Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK

ETIKA PROFESI HAKIM

Nama Kelompok :
1. Safira Dukomalamo
2. Syakhirah Az-Zahra Duwila
3. La Artin Ode
4. Husdin Buton
5. Irwan Yunus Watgiel

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AMBON


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
HUKUM PIDANA ISLAM
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Etika Profesi Hakim ini
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Etika
Profesi Hakum, Jurusan Hukum Pidana Islam, selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Etika Profesi Hakim, bagi para pembaca dan juga penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak dosen Etika Profesi Hakim yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan sesuai dengan bidang studi
yang penulis tekuni.

Penulis menyadari, makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.

Ambon, January 2022

Kelompok III
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Profesi Hakim


B. Kode Etik Hakim

BAB III PENUTUP

A. Simpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan


peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, demi terselenggaranya negara Hukum Republik Indonesia.
Pernyataan tersebut merupakan pengertian kekuasaan kehakiman yang tercantum pula dalam Pasal 1
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Sebagai konsekuensi dari
sistem pembagian kekuasaan yang diterapkan di negara ini, fungsi kekuasaan kehakiman atau
yudikatif dipegang oleh lembaga-lembaga yang telah ditentukan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Bab IX UUD 1945 menyebutkan tiga lembaga negara
yang termasuk dalam lingkup kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung (MA), Mahkamah
Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY). Namun, menurut Pasal 24 ayat (2), hanya MA (dan
badan peradilan di bawahnya) dan MK yang merupakan penyelenggara kekuasaan lehakiman,
sedangkan KY tidak memiliki kewenangan tersebut sehingga badan ini sering disebut sebagai
lembaga ekstra yudisial. Pengadilan, sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, adalah salah satu unsur
penting dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum (rechtsstaat). Hanya pengadilan yang
memenuhi kriteria mandiri (independen), netral (tidak berpihak), dan kompeten yang dapat menjamin
pemenuhan 6 asasi manusia. Oleh karena itu, posisi hakim sebagai aktor utama lembaga peradilan
menjadi amat vital, terlebih lagi mengingat segala kewenangan yang dimilikinya. Melalui putusannya,
hakim dapat mengubah, mengalihkan, atau bahkan mencabut hak dan kebebasan warga negara, dan
semua itu dilakukan dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan. Besarnya kewenangan dan
tingginya tanggung jawab hakim ditunjukkan melalui putusan pengadilan yang selalu diucapkan
dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini menegaskan
bahwa kewajiban menegakkan keadilan tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada sesama manusia,
tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Setiap profesi di berbagai bidang memiliki nilai-nilai yang dijunjung untuk dijadikan pedoman
dalam kehidupan profesi yang bersangkutan. Demikian halnya dengan profesi hakim di Indonesia, di
mana terdapat suatu kode etik yang didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku di Indonesia serta nilai-
nilai yang bersifat universal bagi hakim sebagai pelaksana fungsi yudikatif. Kode etik penting bagi
hakim untuk mengatur tata tertib dan perilaku hakim dalam menjalankan profesinya. Kode Etik
Profesi Hakim Indonesia dimuat dalam Keputusan bersama antara Ketua Mahkamah Agung RI dan
Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 147/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalahadalah sebagai
berikut:

1. Apakah etika profesi hakim?


2. Bagaimana etika kepribadian, etika melakukan tugas jabatan, etika pelayanan
terhadap pencari keadilan, dan etika hubungan sesama rekan hakim?
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah ini adalah untukengetahui etika
profesi hakim, kekuasaan kehakiman dan kode etik hakim, serta sifat hakim dalam keputusan bersama
nomor 147/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Etika Profesi Hakim

Hakim merupakan pilar utama dan tempat terakhir bagi pencari keadilan dalam proses peradilan.
Sebagai salah satu elemen kekuasaan kehakiman yang menerima, memeriksa, dan memutus perkara,
hakim dituntut untuk untuk memberikan keadilan kepada para pencari keadilan. 1

Profesi hakim (hukum) mempunyai kedudukan atau tugas khusus, karena fungsinya Itu
memerlukan persyaratan-persyaratan yang lebih berat. Hukum mengatur tindakantindakan manusia
yang nyata dan harus mendasarkan pengaturannya (termasuk lembuktian dan sanksinya) pada
tindakan-tindakan nyata pula.

Dalam etika profesi, kode etik hakim bersifat universal, terdapat dinegara manapun dan dimasa
yang lalu karena mengatur nilai-nilai moral, kaidah-kaidah penuntun serta aturan perilaku yang
seharusnya dan seyogiyanya dipegang teguh oleh seorang hakim dalam menjalankan tugas
profesinya.2

Contoh dari etika profesi, kode etik hakim ialah “The 4 Commandments For Judge” dari Socrates,
yakni:

1. To hear courteously (mendengar dengan sopan, beradab)


2. To answer wisely (menjawab bijaksana, arif)
3. To consider soberly (mempertimbangkan tak terpengaruh)
4. To decide impartially (memutus tak berat sebelah)

Sebagaimana telah disebutkan, bahwa hakim mempunyai tugas luhur menegakkan hukum dan
keadilan atas dasar kebenaran dan kejujuran yang bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh sebab itulah, semua tugas dan wewenang hakim harus dilaksanakan dalam rangka menegakkan
hukum, kebenaran dan keadilan tanpa pandang bulu dengan tidak membeda-bedakan orang seperti
diatur dalam lafal sumpah seorang hakim, dimana setiap orang sama kedudukannya di depan hakim
dan hukum. Wewenang dan tugas hakim yang sangat besar itu menuntut pertanggung jawaban yang
tinggi, sehingga putusan putusan pengadilan yang diucapkan dengan irah-irah “Demi keadilan
berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa” menunjukkan kewajiban menegakkan hukum. Kebenaran
dan keadilan tersebutlah yang dipertanggung jawabkan secara horizontal ke sesama manusia, dan

1
Mujahid A. Latief, kebijakan reformasi hukum: suatu rekomendasi (jilid II),(Jakarta : Komisi Hukum Nasional
RI, 2007) hlm.283.
2
Purwoto S. Gandasubrata, “Etika Profesi Hakim Indonesia” dalam Puslitbang/Diklat Mahkamah Agung RI,
Pelatihan teknis yudisial peningkatan pengetahuan hakim, proyek pembinaan teknis yudisial Mahkamah Agung
RI, 1996, hlm.2
vertikal kepada sang pencipta. Seorang hakim harus memiliki sifat dan sikap yang dapat menjamin
terlaksananya tugas tersebut dengan sebaik-baiknya, yang sesuai dengan pandangan hidup dan
falsafah negara serta keperibadian bangsa Indonesia. Sifat dan sikap yang harus dimiliki hakim
tersebut dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, dan yang menyangkut syarat yang harus
dipenuhi oleh seorang hakim seperti:

1. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, yang menguasai konstitusi dan
ketatanegaraan (Pasal 33 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan
kehakiman).
2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia pada pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela (Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986
tentang peradilan umum)

Perlunya dicantumkan sifat dan sikap hakim tersebut, karena pada hakikatnya segala sesuatu yang
berhubungan dengan pelaksanaan tugas badan penegak hukum dan keadilan tersebut baik dan
buruknya tergantung pada manusia pelaksanaannya incasu para hakim. Didalam sejarah
perkembangan kode etik hakim, etika profesi hakim dirumuskan pertama kali dengan keputusan No.2
Tahun 1966 pada rapat kerja Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri bersama Mahkamah Agung RI
dengan menggunakan istilah Kode Kehormatan Hakim yang berarti segala sifat batiniah dan sikap-
sikap lahiriah yang wajib dimiliki dan diamalkan oleh para hakim untuk menjamin tegaknya
kewibawaan dan kehormatan korp hakim, yang untuk selanjutnya ditetapkan kembali dengan surat
keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Menteri Kehakiman Maret 1998. Dalam
perkembangan selanjutnya, kode etik bakim yang dijadikan acuan saat ini adalah berdasarkan hasil
Munas IKAHI ke-13, tanggal 30 Maret 2001 di Bandung. Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki
hakim disublimasikan ,digambarkan dalam lambang menjadi PANCA DARMA HAKIM, yakni: 3

Kartika, bintang yang melambangkann Ketuhanan Yang Maha Esa; Cakra, senjata ampuh dari
dewa keadilan yang memusnahkan segala kebathilan, kezaliman, dan ketidakadilan; Candra, bulan
yang menerangi segala tempat yang gelap, sinar penerangan dalam kegelapan yang bererti bijaksana
dan berwibawa. Selanjutnya Sari, bunga yang semerbak wangi mengharumi berkelakuan tidak tercela:
dan terakhir Tirta, air yang membersihkan segala kotoran di dunia yang berarti hakim itu harus jujur.

3
Wildan Suyuti Mustofa, kode etik hakim, (Jakarta, 2013) hlm. 117
B. Kode Etik Hakim

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahim 1945 menegaskan bahwa kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurutu UUD. Ditegaskan pula bahwa negara Indonesia
adalah negara hukum. Dasar 1945 adalah segala bentuk yang berkaitan dengan menjalankan tujuan
negara Indonesia harus berlandaskan pada peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan hukum
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan negara
sebagai negara hukum, maka dalam mencapai sasarannya, perlu dibentuk sebuah lembaga peradilan
yang mempunyai tugas menegakan hukum di bumi Nusantara ini.

Indonesia sebagai negara yang berkembang dalam rangka mencapai tujuannya selalu mengikuti
perkembangan kemajuan ketatanegaraan yang terjadi di sekitarnya. Perkembangan ketatanegaraan
tersebut mengalami perkembangan karena sebelum era tahun 2000-an, lembaga kehakiman pada
tataran tertinggi dilakukan oleh lembaga peradilan Mahkamah Agung dan segala lembaga peradilan
pada tingkat di bawahnya, sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 5 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahum 2004. Perubahan terakhirnya pada Undang-undang
Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.

Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim diimplementasikan dalam 10
(sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut : (1) Berperilaku adil, (2) berperilaku jujur, (3) berperilaku
arif dan bijaksana, (4) Bersikap Mandiri, (5) Berintegritas Tinggi, (6) Bertanggung Jawab, (7)
Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8) Berdisplin Tinggi, (9) Berperilaku Rendah Hati, (10) Bersikap
profesional. Kesepuluh kode etik atau pedoman ini telah mencakup sikap hakim kaitannya dengan
kepribadian, tugas jabatan, pelayanan terhadap sesama pencari keadilan, dan hubungannya dengan
sesama hakim.

Selain kode etik yang dimuat secara eksplisit dalam satu surat keputusan, kode etik hakim juga
banyak tersirat dalam UU Nomor 35 Tahun 1999, UU Nomor 4 Tahun 2004 sebagai pengganti UU
Nomor 35 Tahun 1999 tersebut. Dalam pasal 28 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang kehakiman
dinyatakan bahwa: “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Hakim merupakan suatu pekerjaan yang sangat memiliki tanggung jawab besar terhadap
pelaksanaan hukum di suatu negara. Dalam artian, hakim merupakan benteng terakhir dari penegakan
hukum di suatu negara. Dalam Pasal29 UU 35 Tahun 1999 dinyatakan bahwa, sebelum melakukan
jabatannya, Hakim, Panitera, Panitera Pengganti dan Juru sita untuk masing-masing lingkungan
peradilan harus disumpah atau berjanji menurut agamanya.
1. Pertambangan Atau Sikap Hakim Dan Rincian Sifat-sifat Hakim

Lambang memberi cirri pembeda antara institusi satu dengan institusi yang lainnya. Lembaga
kehakiman terdapat sebuah lambing yang dipasang setiap saat di dada sebelah kiri seorang hakim
dalamwaktu menjalankan tugasnya.

a. KARTIKA = Bintang yang melambangkan KETUHANAN YANG MAHA ESA.


b. CAKRA = Senjata ampuh dari Dewan Keadilan yang mampu memusnahkan segala
kebatilan, kezaliman, dan ketidakadilan) berarti ADIL.
c. CANDRA = Bulan yang menerangi segala tempat yang gelap. Sinar penerangan
dalam kegelapan) berarti BIJAKSANA atau BERWIBAWA.
d. SARI = Bunga yang merebak wangi mengharumkan kehidupan masyarakat) berarti
BUDI LUHUR atau BERKELAKUAN TIDAK TERCELA.
e. TIRTA = Air yang membersihkan segala dari kotoran di dunia) mensyaratkan
bahwabSEORANG HAKIM HARUS JUJUR.4
2. Sikap Hakim

Dalam kode kehormatan hakim diatur mengenai sikap hakim yang dibagi kedalam sikap hakim
dalam kedinasan dan sikap hakim diluar kedinasan. Dalam kedinasan sikap hakim dibagi ke dalam 6
sikap, yaitu :

a. hakim dalam persidangan


b. Sikap hakim terhadap sesama rekan
c. Sikap hakim terhadap bawahan/pegawai
d. Sikap hakim terhadap atasan
e. Sikap hakim bawahan/rekan hakim
f. Sikap hakim keluar/terhadap instansi lain.

Sikap hakim diluar kedinasan terbagi 3 macam :

a. Sikap hakim sendiri


b. Sikap dalam rumah tangga
c. Sikap dalam masyarakat

Menurut wahyu Affandi, peran seorang hakim diwarnai oleh tiga syarat, yaitu :

a. Tangguh, tabah menghadapi keadaan dan kuat mental


b. Terampil, artinya mengetahui dan menguasai segala peraturan perundangundangan
yang sudah ada dan masih berlaku.

4
Dr. Sidharta, S.H, M.Hum, Moralitas Profesi Hukum, Refika Aditama, Bandung : 2006. Hlm. 163-164
c. Tanggap, artinya penyelesaian pemeriksaan perkara harus dilakukan dengan cepat,
benar serta menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat.

Sikap Hakim Dalam Kedinasan

Seorang hakim merupakan seorang pegawai negeri yang dalam menjalankan tugasnya memiliki
sikap kedinasan yang sama dengan semua pegawai negeri lainnya. Oleh karena itu, sikap hakim
dalam kedinasan dapat terlihat sebagai berikut.

1) Sikap hakim dalam persidangan, sikap hakim dalam persidangan dapat berupa :
a. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam hukum acara yang
berlaku.
b. Tidak dibenarkan bersikap menunjukkan memihak atau bersimpati atau antipati
terhadap pihak-pihak yang berperkara.
c. Harus bersikap sopan, tegas, dan bijaksana dalam memimpin dalam ucapan maupun
perbuatan.
d. Harus menjaga kewibawaan dan kenikmatan persidangan.
2) Sikap hakim terhadap sesama rekan
a. Memelihara dan menumpuk hubungan kerja sama yang baik antara sesama rekan.
b. Memiliki rasa setia kawan, tenggang rasa, dan saling menghargai antara sesama
rekan.
c. Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap korps Hakim.
d. Menjaga nama baik dan martabat rekan-rekan, baik didalam maupun diluar
kedinasan.
3) Sikap hakim terhadap bawahan/ pegawai
a. Harus mempunyai sifat kepemimpinan terhadap bawahan.
b. Membimbing bawahan untuk mempertinggi kecakapan.
c. Harus mempunyai sifat sebagai seorang bapak/ibu yang baik terhadap bawahan.
d. Memelihara kekluargaan antara bawahan dengan hakim
e. Memberi contoh kedisiplinan terhadap bawahan
4) Sikap hakim terhadap atasan
a. Taat kepada pimpinan atasan.
b. Menjalankan tugas-tugas yang telah digariskan oleh atasan dengan jujur dan ikhlas.
c. Berusaha memberi saran-saran yang membangun kepada atasan
d. Mempunyai kesanggupan untuk mengeluarkan / mengemukakan pendapat kepada
atasan tanpa meninggalkan norma-norma kedinasan.
e. Tidak dibenarkan mengadakan resolusi terhadap atasan dalam bentuk apapun.
5) Sikap hakim terhadap rekan hakim
a. Harus memelihara hubungan baik dengan hakim bawahannya.
b. Membimbing bawahan dalam pekerjaan untuk memperoleh kemajuan.
c. Harus bersikap tegas, adil, serta tidak memihak.
d. Memberi contoh yang baik dalam perikehidupan, didalam maupun diluar dinas
6) Sikap hakim terhadap instansi lain
a. Harus memilihara kerja sama dan hubungan yang baik dengan intansi-instansi lain.
b. Tidak boleh menonjolkan kedudukannya.
c. Menjaga wibawa dan martabat hakim dalam hubungan kedinasan.
d. Tidak menyalahgunakan wewenang dan kedudukan terhadap instansi lain. 5

Sikap Hakim Di Luar Kedinasan

Seorang hakim dalam menjalankan tugasnya memiliki sikap yang dijadikan patokan dalam
interaksi di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu , sikap hakim selain dalam bentuk didalam
kedinasan, dapat juga berupa sikap yang berada diluar kedinasan.

1) Sikap hakim pribadi


a. Harus memiliki kesehatan rohani dan jasmani.
b. Berkelakuan baik dan tidak tercela.
c. Tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi maupun golongan.
d. Menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan susila dan kelakuan yang dicela oleh
masyarakat
e. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang merendahkan martabat-martabat hakim
2) Sikap hakim dalam rumah tangga
a. Menjaga keluarga dari perbuatab-perbuatan yang tercela, baik menurut normanorma
hukum kesusilaan.
b. Menjaga ketenteraman dan keutuhan rumah tangga.
c. Menyesuaika kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan masyarakat.
d. Tidak dibenarkan hidup berlebih-lebihan dan mencolok
3) Sikap dalam masyarakat
a. Selaku anggota masyarakat tidak boleh mengisolasi diri dari pergaulan masyarakat.
b. Dalam hidup bermasyarakat harus mempunyai rasa gotong royong.
c. Harus menjaga nama baik dan martabat hakim.6

5
Supriadi,S.H, M.Hum, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta : 2010.
Hlm. 121-122.

6
Dr. Sidharta, S.H, M.Hum, Moralitas Profesi Hukum, Refika Aditama, Bandung : 2006. Hlm. 168
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Hakim merupakan raison de etrenya hukum. Setiap keputusan yang incracht dikeluarkan oleh
hakim harus memuat 3 aspek utama hukum yakni aspek yuridis, sosiologis dan filosoofis. Ketiga
aspek tersebut kemudian memuat nilai dari 3 tujuan hukum yakni keadilan, kemanfaatan dan
kepastian. Semuanya hanya dapat dicapai apabila hakim melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai
dengan etika profesi hakim.

B. Saran

Hakim merupakan pilar utama dan tempat terakhir bagi pencari keadilan dalam proses peradilan.
Sebagai salah satu elemen kekuasaan kehakiman yang menerima, memeriksa, dan memutus perkara,
hakim dituntut untuk untuk memberikan keadilan kepada para pencari keadilan oleh karena hakim
haruslah mempunyai sikap-sikap yang sudah dipaparkan pada makalah ini. Agar para pencari keadilan
puas terhadap kinerja Hakim di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai