Anda di halaman 1dari 14

‘MAKALAH ETIKA PROFESI”

“KODE ETIK JAKSA”

DOSEN PENGAMPU :
Fathra fahasta., S.H., M.H.

ANGGOTA KELOMPOK:
1.Nursalvana Irnu Dea Amara
2.Nur Arda Ningsih
3.Silvia Oktalina
4.Arini Wulandari

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ etika profesi“ ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari bapak
fathra fahasta., S.H., M.H. pada mata kuliah etika profesi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang etika profesi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak fathra fahasta., S.H., M.H. selaku dosen
mata kuliah etika profesi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan mata kuliah yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 10 oktober 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Profesi hukum merupakan profesi yang keberadaannya berhubungan langsung


dengan kehidupan masyarakat umum. Pengemban profesi hukum haruslah orang yang
dapat dipercaya secara penuh, bahwa professional hukum tidak akan menyalahgunakan
situasi yang ada. Pengemban hukum haruslah dilakukan secara martabat, dan hatus
mengerahkan segala kemampuan pengetahuan dan keahlian yang ada padanya, sebab
tugas profesi hukum adalah tugas kemasyarakatan yang langsung berhubungan dengan
nilai-nilai dasar yang merupakan perwujudan martabat manusia, dan oleh karena itu
pulalah pelayanan hukum memerlukan pengawasan dari masyarakat.

Bahwa etika profesi sebagai sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk
memberikan pelayanan professional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan
keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayan masyarakat yang membutuhkan
pelayanan hukum dengan disertai refleksi yang seksama. Disini menunjukan betapa
eratnya hubungan antara etika dengan profesi hukum, sebab dengan etika inilah para
professional hukum dapat melaksanakan tugas (pengabdian) profesinya dengan baik
untuk menciptakan penghormatan terhadap martabat manusia yang pad akhirnya akan
melahirkan keadilan ditengah masyarakat.

Ajaran moral/etika dan hukum pada dasarnya tidak mungkin terpisahkan, karena hukum
tanpa moral/etika akan mengakibatkan subyek-subyek hukum kehilangan karakter
humanisnya.

Demi terjaminnya keseimbangan dan keserasian antara kewibawaan pemerintah


di satu pihak dan di pihak lainnya kepentingan masyarakat dalam tata susunan negara
hukum, maka mutlak diperlukan kejaksaan yang mampui berperan, baik sebagai bagian
eksekutif maupun sebagai unsur yudikatif. Dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan
norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga
kehormatan dan martabat profesinya.
Profesi jaksa adalah sebuah profesi yang sangat penting dalam penegakan hukum
peradilan, dalam mentapkan posisi dan peranan kejaksaan, disamping adanya peraturan
perundang-undangan yang mendasari dirii dari wewenangnya, dirasakan pula perlunya
memiliki suatu doktrin demi mendorong serta menjamin terlaksananya secara mantap
darma baktinya kejaksaan yang akan menjiwai sikap dan perialku warganya dalam
meraih cita-cita luhurnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan etika profesi ?
2. Bagaimana pencegahan agar tidak terjadinya pelanggaran kode etik jaksa ?
3. Bagaimana menganalisis kasus pelanggaran kode etik jaksa terkait kasus
penyuapan?
C. Tujuan dan Manfaat makalah
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan kode etik
2. Untuk memahami pencegahan agar tidak terjadinya pelanggaran kode etik
3. Untuk mengetahui hasil analisis dari kasus pelanggaran kode etik terkait kasus
penyuapan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik


Sebagai pelengkapan dari pembinaan dan etika profesi sebagai jaksa berdasarkan
Keputusan Jaksa Agung Nomor: Kep/074/j.a.7/1978 tanggal 17 Juli 1978 disahkan Panji
Adhyaksa. Panji ini merupakan perangkat kejaksaan, lambang kebanggaan korps, lambang
cita-cita kejaksaan dan pengikat jiwa korps kejaksaan. Pada panji tersebut terdapat lambang
korps kejaksaan.

Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai
luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya
dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang
mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan
peradilan di Negara kita akan mengarah pada keberhasilan.

Sebagai komponen kekuasaan eksekutif di bidang penegak hukum, adalah tepat jika
setelah kurun waktu tersebut, kejaksaan kembali merenungkan keberadaan institusinya,
sehingga dari perenungan ini, diharapkan dapat muncul kejaksaan yang berparadigma baru
yang tercermin dalam sikap, pikiran dan perasaan, sehingga kejaksaan tetap mengenal jati
dirinya dalam memenuhi panggilan tugasnya sebagai wakil negara sekaligus wali
masyarakat dalam bidang penegakan hukum.

Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta


disiplin tinggi guna melaksanakan tugas penegakan hukum dalam rangka mewujudkan
keadilan dan kebenaran, maka dikeluarkanlah kode prilaku jaksa sebagaimana tertuang
dalam PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
PER–014/A/JA/11/2012 TENTANG KODE PERILAKU JAKSA Dalam kode perilaku
jaksa antara lain disebut:

Kewajiban jaksa kepada Negara pasal 3 dan 4:


a) setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b) bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengindahkan
norma agama, kesopanan, kesusilaan yang hidup dalam masyarakat dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia; dan
c) melaporkan dengan segera kepada pimpinannya apabila mengetahui hal yang dapat
membahayakan atau merugikan negara.

Pasal 4

Kewajiban Jaksa kepada Institusi:

a) menerapkan Doktrin Tri Krama Adhyaksa dalam melaksanakan tugas dan


wewenangnya;
b) menjunjung tinggi sumpah dan/atau janji jabatan Jaksa;
c) menjalankan tugas sesuai dengan visi dan misi Kejaksaan Republik Indonesia;
d) melaksanakan tugas sesuai peraturan kedinasan dan jenjang kewenangan;
e) menampilkan sikap kepemimpinan melalui ketauladanan, keadilan, ketulusan dan
kewibawaan; dan
f) mengembangkan semangat kebersamaan dan soliditas serta saling memotivasi untuk
meningkatkan kinerja dengan menghormati hak dan kewajibannya.

Kewajiban Jaksa kepada Profesi Jaksa pasal 5:

a. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya dengan integritas, profesional, mandiri, jujur dan adil;
b. mengundurkan diri dari penanganan perkara apabila mempunyai kepentingan pribadi
atau keluarga;
c. mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan peraturan kedinasan;
d. meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian, dan teknologi, serta mengikuti
perkembangan hukum yang relevan dalam lingkup nasional dan internasional;
e. menjaga ketidakberpihakan dan objektifitas saat memberikan petunjuk kepada Penyidik;
f. menyimpan dan memegang rahasia profesi, terutama terhadap tersangka/terdakwa yang
masih anak-anak dan korban tindak pidana kesusilaan kecuali penyampaian informasi
kepada media, tersangka/keluarga, korban/keluarga, dan penasihat hukum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
memastikan terdakwa, saksi dan korban mendapatkan informasi dan jaminan
atas haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hak asasi manusia; dan h.
memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan hukum, penegakan hukum
atau tindakan hukum lain secara profesional, adil, efektif, efisien, konsisten, transparan
dan menghindari terjadinya benturan kepentingan dengan tugas bidang lain. untuk
meningkatkan kinerja dengan menghormati hak dan kewajibannya.

Larangan (Pasal 7)

1. Dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa dilarang:


a. memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberika keuntungan pribadi
secara langsung maupun tidak langsung bagi diri sendiri maupun orang lain dengan
menggunakan nama atau cara apapun;
b. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk apapun dari
siapapun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung;
c. menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau
finansial secara langsung maupun tidak langsung;
d. melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak yang terkait
dalam penanganan perkara;
e. memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku;
f. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
g. menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau
psikis; dan
h. menggunakan barang bukti dan alat bukti yang patut diduga telah direkayasa atau
diubah atau dipercaya telah didapatkan melalui cara-cara yang melanggar hukum;
2. Jaksa wajib melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah atau keuntungan
dalam bentuk apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun
tidak langsung dalam pelaksanaan tugas Profesi Jaksa.
 Sanksi
Jaksa yang melanggar akan diberikan sanksi yang sesuai dengan pasal 12, 13, 14 yaitu:

Pasal 12

1. Jaksa wajib menghormati dan mematuhi Kode Perilaku Jaksa.


2. Setiap pimpinan unit kerja wajib berupaya untuk memastikan agar Jaksa di dalam
lingkungannya mematuhi Kode Perilaku Jaksa.
3. Jaksa yang terbukti melakukan pelanggaran dijatuhkan tindakan administratif.
4. Tindakan adminstratif tidak mengesampingkan ketentuan pidana dan hukuman
disiplin berdasarkan peraturan disiplin pegawai negeri sipil apabila atas perbuatan
tersebut terdapat ketentuan yang dilanggar.

