Anda di halaman 1dari 12

KODE ETIK PROFESI JAKSA

Disusun oleh :
Nama : Fatimatul Uluwiyah
NIM : 8111417292

Guna memenuhi tugas UTS mata kuliah Etika Profesi Hukum rombel
03

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019

0
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-
Undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain
berdasarkan Undang-Undang.1 Guna mewujudkan kepastian/ supremasi hukum,
ketertiban hukum, keadilan, dan kebenaran berdasarkan hukum, dan
mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib
menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup di masyarakat.
Untuk itu guna mewujudkan jaksa yang memiliki integritas, bertanggung
jawab dan mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, serta
mewujudkan birokrasi yang bersih, efektif, efisien, transparan dan akuntabel yang
dilandasi doktrin Tri Krama Adhyaksa, yaitu: 1. Satya berupa kesetiaan yang
bersumber pada rasa jujur. 2. Adhi berupa kesempurnaan dalam bertugas dan
berunsur utama pemilikan rasa tanggung jawab. 3. Wicaksana yang berupa
bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku khususnya dalam penerapan
kekuasaan dan kewenangannya2. Maka perlu dibentuk Peraturan Jaksa Agung
Tentang Kode Perilaku Jaksa, yang tersusun dalam Peraturan Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor Per-014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa.
Sebelum itu juga telah ditetapkan dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor Per-
067/A/JA/07/2007, namun peraturan ini dipandang tidak sesuai lagi dengan
perkembangan dan tuntutan profesi jaksa, terdapat kelemahan-kelemahan dalam
peraturan tersebut. Untuk itu perlu adanya pengkajian terhadap peraturan Kode
Etik Jaksa guna mendapatkan hasil yang maksimal, mengenai kelemhan-
kelemahan dari substansi maupun implementasi peraturan tersebut, setelah itu
diperlukan adanya rekomendasi guna perbaikan bagi Peraturan Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor Per-014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa .

1
Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, (.Jakarta : Rajawali Pers. 2009),
.hlm. 22.
2
Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-030/JA/1988 Tentang “Tri Krama Adhayaksa”

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kode Etik Jaksa di Indonesia ?
2. Apa saja kelemahan dari Kode Etik Jaksa ?
3. Bagaimana rekomendasi dari kelemahan Kode Etik Jaksa ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Dapat mengetahui Kode Etik Jaksa di Indonesia.
2. Dapat mengetahui Apa saja kelemahan dari Kode Etik Jaksa.
3. Dapat mengetahui bentuk rekomendasi dari kelemahan Kode Etik Jaksa.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kode Etik Jaksa di Indonesia
Sehubungan dengan penengakan Kode Etik perilaku dan standar profesi
Jaksa, agar aparat kejaksaan meningkatkan kinerja yang dilandasi idealisme,
integritas dan disiplin, maka ditetapkan Kode etik Jaksa di Indonesia yang diatur
dalam Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per-014/A/JA/11/2012
Tentang Kode Perilaku Jaksa. Kode etik profesi jaksa ini berisi tentang panduan
bagaimana perilaku, kewajiban serta larangan bagi seorang jaksa dalam
melakukan tugasnya. Berikut adalah muatan dari peraturan tersebut, yaitu :
1. Kewajiban Jaksa kepada negara :
a. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan yang hidup dalam
masyarakat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan
c. melaporkan dengan segera kepada pimpinannya apabila mengetahui hal
yang dapat membahayakan atau merugikan negara.
2. Kewajiban Jaksa kepada Institusi:
a. menerapkan Doktrin Tri Krama Adhyaksa dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya;
b. menjunjung tinggi sumpah dan/atau janji jabatan Jaksa;
c. menjalankan tugas sesuai dengan visi dan misi Kejaksaan Republik
Indonesia;
d. melaksanakan tugas sesuai peraturan kedinasan dan jenjang
kewenangan;
e. menampilkan sikap kepemimpinan melalui ketauladanan, keadilan,
ketulusan dan kewibawaan; dan
f. mengembangkan semangat kebersamaan dan soliditas serta saling
memotivasi untuk meningkatkan kinerja dengan menghormati hak dan
kewajibannya.

