Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN ETIKA PROFESI HUKUM

DI
S
U
S
U
N
OLEH :

NAMA : MUHAMMAD AQIL


NIM : 1903101010357

DOSEN PEMBIMBING:

Ida Keumala Jempa, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

2022
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan nikmat-Nya berupa kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan “Laporan Etika Profesi Hakim” ini tepat pada waktunya.

Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada


ibu Ida Keumala Jempa, S.H., M.H.. selaku dosen pembimbing mata kuliah Etika
Profesi yang telah membimbing dalam proses penyusunan laporan ini. Laporan ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi. Dimana dalam laporan
ini berisi tentang Etika Profesi Hakim, pengertian hakim dan hasil pengamatan
lapangan terkait dengan etika profesi hakim. Penulis berharap laporan ini selain
dapat memenuhi tugas mata kuliah, juga dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan laporan ini masih


terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan. Untuk itu, saran dan kritik yang
membangun sangat diperlukan agar terciptanya laporan yang lebih baik
dikemudian hari.

Banda Aceh, 20 Maret 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai mahasiswa hukum yang akan menjadi penegak hukum di
masa depan, tentunya fakultas hukum sangat memperhatikan kualitas para
mahasiswanya yang akan menjadi para penegak hukum masa depan
dengan cara memasukan mata kuliah etika profesi dalam kurikulum
pelajarannya. Dimana dalam mata kuliah ini, mahasiswa dapat belajar
mengenai etika profesi dan melihat langsung implementasi etika profesi
tersebut di lapangan.
Nilai- nilai etika tidak hanya dibutuhkan oleh satu maupun 2 orang,
ataupun kalangan tertentu dalam masyarakat namun wajib dipunyai oleh
tiap-tiap masyarakat dalam suatu bangsa. Dimana dengan nilai- nilai etika
tersebut, diharapkan setiap individu dalam suatu bangsa agar memiliki tata
nilai untuk mengendalikan kehidupan bersama berdampingan dengan baik.
Begitu juga dengan etika profesi yang memiliki tujuan untuk
mengatur suatu nilai-nilai yang harus ada atau diterapkan dalam suatu
profesi dan nilai tersebut harus dijunjung tinggi. Dalam hukum ada
beberapa profesi penegak hukum yang memeiliki kode etik yang dijadikan
panduan dalam melaksanakan tugas dan kewajiban profesinya tersebut.
Salah satu profesi yang dijadikan sebagai ikon keadilan adalah
profesi hakim. Hakim memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat
karena berkaitan dengan adil atau tidaknya suatu hukum, hakim juga
sering disebut dengan wakil tuhan karena seringkali nasib seseorang
ditentukan oleh putusan hakim.
Untuk itu, sangat menarik apabila dalam laporan etika profesi ini
penulis membahas mengenai etika profesi hakim untuk mengetahui
implementasi kode etik hakim dilapangan, karena mengingat pekerjaan
hakim yang mulia dan tanggung jawabnya yang sangat berat.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan kode etik profesi hakim?
2. Bagaimana implementasi kode etik profesi dilapangan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaturan kode etik profesi hakim
2. Untuk mengetahui penerapan kode etik

2
BAB II

HAKIM DAN KODE ETIKNYA

A. Pengertian Hakim

Hakim menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang


yang mengadili perkara (dalam pengadilan atau mahkamah), keputusan tidak
dapat diganggu gugat, juri penilai (dalam perlombaan dan sebagainya).1
Hakim menurut Kamus Hukum adalah orang yang mengadili, memutuskan
perkara dengan memberikan vonis atau keputusan pengadilan, atau seseorang
yang memiliki tugas dan fungsi untuk mengadili serta mengatur administrasi
pengadilan.2
Pengertian hakim juga terdapat dalam pasal 1 butir 8 KUHAP yang berisi
tentang bahwa hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang
oleh Undang-undang untuk mengadili.3 Dalam undang-undang No. 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 1 butir 5 yang berisi ketentuan
bahwa hakim adalah hakim pada mahkamah agung dan hakim pada badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agam, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha Negara dan hakim pada pengadilan khusus yang berada
dalam lingkungan peradilan tersebut4.
Pasal 19 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman memberi penjelasan bahwa hakim dan hakim konstitusi adalah
pejabat Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam
undang-undang. Pasal 1 Butir 5 undang-undang Nomor 18 Tahun 2011
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia V
2
Marwan M dan Jimmy P, 2009, Kamus Hukum, Cetakan Ke-1, Penerbit Gama Press, Yogyakarta,
hlm.244
3
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,2010, Cetakan ke-1 Penerbit Gama Oress,
Yogyakarta, hlm 177
4
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

3
Komisi yudisial, hakim adalah hakim dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung
dan badan peradilan.

B. Syarat-Syarat Hakim Menurut Undang-Undang


Tentunya untuk menjadi seorang hakim ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi. Dimana persyaratan pengangkatan hakim telah diatur dalam pasal 14
ayat (1) Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang perubahan Atas Undang-
undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum yaitu :
a. Seorang warga Negara Indonesia.
b. Memiliki ketaqwaan pada Tuhan Yang Maha Esa.
c. Setia pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
d. Sarjana Hukum
e. Lulus pendidikan hakim.
f. Mampu baik itu secara rohani dan jasmani menjalankan tugas dan
kewajiban.
g. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
h. Berusia paling rendah 25 tahun dan palingtinggi 40 tahun.
i. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan
berdasar putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
Hakim yang merupakan actor utama dalam kekuasaan kehakiman juga
memiliki pelambangan atau sifat hakim. Sebagai penegak hukum hakim
harus menamakan sifat-sifat yang mulai dalam menjalankan tugasnya.
Pelambangan atau sifat hakim terdiri dari 5 (lima) sifat yaitu :
a. Kartika yang disimbolkan dengan bintang, yang artinya
melambangkan Ketuhanan yang Maha Esa dan beradab.
b. Cakra yang disimbolkkan dengan senjata ampuh dari Dewa Keadilan
yang berarti adil.
c. Candra yang disimbolkan dengan bulan berarti bijaksana dan
berwibawa.
d. Sari yang disimbolkan dengan bunga yang berarti berbudi luhur atau
berkelakuan tidak tercela.

4
e. Tirta yang disimbolkan dengan air, yang artinya mensyaratkan bahwa
seorang hakim harus jujur.5
C. Kedudukan dan Kewenangan Hakim
1. Kedudukan hakim
Peran dan tugas hakim dalam kekuasaan kehakiman yang besar
dalam negara sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman yang
menegakkan hukum demi tercapainya keadilan berdasarkan pancasila dan
UUD 1945 demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia.
Dengan peran serta tugas hakim yang besar sebagai kekuasaan kehakiman
yang melaksanakan penegakan hukum dalam pemerintahan negara, hal ini
tentu perlu adanya kedudukan hakim yang telah diatur dalam
pemerintahan negara hukum.
Hakim sebagai pejabat pelaksana kekuasaan kehakiman yang
memiliki Kedudukan, dalam amandemen ketiga UUD 1945, Pasal 24 ayat
(1) ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan; Ayat (2): Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.6
Hal ini sejalan dengan kedudukan kekuasaan kehakiman berkaitan
dengan kekuasaan negara sebagaimana di atur dalam UUD 1945 dan
merupakan bagian dari susunan ketatanegaraan yang masing-masing
memiliki kedudukan, susunan, tugas dan wewenang sebagai lembaga
negara. Kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan negara berdampingan
dengan kekuasaan negara lainnya.7

5
Kelik Pramudya dan Ananto Widiatmoko, 2010, Pedoman Etika Profesi Aparat Hukum, Penerbit
Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hlm.25.
6
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
7
Zainal Arifin Hoesein, Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, (Yogyakarta: Imperium, 2013), h.
145

5
Di aturnya kekuasaan kehakiman dalam bab tersendiri dalam UUD
1945 dapat ditafsirkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
negara yang memiliki kedudukan mandiri (Otonom) dan tidak ada
keharusan baginya untuk, baik diperintah maupun memerintah, membantu
atau mendampingi kekuasaan pemerintah lainnya yang sederajat dengan
kekuasaan pemerintah lainnya8.Oleh karena itu segala campur tangan
dalam urusan peradilan oleh pihak lain diluar kekuasaan kehakiman itu
dilarang.
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 hasil
amandemen ketiga menetapkan bahwa Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi merupakan lembaga tinggi Negara yang mempunyai kedudukan
setara dengan lembaga-lembaga Negara lainnya. Ini menunjukkan adanya
pemisahan kekuasaan Negara terbagi kepada 3 yaitu: eksekutif, Legislatif
dan Yudikatif.
Terdapat kesan, perkataan kekuasaan kehakiman yang tercantum
dalam Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 ataupun pada Pasal 1 UU No 4 Tahun
2004, itu merupakan terjemahan atau alih bahasa dari Rechterlijke Macht,
atau Rechterlijke Autoriteit, yang menurut ajaran Trias Politica dari
kekuasaan lainnya9. Sejalan dengan itu, Montesquieu tentang kekuasaan
lembaga peradilan yang merdeka perlu adanya “pemisahan” kekuasaan
yaitu untuk menjamin adanya dan terlaksananya kebebasan politik anggota
masyarakat Negara. Sebagaimana juga disebutkan dalam pasal 19
UU Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman,
ditegaskan pula bahwa hakim memiliki kedudukan sebagai pejabat Negara
yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam Undang-undang.
Hakim dalam pasal tersebut adalah hakim pada mahkamah agung dan
hakim pada peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, agama, militer dan tata usaha Negara serta hakim
pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.
8
A.Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010),h. 18.
9
Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali
Perkara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 2.

6
Dari hal tersebut dapat dilihat bhwa hakim mempunyai kedudukan
yang penting dalam suatu system hukum, begitu pula dalam system hukum
di Indonesia, karena hakim melakukan fungsi yang pada hakikatnya
melengkapi ketentuan-ketentuan hukum tertulis melelaui penemuan
hukum yang mengarah pada penciptaan hukum baru, fungsi menemukan
hukum tersebut harus diartikan mengisi kekosongan hukum dan mencegah
tidak ditanganinnya suatu perkara dengan alasan hukumnya tidak jelas
atau tidak ada.

2. Kewenangan Hakim
Wewenang ialah suatu kekuatan memerintah orang lain agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Hakim sebagai penyelenggara
kekuasaan kehakiman merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan Pasal 24 Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan kekuasaan hakim tersebut dapat
mempengaruhi seseorang atau tidak mempengaruhi seseorang.
Peradilan dipahami sebagai segala sesuatu yang bertalian dengan
tugas memutus perkara dengan menerapkan hukum, menemukan hukum
in coretto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum
materiil dengan menggunakan cara procedural yang ditetapkan oleh
hukum formal.
Dalam peraturan perundang-undangan Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman pada Pasal 25 ayat 3 dikatakan bahwa
peradilan agama berwenang memriksa, mengadili, memutus dan
menyelesaikan perkara antara orang-orang beragama Islam sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Peradilan agama merupakan
salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk
menyelenggarakan penegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari
keadilan dalam perkara tertentu antara orang-orang beragama isalm di
bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf,zakat,infaq sedekah dan
ekonomi syariah. Dalam melaksanakan tugasnya untuk memeriksa,

7
mengadili dan memutus suatu perkara hakim terdiri dari susunan majelis
sekurang-kurangnya 3 orang hakim, yang terdiri dari satu orang hakim
ketua dan dua orang hakim anggota.
Sejalan dengan itu kekuasaan kehakiman yang dijalankan oleh
Mahkamah Agung bersama sama badan-badan peradilan yang berada
dibwahnya adalah kekuasaan untuk memeriksa dan mengadili serta
memberi putusan atas perkara-perkara yang diserahkan kepadanya untuk
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan perundang-undangan.
Badan yang memegang kekuasaan kehakiman dan peradilan ini harus
dapat bekerja dengan baik dalam tugas-tugas, sehingga dihasilkan
putusan-putusan yang objektif dan tidak memihak dengan senantiasa
menjunjung tinggi hukum dan keadilan.10
Hakim dalam memriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara
yang dihadapkan kepadanya, pertama-tama harus menggunakan hukum
tertulis terlebih dahulu, yaitu peraturan perundang-undangan, tetapi jika
peraturan perundang-undangan tersebut ternyata tidak cukup atau tidak
tepat dengan permasalahan dalam suatu perkara, maka barulah hakim akan
mencari dan menemukan sendiri hukumnya dari sumber-sumber hukum
yang lain, seperti yurisprudensi,doktrin, traktat, kebiasaan atau hukum
tidak tertulis.11
Kewenangan hakim harus diaktualisasikan secara proporsional
dalam rangka pengekan hukum, kebenaran dan keadilan sesuai peraturan
perundang-undangan maupun kode etik serta memerhatikan hukum yang
hidup dalam masyarakat, hakim harus senantiasa berinteraksi dengan rasa
keadilan masyarakat, dengan memerhatikan prinsip equality before the
law. Kewenangan hakim yang sangat besar itu menuntut tanggung jawab
yang tinggi, sehingga putusan pengadilan yang dengan kalimat “Demi
Keadilan Berdasarkan Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”

10
Amran Suadi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia, (Jakarata: PT. Raja Grafindo
Persada, 2014), h. 46.
11
Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim, (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2013), h. 66-
67.

8
bermakna, bahwa kewajiban menegakan kebenaran dan keadilan harus
dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.12
Bedasarkan batasan ini, cakupan atau batasan peradilan agama
meliputi komponen-komponen sebagai berikut. Pertama, kekuasaan
Negara, yaitu kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan
kekuasaan Negara lainnya dari pihak luar. Secara operasional kekuasaan
itu sendiri ada kekuasaan absolut atau kekuasaan relative. Kedua, badan
peradilan agama sebagai satuan penyelanggara kekuasaan kehakiman, ia
meliputi hirarki, susunan, pimpinan, hakim, panitera, dan unsur lain dalam
struktur orgnaisasi pengadilan. Ketiga, prosedur berperkara di pengadilan,
yang mencakup jenis perkara, hukum procedural dan produk-produknya,
prosedur itu meliputi legiatan menrima, memeriksa, mengadili, memutus
dan menyelesaikan perkara. Keempat, perkara-perkara dalam bidang
perkawinan, warisan, wasiat, hibah, waqaf dan sedekah ia mencakup
variasi dan frekuensi sebarannya dalam berbagai pengadilan. Kelima,
orang-orang beragama Islam sebagai yang berperkara atau sengketa atau
pencari keadilan. Keenam, hukum Islam sebagai hukum substansial yang
dijadikan rujukan dalam proses peradilan dan Ketujuh, adalah penegakkan
hukum sebagai tujuan.13

D. Kode Etik dan Etika Hakim Indonesia


Pada tanggal 8 April 2009, Ketua Mahkamah Agung dan Ketua
Komisi Yudisial membuatSurat Keputusan Bersama (SKB) Nomor
047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang kode
etik dan pedoman perilaku hakim. Surat keputusan bersama ini mengatur
tentang prinsip-prinsip dasar Kode etik dan Pedoman Perilaku Hakim
yang terdiri dari 10 aturan perilaku.
1. Berperilaku Adil

