Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ETIKA PROFESI HAKIM

Dosen pengampu : Badarudin, M.H.

Di susun oleh :
RAMA DLIAN : 201911023
MUAMMAR NAJID : 201911021

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH (STIS)


SULTAN FATAH
BUKIT KEMUNING LAMPUNG UTARA
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrohiim,
Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk,
rahmat,dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan Makalah
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada
junjunganNabi Muhammad SAW, pemimpin para Nabi dan panutan bagi umat
Islam didunia yang beriman dan bertaqwa, begitu juga dengan para keluarga dan
sahabatyang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang-
benderang
“Ila Dzulumati Ilannur” serta kepada pengemban risalah mulia yang selalu
mengikuti metode serta langkah beliau yang menjadikan “Al-Qur‟an”
sebagaipedoman sekaligus sumber hukum

Bukit kemuning 23 september 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN
A.

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia. Pernyataan tersebut merupakan pengertian kekuasaan kehakiman
yang tercantum pula dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman. Sebagai konsekuensi dari sistem pembagian
kekuasaan yang diterapkan di negara ini, fungsi kekuasaan kehakiman atau
yudikatif dipegang oleh lembaga-lembaga yang telah ditentukan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Bab IX UUD 1945 menyebutkan tiga lembaga negara yang termasuk
dalam lingkup kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung (MA),
Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY). Namun, menurut
Pasal 24 ayat (2), hanya MA (dan badan peradilan di bawahnya) dan MK
yang merupakan penyelenggara kekuasaan kehakiman, sedangkan KY tidak
memiliki kewenangan tersebut sehingga badan ini sering disebut sebagai
lembaga ekstra yudisial. Pengadilan, sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman,
adalah salah satu unsur penting dalam sebuah negara yang berdasarkan
hukum (rechtsstaat).
Hanya pengadilan yang memenuhi kriteria mandiri (independen),
netral (tidak berpihak), dan kompeten yang dapat menjamin pemenuhan hak
asasi manusia. Oleh karena itu, posisi hakim sebagai aktor utama lembaga
peradilan menjadi amat vital, terlebih lagi mengingat segala kewenangan yang
dimilikinya. Melalui putusannya, hakim dapat mengubah, mengalihkan, atau
bahkan mencabut hak dan kebebasan warga negara, dan semua itu dilakukan
dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan. Besarnya kewenangan dan
tingginya tanggung jawab hakim ditunjukkan melalui putusan pengadilan
yang selalu diucapkan dengan irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa". Hal ini menegaskan bahwa kewajiban
menegakkan keadilan tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada sesama
manusia, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap profesi di berbagai bidang memiliki nilai-nilai yang dijunjung
untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan profesi yang bersangkutan.
Demikian halnya dengan profesi hakim di Indonesia, di mana terdapat suatu
kode etik yang didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku di Indonesia serta
nilai-nilai yang bersifat universal bagi hakim sebagai pelaksana fungsi
yudikatif. Kode etik penting bagi hakim untuk mengatur tata tertib dan
perilaku hakim dalam menjalankan profesinya. Kode Etik Profesi Hakim
Indonesia pertama kali disusun oleh Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) pada
Kongres III IKAHI tanggal 5-7 April 1965. Seiring berjalannya waktu,
perkembangan berbagai hal seputar IKAHI sebagai wadah profesi hakim dan
Kode Etik Profesi Hakim Indonesia terus berlangsung. Dan yang paling
terkini adalah ketika MA menerbitkan Pedoman Perilaku Hakim bersamaan
dengan disosialisasikannya Pedoman Etika Perilaku Hakim yang disusun KY,
sehingga peristiwa ini menjadi bagian dari ketidaksepahaman antara MA dan
KY.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Apakah etika profesi hakim?
2. Apakah kekuasaan kehakiman dan kode kehormatan hakim?
3. Apakah sifat hakim dan rincian sifat-sifat hakim?

