Anda di halaman 1dari 11

KARYA TULIS ILMIAH

Kasus Hakim Dede Suryaman: Pentingnya Penegakan Etika


Profesi Hukum dan Faktor Penyebab Pelanggaran Kode Etik

(Etika dan Tanggung Jawab Profesi)


Dosen Pengampu: Dr. Muhamad Erwin, S.H., M.Hum.

Disusun Oleh:
Muhammad Ikhsan
02011182126021

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
A. LATAR BELAKANG
Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik-buruk, yang diterima
umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya. Etika bisa disamakan
artinya dengan moral, akhlak atau kesusilaan, berkaitan masalah nilai, etika pada
pokoknya membicarakan masalah-masalah predikat nilai susila atau tindak susila
baik dan buruk. Dalam hal ini etika termasuk dalam Kawasan nilai, sedangkan nilai
etika itu sendiri berkaitan dengan baik-buruk perbuatan manusia.1 Sedangkan
profesi hukum merupakan profesi yang melekat dan dilaksanakan oleh penegak
hukum seperti hakim, jaksa, pengacara, dan sebagainya. Jadi, etika profesi hukum
adalah seperangkat nilai, norma, dan perilaku yang harus dipegang oleh para
praktisi hukum, seperti hakim, jaksa, dan advokat, dalam melaksanakan tugas
profesinya.
Menurut Pasal 1 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana,
hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk mengadili. Mengadili diartikan sebagai rangkaian tindakan hakim untuk
menerima, memeriksa dan memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur, tidak
memihak di sidang pengadilan dalam hal menurut tata cara yang diatur dalam
undang-undang.2 Hakim memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting,
demi tegaknya negara hukum. Oleh karena itu, UUD 1945 juga mengatur secara
khusus mengenai kekuasaan kehakiman, yakni dalam pasal 24 dan pasal 25 yang
penjelasannya dari kedua pasal tersebut, bahwa kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan yang Merdeka, artinya terlepas dari pengaruh siapa pun.
Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY RI Nomor
047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 dan 02/PB/P.KY/09/2012
tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoma Perilaku Hakim, yang
mengatur perilaku hukum:
1. Berperilaku adil, dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya dan
memberikan yang menjadi haknya, didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua
orang sama kedudukannya di depan hukum.

1
Mardani, Etika Profesi Hukum, (Depok: PT. RajaGrafindo Persada, 2020), hlm. 7-8.
2
Ibid. hlm. 114-115.

2
2. Berperilaku jujur, hakim harus berani menyatakan bahwa yang benar adalah
benar dan yang salah adalah salah
3. Berperilaku arif dan bijaksana, bertindak sesuai dengan norma-norma yang
hidup dalam masyarakat, baik hukum, kebiasan-kebiasan, maupun kesusilaan
dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu
memperhitungkan akibat dari tindakannya.
4. Bersikap mandiri, mampu bertindak sendiri, tanpa ada campur tangan dari
siapapun.
5. Berintegritas tinggi, sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur, dan
tidak tergoyahkan.
6. Bertanggung jawab, kesediaan untuk melaksanakan sebaik-baiknya segala
sesuatu yang menjadi wewenang dan tugasnya, serta memiliki keberanian untuk
menanggung segala akibat atas pelaksanaan wewenang dari tugas tersebut.
7. Menjunjung tinggi harga diri, bahwa pada diri manusia melekat martabat dan
kehormatan yang harus dipertahankan serta dijunjung tinggi oleh setiap orang.
8. Berdisiplin tinggi, ketaatan pada norma atau kaidah yang diyakini sebagai
panggilan luhur untuk mengemban Amanah serta kepercayaan masyarakat
pencari keadilan.
9. Berperilaku rendah hati, kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri, jauh dari
kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan.
10. Bersikap professional, suatu sikap moral, dilandasi oleh tekad untuk
melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, didukung oleh
keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan, dan wawasan yang luas.
Dari kasus terbaru ini, hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat Dede
Suryaman atau diinisialkan sebagai (DS) dipecat dengan tidak hormat, terkait
dugaan penerimaan suap dalam perkara tindak pidana korupsi proyek
Pembangunan Jembatan Brawijaya, Kediri, Jawa Timur, saat dia bertugas sebagai
ketua majelis yang mengadili perkara itu di PN Surabaya. DS diberikan sanksi berat
berupa pemberhentian tidak dengan hormat, yang dijatuhkan oleh Dasyeti selaku
Ketua Majelis Sidang di Gedung Mahkamah Agung. Dasyeti mengatakan bahwa
DS terbukti telah melanggar Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY RI