Pasal 13

1. Tindakan administratif terdiri dari:


a. pembebasan dari tugas-tugas Jaksa, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
lama (1) satu tahun; dan/atau
b. pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain, paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 2 (dua) tahun.
2. Apabila selama menjalani tindakan administratif diterbitkan Surat Keterangan
Kepegawaian (Clearance Kepegawaian) maka dicantumkan tindakan administratif
tersebut.
3. Setelah selesai menjalani tindakan administratif, Jaksa yang bersangkutan dapat
dialihtugaskan kembali ketempat semula atau kesatuan kerja lain yang setingkat
dengan satuan kerja sebelum dialihtugaskan.

Keputusan pembebasan dari tugas-tugas Jaksa dan Keputusan pengalihtugasan pada


satuan kerja lain terhadap Jaksa diterbitkan oleh pejabat yang berwenang melakukan
tindakan administratif.

B. Pencegahan Agar Tidak Terjadinya Pelanggaran Kode Etik Jaksa


Dengan Secara Preventif yaitu dengan cara memberikan pendidikan karakter
kepada seluruh warga Kejaksaan mengenai pentingnya kode etik jaksa dalam
menjalankan tugasnya, tidak hanya dibekali Technical Aspect (Pertanggung jawaban
secara ilmiah) tetapi juga Ethical Aspect (Pertanggung jawaban lahirian), karena
seorang Penegak Hukum haruslah mempunyai dua aspe penting tersebut. Hal itu perlu
dilakukan agar semua warga kejaksaan tetap berpegang kepada kode etik jaksa ketika ia
bertugas. Kemudian secara represif yaitu Komisi Kejaksaan harus aktif dalam menindak
Jaksa-Jaksa yang terbukti melanggar kode etik, berilah mereka hukuman yang setimpal
dengan apa yang telah mereka perbuat. Dengan dua cara tersebut diharapkan bahwa
kedepannya Warga Kejaksaan tidak lagi melakukan pelanggaran kode etik.

C. Analisis Kasus Pelanggaran Kode Etik Jaksa Terkait Kasus Penyuapan

Penyalahgunaan profesi hukum dapat terjadi karena persaingan yang melanda individu
profesional hukum atau karena tidak adanya disiplin diri. Dalam profesi hukum sering terjadi
pertentangan antara 2 (dua) kepentingan yang bersebrangan, yaitu cita-cita etika yang tinggi di
satu sisi, sedang praktek hukum berada pada posisi yang jauh dengan cita-cita tersebut.

Dalam kasus diatas jelas telah terjadi pelanggran kode etik profesi jaksa dimana jaksa farizal
diduga menerima suap sebesar Rp 440 juta untuk tidak menahan Xaveriandy Sutanto. Selain itu
ia juga tidak melakukan tugas dan kewajibannya sebagai jaksa dengan semestinya dimana ia
Farizal tidak pernah sekalipun mengikuti sidang perkara di mana Sutanto menjadi terdakwa.
Padahal, ia merupakan jaksa penuntut umum dalam kasus terkait distribusi gula yang diimpor
tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) itu.

Farizal juga disebut tidak informatif kepada sesama anggota tim jaksa penuntut umum
dalam kasus itu, sehingga mereka berjalan tanpa koordinasi dengan Farizal. Selain itu, Farizal
juga membantu Sutanto dalam menyusun eksepsi atas surat dakwaan agar mendapatkan
hukuman yang ringan. Perbuatan tersebut dianggap melampaui kewenangannya sebagai jaksa
penuntut umum karena semestinya yang menyusun eksepsi adalah terdakwa bersama penasihat
hukum. Perbuatan tersebut dinilai telah melanggar tugasnya sebagaimana telah diatur dalam :

 Pasal 10 ayat (2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi

sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia,
serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan perundang- undangan yang berlaku
bagi negara Republik Indonesia. bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan
menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas dan
wewenang dalam jabatan saya

ini dengan sungguh- sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, profesional, adil, tidak
membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan
melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab
sepenuhnya kepada Tuhan Yang Esa, masyarakat, bangsa, dan negara.
bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau
dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh
melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan undang-undang kepada
saya.
bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau
tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak
memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapa pun juga.

bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak
sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu
janji atau pemberian“.

