Anda di halaman 1dari 10

TUGAS – FILSAFAT HUKUM & ETIKA PROFESI (C)

NAMA: EKAWATI
NIM : B011191169
“KODE ETIK PROFESI HAKIM”

Sebagai salah satu upaya mewujudkan fungsi dan tugas hakim, disusun kode etik
profesi hakim oleh IKAHI yang merupakan pedoman prilaku. Naskah lengkap kode etik
profesi hakim sebagaimana dirumuskan dalam Munas XIII di bandung tahun2001.
Etika berasal dari bahasa yunani, ethos dalam kamus Webster new world
dictionary, etika didefinisikan sebagai “the characteristic and distinguishing attitudes,
habits, belive, etc, of an individual or of group” dengan kata lain, etika merupakan system
nilai-nilai dan norma-normna yang berlaku yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan Istilah profesi dalam
kamus Webster new world dictionary didefinisikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan
yang memerlukan pendidikan atau latihan yang maju dan melibatkan keahlian intelektual,
seperti dalam bidang obat-obatan, hokum, teologi, engineering dan sebagainya.
Berdasarkan rumusan diatas, jabatan hakim adalah suatu profesi, karena
memenuhi kriteria-kriteria. Pekerjaan tetap, bidang tertentu, berdasarkan keahlian
khusus, dilakukan secara bertanggung jawab dan memperoleh penghasilan. untuk
melaksanakan profesi yang luhur secara baik dianut moralitas yang tinggi, dan tanggung
jawab dari pelakunya.

KODE ETIK PROFESI HAKIM

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian

1. Kode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap
Hakim Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi sebagai Hakim.
2. Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) Hakim ialah penjabaran dari kode etik
profesi Hakim yang menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam
menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran
maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat
memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada
hukum.
3. Komisi Kehormatan Profesi Hakim ialah komisi yang dibentuk oleh Pengurus
Pusat IKAHI dan Pengurus Daerah IKAHI untuk memantau, memeriksa, membina,
dan merekomendasikan tingkah laku Hakim yang melanggar atau diduga
melanggar Kode Etik Profesi.
4. Azas Peradilan yang baik ialah prinsip-prinsip dasar yang harus dijunjung tinggi
oleh Hakim dalam melaksanakan tugasnya untuk mewujudkan peradilan yang
mandiri sesuai dengan aturan dasar berdasarkan ketentuan yang ada.
Pasal 2
Maksud dan Tujuan
Kode Etik Profesi Hakim mempunyai maksud dan tujuan:

1. Sebagai alat :
a. Pembinaan dan pembentukan karakter Hakim
b. Pengawasan tingkah laku Hakim
2. Sebagai sarana :
a. Kontrol sosial
b. Pencegah campur tangan ekstra judicial
c. Pencegah timbulnya kesalah pahaman dan konflik antar sesama anggota
dan antara anggota dengan masyarakat.
3. Memberikan jaminan peningkatan moralitas Hakim dan kemandirian fungsional
bagi Hakim.
4. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan.

BAB II
PEDOMAN TINGKAH LAKU

Pasal 3
Sifat-sifat Hakim
Sifat Hakim tercermin dalam lambang Hakim yang dikenal dengan "Panca Dharma
Hakim":

1. Kartika, yaitu memiliki sifat percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Cakra, yaitu sifat mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman dan
ketidakadilan.
3. Candra, yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa.
4. Sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela.
5. Tirta, yaitu sifat jujur.
Pasal 4
Sikap Hakim
Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomaninya:
A. Dalam persidangan:

1. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam Hukum Acara
yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu:
a. Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan (right to a
decision) dimana setiap orang berhak untuk mengajukan perkara dan
dilarang menolak untuk mengadilinya kecuali ditentukan lain oleh Undang-
undang serta putusan harus dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak
terlalu lama.
b. Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan perlakuan
yang sama untuk didengar, diberikan kesempatan untuk membela diri,
mengajuan bukti -bukti serta memperoleh informasi dalam proses
pemeriksaan (a fair hearing).
c. Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi
atau pihak lain (no bias) dengan menjunjung tinggi prinsip (nemo judex in
resud).
d. Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat
dimengerti serta bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang
sistematis (reasones and argumentations of decision), dimana argumentasi
tersebut harus diawasi (controleerbaarheid) dan diikuti serta dapat
dipertanggung-jawabkan (account ability) guna menjamin sifat keterbukaan
(transparancy) dan kepastian hukum (legal certainity) dalam proses
peradilan.
e. Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.
2. Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati
kepada pihak-pihak yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.
3. Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam
ucapan maupun dalam perbuatan.
4. Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan persidangan antara lain serius
dalam memeriksa, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun
perbuatan.
5. Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan.
B. Terhadap Sesama Rekan

1. Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antara sesama rekan.
2. Memiliki rasa setia kawan, tenggang rasa dan saling menghargai antara sesama
rekan.
3. Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap Korps Hakim secara wajar.
4. Menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.
C. Terhadap Bawahan/Pegawai
1. Harus mempunyai sifat kepemimpinan.
2. Membimbing bawahan/pegawai untuk mempertinggi pengetahuan.
3. Harus mempunyai sikap sebagai seorang Bapak/lbu yang baik.
4. Memelihara sikap kekeluargaan terhadap bawahan/pegawai.
5. Memberi contoh kedisiplinan.
D. Terhadap Masyarakat

1. Menghormati dan menghargai orang lain.


2. Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri.
3. Hidup sederhana.
E. Terhadap Keluarga/Rumah Tangga

1. Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela, menurut norma-norma


hukum kesusilaan.
2. Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga.
3. Menyesuaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan
masyarakat.
Pasal 5
Kewajiban dan Larangan
Kewajiban:

1. Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak berperkara secara berimbang


dengan tidak memihak (impartial).
2. Sopan dalam bertutur dan bertindak.
3. Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar.
4. Memutus perkara, berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan.
5. Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Hakim.
Larangan:

1. Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan
sedang ditangani.
2. Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara.
3. Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar acara persidangan.
4. Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang ditanganinya baik dalam
persidangan maupun diluar persidangan mendahului putusan.
5. Melecehkan sesama Hakim, Jaksa, Penasehat Hukum, Para pihak Berperkara,
ataupun pihak lain.
6. Memberikan komentar terbuka atas putusan Hakim lain, kecuali dilakukan dalam
rangka pengkajian ilmiah.
7. Menjadi anggota atau salah satu Partai Politik dan pekerjaan/jabatan yang
dilarang Undang-undang.
8. Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun
kelompoknya.
BAB III
KOMISI KEHORMATAN PROFESI HAKIM
Pasal 6

1. Susunan dan Organisasi Komisi Kehormatan Profesi Hakim terdiri dari:


a. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat.
b. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah.
2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat terdiri dari 5 (lima) orang dengan
susunan:
o Ketua: salah seorang Ketua Pengurus Pusat IKAHI merangkap anggota.
o Anggota: Dua orang anggota IKAHI dari Hakim Agung.
o Anggota: Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI yang
bersangkutan.
o Sekretaris: Sekretaris Pengurus Pusat IKAHI merangkap Anggota.
Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah terdiri dari 5 (lima) orang
dengan susunan :
o Ketua: Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI merangkap anggota.
o Anggota: Seorang anggota IKAHI Daerah dari Hakim Tinggi.
o Anggota: Ketua Pengurus Cabang IKAHI yang bersangkutan.
o Anggota: Seorang Hakim yang ditunjuk Pengurus Cabang IKAHI yang
bersangkutan.
o Sekretaris: Sekretaris Pengurus Daerah IKAHI merang kap Anggota.Komisi
Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat diangkat dan diberhentikan oleh
PP IKAHI.
Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah diangkat dan diberhentikan
oleh PD IKAHI.
Pasal 7

1. Komisi Kehormatan Hakim Tingkat Daerah berwenang memeriksa dan mengambil


tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangan terhadap anggota di
daerah/wilayahnya.
2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat berwenang memeriksa dan
mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangannya terhadap
persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh Daerah atau yang menurut Pengurus
Pusat IKAHI harus ditangani oleh Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat
Pusat.
Pasal 8
Tugas dan Wewenang

1. Komisi Kehormatan Profesi Hakim mempunyai tugas :


a. Memberikan pembinaan pada anggota untuk selalu menjunjung tinggi Kode
Etik.
b. Meneliti dan memeriksa laporan/pengaduan dari masyarakat atas tingkah
laku dari para anggota IKAHI.
c. Memberikan nasehat dan peringatan kepada anggota dalam hal anggota
yang bersangkutan menunjukkan tanda-tanda pelanggaran Kode Etik.
2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim berwenang :
a. Memanggil anggota untuk didengar keterangannya sehubungan dengan
adanya pengaduan dan laporan.
b. Memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan terhadap anggota yang
melanggar Kode Etik dan merekomendasikan untuk merehabilitasi anggota
yang tidak terbukti bersalah.
Pasal 9
Sanksi
Sanksi yang dapat direkomendasikan Komisi Kehormatan Profesi Hakim kepada PP
IKAHI adalah:

1. Teguran.
2. Skorsing dari keanggotaan IKAHI.
3. Pemberhentian sebagai anggota IKAHI.
Pasal 10
Pemeriksaan

1. Pemeriksaan terhadap anggota yang dituduh melanggar Kode Etik dilakukan


secara tertutup.
2. Pemeriksaan harus memberikan kesempatan seluas-Iuasnya kepada anggota
yang diperiksa untuk melakukan pembelaan diri.
3. Pembelaan dapat dilakukan sendiri atau didampingi oleh seorang atau lebih dari
anggota yang ditunjuk oleh yang bersangkutan atau yang ditunjuk organisasi.
4. Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang
ditandatangani oleh semua anggota Komisi Kehormatan Profesi Hakim dan yang
diperiksa
Pasal 11
Keputusan
Keputusan diambil sesuai dengan tata cara pengambilan putusan dalam Majelis Hakim.

BAB IV
PENUTUP
Pasal 12

Kode Etik ini mulai berlaku sejak disahkan oleh Musyawarah Nasional (MUNAS) IKAHI
ke-XIII dan merupakan satu-satunya Kode Etik Profesi Hakim yang berlaku bagi para
Hakim Indonesia.
Ditetapkan di: Bandung
Pada tanggal: 30 Maret 2001

TANGGAPAN:

Setiap bangsa yang merdeka memiliki cita-cita yang luhur dalam memberikan
kedamaian dan keadilan kepada masyarakatnya begitu pula Bangsa Indonesia. Dalam
hal ini penegak hukum memiliki peranan yang penting untuk mewujudkan ide-ide tentang
keadilan, kepastian hukum dan pemanfaatan sosial menjadi suatu kenyataan.

Secara normatif Bangsa Indonesia telah merumuskan perundang-undangan


(aturan hukum) yang cukup. Namun hal yang mendasar yang banyak berperan dalam
pembentukan peradaban hukum semakin terperosot hal ini disebabkan karena orang-
orang yang berada dibalik hukum. Kondisi ini tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian
besar penegak hukum dilanda krisis kesadaran moral, secara mendalam kondisi ini dapat
dilihat bahwa penegak hukum justru banyak terlihat dalam pelanggaran hukum.

Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan
hubungan nilai-nilai yang terurai di dalam kaidah-kaidah hukum dan merealisasikan
dalam sikap serta tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian dalam interaksi sosial.
(Soerjono Soekanto, 2004: 5).

Setiap bangsa manapun pasti menginginkan tecapainya kedamaian dan


ketertiban serta keadilan pada masyarakatnya. Bangsa Indonesia mempunyai cita-cita
yang luhur dalam memberikan kedamaian dan keadilan di masyarakat hal ini diperkuat
dengan tercantumnya arah kebijakan dalam bidang hukum terutama pada point (3)
sebagaimana termuat di dalam Tap MPR RI: II/MPR/1999; GBHN yaitu penegakan
hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan
kebenaran, supremasi hukum serta menghargai hak asasi manusia.

Salah satu indikator penegakan hukum adalah manusia sebagai pelaksana


termasuk hakim, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa yang menjadi sorotan
utama masyarakat Indonesia adalah hakim dalam arti sempit dan lembaga peradilan
dalam arti luas. Sekalipun dalam kenyataan hakim bukan satu-satunya sebagai penentu
dalam penegakan hukum sebab dalam penegakan hukum banyak faktor yang
mempengaruhi.

(Soerjono Soekanto, 2004: 8) menyebutkan bahwa ada lima faktor yang


mempengaruhi penegakan hukum. Faktor-faktor tersebut yang pertama, adalah faktor
hukum itu sendiri; kedua, adalah faktor penegakan hukum (dalam hal ini termasuk
hakim); ketiga, adalah faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
keempat, adalah faktor masyarakat; dan yang kelima, adalah faktor kebudayaan.

Hakim dalam menjalankan tugasnya sebagaimana dikemukakan oleh Arief


Sidharta (Suhrawardi K Lubis, 2002: 25) adalah memikul tanggung jawab yang besar dan
harus mengerti tanggung jawabnya itu, sebab keputusan hakim itu dapat membawa
akibat sangat jauh dari kehidupan para yustiabel dan atau orang-orang lain yang terkena
oleh jangkauan keputusan tersebut. Olehnya itu maka Keputusan hakim yang tidak adil
dapat mengakibatkan penderitaan lahir batin yang selalu membekas dalam batin para
yustiabel yang bersangkutan sepanjang perjalanan hidupnya.

