT-SYARAT MENJADI ADVOKAT, TUGAS DAN KEWAJIBAN ADVOKAT


DALAM UNDANG-UNDANG ADVOKAT DAN MENURUT KITAB UNDANG-
UNDANG HUKUM ACARA di INDONESIA

Dosen Pengajar : Dr. Abdul Hamid, SH., MH

Disusun oleh :
Tasya Nurhaliza 19810672
Mareitha Ayu Paramaysela 18810491
Mella Mar’atush Shalehah 19810674

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KALIMANTAN SELATAN
MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI
BANJARBARU
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia
kepada kami sehingga kami senantiasa dapat menyelesaikan makalah Hukum
Peradilan Pajak tepat pada waktunya.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Peradilan
Pajak yang diberikan oleh Bapak Dr. Abdul Hamid, S.H., M.H. selaku dosen
pengampu mata kuliah Hukum Peradilan Pajak.
Ucapan terima kasih kami sampaikan Bapak Dr. Abdul Hamid, S.H., M.H.
yang telah memberikan pengajaran kepada kami, serta kepada teman-teman yang
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah ini disajikan terutama kepada mahasiswa yang mengambil mata
kuliah Hukum Peradilan Pajak, baik yang ada di luar maupun di dalam lingkup
Universitas Islam Kalimantan. Makalah ini juga dapat digunakan sebagai referensi
tambahan bagi kalangan pelajar, mahasiswa, maupun praktisi pajak.
Namun, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.

Banjarbaru, 15 Mei 2022

Penulis
Daftar Isi
KATA PENGANTAR....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................

A. Latar Belakang...............................................................................................

B. Rumusan Masalah.........................................................................................

C. Tujuan Masalah..............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................

A. Syarat-Syarat Menjadi Advokat....................................................................

B. Tugas dan Kewajiban Advokat Menurut Undang-Undang Advokat..........

C. Tugas dan Kewajiban Advokat Menurut Undang-Undang KUHAP...........

BAB III PENUTUP........................................................................................................