12
Ibid.,h.72.
13
Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2002), Cet ke-2, h. 13-14.

9
Adil bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan
memberikan yang menjadi haknya, yang didasarkan pada sutu prinsip
bahwa semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Dengan
demikian, tuntutan yang paling mendasar dari keadilaan adalah
memeberikan perlakuan dan memberi kesempatan yang sama terhadap
setiap orang. Seseorang yang melaksanakan tugas atau profesi di
bidang peradilan yang memikul tanggung jawab menegakkan hukum
yang adil dan benar harus selalu berlaku adil dengan tisak membeda-
bedakn orang. Adil dalam penerapannya adalah bahwa 14:
a. Hakim wajib melaksanakan tugas-tugas hukumnya dengan
menghormati asas praduga tak bersalah, tanpa mengharapkan
imbalan.
b. Hakim wajib tidak memihak, baik di dalam maupun dilura
penngasdilan dan tetap menajga serta menumbuhkan kepercayaan
masyarakt pencari keadilan.
c. Hakim wajib menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan
pencabutan haknya untuk mengadili perkara yang bersangkutan.
d. Hakim dilarang memberikan kesan bahwa salah satu pihak yang
tengah berperkara atau kuasanya termasuk penuntut dan saksi
berada dlaam posisi yang istimewa untuk mempengaruhi hakim
yang bersangkutan.
e. Hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya dilarang menunjukan
rasa suka atau tidak suka keberpihakan, perasangka, atau
pelecehan terhadap suatu ras, jenis kelamin, agama, asal
kebangsaan, perbedaan kemampuan fisik atau mental, usia atau
status social ekonomi maupun atas dasar kedekatan hubungan
dengan pencari keadilan atau pihak-pihak yang terlibat dalam
proses peradilan baik melalui perkataan maupun tindakan.

14
Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor
02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim

10
f. Hakim dalam sutu proses persidangan wajib meminta kepada
semua pihak yang terlibat dalam proses persidangan.
g. Hakim dalam bersikap, mengeluarkan perkataan atau melakukan
tindakan lain yang dapat menimbulkan kesan memihak,
berprsangka, mengancam, atau menyudutkan para pihak atau
kuasanya, atau saksi-saksi dan harus pula menerapkan standar
perilaku yang sama bagi advokat, penuntut, pegawai pengadilan
atau pihak lain yang tunduk pada arahan dan pengawasan hakim
yang bersangkutan.
h. Hakim harus memberikan keadilan kepada semua pihak dan tidak
beritikad semata-mata untuk menghukum.
i. Hakim dilarang menyuruh/mengizinkan pegawai pengadilan atau
piahk-piahk lain untuk mempengaruhi, mengarahkan,atau
mengontrol jalannya siding, sehingga menimbulkan perbedaan
perlakuan terhadap para pihak yang terkait dengan perkara.
j. Hakim mendengar kedua belah pihak.
k. Hakim harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap
orang khususnya pencari keadilan atau kuasanya yang mempunyai
kepentingan dalam suatu proses hukum di Pengadilan.
l. Hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak yang berpekara di
luar persidangan yang dilakukan secara terbuka, diketahui pihak-
pihak yang berperkara, tidak melanggar prinsip persamaan
perlakuan dan ketidak berpihakan.

2. Berperilaku Jujur
Kejujuran bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang
benar ialah benar dan yang salah adalah salah. Kejujuran akan
membuat terbentuknya pribadi yang kuat dan meningkatkan
kesadaran akan hakikat mana yang hak dan yang batil. Dengan
demikian, akan teerwujudnya sikap pribadi yang tidak berpihak

11
kepada setiap orang baik dalam persidangan maupun diluar
persidangan.

3. Berperilaku Arif dan Bijaksana


Arif dan bijaksana bermakna mampu bertindak sesuai dengan
norma-norma hukum, norma-norma keagamaan, kebiasan-kebiasaan
maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada
saat itu, serta mampu memperhatikan atau memikirkan akibat dari
tindakannya. Perilaku yang arif dan bijaksana akan mendorong
terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempunyai tenggang
rasa yang tinggi, bersikap hati-hati, sabar dan santun.

4. Bersikap Mandiri
Mandiri memiliki arti mampu bertindak sendiri tanpa bantuan
pihak lain, bebas dari campur tangan siapapun dan bebas dari
pengaruh siapapun. Sikap mandiri akan mendorong terbentuknya
perilaku hakim yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan
keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum
yang berlaku.

5. Berintegritas Tinggi
Integritas memiliki arti sikap dan kepribadian yang utuh,
berwibawa, jujur, dan tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada
hakekatnya terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada
nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas,
integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani
menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengendapkan
tunututan hati nurani untuk menegakan kebenaran dan keadilan, serta

12
selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk
mencapai tujuan terbaik.15

6. Bertanggung jawab
Bertanggung jawab memeliki makna bersedia dan berani untuk
melaksanakan dengan sebaik-baiknya segala sesuatu yang telah
menjadi wewenang dan tugasnya, serta memiliki keberanian untuk
menanggung segala akibat atas pelaksanaan wewenang dan tugasnya
tersebut.

