Anda di halaman 1dari 36

ETIKA PROFESI

 Kode Etik Profesi Jaksa


 Kode Etik Profesi Hakim
 Kode Etik Profesi Kurator
KODE ETIK PROFESI
JAKSA
A. Sang Wakil Kepentingan Rakyat
B. Kode Etik Profesi Jaksa
C. Penegakan Kode Etik Profesi Jaksa
A. SANG WAKIL KEPENTINGAN RAKYAT

Jika seorang kepentingannya terganggu


oleh perbuatan melawan hukum dari pihak
lain maka orang tersebut dapat meminta
tolong (menuntut) kepada hakim (baca ;
negara) untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya kepada orang tersebut.
PENGERTIAN JAKSA
• Secara Yuridis
Jaksa yang diberi wewenang oleh KUHAP untuk
melakukan penentuan dan melaksanakan putusan
hakim.
• Menurut Pasal 1 butir ke-6 KUHAP

Pejabat yang diberi wewenang oleh KUHAP


untuk bertindak sebagai penuntut umum serta
melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
 Peran Kejaksaan yang lebih tegas, bersih, serta transparan, dalam
menjalankan fungsinya.
 Sesuai dengan perkembangan dan kemajuan zaman, Kejaksaan Republik
Indonesia selaku salah satu lembaga tinggi negara, harus mampu
melaksanakan pembaruan dalam berbagai bidang kehidupan guna
membentuk jati dirinya sebagai “institusi negara”, bukan institusi
penguasa.

Hal ini terkait dengan amanat UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2004 yang telah menempatkan posisi dan fungsi Kejaksaan dengan
karakteristik tersendiri, yakni: "Kekuasaan Negara di bidang penuntutan
harus bebas dari pengaruh pihak manapun".
B. KODE ETIK PROFESI JAKSA
 Prinsip – Prinsip Kode Etik Profesi
Jaksa

1. Prinsip Ketunggalan Profesi


2. Prinsip Kemandirian
3. Prinsip Mumpuni
PEDOMAN KEJAKSAAN

1. Jaksa hendaknya selalu menjaga kehormatan dan


martabat profesinya
2. Jaksa berhak atas kebebasan mengemukakan
pendapat, keyakinan, beserikat, dan berkumpul.
3. Jaksa bebas membentuk dan masuk perhimpunan
profesional atau organisasi lain
4. Fungsi jaksa harus benar-benar terpisah dari
fungsi peradilan
5. Jaksa harus melakukan peran aktif dalam proses
pidana
6. Jaksa harus adil, teguh, dan cepat
7. Dalam menjalankan tugasnya, jaksa harus
melaksanakan fungsinya tidak berat sebelah,
melindungi kepentingan hukum, merahasiakan
masalahnya
8. Jaksa harus memperhatikan kejahatan yg
dilakukan oleh pejabat
9. Jaksa menguasai bukti-bukti terhadap tersangka
yang diketahuinya atau menurut akal sehat
10. Jaksa diberi fungsi boleh bertindak leluasa atau
fungsi kebijaksanaan
11. Jaksa hendaknya memberikan pertimbangan yg
tepat untuk mneghentikan proses perkara
12. Jaksa diberi wewenang melakukan kebijaksanaan
untuk menuntut atau tidak menuntut seorang pelaku
remaja
13. Jaksa hendaknya berusaha melakukan kerja sama
dengan instansi atau lembaga pemerintah lainnya
C. PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI JAKSA

Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari


jabatannya, jika ;
1. Dipidana karena melakukan tidak pidana kejahatan

2. Terus – menerus melalaikan kewajiban

3. Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam


pasal 11
4. Melanggar sumpah atau janji jabatan

5. Melakukan perbuatan tercela


KODE ETIK PROFESI
HAKIM
A. Korps Pemakaian Toga
B. Kode Etik Profesi Hakim
C. Konsekuensi bagi Korps Bertoga yang
Melanggar Kode Etik Profesi
A. KORPS PEMAKAIAN TOGA
Pada hakikatnya, berjalannya lembaga peradilan
dikonsentrasi oleh kinerja para hakim dilembaga
tersebut.
Dipundak para hakimlah dibebankan tanggung jawab
untuk menegakkan keadilan dan hak asasi manusia.
Beban tanggung jawab inilah yang kemudian pada
gilirannya mencuat semboyan “tegakkan keadilan
meskipun langit akan runtuh” di lingkungan para
hakim atau para korps pemakai toga ini.
PANCA DHARMA HAKIM
1. Kartika, yang dilambangkan dengan gambar
bintang
2. Cakra, yang dilambangkan dengan gambar
senjata dari dewa keadilan yang mampu
memusnahkan kebatilan
3. Candra, yang dilambangkan dengan bulan
4. Sari, yang dilambangkan dengan bunga yang
semerbak harum wanginya
5. Tirta, yang dilambangkan dengan gambar air
KODE ETIK PROFESI HAKIM

Pada tanggal 30 Maret 2001 di bandung telah


ditetapkan kode etik profesi hakim, dan telah
disahkan serta dinyatakan berlaku oleh
Musyawarah Nasional Ikatan Hakim Indonesia
XIII di Bandung. Dibuat dan disahkannya kode
etik profesi hakim ini adalah dengan maksud dan
tujuan sebagai berikut :
1) Sebagai alat untuk membina dan membentuk karakter
hakim.
2) Sebagai alat untuk mengawasi tingkah laku para hakim.
3) Sebagai sarana control social.
4) Sebagai sarana pencegah campur tangan extra judicial.
5) Sebagai sarana pencegahan timbulnya kesalahpahaman
dan konflik antara sesame hakim dan antara hakim dan
masyarakat.
6) Untuk menjasa kemandirian fungsional bagi hakim.
7) Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada
lembaga peradilan.
 Sikap-sikap seorang hakim yang harus ditaati
dalam hubungan dengan persidangan di
pengadilan adalah sebagai berikut :

1) Bersikap dan bertindak menurut garis-garis


yang ditentukan hukum acara yang berlaku,
dengan memerhatikan asas-asas pengadilan
yang baik.
2) Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak
atau bersimpati ataupun antipasti kepada pihak-
pihak yang berperkara, baik dalam ucapan
maupun tingkah laku.
3) Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam
memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun
dalam perbuatan.
4) Harus menjaa kewibawaan dan kehikmatan
persidanga, antara lain serius dalam memeriksa,
tidak melecehkan pihak-pihak yang berperkara,
baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
5) Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan
keadilan.
 Selain dari bagaimana seorang hakim seharusnya
bersikap maka dalam kode etik profesi hakim
terdapat juga standar minimal tentang apa-apa
yang wajib dilakukan oleh hakim dan apa-apa
pula yang dilarang dilakukannya. Adapun
merupakan hal-hal yang wajib dilakukan oleh
para hakim adalah sebagai berikut :
1) Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak
berperkara secara berimbang dengan tidak memihak
(impartial).
2) Sopan dalam bertutur dan bertindak.
3) Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar.
4) Memutus perkara, berdasarkan atas hukum dan rasa
keadilan.
5) Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan
Hakim.
 Adapun hal-hal yang dilarang bagi para hakim
adalah sebagai berikut :
1) Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan
dengan perkara yang akan dan sedang ditangani.
2) Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-
pihak yang berperkara.
3) Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya
diluar acara persidangan.
4) Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang
ditanganinya baik dalam persidangan maupun
diluar persidangan mendahului putusan.
5. Melecehkan sesama Hakim, Jaksa, Penasehat
Hukum, Para pihak Berperkara, ataupun pihak lain.
6. Memberikan komentar terbuka atas putusan Hakim
lain, kecuali dilakukan dalam rangka pengkajian
ilmiah.
7. Menjadi anggota atau salah satu Partai Politik dan
pekerjaan/jabatan yang dilarang Undang-undang.
8. Mempergunakan nama jabatan korps hakim untuk
kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.
 Adapun yang merupakan
pengaturan dari The Banglore Draft
tersebut terdiri dari pengaturan
terhadap nilai-nilai sebagai berikut :
1) Nilai Kelayakan, kepantasan adalah penting bagi
pelaksanaan semua kegiatan seorang hakim.
2) Nilai Independasi, peradilan yang independasi
tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan keadilan
yang tidak memihak menurut hukum.
3) Nilai Integritas, adalah hal yang hakiki dalam
pelakasaan peradilan yang patut.
4) Nilai Keberpihakan, adalah hal yang hakiki dalam
melaksanakan jabatan peradilan yang patut.
5. Nilai Persamaan, memastikan persamaan perlakuan bagi
semua orang di muka pengadilan adalah hal yang
hakikidalam pelaksanaan jabatan kehakiman yang layak.
6. Nilai Kompetensi dan Ketekunan, kompetensi dan
ketekunan prasyarat terhadap pelaksanaan jabatan
peradilan yang benar.
7. Implementasi dan Pertanggungjawaban dari Nilai-nilai,
menerapkan nilai-nilai tersebut diatas dan menjamin
kepatuhan hakim terhadapnya adalah hal hakiki dalam
hal mencapai tujuan peraturan profesi secara efektif.
KONSEKUENSI BAGI KORPS BERTOGA YANG MELANGGAR
KODE ETIK PROFESI