Kesimpulan..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Advokat sebagai salah satu profesi yang sangat dikenal dibidang hukum,
juga Merupakan profesi yang dipandang sebagai profesi yang sangat
terhormat (noble officium). Akan tetapi peran advokat sebagai penegak
hukum sejatinya kurang dipandang oleh masyarakat apabila dibandingkan
dengan lembaga penegak hukum lain seperti Polisi, Jaksa maupun Hakim.
Padahal sesungguhnya tidak demikian, peran advokat sebagai penegak
hukum juga sebenarnya berperan penting dalam penegakan hukum.
Dominasi penegak hukum polisi, jaksa dan hakim dalam peradilan pidana
menjadikan adanya fenomena kesewenang-wenangan, arogansi yang
kerap dilakukan oleh para penguasa dan penegak hukum. Jika berbicara
mengenai advokat selalu ada semacam ambevalensi terhadap profesi
tersebut. Disatu pihak advokat dianggap sebagai profesi yang senang
mempermainkan hukum dan bikin perkara. Disisi lain, siapa lagi yang dapat
menolong orang yang sedang berpekara didalam persidangan kalau bukan
advokat. Hal ini lah kemudian yang mau tidak mau membuat kepercayaan
masyarakat kepada peran advokat sebagai penegak hukum pudar.
Pada sistem peradilan pidana di dunia, baik itu yang menganut sistem
hukum common law dan civil law masih berkutat pada karakteristik secara
klasik yang dibedakan menjadi crime control dan due proces model baik
kedua model tersebut menggunakan model adversary system atau battle
model. Dimana dalam prosesnya kedua jenis sistem itu menghadapkan
kedua pihak dalam persidangan, yaitu pihak tersangka dan negara diwakili
oleh penuntut umum untuk berpekara di sidang pengadilan.
Sistem peradilan pidana sebagai suatu sistem tidak berdiri sendiri,
didalamnya terdapat komponen-komponen penegak hukum sebagai
penggeraknya. Dalam sistem peradilan pidana terdapat beberapa
komponen yang saling berkaitan sebagaimana dijelaskan oleh Mardjono
yang memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan sistem peradilan
pidana adalah sistem penanggulangan kejahatan yang terdiri dari lembaga-
lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatan
terpidana. Dilihat dari penjelasan Mardjono, tampak bahwa Mardjono tidak
memasukkan advokat sebagai subsistem dalam sistem peradilan pidana.
Lain halnya dengan subsistem peradilan pidana yang lain sebagaimana,
misal polisi, jaksa, hakim dan lembaga pemasyarakatan.
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, keberadaan advokat
sebagai penegak hukum telah diatur dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang
Advokat yang disingkat menjadi UU Advokat. Dalam pasal 5 ayat (1) UU
Advokat, disebutkan bahwa keberadaan Advokat berstatus sebagai
penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan
peraturan perudang-undangan.
Berdasarkan pasal 5 ayat (1) UU Advokat tersebut, dapat diketahui
bahwa advokat telah dijamin keberadaanya oleh hukum dan statusnya
sebagai penegak hukum. Lebih lanjut dalam penjelasan pasal 5 ayat (1)
UU Advokat, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “advokat berstatus
sebagai penegak hukum” adalah:
advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan
yang mempunyai kedudukan yang setara dengan penegak hukum
lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Dengan adanya pasal 5 ayat 1 UU Advokat, dapat terlihat bahwa
sejatinya keberadaan advokat sebagai penegak hukum mempunyai peran
penting dalam menegakkan hukum khususnya dalam sistem peradilan
pidana.
Namun bila kita melihat secara mendalam kedalam pasal 5 ayat (1) UU
Advokat, tidak dijelaskan secara konkrit mengenai advokat bertatus
sebagai penegak hukum. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari Bagir
Manan bahwa secara normatif, masalah advokat sebagai penegak hukum
telah selesai, dengan adanya Undang-undang advokat yang telah
menegaskan bahwa advokat merupakan penegak hukum, akan tetapi yang
menjadi persoalan selanjutnya adalah bagaimana bentuk dan tempat nyata
advokat sebagai penegak hukum.
Keberadaan pasal 5 ayat (1) UU Advokat yang belum secara konkrit
menjelaskan mengenai advokat sebagai penegak hukum menjadi menarik
untuk dikaji terlebih atas adanya pendapat-pendapat yang masih
meragukan keberadaan advokat sebagai penegak hukum khusunya dalam
perannya ia didalam sistem peradilan pidana. Maka, berdasarkan Hal
tersebut, timbullah pertanyaan besar apakah sebenarnya urgensi
kedudukan advokat Sebagai penegak hukum dalam sistem peradilan
pidana di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Apa saja syarat-syarat menjadi advokat ?
2. Apa saja tugas dan kewajiban advokat dalam Undang-Undang Avdvokat ?
3. Apa saja tugas dan kewajiban advokat menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana di Indonesia ?

C. Tujuan Masalah
Tujuan masalah pada makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat menjadi advokat
2. Untuk mengetahui tugas dan kewajiban advokat dalam Undang-Undang
Advokat
3. Untuk mengetahui tugas dan kewajiban advokat menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana di Indonesia.
1.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Syarat-Syarat Menjadi Advokat


Advokat merupakan profesi yang memberikan jasa hukum, yang saat
menjalankan tugas dan fungsinya dapat berperan sebagai pendamping,
pemberi advice hukum, atau menjadi kuasa hukum untuk dan atas nama
kliennya. Dalam memberikan jasa hukum, ia dapat melakukan secara
prodeo atau pun atas dasar mendapatkan honorarium/fee dari klien.1
Sejak profesi ini dikenal secara universal, ia sudah dijuluki sebagai
officiumnobile (profesi mulia). Profesi advokat itu mulia, karena ia mengabdikan
dirinya kepada kepentingan masyarakat dan bukan pada dirinya sendiri, serta
berkewajiban untuk menegakan hak-hak asasi manusia. Di samping itu, ia pun
bebas dalam membela, tidak terikat pada perintah order klien dan tidak pilih
bulu siapa lawan kliennya, apakah golongan kuat, penguasa, dan sebagainya.2
Implikasinya, Advokat harus berfungsi untuk melindungi hak-hak
konstitusional setiap warga negara dan juga wajib memberikan bantuan hukum
bagi orang yang kurang atau tidak mampu dalam beracara di pengadilan baik
itu diluar maupun didalam pengadilan. Dengan kata lain, advokat berfungsi
untuk melindungi hak-hak warga negara yang tertera pada Undang-Undang
Dasar Repub1lik Indonesia 1945.
Namun, kenyataanya dalam masyarakat profesi advokat terkadang
menimbulkan pro dan kontra sebagian masyarakat, terutama yang berkaitan
dengan perannya dalam memberikan jasa hukum. Ada sebagian masyarakat
menganggap terhadap profesi ini sebagai orang yang sering memutarbalikan
fakta. Profesi ini dianggap pekerjaan orang yang tidak mempunyai hati nurani,
karena selalu membela orang-orang yang bersalah. Mendapatkan kesenangan
di atas penderitaan orang lain. Mendapatkan uang dengan cara menukar
kebenaran dan kebatilan, dan sebagainya yang bernada negatif. Pro dan
kontra terhadap peran advokat bukan hanya muncul di negara berkembang,
1
Rahmat Rosyadi, Advokat dalam Perspektif islam dan Hukum Positif (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003) hal 17.
2
Ibid, hal.18.
seperti halnya di negara Indonesia. Pro dan kontra itu pun muncul di negara
maju, misalnya di Amerika Serikat.3
Sebagaimana diketahui selama ini, sebagai salah satu pihak yang ikut
berkecimpung dalam penegakan hukum ditanah air, profesi advokat masih
dipandang sebelah mata, baik oleh penegak hukum maupun masyarakat.
Tidak dapat disalahkan adanya anggapan seperti itu terbangun ditengah
masyarakat. Salah satu disebabkan persoalan dipandang dari segi hukum
yakni, dikarenakan belum ada peraturan perundang-undangan yang
merupakan pokok hukum nasionaldalam bentuk undang-undang yang
menjamin terlaksananya pelaksanaan hak kewajiban profesi advokat di tanah
air.4
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang
Advokat tanggal 5 april 2003 Lembaran Negara Nomor 49 (UU Advokat),
pengaturan tentang dunia pengacaraan, penasehat hukum dan advokat masih
didasarkan pada beragam ketentuan, baik yang terdapat dalam produk hukum
zaman kolonial sampai saat kemerdekaan termasuk didalamnya Staatsblaad
1847-23 jo Stb 1848-57, mengenai Susunan Kehakiman dan Kebijaksanan
Mengadili (Reglement op Rechtelijke Organisatie en het beleid der justitie)
yang lazim disebut dengan RO. RO merupakan pranata hukum pertama yang
mengatur tentang lembaga advokat di Indonesia. Namun dengan politik
diskriminasi (dualisme) yang mewarnai penerapan hukum di Hindia Benlanda,
RO sebenarnya diperuntukan bagi kaula (warga negara) Belanda yang
merupakan sarjana hukum lulusan Universitas di Belanda atau lulusan sekolah
tinggi hukum di Jakarta.52
Untuk menjadi seorang advokat, seseorang harus memenuhi beberapa
persyaratan sesuai dengan ketentuan pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2003 tentang Advokat :
a. warga negara Republik Indonesia;
b. bertempat tinggal di Indonesia;
c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau penjabat negara;

23
Ibid, hal.18.
4
Ilhamdi Taufik, Laporan Penelitian Tentang Implikasi Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Pengujian
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Keberadaan Organisasi Advokat di Indonesia, 30
Agustus 2012 hals.3.
5
Ibid, hal.4.
d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
e. berijazah sarjana yang belatar belakang pemdidikan tinggi hukum
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1);
f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advikat;
g. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus-menerus dikantor
Advokat;
h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
i. berprilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil dan mempumyai integritas
yang tinggi.6
3

B. Tugas dan Kewajiban Advokat dalam Undang-Undang Advokat


Tugas dan kewajiban advokat secara khusus dapat dilihat dalam Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (untuk selanjutnya
disingkat UU Advokat). Dalam UU Advokat secara khusus menggunakan
istilah advokat untuk menyebut keseluruhan para pemberi jasa layanan
hukum, hal ini dapat dilihat dalam pasal 1 butir 1 UU Advokat, yakni orang
yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan.
Sedangkan jasa hukum yang dimaksud dalam UU Advokat dijelaskan
dalam pasal 1 butir 2 UU Advokat, yakni berupa jasa yang diberikan oleh
advokat meliputi : a). konsultasi hukum; b). bantuan hukum; c).
menjalankan kuasa; d). mewakili; e). mendampingi; f). membela; dan g).
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.

Tugas dan Wewenang Advokat dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun


2003 tentang Advokat :
Pasal 18
(1) Advokat dalam menjalankan tugas profesinya tidak membedakan perlakuan
terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau
latar belakang sosial dan budaya.

36
Undang-Undang Pasal Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasal 3 ayat (1)
(2) Advokat tidak dapat diidentifikasi dengan Kliennya dalam membela perkara
Klien oleh pihak yang khusus dan/atau masyarakat.

Pasal 19
(1) Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh
dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan oleh
Undangundang.
(2) Advokat berhak atas kerahasiaan dengan Klien, termasuk perlindungan
berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan
perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat.

Pasal 20
(1) Advokad dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan
kepentingan tugas dan martabat profesinya
(2) Advokat memegang jabatan lain yang mengabdikan diri sedemikian rupa
sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan
kebebasan dalam menjalankan tugas profesinya
(3) Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi
Advokat selama memangku jabatan tersebut

Pasal 22
(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada
pencari keadilan yang tidak mampu4
(2) Ketentuan mengenai dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-
cuma sebagai dimaksud ayat 1, diatuur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah

Pasal 25
Advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam menangani
perkara pidana wajib mengenakan atribut sesuai peraturan perundang-undangan
Pasal 26 Ayat (2)
Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokad dan ketentuan
tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat 7

Sebelum seorang advokat menjalankan profesinya, maka ia wajib

47
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
bersumpah berdasarkan kepada agamanya masing-masing atauh berjanji
dengan bersungguh-sungguh di dalam sidang terbuka Pengadilan Tinggi di
wilayah domisili hukumnya. Lafalnya diatur dalam pasal 4 ayat (2) yang
diawali dengan kata “Demi Allah saya bersumpah/ saya berjanji” yang
sumpah atau janjinya secara garis besar ialah :
a. mengamalkan pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia;
b. dalam memperoleh profesinya seorang advokat tidak melakukan
suap, gratifikasi kepada siapapun juga;
c. dalam melakukan tugasnya baik didalam maupun diluar persidangan
tidak melakukan suap, gratifikasi, kepada hakim atau pejabat
pengadilan atau pejabat lainnya guna memenangkan perkara;
d. sebagai seorang advokat akan berperilaku sesuai dengan
kehormatan, martabat dan tanggung jawab sebagai advokat;
e. tidak menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa
dalam suatu perkara yang merupakan bagian dari tanggung
jawabnya sebagai seorang advokat.
Bahwa sumpah yang dilakukan advokat, mengandung makna bahwa
advokat dalam menjalankan tugasnya haruslah bersungguh-sungguh,
sebab ia dituntut untuk berlaku adil, bertanggung jawab dan lebih daripada
itu bahwa sumpah/janji yang dia ucapkan akan dimintai pertanggung
jawabnnya di akhirat nanti
Tugas dan wewenang advokat yang ada dalam UU Advokat tidak jauh
berbeda dengan yang diatur dalam KUHAP. Bahwa advokat dalam
tugasnya membela perkara yang sedang ditanganinya, kemudian advokat
juga dapat memperoleh informasi, data dan dokumen guna kepentingan
pembelaannya. Juga dalam menjalankan wewenangnya advokat wajib
menjaga rahasia kliennya sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19
ayat (1) UU Advokat.

C. Tugas dan Kewajiban Advokat dalam Undang-Undang Kitab Hukum


Acara Perdata
Dalam melihat tugas dan wewenang advokat dalam sistem peradilan
pidana di Indonesia yang paling utama tentunya harus melihat kedalam
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (untuk selanjutnya disingkat
KUHAP), sebab keberadaan KUHAP merupakan hukum formil yang
mengatur tentang tata cara beracara peradilan pidana, yang didalamnya
juga mengatur mengenai tugas dan wewenang advokat.
Dalam KUHAP istilah yang digunakan untuk merujuk advokat adalah
penasehat hukum, tentunya hal ini mengacu kepada penyebutan advokat
secara umum sebelum adanya UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat,
yang menjadikan satu istilah, yakni advokat. Dalam pasal 1 ayat butir 13
KUHAP menyebutkan apa yang dimaksud dengan penasehat hukum, yakni
seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar
undang-undang untuk memberi bantuan hukum.

Tugas dan Wewenang Advokat dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun


1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) :
Pasal 69
Menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua
tinggat pemeriksaan

Pasal 70
Menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat
pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkara
5

Pasal 72
Menerima “turunan berita acara pemeriksaan”

Pasal 73
Mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki
olehnya

Pasal 115 ayat (1)


Mengikuti jalannya pemeriksaan dengan jalan melihat tetapi tidak dapat
mendengar pemeriksaan terhadap tersangka 8

58
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
Hal ini tentunya berbeda bila dibandingkan dengan pada masa HIR, patut untuk
diketahui bahwa dicantumkannya pasal 69 dan pasal 70 KUHAP diatas merupakan
hal yang baru dalam sejarah hukum acara pidana di Indonesia, karena pada masa
sebelum berlakunya belum pernah terjadi seorang advokat diberi kesempatan untuk
mendampingi kliennya sejak ditangkap oleh alat-alat negara, bahkan diberi
kesempatan untuk setiap waktu menghubungi dan berbicara dengan kliennya pada
semua tingkatan.11 Hal ini disebabkan pada masa HIR berlaku sistem inquisatoir,
dimana seorang tersangka dianggap sebagai objek. Pemberian bantuan hukum
kepada tersangka pada masa berlakunya HIR baru bisa dilakukan didalam sidang.
Sehingga seorang penasihat hukum (advokat) tidak bisa mendampingi seorang
tersangka pada saat pemeriksaan.12

611
P.A.F Lamintang & Theo Lamintang, Ibid. ,Hal.215
12
Djoko Prakoso, Op.Cit, Hal.82.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Untuk menjadi seorang Advokat terdapat syarat-syarat, prosedur, dan
tahapan yang harus ditempuh. Karena jasa hukum yang diberikan Advokat
merupakan jasa berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum,
menjalankan kuasa, mewakili mendampingi, membela, dan melakukan
tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
2. Advokat yang diatur didalam Undang-Undang KUHAP dan UU Advokat
mengenai tugas dan wewenang advokat kurang lebih sama, UU Advokat
memiliki dimensi yang lebih luas karena tidak terbatas kepada tersangka
atau terdakwa. Dalam hal ini advokat dalam memberikan jasa pelayanan
hukum oleh advokat didasarkan kepada pertimbangan secara wajar, yang
dimaksud “secara wajar” yang dijelaskan dalam penjelasan UU Advokat
adalah dengan memperhatikan resiko, waktu, kemampuan dan kepentingan
klien. Artinya besar honorarium yang diterima oleh advokat didasarkan
kepada hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Rahmat Rosyadi, Advokat dalam Perspektif islam dan Hukum Positif (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 2003) hal 17.

Ibid, hal. 4.

Ilhamdi Taufik, Laporan Penelitian Tentang Implikasi Hukum Putusan Mahkamah

Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang

Advokat Keberadaan Organisasi Advokat di Indonesia, 30 Agustus 2012 hal.

Ibid, hal. 18.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

P.A.F Lamintang & Theo Lamintang, Ibid, Hal. 215.

Djoko Prakoso, Op.Cip, Hal. 82.

Anda mungkin juga menyukai