3
3. Kewajiban Jaksa kepada Profesi Jaksa:
a. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam
melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan integritas, profesional,
mandiri, jujur dan adil;
b. mengundurkan diri dari penanganan perkara apabila mempunyai
kepentingan pribadi atau keluarga;
c. mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan peraturan kedinasan;
d. meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian, dan teknologi, serta
mengikuti perkembangan hukum yang relevan dalam lingkup nasional dan
internasional;
e. menjaga ketidakberpihakan dan objektifitas saat memberikan
petunjuk kepada Penyidik;
f. menyimpan dan memegang rahasia profesi, terutama terhadap
tersangka/terdakwa yang masih anak-anak dan korban tindak pidana
kesusilaan kecuali penyampaian informasi kepada media,
tersangka/keluarga, korban/keluarga, dan penasihat hukum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
g. memastikan terdakwa, saksi dan korban mendapatkan informasi dan
jaminan atas haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
hak asasi manusia; dan
h. memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan
hukum, penegakan hukum atau tindakan hukum lain secara profesional,
adil, efektif, efisien, konsisten, transparan dan menghindari terjadinya
benturan kepentingan dengan tugas bidang lain.
4. Kewajiban Jaksa kepada masyarakat:
a. memberikan pelayanan prima dengan menjunjung tinggi supremasi
hukum dan hak asasi manusia; dan
b. menerapkan pola hidup sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku
dalamasyarakat.
5. Dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa dilarang:
a. memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan

4
keuntungan pribadi secara langsung maupun tidak langsung bagi
diri sendiri maupun orang lain dengan menggunakan nama atau
cara apapun;
b. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk
apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun
tidak langsung;
c. menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau
keluarga, atau finansial secara langsung maupun tidak langsung;
d. melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para
pihak yang terkait dalam penanganan perkara;
e. memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum
yang berlaku;
f. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
g. menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan
secara fisik dan/atau psikis; dan
h. menggunakan barang bukti dan alat bukti yang patut diduga
telah direkayasa atau diubah atau dipercaya telah didapatkan
melalui cara-cara yang melanggar hukum;
6. Jaksa wajib melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah
atau keuntungan dalam bentuk apapun dari siapapun yang memiliki
kepentingan baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan
tugas Profesi Jaksa.
7. Dalam melaksanakan tugas profesi Jaksa dilarang:
a. bertindak diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, jender,
golongan sosial dan politik dalam pelaksanaan tugas profesinya;
b. merangkap menjadi pengusaha, pengurus/karyawan Badan Usaha Milik
Negara/daerah, badan usaha swasta, pengurus/anggota partai politik,
advokat; dan/atau
c. memberikan dukungan kepada Calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat

5
Daerah, dan Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam kegiatan
pemilihan.
8. (1) Jaksa melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya:
a. secara mandiri terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah
maupun pengaruh kekuasaan lainnya; dan
b. tidak terpengaruh oleh kepentingan individu maupun kepentingan
kelompok serta tekanan publik maupun media.
(2) Jaksa dibenarkan menolak perintah atasan yang melanggar norma
hukum dan kepadanya diberikan perlindungan hukum.
(3) Penolakan sebagaimana dimaksud pada poin (2) disampaikan secara
tertulis kepada yang memberikan perintah dengan menyebutkan alasan,
dan ditembuskan kepada atasan pemberi perintah.3
Selanjutnya untuk pelanggaran-pelanggaran mengenai kode etik ini diatur
dalam Undang-Undang tentang Kode Etik Jaksa, mengenai tindakan administratif,
tata cara pemeriksaan dan penjatuhan tindakan administratif, serta ketentuan lain
mengenai kode etik profesi jaksa.
2.2 Kelemahan Kode Etik Jaksa
Dalam pelaksanaanya, peraturan kode etik profesi jaksa ini memiliki
beberapa kelemahan, baik dari segi peraturan maupun pelaksnaannya, Kelemahan
ini timbul akibat adanya ketidakjelasan dalam pemilihan kata, maupun kurang
ketatnya pengawasan dari pihak terkait. Berikut adalah kelemahan dari Kode etik
profesi jaksa :
1. Dalam Pasal 3 (b) berkaitan dengan kewajiban Jaksa kepada Negara yang
berbunyi : bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan yang hidup
dalam masyarakat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pilihan kata
yaitu “mengindahkan” dalam Pasal ini kata ini sangat bermakna kurang
tegas. Dapat pula terjadi pelanggaran apabila dalam mnelaksanakan

3
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per-014/A/JA/11/2012 Tentang Kode
Perilaku Jaksa

6
tugasnya, dikarenakan redaksi kata mengindahkan dapat pula bermakna
ganda.
2. Dalam Pasal 4 (e) berkaitan dengan kewajiban Jaksa kepada Institusi yang
berbunyi : menampilkan sikap kepemimpinan melalui ketauladanan,
keadilan,ketulusan dan kewibawaan. Ayat ini berisi perintah hanya
menampilkan sikap saja, tidak disertai dengan tindak lanjut berupa sikap.
batin serta pertanggung jawaban secara tegas, serta tidak ada acuan-acuan
dalam melaksanakan peraturan tersebut secara mutlak.
3. Dalam Pasal 5 (e) yang berkaitan dengan Kewajiban Jaksa kepada Profesi
Jaksa, yang berbunyi : menjaga ketidakberpihakan dan objektifitas saat
memberikan petunjuk kepada Penyidik. Dalam Pasal ini kata “menjaga”
dapat pula menimbulkan bahwa Jaksa hanya menjaga sikap saja, namun
diluar penyidikan dapat pula terjadi keterpihakan dan objektifitas,
sehingga dapat menimbulkan adanya perbuatan tidak tertib hukum, seperti
suap dan sebagainya.
4. Dalam Pasal 10 disebutkan bahwa : Jaksa mendapatkan perlindungan dari
tindakan yang sewenang-wenang dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa.
Redaksi ini dapat pula termasuk Pasal karet, yang mana perlindungan ini
mengenai tindakan kesewenang-wenangan, dalam sisi lain dapat bermakna
kebaikan namun tidak bisa dipungkiri bila sewaktu-waktu menimbulkan
ketidak adilan.
5. Dalam Pasal 13 disebutkan tindakan administratif apabila seorang Jaksa
terdapat dan terbukti melanggar Kode Etik Profesi, yaitu berupa :
a. pembebasan dari tugas-tugas Jaksa, paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama (1) satu tahun; dan/atau
b. pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain, paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 2 (dua) tahun.
Tindakan administratif ini terlalu singkat, apabila dibandingkan dengan
pelanggaran, yang bisa saja dimata orang lain ini sangatlah merugikan.
6. Dalam pelaksanannya pula ditemukan danya Jaksa yang bekerja sama
denga Advokat, guna memenangkan sebuah perkara.

7
2.3 Rekomendasi dari Kelemahan Kode Etik Jaksa
Berdasarkan kelemahan-kelemahan dari uraian diatas, maka dari itu
diperlukan adanya perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan dari Pasal-Pasal
tersebut, diperlukan adanya rekomendasi guna menjamin kepastian hukum serta
kesamaan dimata hukum sehingga tercipta keadilan, yang mana seperti tujuan
utama jaksa. Berikut adalah beberapa rekomendasi pada kelemahan-kelemahan
dari kode atik jaksa :
1. Dalam Pasal 3 (b), kata mengindahkan harusnya dapat diperjelas dan
dipertegas agar tidak menimbulkan kemungkinan yang tidak diinginkan,
serta dapat memicu adanya dominasi normas tertulis, sehingga norma
seperti agama, kesopanan, kesusilaan yang hidup dimasyarakat justru
dijadikan norma kedua, padahal dalam kenyataannya, justru norma yang
berlaku dimasyarakatlah yang sebaiknya dikedepankan guna terciptanya
keadilan, Jaksa harusnya menggali norma-norma diluar kodifikasi
tersebut.
2. Dalam Pasal 4 (e) kata menampilkan harusnya disertai dengan tindakan
yang nyata, serta perlu adanya langkah-langkah secara konkret yang bisa
ditetapkan dalam aturan sebagai acuan guna mencapai sikap
kepemimpinan tersebut.
3. Dalam Pasal 5 (e) seorang Jaksa harusnya menjaga ketidakberpihakan dan
objektifitasnya didalam penyidikan maupun diluar penyidikan, guna
menjunjung tinggi kehormatan, dan kode etik profesi seorang Jaksa. Karna
apabila sikap ini hanya berlaku didalam penyidikan saja, maka dapat pula
memunculkan celah pelanggaran diluar penyidikan, serta harusnya seorang
Jaksa tetap terpantau kegiatannya. Sebab tugas profesi hukum adalah tugas
kemasyarakatan yang langsung berhubungan dengan nilai-nilai yang
merupakan perwujudan martabat manusia, dan oleh karena itu pulalah
pelayanan hukum memerlukan pengawasan dari masyarakat.4

4
Abintoro Prakoso, Etika Profesi Hukum Telaah Historis, Filosofis dan Teoritis Kode Etik Notari,
Advokat, Polisi, Jaksa dan Hakim, (Surabaya : LaksBang Justitia, 2015), hlm. 115.

8
4. Dalam Pasal 10 dikatakan bahwa Jaksa mendaptkan perlindungan dari
tindakan yang sewenang-wenang dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa,
Pasal dapat pula dianulir pasal karet, karna ini menimbulkan pula kekuatan
Jaksa yang menjadi kuat dan sewenang-wenang melalui perlindungan
hukum, guna mengantisipasi pula adanya kesewenang-wenangan Jaksa
harusnya ditentukan, dalam hal apa saja. Kalau tidak bisa pula Jaksa
melakukan kesewenangan yang mungkin itu dianggap wajar menurut
norma tertulis, namun tidak bagi norma dimasyarakat.
5. Mengenain tindakan administratif yang diatur dalam Pasal 13, terlalu
ringan sanksi bagi seorang yang tidak militan, dan pelanggar etika profesi,
yang mana etika merupakan suatu hal yang penting. Bahwa etika profesi
sebagai sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk memberikan
pelayanan profesional dibidang hukum terhadap masyarakat dengan
keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayan masyarakat yang
membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai refleksi yang sesama.5
Alangkah baiknya bila diatur ancaman berupa pemberhentian baik secara
hormat maupun tidak terhormat, mungkin dapat mengurangi pelanggaran
tersebut. Tidak perlu khawatir pula, karna sesungguhnya masih ada
banyak kader dan generasi penerus yang lebih bermutu dan berintegritas.
6. Diperlukan pengawasan yang ketat dari beberapa pihak mengenai
pelaksanaan tugas dan wewenangnya, baik diluar maupun didalam
menjalankan profesinya. Guna meminimalkan adanya kerjasama antar
Jaksa dengan Advokat maupum tersangka, ditanamkan jiwa Tri Krama
Adhiyaksa agar tidak tergiaur pada suap maupun gratifikasi.

5
Suhwardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) , hlm. 6.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam mewujudkan negara berdasarkan hukum, diperlukan adanya Jaksa
yang memiliki integritas, bertanggung jawab dan mampu memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat, serta mewujudkan birokrasi yang bersih, efektif,
efisien, transparan dan akuntabel yang dilandasi doktrin Tri Krama Adhyaksa.
Guna menjamin terlaksananya misi tersebut dibentuklah Kode Etik Profesi Jaksa,
yang terus menerus diempurnakan dari masa ke masa. Namun pada kenyataannya
masih ada kelemahan-kelemahan dari peraturan tersebut. Seperti adanya redaksi
kata yang menimbulkan multitafsir, serta terdapat Pasal–Pasal karet, tidak
jelasnya peraturan dan ambigu, serta ringannya sanksi administratif, yang
mungkin bagi sebagian orang itu merupakan mencerminkan ketidak adilan.
Seperti dijeleskan dalam Pasal-Pasal di atas, banyak terjadi kelemahan yang dapat
menjadi celah, untuk itu diperlukan adanya suatu rekomendasi.
3.2 Saran
Dalam memastikan terlaksananya peraturan yang efektif dan efisien,
perlulah dipertegas dalam pemilihan kata, diksi, dan kalimat yang jelas, agar tidak
terjadi pelanggaran daalam peraturan Kode Etik Profesi Jaksa. Tindakan ini dapat
direalisasikan dengan merevisi peraturan tersebut, maupun membuat aturan
pelaksananya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Soekamto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi Baru.


Jakarta : Rajawali Pers.
Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-030/JA/1988 Tentang “Tri
Krama Adhayaksa”
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor
Per-014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa
Prakoso, Abintoro. 2015. Etika Profesi Hukum Telaah Historis,
Filosofis dan Teoritis Kode Etik Notaris, Advokat, Polisi, Jaksa dan
Hakim. Surabaya : LaksBang Justitia.
Lubis, Suhwardi K. 201. Etika Profesi Hukum. Jakarta : Sinar
Grafika.

11

Anda mungkin juga menyukai