 Dalam rumusan kode etik profesi hakim yang


dirumuskan oleh musyawarah nasional ikatan
hakim Indonesia (IKAHI) XIII di bandung pada
30 Maret 2001, dirumuskan bahwa yang berhak
mamantau dan mengadukan adanya pelanggaran
terhadap kode etik profesi hakim ketika hakim
sedang menjalankan profesinya adalah
masyarakat.
 Tidak hanya berwenang menerima pengaduan dari
masyarakat tentang adanya pelanggaran kode etik
profesi hakim, tetapi lebih jauh lagi komisi
kehormatan kode etik hakim juga memiliki
kewenangan memberikan pembinaan pada anggota
IKAHI untuk selalu menjunjung tinggi kode etik,
serta memberikan nasihat dan peringatan kepada
anggota dalam hal anggota yang bersangkutan
menunjukkan tanda-tanda pelanggaran kode etik.
 Ketika ada pengaduan dari anggota masyarakat
tentang adanya pelanggaran kode etik profesi dari
hakim anggota IKAHI maka komisi kehormatan
akan memanggil anggota yang diadukan oleh
masyarakat tersebut untuk didengarkan
keterangannya sehubungan dengan adanya
pengaduan dan pelaporan tersebut.
KODE ETIK PROFESI KURATOR

A. Si Pengurus Harta Pailit


B. Kode Etik Profesi Kurator
C. Aturan Perilaku Profesional Kurator
D. Wadah Perhimpunan ada 2 yaitu Himpunan Kurator dan
pengurus Indonesia dan Asosiasi Kurator dan Pengurus
Indonesia
A. SI PENGURUS HARTA PAILIT
 Kurator Pailit yakni kurator yang mengurus perusahaan /
Individu yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan.
Kurator kepailitan ataupun pengurus terhdap perusahaan
yang melakukan penundaan kewajiban pembayaran
utang (PKPU) merupakan profesi yang dimungkinkan
berdasarkan Undang-Undang Kepailitan. Jika Kurator
menangani masalah – masalah kepailitan, pengurus
penundaan kewajiban pembyaran utang (PKPU)
menangani masalah – masalah penundaan kewajiban
pembayaran utang (PKPU).
B. KODE ETIK PROFESI KURATOR

 Dalam Menjalankan tuganya dan dalam


kedudukannya selaku kurator dan
pengurus, kurator ataupun pengurus
harus berpegang pada prinsip-prinsip
etika berikut ini.
1. Prinsip Independensi
2. Prinsip Larangan Benturan Kepentingan
3. Prinsip Tanggung Jawab Profesi
4. Prinsip Mengutamakan Kepentingan
Masyarakat/Umum
5. Prinsip Intergritas Tinggi
6. Prinsip Objektivitas
7. Prinsip Perilaku yang Profesional
8. Prinsip Taat pada Standar Profesi
9. Prinsip Menjaga Kerahasiaan
ATURAN PERILAKU
PROFESIONAL
KURATOR
 Aturan perilaku dari korutor dan
pengurus merupakan penjabaran
dari kode etik profesi, yaitu yang
merupakan aturan tentang :
1. Pola sikap dan perilaku korutor dan pengurus
penundaan kewajiban pembayaran utang bagi
setiap kurator / pengurus dalam melaksankan
tugas dan pengabdiannya dalam rangka
kepilitan dan penundaan kewajiban pembayaran
utang yang wajib dijunjung tinggi dan ditaai
oleh setiap kurator/pengurus.
2. Pengawasan dan penegakan pola sikap dan
perilaku kurator / pengurus. Diberlakukannya
aturan perilaku profesional terhadap kurator
dan pengurus mempunyai tujuan untuk
memberikan kerangka bagi korutor pengurus
dalam memelihara intregitas moral, harkat,
kewibawaan dan martabat korutor/ pengurus
dalam rangka menjalankan profesinya dengan
Thanks you

Anda mungkin juga menyukai