Para hakim seharusnya lebih terpelajar (bercendikiawan) agar dapat menunjukan


keahliannya serta bersikap wajar, dan lebih menghayati serta mengetahui pelbagai faktor
yang relevan dengan masalah yang dihadapinya agar tidak sekedar keyakinan. Dengan
demikian maka mereka wajib memiliki integrasi dan manfaat. Sedangkan apa yang
diemban oleh hakim adalah suatu yang mulia dalam penegakkan hukum, sebab
menegakkan hukum berarti menegakkan keadilan maka seorang hakim dituntut untuk
lebih memahami profesinya.

Dalam upaya untuk mewujudkan bangsa yang adil dan damai maka diperlukan
etika. Baik atau tidaknya suatu bangsa tergantung dari masingmasing individu, jika
masyarakat Indonesia itu beretika maka bangsa itu akan damai dan adil. Termasuk
profesi dan moral atau antara profesi dan etika. Untuk meningkatkan keprofesionalan
tersebut maka diperlukan adanya etika yang harus dipedomani oleh hakim baik di dalam
persidangan maupun di luar persidangan.
Oleh karena itu merupakan suatu keharusan sebagaimana yang dikatakan
Sahrawardi K Lubis (2002: 4) bahwa etika haruslah dimasukkan dalam pendidikan
hokum, hal ini disebabkan belakangan ini terlihat adanya gejala penurunan etika di
kalangan aparat penegak hukum yang mana hal tersebut aka merugikan bagi
pembangunan masyarakat.

Etika profesi merupakan tuntunan bagi seorang hakim dalam menjalankan


tugasnya hal itu juga sudah tertuang dalam arah kebijakan bidang hukum pada point (5)
sebagaimana yang termuat dalam Tap MPR RI Nomor II/MPR/1999 Tentang Garis-garis
Besar Haluan Negara, yaitu meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan aparat
penegak hukum, termasuk kepolisian negara kepolisian Republik Indonesia untuk
menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan meningkatkan kesejahteraan yang
efektif.

Menurut Hamzah Ya’kub mengemukakan Etika dalam ilmu yaitu menyelidiki mana
yang baik dan mana yang buruk dan memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran.

Dalam bahasa Inggris akhlaq disebut “moral” atau “ethic” dan juga pada bahasa
Yunani akhlaq dipakai kata “ethos” ethikos yang kemudian menjadi “ethika” pakai “h” dan
etika (tanpa h). kata akhlaq adalah dari bahasa Arab jama’ dari kata khuluk artinya
perangai atau tabiat. Dalam pengertian Indonesia sehari-hari akhlaq umumnya
disamakan dengan budi pekerti atau kesusilaan atau sopan santun. (Ruddin Emang,
1995: 1).

Etika prosfesi yang tertuang dalam etika hakim itu merupakan aturan, patokan,
atau hukum yang harus dipergunakan dan pegang teguh oleh para hakim dalam
penghayatan profesi mereka sebagai penegak hukum dan keadilan. Hal ini juga akan
dipergunakan untuk memakai baik buruknya tindak hakim dalam menjalankan tugasnya
bahkan juga menjadi kriteria moral dalam penegak hukum.

Etika di satu sisi sangat berpotensi untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia,
dengan beretika rakyat akan saling menghargai, membantu, dan menghormati. Etika itu
memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam mengambil
keputusan yang baik atau buruk maupun yang benar atau salah.

Orang yang memiliki kesadaran etika dan moral akan senantiasa selalu jujur
sekalipun tidak ada orang lain yang melihat, tindakan orang yang bermoral tidak akan
menyimpang dan selalu berada pada nilai-nilai etika. Sebab orang yang beretika
berdasarkan kesadaran, bukan berdasarkan pada suatu kekuatan dan juga bukan
paksaan tetapi berdasarkan kesadaran moral yang timbul dari kesadaran individual
bersangkutan dari tuntunan itulah diangkat oleh IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) sebagai
etika profesi bagi para hakim.

Beretika dalam menjalankan tugas dan fungsi hakim selalu mendapat sorotan
utamanya dalam tingkah laku dan sikap baik dalam tugas maupun luar tugas sebagai
kontrol dan berprofesional menjalankan tugasnya, sehingga akan tercipta penegakan
hukum yang adil. Etika dan profesionalnya hakim dapat mempengaruhi akhlaq atau
moralnya, baik dalam tugas maupun di luar tugas, sehingga hati yang luhur, mulia, tanpa,
pamrih dan bertanggung jawab tercermin pada tingkah laku seorang hakim.

Anda mungkin juga menyukai