7. Menunjung Tinggi Harga Diri


Harga diri bermakna bahwa pada diri manusia melekat martabat dan
kehormatan yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi oleh setiap
orang. Prinsip menjunjung tinggi harga diri, khususnya Hakim, akan
mendorong dan membentuk peribadi yang kuat dan tangguh, sehingga
terbentuk pribadi yang dapat menjaga kehormatan dan martabat
sebagai aparatur Peradilan.

8. Berdisiplin Tinggi
Disiplin memiliki arti ketaatan pada norma-norma atau kaidah-
kaidah yang diyakini sebagai panggilan luhur untuk mengemban
amanah serta kepercayaan masyarakat yang mencari keadilan. Disiplin
tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang tertib di dalam
melaksanakan tugas, ikhlas dalam pengabdian, dan berusaha untuk
menjadi teladan dalam lingkungannya, serta tidak menyalahgunakan
amanah yang dipercayakan kepadanya. Hakim berkewajiban
mengetahui dan mendalami serta melaksankan tugas pokok sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya
hukum acara, agar dapat menerapkan hukum secara benar dan dapat

15
Aunur Rohim Faqih, Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, vol.3,Yogyakarta:2013,
Universitas Islam Indonesia.

13
memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan. Hakim juga
harus menghormati hak-hak para pihak dalam proses peradilan dan
berusaha mewujudkan pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat
dan biaya ringan.

9. Berperilaku Rendah Hati


Rendah hati bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan
diri, jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk
keangkuhan. Rendah hati akan mendorong terbentuknya sikap
realistis, mau membuka diri untuk terus belajar, menghargai pendapat
orang lain, menumbuh kembangkan sikap tenggang rasa, serta
mewujudkan kesederhanaan, penuh rasa syukur dan ikhlas di dalam
mengemabn tugas. Hakim harus melaksanakan pekerjaan sebagai
sebuah pengabdian yang tulus, pekerjaan hakim bukan semata-mata
sebagai mata pencaharian dalam lapangan kerja untuk mendapat
pengahailan materi, melainkan sebuah amanat yang akan
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Tuhan Yang Maha
Esa.

10. Bersikap Profesional


Professional dapat diartikan sebagai suatu sikap moral yang dilandasi
oleh tekad untuk melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan
kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan,
keterampilan dan wawasan luas. Sikap professional akan mendorong
terbentuknya pribadi yang dapat menjaga dan mempertahankan mutu
pekerjaan, serta berupaya untuk meningkatkan pengetahuan dan
kinerja, sehingga tercapai setinggi-tingginya kualitas hasil pekerjaan,
efektif dan efisien. Hakim juga perlu mengambil langkah-langkah
untuk memelihara dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
kualitas pribadi untuk dapat melaksankan tugas-tugas peradilan secara
baik..

14
E. Syarat Pemberhentian Hakim
Tentunya dalam mengambil keputusan untuk memberhentikan
hakim memiliki prosedur yang tidak sembarangan. Harus terdapat
beberapa alsan yang menyebabkan hakim tersebut diberhentikan baik itu
pemberhentian secara hormat maupun pemberhentian secara tidak
terhormat.
Adapun alasan pemberhentian hakim secara terhormat tercantum
dalam pasal 19 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum, alasan tersebut antara lain :16
a. Atas permintaan hakim yang secara tertulis.
b. Sakit jasmani atau rohani secara terus menerus.
c. Hakim berumur 65 tahun bagi ketua, dan hakim pengadilan
negeri, dan 67 tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim
pengadilan tinggi.
d. Ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
e. Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan yang meninggal
dunia dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya oleh presiden.
Pemberhentian terhadap hakim tidak hanya dapat dilakukan secara
hormat, tetapi juga dapat dilakukan secara tidak hormat. Pemberhentian
dengan tidak hormat sebagaimana telah diatur dalam pasal 20 ayat (1)
Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-
undnag Nomor 2 Tahun 1986 Tentang peradilan umum dapat
dilaksanakan dengan alasan :17

16
Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 2 tahun
1986 tentang peradilan Umum, hlm9.
17
Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 2 tahun
1986 tentang peradilan Umum, hlm 9

15
a. Hakim yang dipidana penjara karena melakukan kejahatan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
b. Hakim yang melakukan perbuatan tercela
c. Hakim yang melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
pekerjaannya terus menerus selama 3 bulan.
d. Hakim yang melakukan pelanggaran sumpah atau janji jabatan
e. Hakim yang melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam
pasal 18 Undang-undang nomor 49 tahun 2009 tentang
Peradilan umum
f. Melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.

16
BAB III
HASIL PENELITIAN

A. Profil Pengadilan Negeri Banda Aceh


Pengadilan Negeri Banda Aceh terletak di Ibukota Provinsi Aceh
tepatnya di Jalan Cut Meutia No. 23 Banda Aceh. Pengadilan ini sudah berusia
lebih dari seratus tahun didirikan sejak zaman Pemerintahan Kolonial Belanda,
gedung ini dulunya merupakan bekas kantor Asisten Residen Aceh Besar dan
gedung Landraad Kuta Raja. Sebagian dari gedung ini juga dipergunakan oleh
Kejaksaan Negeri Banda Aceh. Gedung ini telah berapa kali mengalami perbaikan
dan perluasan bangunan, bagian depan bangunan telah dibongkar dan didirikan
bangunan baru pada tahun 1980/1981 oleh Departemen Kehakiman. Bangunan
baru yang didirikan adalah sebagai berikut :
1. Gedung Lantai 2 depan sebelah selatan di bangun pada tahun 1970
2. Gedung Lantai 1 sebelah utara di bangun pada tahun 1980
3. Gedung Lantai 1 sebelah selatan di bangun pada tahun 1982
4. Gedung Lantai 2 depan sebelah utara di bangun pada tahun 1991
5. Gedung Diklat Lantai 2 sebelah barat dibangun pada tahun 2009
6. Gedung Pos Jaga sebelah timur di bangun pada tahun 2009.

Pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi peristiwa bencana alam dahsyat


gempa bumi dan Tsunami sehingga bangunan, perlengkapan mebele, dan
perlengkapan kantor lainnya termasuk berkas perkara mengalami kerusakan.
Pasca Tsunami Pengadilan Negeri Banda Aceh pernah berkantor menempati satu
ruangan di Pengadilan Tinggi Banda Aceh karena kondisi yang tidak
memungkinkan untuk melaksanakan aktifitas, kemudian setelah suasana kembali
kondusif pihak pengadilan berusaha kembali dengan menata dan memperbaiki
kantor agar dapat difungsikan.
Bangunan yang sebelumnya hanya digunakan sebagai ruang arsip dan
gudang, setelah rampungnya rehabilitasi sekarang sudah dapat difungsikan untuk
ruang kerja. Disamping bangunan khusus pengadilan Negeri Banda Aceh Juga

17
terdapat bangunan lainnya dalam di lingkungan Pengadilan Negeri Banda Aceh
yng dapat di jelaskan sebagai berikut:

1. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)


Dalam perkembangan Era Industrealisasi, masalah perselisihan hubungan
industrial menjadi semakin meningkat dan komplek, sehingga diperlukan institusi
dan mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) yang
cepat, tepat, adil dan biaya murah, namun sebelum terbentuknya dan lahir
Pengadilan Hubungan Indutrial (PHI) aturan hukum yang mengatur tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrai (PPHI) masih berdasarkan pada
ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan dan Undang-Undang No. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) di Perusahaan Swasta.

Bahwa berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang


Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada Pasal 59 ayat (1) untuk
pertama kali dengan undang-undang tersebut dibentuklah Pengadilan Hubungan
Industrial pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap
Ibu Kota Provinsi yang daerah hukumnya meliputi Provinsi yang bersangkutan.

Bahwa berdasarkan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Pasal 59 ayat (1)


berdirilah salah satu Institusi Pengadilan Hubungan Indutrial di Provinsi Aceh
yang berada pada Pengadilan Negeri Kelas IA Banda Aceh beralamat di Jl.Cut
Muetia No.23 Banda Aceh No.Telp/Fax 0651-635083.

2. Ruang Sidang dan Ruang Tunggu Sidang Anak

Pengadilan Negeri Banda Aceh memiliki ruang sidang anak dan ruang
tunggu anak yang merupakan bantuan dari UNICEF sebagai realisasi dari Surat
Ketua Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor : W1.00 UM.10.10-2005 tanggal 30
Maret 2005 kepada Direktur UNICEF tentang Kerjasama Pembuatan Ruang
Sidang Anak di Pengadilan Negeri Banda Aceh.

18
Ruang sidang anak dan ruang tunggu anak tersebut menggunakan ruangan
yang telah ada dengan merehab atau memperbaikinya dan ditata sesuai
peruntukannya yang bernuansa familier bagi anak yang berhadapan dengan
hukum, perbedaan dengan ruang sidang dewasa tampak pada penggunaan warna,
bentuk kursi dan meja berbentuk oval, ketinggian dan jaraknya dengan meja
hakim dengan meja petugas Lapas, orang tua Terdakwa, penasehat hukum dan
Penuntut Umum lebih pendek dan lebih dekat karena menggunakan ruangan
relatif lebih kecil daripada ruangan sidang  dewasa.

Penataan dan perlengkapan mobiler ruang sidang anak ini mengambil


model ruang sidang anak di Pengadilan Negeri Bandung karena yang pertama di
Indonesia. Dengan keberadaan ruang sidang anak dan ruang tunggu anak di ibu
kota dan pertama di Provinsi Aceh sehingga sering dikunjungi oleh tamu dari luar
negeri dan dalam negeri. Pada tanggal 10 Oktober 2006 ruang sidang dan ruang
tunggu anak ini secara resmi diserah terimakan.

3. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR)

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ( Tipikor ) Banda Aceh adalah


pengadilan khusus yang merupakan mata rantai dalam penegakkan hukum dan
harapan masyarakat sebagai tumpuan terakhir dalam penanganan perkara korupsi.
Gedung Pengadilan Tipikor Banda Aceh ini pada awalnya bersidang di gedung
Pengadilan Negeri Banda Aceh yang beralamat di Jalan Cut Meutia No. 23 Banda
Aceh, mengingat keterbatasan ruang sidang dan kencendrungan meningkatnya
kasus korupsi yang diadili sejak pertama kali dioperasi, oleh karena itu pada tahun
2014 gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh pindah ke gedung
baru yang terletak di Jalan Prof. A. Majid Ibrahim, Merduati Banda Aceh.

Pengadilan Tipikor Banda Aceh berada satu atap dengan Pengadilan


Negeri Banda Aceh, sehingga mempunyai struktur organisasi yang menjadi satu
kesatuan. Sedangkan terkait dengan yuridiksi Pengadilan Tipikor Banda Aceh
adalah wilayah hukum mencakup seluruh wilayah provinsi Aceh sesuai dengan
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Struktur Organisasi

19
Kepaniteraan dan Susunan Majelis Hakim serta Keterbukaan pada Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi.

B. Struktur pengadilan
Bagan struktur pengadilan negeri kelas 1a Banda Aceh:

a. Perilaku Hakim Dalam Persidangan


Selama magang dan mengikuti proses persidangan di Pengadilan Negeri

Banda Aceh, banyak wawasan yang saya dapatkan, maka ini menjadi
pengalaman yang berarti bagi saya sendiri tentang proses persidangan serta
melihat bagaimana prilaku Hakim dalam persidangan. Saya sebagai mahasiswa
Fakultas Hukum di bebankan selama 10 (sepuluh) kali pertemuan untuk
mengikuti proses persidangan dan melihat prilaku Hakim atau sering di sebut
dengan kode etik Hakim, di antara 10 (sepuluh) kali tersebut, di antaranya
adalah :

1. Hari : Kamis , 10 Maret 2022


Nomor Perkara : 83/Pid.B/2022/PN.Bna
Perilaku Hakim di Persidangan :

Di dalam persidangan ini Hakim terlihat sangat serius menjalankan proses


persidangan terhadap perkara tersebut. Terlihat perilaku hakim dalam memeriksa
perkara ini cukup baik dan sudah sesuai dengan kode etik hakim. Seluruh

20
perangakat persidangan juga mengikuti Protokol Kesehatan guna pencegahan
Covid-19.

2. Hari : Senin , 14 Maret 2022


Nomor Perkara : 11/Pid.Sus/2022/PN.Bna
18/Pid.Sus/2021/PN.Bna

Perilaku Hakim di persidangan :

Di dalam Persidangan ini, hakim terlihat serius dalam mengadili perkara


dan sidang berjalan dengan baik dan sesuai kode etik hakim. Seluruh perangkat
persidangan juga mengikuti Protokol Kesehatan guna pencegahan Covid-19.

3. Hari : Selasa , 15 Maret 2022


Nomor Perkara : 60 /Pid.B/2021/PN.Bna
Perilaku Hakim di persidangan :
Di dalam persidangan ini hakim terlihat serius mengadili perkara dan
sidang berjalan dengan cukup baik dan sesuai kode etik hakim. Seluruh perangkat
persidangan juga mengikuti Protokol Kesehatan guna pencegahan Covid-19.

4. Hari : Rabu , 16 Maret 2022


Nomor Perkara : 04/Pdt.G/2022/PN.Bna
Perilaku Hakim di persidangan :
Dalam persidangan ini hakim dalam memeriksa perkara dengan cukup
baik, sudah sesuai dengan prosedur dan tidak melanggar etika profesi hakim.
Hakimnya bersikap baik terhadap para terdakwa dan tidak memberikan tekanan
terhadap para terdakwa yang menjalani persidangan. Seluruh perangkat
persidangan juga mengikuti Protokol Kesehatan guna pencegahan Covid-19.

5. Hari : Kamis, 17 Maret 2022


Nomor Perkara : 63/Pid.Sus/202/PN.Bna
18/Pid.Sus/202/PN.Bna
19/Pid.Sus/202/PN.Bna

21
Perilaku hakim dipersidangan :

Dalam persidangan ini hakim dalam memeriksa perkara dengan cukup baik,
sudah sesuai dengan prosedur dan tidak melanggar etika profesi hakim. Hakimnya
bersikap baik terhadap para terdakwa dan tidak memberikan tekanan terhadap
para terdakwa yang menjalani persidangan. Seluruh perangkat persidangan juga
mengikuti Protokol Kesehatan guna pencegahan Covid-19.

6. Hari : Senin, 21 Maret 2022


Nomor Perkara : 18/Pid.Sus/2022/PN.Bna
16/Pid.Sus/2022/PN.Bna

Perilaku hakim dipersidangan :

Pada persidangan di perkara ini, Hakim Anggota memainkan handphone yang


seharusnya tidak diperkenankan untuk digunakan dalam ruang sidang. Alangkah
lebih baiknya bila Hakim tersebut juga menaati peraturan agar terciptanya
ketertiban di dalam ruang sidang.

7. Hari : Selasa, 22 Maret 2022


Nomor Perkara : 62/Pid.B/2022/PN.Bna
90/Pid.B2022/PN.Bna

Perilaku hakim dipersidangan :

Di persidangan ini, Majelis Hakim terlihat sangat serius dan tegas dalam
menjalankan persidangan. Hal ini menunjukkan bahwa Majelis Hakim telah
menjalankan kode etiknya dalam beracara dengan profesional.

8. Hari : Rabu, 23 Maret 2022


Nomor Perkara : 47/Pdt.G/2022/PN.Bna

Perilaku hakim dipersidangan :

22
Saat sidang berlangsung terlihat pengunjung yang sedang meminum air di
ruang pengadilan tetapi hakim tidak menegur pengunjung sidang tersebut,
seharusnya hakim menegur agar tdak terjadi hal seperti itu lagi dan untuk
ketertiban di dalam ruang sidang.

9. Hari : Kamis, 24 Maret 2022


Nomor Perkara : 12/Pid.Sus/2022/PN.Bna
16/Pid.Sus/2022/PN.Bna

Perilaku Hakim di Persidangan :

Disini terlihat perilaku hakim dalam memeriksa perkara ini sangat baik, sudah
sesuai dengan prosedur dan tidak melanggar etika profesi hakim. Dalam
memeriksa keterangan dari terdakwa hakim terlihat juga sudah sesuai dengan
etika hakim terutama berprilaku arif dan bijaksana,serta profesional, karena hakim
tidak memberikan pertanyaan yang menjerat.

10. Hari : Senin, 28 Maret 2022


Nomor Perkara : 07/Pid.Sus /2022/PN.Bna
08 /Pid.Sus/2022/PN.Bna

Perilaku Hakim di Persidangan :

Di dalam persidangan ini Hakim terlihat sangat serius menjalankan proses


persidangan terhadap perkara tersebut. Terlihat perilaku hakim dalam memeriksa
perkara ini cukup baik dan sudah sesuai dengan kode etik hakim. Seluruh
perangakat persidangan juga mengikuti Protokol Kesehatan guna pencegahan
Covid-19.

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari kegiatan magang yang telah di laksanakan, perilaku dan etika hakim
dalam persidangan sering kali mengabaikan atau tidak sesuai dengan Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah
Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI No.047/KMA/SKB/IV/2009 dan No.
02/SKB/P.KY/IV/2009. Akan tetapi, dengan adanya pedoman dalam keputusan
bersama tersebut, setidak-tidaknya dapat melandasi perilaku hakim dalam
persidangan sehingga perilaku dan etika hakim di Indonesia khususnya di PN
Banda Aceh, tetap berada pada nilai-nilai dan jalur yang telah ditentukan.
Sifat hakim baik dalam persidangan maupun di luar persidangan, dilambangkan
dalam lima motto hakim, yaitu sebagai berikut:
1. Kartika (bintang),melambangkan ketakwaan hakim pada Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Cakra (senjata ampuh penegak keadilan), melambangkan sifat adil, baik di
dalam maupun di luar kedinasan.
3. Candra (bulan), melambangkan kebijaksanaan dan kewibawaan.
4. Sari (bunga yang harum), menggambarkan hakim yang berbudi luhur dan
berperilaku tanpa cela.
5. Tirta (air), melukiskan sifat hakim yang penuh kejujuran (bersih), berdiri
di atas semua kepentingan, bebas dari pengaruh siapapun, tanpa pamrih,
dan tabah.
Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakimdiimplementasikan
dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagaimana yang tertera dalam Keputusan
Bersama Ketua MA dan Ketua KY, yaitu:
1. Berprilaku Adil
2. Berprilaku Jujur
3. Berprilaku Arif dan Bijaksana
4. Bersikap Mandiri

24
5. Berintergritas Tinggi
6. Bertanggung Jawab
7. Menjunjung Tinggi Harga Diri
8. Berdislipin Tinggi
9. Berperilaku Rendah Hati
10. Bersikap Profesional

4.2 SARAN

Pengawasan terhadap perilaku hakim baik di dalam pengadilan maupun di


luar pengadilan, merupakan tanggung jawab semua pihak.Seluruh masyarakat
dapat mengawasi sikap dan perilaku hakim dengan melaporkan tindakan hakim-
hakim yang bertindak di luar ketentuan etika dan perilaku sebagai seorang hakim.
Di Indonesia, telah dibentuk lembaga resmi yakni Komisi Yudisial yang
mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim.Sehingga, jika kita menemukan kejanggalan-kejanggalan terkait perilaku
hakim, kita harus melaporkan hal tersebut kepada Komisi Yudisial. Dengan
demikian, kita telah berpartisipasi sebagai masyarakat yang baik demi terciptanya
peradilan yang adil, bersih, jujur sesuai dengan cita-cita masyarakat dan cita-cita
hukum di Indonesia.

25
DAFTAR PUSTAKA

Dosen Pendidikan. 2022 Kode Etik adalah

https://www.dosenpendidikan.co.id/kode-etik/. Diakses 22 Februari 2022

Pratama, BHW. 2016. BAB II Hakim dan Kekuasaan Hakim Dalam Penjatuhan
Putusan Berdasarkan Teori Keadilan Restoratif.

http://repository.unpas.ac.id/3690/7/G.%20BAB%20II.pdf. Diakses 22 Februari


2022

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

26

Anda mungkin juga menyukai