3
Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 dan
02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoma Perilaku
Hakim pasal 9 ayat (4) huruf a. Adapun hal yang memberatkan DS adalah yang
bersangkutan telah melanggar kode etik dan perilaku hakim.3
Pengingkaran terhadap kode etik dalam profesi seorang hakim tidak hanya
disebabkan oleh dorongan internal dari hakim itu sendiri, tetapi lebih disebabkan
oleh tekanan eksternal yang kuat yang memaksa hakim untuk melanggar kode
etiknya. Sejarah telah menunjukkan bahwa cita-cita untuk menjaga independensi
kehakiman sebagai prinsip utama dalam negara hukum, seringkali hanya menjadi
tulisan tanpa substansi yang nyata, karena kekuatan eksternal telah berhasil
menguasai proses hukum.
Berdasarkan permasalahan diatas, penulis memberikan wawasan yang lebih
dalam tentang kompleksitas masalah ini. Melalui pemahaman yang lebih baik
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggaran etika dalam profesi hukum,
diharapkan kita dapat merumuskan solusi yang lebih efektif untuk memperkuat
integritas dan keadilan dalam sistem peradilan. Tujuan akhirnya adalah memastikan
bahwa hukum dan keadilan tetap menjadi pilar utama dalam membangun
masyarakat yang berdasarkan aturan hukum yang kuat dan berintegritas.

B. RUMUSAN MASALAH
Secara umum terkait dengan tantangan dalam penegakan etika profesi
hukum dan faktor-faktor yang menjadi penyebab pelanggaran kode etik dalam
profesi hukum. Hakim, sebagai salah satu pilar penegakan hukum, diharapkan
untuk menjaga integritas dan moralitas dalam setiap keputusan hukumnya. Namun,
dalam kasus ini, etika profesi hukum tampaknya telah dilanggar. Dari identifikasi
tersebut dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

3
ANTARA Kantor Berita Indonesia, Hakim DS dipecat karena terbukti terima suap Rp300 juta,
https://www.antaranews.com/berita/3673305/hakim-ds-dipecat-karena-terbukti-terima-suap-
rp300-juta#mobile-src , (diakses pada 30 September 2023, pada pukul 17.45 WIB).

4
1. Bagaimana kasus Hakim Dede Suryaman dapat menjadi contoh kasus yang
menunjukkan pentingnya menjaga etika profesi hukum dalam menjaga
integritas dan keadilan di Indonesia?
2. Apa yang menjadi faktor penyebab pelanggaran kode etik profesi hukum?

C. PEMBAHASAN
1. Etika Profesi Hukum sebagai Fondasi Integritas dan Keadilan
Dari kasus yang sudah di terangkan pada latar belakang, dapat menjadi
contoh. Bahwa
pentingnya menjaga etika dalam profesi hukum, terutama bagi hakim yang
memiliki peran penting dalam penegakan hukum dan keadilan. Dalam kasus
tersebut, Dede Suryaman melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim
yang diduga menerima suap yang diberikan oleh rekan dari pengacara sebesar Rp.
300 juta terhadap tindak pidana korupsi Pembangunan Jembatan Brawijaya. Pada
saat itu DS menjadi ketua majelis yang mengadili perkara tersebut di PN Surabaya.4
Profesi yang bergerak di dalam bidang hukum diantaranya hakim, jaksa,
polisi, advokat, notaris dan berbagai unsur instansi yang diberi kewenangan
berdasarkan undang-undang. Dalam menjalankan fungsi dari professional
dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk hukum yaitu undang-undang dan petunjuk-
petunjuk etika dan moral profesi (kode etik profesi). Sehingga tanggung jawab
profesi dalam pelaksanaannya meliputi tanggung jawab hukum dan tanggung jawab
moral.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, etika merupakan konsepsi tentang baik
atau buruknya seseorang, dan etika harus memberikan contoh yang baik sementara
moral selalu memberi penilaian terhadap pelaksanaan dari contoh-contoh yang
diberikan oleh etika. Etika dalam profesi hukum ini memiliki peran yang sangat
penting dalam upaya mewujudkan tercapainya penegakan hukum yang berkeadilan.
Pengemban profesi hukum bekerja sesuai dengan kode etik profesinya, apabila
terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik, maka mereka harus

4
ANTARA Kantor Berita Indonesia, Op. cit

5
mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode etik. Yang
mengoreksi pelanggaran kode etik, biasanya dewan kehormatan dalam organisasi
profesi tersebut.5
Franz Magnis Suseno, menyatakan ada lima kriteria nilai moral yang
mendasari kepribadian profesional hukum.
1. Kejujuran yang menjadi dasar utama
2. Otentik, artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai keasliannya,
kepribadian yang sebenarnya
3. Bertanggungjawab dalam menjalankan tugasnya
4. Kemandirian moral, artinya tidak mudah terpengaruh dan tidak mudah
mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya.
5. Keberanian moral, artinya kesetiaan terhadap suara hati Nurani yang
menyatakan kesediaan untuk menanggung risiko.6
Dengan ini, etika dalam profesi hukum adalah peranan yang sangat penting
bagi penegakan hukum, agar terciptanya suatu keadilan yang baik dan hubungan
yang baik kepada tuhan, individu dan masyarakat. Dari kasus Dede Suryaman yang
diduga melakukan pelanggaran kode etik hakim, akan menjadi bukti nyata betapa
pentingnya menegakkan integritas dalam profesi ini.

2. Faktor Penyebab Pelanggaran Kode Etik Profesi Hukum


Pada bulan Maret 2023, Komisi Yudisial (KY) telah menerima sebanyak
566 laporan masyarakat dan 360 surat tembusan terkait dugaan pelanggaran Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan permohonan pemantauan
persidangan dalam triwulan pertama tahun 2023. Ketua Bidang Pengawasan Hakim
dan Investigasi Komisi Yudisial, Joko Sasmito mengatakan “Jumlah laporan
masyarakat ini mengalami peningkatan. Bila pada triwulan pertama tahun 2022, Ky
hanya menerima 385 laporan. Namun, pada triwulan pertama pada tahun 2023 ini

5
Muhammad Zuhrifadli, Pentingnya Etika Dalam Profesi Hukum Sebagai Upaya Penegakan
Hukum, https://kumparan.com/muhammad-fadli-1608800907521699516/pentingnya-etika-
dalam-profesi-hukum-sebagai-upaya-penegakan-hukum-1uqgrt5tun4/4 , (diakses pada 30
September 2023, pada pukul 21.24 WIB).
6
Mardani, Op. cit, hlm.95-96

6
ada 566 laporan yang diterima, ditambah 360 surat tembusan sehingga totalnya 926
laporan”.7
Terjadinya penyalahgunaan profesi hukum tersebut disebabkan adanya
faktor kepentingan. Sumaryoto, sebagaimana dikutip oleh Supriadi, karena adanya
persaingan individu professional hukum atau tidak adanya disiplin diri. Selain itu
penyalahgunaan profesi hukum terjadi karena adanya desakan pihak klien yang
menginginkan perkaranya cepat selesai dan tentunya ingin menang. Klien kadang
kalanya tidak segan-segan menawarkan bayaran yang menggiurkan, baik kepada
penasihat hukum maupun hakim.8 Adanya faktor-faktor yang menyebabkan kode
etik diabaikan, yaitu:
1. Pengaruh Sifat Kekeluargaan
Salah satu ciri kekeluargaan itu memberikan perlakuan dan penghargaan yang
sama terhadap anggota keluarga dan ini dipandang adil. perlakuan terhadap
orang bukan keluarga lain lagi, hal ini akan berpengaruh pada perilaku
profesional hukum yang terikat pada kode etik profesi, seharusnya memberi
perlakuan yang sama terhadap semua klien. Masalah keluarga seharusnya
dipisahkan dengan masalah profesi dan ini adalah adil. Sebagai contoh, Ahmad
keluarga notaris meminta dibuatkan akta hibah,notaris membebaskannya dari
biaya pembuatan akta dengan alasan tidak enak menarik dari biaya keluarga
sendiri. Kemudian datang Bondan, juga minta dibuatkan akta dan harus
membayar dengan biaya yang telah ditentukan. Ahmad dan Bondan adalah
klien yang seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama menurut kode etik
notaris. Tetapi pada kenyataannya lain. Kode etik profesi diabaikan oleh
profesional.
2. Pengaruh Jabatan
Salah satu ciri jabatan adalah bawahan menghormati dan taat pada atasan, hal
ini merupakan ketentuan undang-undang kepegawaian. Seorang hakim
mempunyai dua fungsi, sebagai pegawai negeri dan juga hakim. Menurut kode

7
Judicial Commission The Republic of Indonesia, Tiga Bulan Pertama 2023, KY Terima 566
Laporan. https://komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/15323/tiga-bulan-pertama-ky-terima-
laporan, (diakses pada 30 september 2023, pada pukul 22.08 WIB)
8
Mardani, Op. cit. hlm. 101-102

7
etik hakim, hakim memutus perkara dengan adil tanpa pengaruh atau tekanan
dari pihak mana pun.
3. Pengaruh Konsumerisme
Gencarnya perusahaan-perusahaan mempromosikan produk melalui iklan
media massa, akan cukup berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan yang
tidak sebanding dengan penghasilan yang diterima oleh profesional. Hal ini
mendorong profesional berusaha memperoleh penghasilan yang lebih besar
melalui jalan pintas atau terobosan profesional, yaitu dengan mencari imbalan
jasa dari pihak yang dilayaninya.
4. Karena Lemahnya Iman
Salah satu syarat menjadi profesional itu adalah takwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, yaitu melaksanakan perintah dan jauhi larangan-Nya. Ketakwaan ini
adalah dasar moral manusia, jika manusia mempertebal iman dengan takwa,
maka di dalam diri akan tertanam nilai moral yang menjadi rem untuk berbuat
buruk. Dengan takwa manusia semakin sadar bahwa kebaikan akan dibalas
dengan kebaikan, begitu pula sebaliknya. Sesungguhnya, Tuhan itu maha adil,
dengan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, profesional memiliki benteng
moral yang kuat, tidak mudah tergoda dan tergiur dengan bermacam ragam
bentuk materi disekitarnya. Dengan iman yang kuat, kebutuhan akan terpenuhi
secara wajar dan itulah kebahagiaan.9
Menurut teori etika peraturan (Normativisme), bahwa etika peraturan adalah
etika yang melihat hakikat moralitas dalam ketaatan terhadap sejumlah peraturan.
Manusia dianggap baik, apabila tidak melanggar peraturan. Jadi, kebaikan adalah
sikap menuruti perintah peraturan perundang-undangan. Jadi menurut saya jika
etika profesi hukum dijalankan dengan apa yang diperintahkan, maka dengan ini
terciptanya keadilan yang sebaik-baiknya, tanpa memandang siapa dia, apa
jabatannya,dan lain-lain. Dan juga agar terhindarnya dari bisikan-bisikan materil
yang membuat hati goyah dalam profesionalitas profesi hukum, haruslah
memperkuat dan mempertebal imannya, agar tidak tergoda dari hal-hal tersebut.

9
Ibid, hlm. 102-103.

8
D. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dari kasus hakim Dede Suryama ini menekankan bahwa pentingnya
menjaga etika dalam profesi hukum, terutama bagi hakim yang memiliki peran
sentral dalam penegakan hukum dan keadilan. Kasus Hakim Dede Suryaman yang
diduga melakukan pelanggaran kode etik hakim dengan menerima suap menjadi
contoh nyata betapa integritas dan etika sangat vital dalam profesi ini. Profesi di
bidang hukum, termasuk hakim, jaksa, polisi, advokat, dan notaris, memiliki
tanggung jawab moral dan hukum yang besar dalam menjalankan tugas mereka.
Mereka harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur perilaku dan integritas
mereka. Ketika terjadi pelanggaran kode etik, individu tersebut harus bertanggung
jawab atas tindakannya.
Penyalahgunaan profesi hukum adalah masalah serius yang disebabkan oleh
berbagai faktor, termasuk faktor kepentingan, pengaruh sifat kekeluargaan,
pengaruh jabatan, konsumerisme, dan lemahnya iman. Terjadinya peningkatan
laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim menunjukkan kompleksitas
tantangan yang dihadapi dalam menjaga integritas profesi hukum di Indonesia.
Dalam konteks teori etika peraturan, kebaikan dalam profesi hukum dilihat sebagai
ketaatan terhadap peraturan dan undang-undang yang berlaku. Ketaatan terhadap
peraturan adalah landasan moralitas, dan dengan menjalankan etika profesi hukum
sesuai dengan peraturan yang berlaku, kita dapat mewujudkan keadilan yang
sebaik-baiknya dalam sistem peradilan. Dengan demikian, menjaga integritas dan
etika dalam profesi hukum adalah kunci untuk mencapai keadilan yang lebih baik
dalam masyarakat.
2. SARAN
Dalam penegakan etika profesi hukum, organisasi hukum harus
mempertimbangkan penguatan kode etik mereka, termasuk sanksi yang lebih tegas
terhadap pelanggaran. Dan organisasi profesi hukum harus memiliki pengawasan
internal yang efektif untuk memantau perilaku anggotanya. Proses penegakan dan

9
pengawasannya juga harus transparan, ini akan membangun kepercayaan publik
terhadap sistem peradilan di Indonesia.
Untuk mengatasi penyalahgunaan profesi hukum dan menjaga integritas
dengan menyelenggarakan program Pendidikan etika yang lebih dan berkelanjutan
bagi semua praktisi hukum, termasuk hakim, jaksa, advokat, dan lainnya. Ini dapat
membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya etika dalam menjalankan
tugas mereka. Dengan mengimplementasikan saran-saran ini, diharapkan akan
tercipta lingkungan profesi hukum yang lebih etis, profesional, dan integritas, yang
pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sistem peradilan
dan mewujudkan keadilan yang lebih baik.

10
DAFTAR PUSTAKA

ANTARA Kantor Berita Indonesia, “Hakim DS dipecat karena terbukti terima suap
Rp300 juta”, https://www.antaranews.com/berita/3673305/hakim-ds-
dipecat-karena-terbukti-terima-suap-rp300-juta#mobile-src , diakses pada
30 September 2023.
Fakultas Hukum UMSU, “Pentingnya Etika Dalam Profesi Pada Bidang Hukum”,
https://fahum.umsu.ac.id/pentingnya-etika-dalam-profesi-pada-bidang-
hukum/, diakses pada 30 September 2023.
Judicial Commission The Republic of Indonesia, “Tiga Bulan Pertama 2023, KY
Terima 566 Laporan”.
https://komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/15323/tiga-bulan-
pertama-ky-terima-laporan, diakses pada 30 september 2023.
Mardani. (2020). Etika Profesi Hukum. Depok: PT. RajaGrafindo Persada: 2020
Sastrawan, Budi. (2021). Skripsi: Etika Profesi Hakim dalam Penegakan Hukum di
Pengadilan Negeri Kota Parepare (Perspektif Hukum Islam).Parepare:
Institut Agama Islam Negeri: 2021.
Zuhrifadli, Muhammad, “Pentingnya Etika Dalam Profesi Hukum Sebagai Upaya
Penegakan Hukum”,https://kumparan.com/muhammad-fadli-
1608800907521699516/pentingnya- etika-dalam-profesi-hukum-sebagai-
upaya- penegakan-hukum-1uqgrt5tun4/4, diakses pada 30 September
2023.

11

Anda mungkin juga menyukai