C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah ini adalah
untuk Mengetahui etika profesi hakim, kekuasaan kehakiman dan kode
kehormatan hakim, serta sifat hakim dan rincian sifat-sifat hakim
BAB II
PEMBAHASAN

A. ETIKA PROFESI HAKIM


Hakim merupakan pilar utama dan tempat terakhir bagi pencari
keadilan dalam proses peradilan. Sebagai salah satu elemen kekuasaan
kehakiman yang menerima, memeriksa, dan memutus perkara, hakim dituntut
untuk untuk memberikan keadilan kepada para pencari keadilan.
Profesi hakim (hukum) mempunyai kedudukan atau tugas khusus,
karena fungsinya itu memerlukan persyaratan-persyaratan yang lebih berat.
Hukum mengatur tindakan-tindakan manusia yang nyata dan harus
mendasarkan pengaturannya (termasuk pembuktian dan sanksinya) pada
tindakan-tindakan nyata pula.
Dalam etika profesi, kode etik hakim bersifat universal, terdapat
dinegara manapun dan dimasa yang lalu karena mengatur nilai-nilai moral,
kaidah-kaidah penuntun serta aturan perilaku yang seharusnya dan
seyogiyanya dipegang teguh oleh seorang hakim dalam menjalankan tugas
profesinya.
Contoh dari etika profesi, kode etik hakim ialah “The 4
Commandments For Judge” dari Socrates, yakni:
1. To hear courteously (mendengar dengan sopan, beradab)
2. To answer wisely (menjawab bijaksana, arif)
3. To consider soberly (mempertimbangkan tak terpengaruh)
4. To decide impartially (memutus tak berat sebelah)
Sebagaimana telah disebutkan, bahwa hakim mempunyai tugas luhur
menegakkan hukum dan keadilan atas dasar kebenaran dan kejujuran yang
bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hakim harus memilihi
sifat dan sikap yang dapat menjamin terlaksananya tugas tersebut dengan
sebaik-baiknya, yang sesuai dengan pandangan hidup dan falsafah negara
serta keperibadian bangsa Indonesia. Sifat dan sikap yang harus dimiliki
hakim tersebut dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, dan yang
menyangkut syarat yang harus dipenuhi oleh seorang hakim seperti:
a. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,negarawan
yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan (Pasal 33 Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman).
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia pada pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan
tidak tercela (Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
tentang peradilan umum).
Perlunya dicantumkan sifat dan sikap hakim tersebut, karena pada
hakikatnya segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas
badan penegak hukum dan keadilan tersebut baik dan buruknya tergantung
pada manusia pelaksanaannya incasu para hakim. Didalam sejarah
perkembangan kode etik hakim, etika profesi hakim dirumuskan pertama
kali dengan keputusan No.2 Tahun 1966 pada rapat kerja Pengadilan Tinggi
dan Pengadilan Negeri bersama Mahkamah Agung RI dengan menggunakan
istilah Kode Kehormatan Hakim yang berarti segala sifat batiniah dan sikap-
sikap lahiriah yang wajib dimiliki dan diamalkan oleh para hakim untuk
menjamin tegaknya kewibawaan dan kehormatan korp hakim, yang untuk
selanjutnya ditetapkan kembali dengan surat keputusan bersama Ketua
Mahkamah Agung RI dan Menteri Kehakiman Maret 1998. Dalam
perkembangan selanjutnya, kode etik hakim yang dijadikan acuan saat ini
adalah berdasarkan hasil Munas IKAHI ke-13, tanggal 30 Maret 2001 di
Bandung. Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki hakim disublimasikan ,
digambarkan dalam lambang menjadi PANCA DARMA HAKIM, yakni:

Kartika, bintang yang melambangkann Ketuhanan Yang Maha


Esa; Cakra, senjata ampuh dari dewa keadilan yang memusnahkan segala
kebathilan, kezaliman, dan ketidak adilan; Candra, bulan yang menerangi
segala tempat yang gelap, sinar penerangan dalam kegelapan yang bererti
bijaksana dan berwibawa. Selanjutnya Sari, bunga yang semerbak wangi
mengharumi berkelakuan tidak tercela: dan terakhir Tirta, air yang
membersihkan segala kotoran di dunia yang berarti hakim itu harus jujur.
Sikap, sifat, dan etika kepribadian yang harus dimiliki oleh hakim
seperti telah diuraikan di atas selanjutnya diimplementasikan di
persidangan pada saat hakim menjalankan tugasnya. Edy Risdianto, hakim
pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mencontohkan salah satu bentuk
tanggung jawab moral hakim yang ia terapkan dalam menjalankan
tugasnya adalah tidak mengikutsertakan istri ke ruang sidang di
pengadilan ketika sedang memimpin persidangan. Secara umum, yang
harus dilakukan hakim terhadap pihak ketiga yang menjadi pencari
keadilan dalam persidangan adalah:
1. bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam
hukum acara yang berlaku;
2. tidak dibenarkan bersikap yang menunjukkan memihak atau
bersimpati atau antipati terhadap pihak-piha yang berperkara;
3. harus bersikap sopan, tegas, dan bijaksana dalam memimpin sidang,
baik dalam ucapan maupun perbuatan;
4. harus menjaga kewibawaan dan kekhidmatan persidangan; dan
5. bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan. Sementara itu,
terhadap profesinya sendiri, seorang hakim juga harus menjaga
perilakunya, baik kepada atasan, sesama rekan, maupun bawahan.
Terhadap atasan, seorang hakim harus bersikap:
1. taat kepada pimpinan;
2. menjaankan tugas-tugas yang telah digariskan dengan jujur dan ikhlas;
3. berusaha memberi saran-saran yang membangun;
4. mempunyai kesanggupan untuk mengeluarkan serta mengemukakan
pendapat tanpa meningalkan norma-norma kedinasan; dan
5. tidak dibenarkan mengadakan resolusi terhadap atasan dalam bentuk
apapun.
Sedangkan terhadap sesama rekan, hakim haruslah:
1. memelihara dan memupuk hubungan kerja sama yang baik antarsesama
rekan;
2. memiliki rasa setia kawan, tenggang rasa, dan saling menghargai
antarsesama rekan;
3. memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap korps hakim; dan
4. menjaga nama baik dan martabat rekan-rekan, baik di dalam maupun di
luar kedinasan.
Begitu pula terhadap bawahan/pegawai, setiap hakim selayaknya bersikap:
1. harus mempunyai sifat kepemimpinan;
2. membimbing bawahan untuk mempertinggi kecakapan;
3. harus mempunyai sikap sebagai seorang bapak/ibu yang baik;
4. memelihara sikap kekeluargaan antara bawahan dengan hakim; dan
5. memberi contoh kedisiplinan

B. KEKUASAAN KEHAKIMAN DAN KODE KEHORMATAN HAKIM

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahim 1945


menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurutu UUD. Ditegaskan pula bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum. Dasar 1945 adalah segala bentuk yang berkaitan dengan menjalankan
tujuan negara Indonesia harus berlandaskan pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan hukum yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan negara sebagai negara
hukum, maka dalam mencapai sasarannya, perlu dibentuk sebuah lembaga
peradilan yang mempunyai tugas menegakan hukum di bumi Nusantara ini.

Indonesia sebagai negara yang berkembang dalam rangka mencapai


tujuannya selalu mengikuti perkembangan kemajuan ketatanegaraan yang
terjadi di sekitarnya. Perkembangan ketatanegaraan tersebut mengalami
perkembangan karena sebelum era tahun 2000-an, lembaga kehakiman pada
tataran tertinggi dilakukan oleh lembaga peradilan Mahkamah Agung dan
segala lembaga peradilan pada tingkat di bawahnya, sesuai Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Kekuasaan Kehakiman yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahum
2004. Namun pada tahum 2003 ketatanegaraan di Indonesia mengalami
kemajuan dengan dibentuknya sebuah lembaga kehakiman baru yakni
“Mahkamah Konstitusi” yang dibentuk sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003. Lembaga peradilan ini mempunyai tugas khusus
menangani perkara-perkara yang berkaitan dengan pelanggaran konstitusi.

Keberadaan MK ini memiliki kewenangan sama dengan kewenangan


lembaga peradilan lainnya, yakni memeriksa, mengadili, dan memutuskan
perkara yang diajukan padanya. Dalam pasal 10 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2003 diatur mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi
yang berbunyi MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk:

a. Menguji undang-undang terhadap UUD RI Tahun 1945


b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD RI Tahun 1945
c. Memutus pembubaran partai politik
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Keberadaan MK ini dalam kancah lembaga peradilan sebagai


salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman dalam era saat ini sangat tepat.
Seperti diketahui negara Indonesia telah melakukan perubahan dalam
sistem ketatanegaraan, yakni telah melakukan pemilihan presiden,
gubernur, dan bupati secara langsung. Dalam menjalankan
kewenangannya mengadili perkara konstitusi, hakim konstitusi tetap
wajib menjunjung tinggi kode etik hakim pada umumnya. Sebab hakim
konstitusi memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan hakim lainnya
dalam menjalankan tugasnya, baik di waktu dinas dan di luar dinas.
Hakim konstitusi memiliki tanggung jawab sangat berat, karena
ditangan para hakim ini subjek hukum pencari keadilan menggantungkan
harapannya agar dalam melaksanakan tugasnya sebagai penentu keadilan
memiliki kepekaan yang amat penting dalam menilai setiap kasus yang
dilimpahkan kepadanya. Dalam kedudukannya selaku hakim yang khusus
menangani kasus tertentu tersebut, hakim konstitusi dituntut untuk jeli
melihat kasus itu dengan cermat dan teliti, oleh karena itu seorang hakim
konstitusi yang dalam menjalankan tugasnya meleneng dari ketentuan
yang berlaku akan mendapatkan sanksi pemberhentian dengan hormat
dan tidak hormat.

Sesuai dengan pasal 23 ayat (1) UU Nomor 24 tahun 2003


dinyatakan hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat apabila:

a. Meninggal dunia;
b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada
ketua Mahkamah Konstitusi;
c. Telah berusia 67 tahun;
d. Telah berakhir masa jabatannya; atau
e. Sakit jasmani rohani dengan bukti surat dokter

Sementara itu hakim konstitusi yang diberhentikan dengan tidak


hormat sebagaimana diatur dalam pasal 23 ayat (2), dinyatakan bahwa:

a. Dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah


memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan ancaman penjara 5 tahun atau lebih;
b. Melakukan perbuatan tercela;
c. Tidak menghadiri persidangan yang menjadi tugas dan kewajibannya
selama 5 kali berturut-turut tanpa alasan yang jelas;
d. Melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. Dengan sengaja menghambat MK memberi putusan dalam waktu
sebagaimana dimaksud;
f. Melanggar larangan sebagaimana dimaksud pasal 17; atau
g. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi.

Sebelum adanya mahkamah kosntitusi, pelaksana kekuasaan


kehakiman pada tataran tertinggi ada pada Mahkamah Agung. Yang
merupakan benteng terakhir para pencari keadilan sehingga kalau lembaga
peradilan ini juga mulai tidak steril dari segala macam perbuatan yang tidak
baik, maka dimana lagi mencari keadilan. Dalam menjalankan tugasnya,
Mahkamah Agung memiliki kewenangan yang berbeda dengan kewenangan
lembaga lainnya, seperti pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, PTUN,
pengadilan tinggi tata usaha negara, pengadilan tinggi agama dan pengadilan
militer. Keberadaan hakim agung sama seperti hakim yang berada pada
lembaga peradilan lainnya yakni sebelum memangku jabatan terlebih dulu
harus melakukan sumpah dan janji. hal ini sesuai dengan Pasal 9 UU Nomor
15 Tahun 2004.
Lembaga kehakiman telah berdiri sendiri, tidak bergabung lagi dengan
kekuasaan kehakiman. Secara yuridis formal kekuasaan kehakiman diatur
sebelumnya di dalam UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Lembaga Kehakiman merupakan lembaga penyelenggara negara
di bidang penegakan hukum di Republik Indonesia. Hal ini sesuai ketentuan
dalam Pasal 1 UU Nomor 14 Tahun 1970 yang berbunyi : Kekuasaan
Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi
terselanggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Hakim tunduk pada hak dan kewajiban yang diembannya sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 27 UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang
Kehakiman, dinyatakan bahwa: “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan
wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat.”
Sementara itu, perjalanan UU Nomor 35 Tahun 1999 tidaklah lama,
Karena pada tahun 2004 Pemerintah mengeluarkan UU Nomor 4 Tahun 2004
sebagai pengganti UU Nomor 35 Tahun 1999 tersebut. Dalam pasal 28 ayat
(1) UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang kehakiman dinyatakan bahwa: “Hakim
wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
Hakim merupakan suatu pekerjaan yang sangat memiliki tanggung
jawab besar terhadap pelaksanaan hukum di suatu negara. Dalam artian,
hakim merupakan benteng terakhir dari penegakan hukum di suatu negara.
Dalam Pasal29 UU 35 Tahun 1999 dinyatakan bahwa, sebelum melakukan
jabatannya, Hakim, Panitera, Panitera Pengganti dan Juru sita untuk masing-
masing lingkungan peradilan harus disumpah atau berjanji menurut
agamanya.
Keberatan UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Kehakiman mengalami
perubahan sejalan dengan meningkatnya perkembangan masyarakat.
Pemerintah Republik Indonesia bersama Dewan Perwakilan Rakyat
menyetujui untuk mengeluarkan UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kehakiman. Dalam Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2004 diatur khusus
mengenai sumpah dan janji hakim sebelum memangku jabatannya.
Dalam mengenai sumpah atau janji, terdapat perbedaan yang
sangatsignifikan. Pada UU Nomor 35 Tahun 1999, tidak ditempatkan kata
“Demi Allah”, sedangkan pada UU Nomor 4 Tahun 2004 lafal “Demi Allah”
justru sebagai pembuka kata pada lafal sumpah. Hal ini berimplikasi
penyebutan nama Tuhan dalam pengucapan janji merupakan perbuatan yang
sangat sakral.

1. Perlambangan atau Sifat Hakim dan Rincian Sifat-Sifat Hakim


Lambang memberi cirri pembeda antara institusi satu dengan
institusi yang lainnya. Lembaga kehakiman terdapat sebuah lambing yang
dipasang setiap saat di dada sebelah kiri seorang hakim dalamwaktu
menjalankan tugasnya.
a) KARTIKA = Bintang yang melambangkan KETUHANAN
YANG MAHA ESA.
b) CAKRA = Senjata ampuh dari Dewan Keadilan yang mampu
memusnahkan segala kebatilan, kezaliman, dan ketidakadilan) berarti
ADIL
c) CANDRA = Bulan yang menerangi segala tempat yang gelap. Sinar
penerangan dalam kegelapan) berarti BIJAKSANA atau
BERWIBAWA
d) SARI = Bunga yang merebak wangi mengharumkan kehidupan
masyarakat) berarti BUDI LUHUR atau BERKELAKUAN TIDAK
TERCELA.
e) TIRTA = Air yang membersihkan segala dari kotoran di dunia)
mensyaratkanbahwa SEORANG HAKIM HARUS JUJUR

2. Sikap Hakim
Dalam kode kehormatan hakim diatur mengenai sikap hakim yang
dibagi kedalam sikap hakim dalam kedinasan dan sikap hakim diluar
kedinasan.
Dalam kedinasan sikap hakim dibagi ke dalam 6 sikap, yaitu :
a) Sikap hakim dalam persidangan
b) Sikap hakim terhadap sesama rekan
c) Sikap hakim terhadap bawahan/pegawai
d) Sikap hakim terhadap atasan
e) Sikap hakim bawahan/rekan hakim
f) Sikap hakim keluar/terhadap instansi lain.

Sikap hakim diluar kedinasan terbagi 3 macam :


1. Sikap hakim sendiri
2. Sikap dalam rumah tangga
3. Sikap dalam masyarakat
Menurut wahyu Affandi, peran seorang hakim diwarnai oleh tiga
syarat, yaitu :
1. Tangguh, tabah menghadapi keadaan dan kuat mental
2. Terampil, artinya mengetahui dan menguasai segala peraturan
perundang-undangan yang sudah ada dan masih berlaku.
3. Tanggap, artinya penyelesaian pemeriksaan perkara harus dilakukan
dengan cepat, benar serta menyesuaikandiri dengan kehendak
masyarakat.

a. Sikap Hakim Dalam Kedinasan


Seorang hakim merupakan seorang pegawai negeri yang
dalam menjalankan tugasnya memiliki sikap kedinasan yang sama
dengan semua pegawai negeri lainnya. Oleh karena itu, sikap
hakim dalam kedinasan dapat terlihat sebagai berikut.
1) Sikap hakim dalam persidangan, sikap hakim dalam persidangan
dapat berupa :
a. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan
dalam hukum acara yang berlaku.
b. Tidak dibenarkan bersikap menunjukkan memihak atau
bersimpati atau antipati terhadap pihak-pihak yang
berperkara
c. Harus bersikap sopan, tegas, dan bijaksana dalam
memimpin sidangbaik dalam ucapan maupun perbuatan.
d. Harus menjaga kewibawaan dan kenikmatan persidangan.
2) Sikap hakim terhadap sesama rekan
a. Memelihara dan menumpuk hubungan kerja sama yang baik
antara sesama rekan
b. Memiliki rasa setia kawan, tenggang rasa, dan saling
menghargai antara sesama rekan
c. Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap korps
Hakim.
d. Menjaga nama baik dan martabat rekan-rekan, baik didalam
maupun diluar kedinasan.
3) Sikap hakim terhadap bawahan/ pegawai
a. Harus mempunyai sifat kepemimpinan terhadap bawahan
b. Membimbing bawahan untuk mempertinggi kecakapan
c. Harus mempunyai sifat sebagai seorang bapak/ibu yang
baik terhadap bawahan
d. Memelihara kekluargaan antara bawahan dengan hakim
e. Memberi contoh kedisiplinan terhadap bawahan
4) Sikap hakim terhadap atasan
a. Taat kepada pimpinan atasan
b. Menjalankan tugas-tugas yang telah digariskan oleh atasan
dengan jujur dan ikhlas.
c. Berusaha memberi saran-saran yang membangun kepada
atasan
d. Mempunyai kesanggupan untuk mengeluarkan /
mengemukakan pendapat kepada atasan tanpa
meninggalkan norma-norma kedinasan.
e. Tidak dibenarkan mengadakan resolusi terhadap atasan
dalam bentuk apapun.
5) Sikap hakim terhadap rekan hakim
a. harus memelihara hubungan baik dengan hakim
bawahannya
b. membimbing bawahan dalam pekerjaan untuk memperoleh
kemajuan
c. harus bersikap tegas, adil, serta tidak memihak
d. memberi contoh yang baik dalam perikehidupan, didalam
maupun diluar dinas
6) sikap hakim terhadap instansi lain
a. harus memilihara kerja sama dan hubungan yang baik
dengan intansi-instansi lain
b. tidak boleh menonjolkan kedudukannya
c. menjaga wibawa dan martabat hakim dalam hubungan
kedinasan
d. tidak menyalahgunakan wewenang dan kedudukan terhadap
instansi lain

b. Sikap Hakim Di luar kedinasan


Seorang hakim dalam menjalankan tugasnya memiliki
sikap yang dijadikan patokan dalam interaksi di tengah-tengah
masyarakat. Oleh karena itu , sikap hakim selain dalam bentuk
didalam kedinasan, dapat juga berupa sikap yang berada diluar
kedinasan.
1) Sikap hakim pribadi
a. Harus memiliki kesehatan rohani dan jasmani
b. Berkelakuan baik dan tidak tercela
c. Tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan
pribadi maupun golongan
d. Menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan susila dan
kelakuan yang dicela oleh masyarakat
e. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang merendahkan
martabat-martabat hakim
2) Sikap hakim dalam rumah tangga
a. Menjaga keluarga dari perbuatab-perbuatan yang tercela,
baik menurut norma-norma hukum kesusilaan
b. Menjaga ketenteraman dan keutuhan rumah tangga
c. Menyesuaika kehidupan rumah tangga dengan keadaan
dan pandangan masyarakat.
d. Tidak dibenarkan hidup berlebih-lebihan dan mencolok
3) Sikap dalam masyarakat
a. Selaku anggota masyarakat tidak boleh mengisolasi diri
dari pergaulan masyarakat
b. Dalam hidup bermasyarakat harus mempunyai rasa gotong
royong
c. Harus menjaga nama baik dan martabat hakim.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap hakim dituntut mampu mempertanggungjawabkan tindakannya
sebagai profesional di bidang hukum, baik di dalam maupun di luar
kedinasan, secara materi dan formil. Oleh karena itu, adalah suatu hal yang
mutlak bagi para hakim untuk memahami secara mendalam aturan-aturan
mengenai hukum acara di persidangan. Ketidak mampuan hakim dalam
mempertanggungjawabkan tindakannya secara teknis atau dikenal dengan
istilah unprofessional conduct dianggap sebagai pelanggaran yang harus
dijatuhi sanksi.

B. Saran
Hakim merupakan pilar utama dan tempat terakhir bagi pencari
keadilan dalam proses peradilan. Sebagai salah satu elemen kekuasaan
kehakiman yang menerima, memeriksa, dan memutus perkara, hakim dituntut
untuk untuk memberikan keadilan kepada para pencari keadilan oleh karena
hakim haruslah mempunyai sikap-sikap yang sudah dipaparkan pada makalah
ini. Agar para pencari keadilan puas terhadap kinerja Hakim di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/40382278/ETIKA_PROFESI_HAKIM

Anda mungkin juga menyukai