- Pasal 11 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia karena telah melakukan rangkap jabatan sebagai penasihat hukum terdakwa.

Selain itu, perbuatan Faizal juga melanggar pasal 7 (B) PERATURAN JAKSA AGUNG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER–014/A/JA/11/2012 TENTANG KODE PERILAKU
JAKSA, dimana seorang jaksa tidak boleh menerima hadiah/keuntungan dalam bentuk apapun
dari pihak yang berwenang maupun pihak yang tidak berwenang. Perbuatan Faizal sendiri
bertentangan dengan makna timbangan yang terdapat didalam lambang Kejaksaan. Seorang
jaksa seharusnya memandang sama semua terdakwa, baik itu pejabat ataupun orang biasa
sekalipun karena semua orang memiliki kedudukan yang sama dimata hukum.
Faizal juga tidak mengamalkan Tri Karma Adhyaksa. Perbuatannya jelas-jelas bertentangan
dengan satya. Artinya dalam menjalankan tugasnya Faizal tidak berpegang teguh kepada
keadilan serta kebenaran, sehingga dirinya mudah terpengaruh oleh hal-hal yang dapat membuat
ia gagal dalam menjalankan tugas.

Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar, sebab


sebagaimana disebutkan di atas, bahwa antara lain di tangannyalah hukum menjadi
hidup, dan karena kekuatan atau otoritas. Mungkin bagi orang yang berpikiran normatif,
ungkapan ini agak berlebihan. Akan tetapi, secara sosiologis hal ini tidak dapat
dimungkiri kebenarannya, bahkan beberapa pakar sosiologi hukum sering menyebutkan
bahwa hukum itu tidak lain adalah perilaku pejabat-pejabat hukum.

Agar keahlian yang dimiliki seorang jaksa tidak menjadi tumpul, maka kemampuan
yang sudah dimilikinya seyogianya harus selalu diasah, melalui proses pembelajaran ini
hendaknya ditafsirkan secara luas, di mana seorang jaksa dapat belajar melalui
pendidikan-pendidikan formal atau informal, maupun pada pengalaman-pengalaman
sendiri. Karena hukum yang menjadi lahan pekerjaan jaksa merupakan sistem yang
rasional, maka keahlian yang dimiliki olehnya melalui pembelajaran tersebut, harus
bersifat rasional pula. Sikap ilmiah melakukan pekerjaan ditandai dengan kesediaan
memperguanakan metodologi modern yang demikian, diharapkan dapat mengurangi
sejauh mungkin sifat subjektif seorang jaksa terhadap perkara-perkara yang harus
ditanganinya.

Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat lima norma kode etik profesi jaksa,
yaitu:

a. Bersedia untuk menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri, berani,


bertanggung jawab dan dapat menjadi teladan di lingkungannya.
b. Mengamalkan dan melaksanakan pancasila serta secara aktif dan kreaatif dalam
pembangunan hukum untuk mewujudkan masyarakat adil.
c. Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan.
d. Berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam diri,
berkata dan bertingkah laku.
e. Mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi
atau golongan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN

Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat (1)

ditegaskan bahwa “Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan


kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-
undang”.Sudahjelas bahwajaksa mempunyai wewenang untuk menyelesaikan suatu perk
ara baik pidanamaupun perdata.

Pemerintah memberikan wewenang kepada kejaksaan bukan semerta-merta.


tetapi banyak hal yang mengikat kinerja profesi hukum kejaksaan seperti menaati kode e
tik serta berani untuk mengucapkan sumpah dan siap menerima konsekwensi jika perbu
atan merekakeluar/melenceng dari prosedur kinerja tugas profesinya. Sebagai penuntut,
seorang jaksadituntut untuk mampu merekosntruksi dalam pikiran peristiwa pidana yang
ditanganinya.

B. SARAN

Demikianlah makalah singkat ini, penulis berharap agar semua pelaku profesi
hukum baik kejaksaan, kepolisian, dll, agar kiranya dapat menaati kode etik,
sumpah, dsb. Agar kinerja profesi hukumterutama kejaksaan bisa berjalan sesuai dengan
yang diharapkan masyarakat,sebab kejaksaan mempunyai perang penting dalam
menyelesaikan suatu perkara. Untukmenghindari suap, korupsi, dll harapnya jaksa
mampu bersifat tegas dan mementingkankepentingan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai