Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hakim adalah salah satu aparat penegak hukum (legal aparatus) yang sudah memiliki
kode etik sebagai standar moral. Hakim memiliki kedudukan dan peranan yang penting
demi tegaknya negara hukum. Oleh karena itu, terdapat beberapa nilai yang dianut dan
wajib dihormati oleh penyandang profesi hakim dalam menjalankan tugasnya.
Profesi hakim sebagai salah satu bentuk profesi hukum sering digambarkan sebagai
pemberi keadilan. Hakim juga digolongkan sebagai profesi luhur, yaitu profesi yang pada
hakikatnya memberikan pelayanan kepada manusia dan masyarakat. Sebagai suatu profesi
di bidang hukum yang secara fungsional merupakan pelaku utama dalam penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman, hakim dituntut untuk memiliki suatu keahlian khusus sekaligus
memahami secara mendalam mengenai ruang lingkup tugas dan kewajibannya. Salah satu
unsur yang membedakan profesi hakim dengan profesi lainnya adalah adanya proses
rekrutmen serta pendidikan bersifat khusus yang diterapkan bagi setiap orang yang akan
mengemban profesi ini.1

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Wujud Tanggung Jawab Profesi Hakim ?


2. Bagaimanakah Nilai Moral Profesi Penegak Hukum ?
3. Bagaimanakah yang dikatakan dengan Kriteria Kepribadian Moral yang kuat ?

1 Annisa Faradika, dkk. Tugas mata kuliah dengan judul: “Tanggung Jawab Profesi Hakim Dalam
Menjalankan Tanggung Jawab Hakim dan Penegakan Hukum di Thailand, Queensland Australia, dan
Indonesia”, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016, Hal. 5

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Wujud Tanggung Jawab Profesi Hakim


Wewenang pokok dari lembaga peradilan adalah melakukan tindakan pemeriksaan,
penilaian, dan penetapan nilai perilaku manusia tertentu, serta menentukan nilai suatu
situasi konkret dan menyelesaikan persoalan (konflik) yang ditimbulkan secara imparsial2
berdasarkan hukum yang dalam hal ini bisa dijadikan sebagai patokan objektif. Wewenang
itulah yang disebut kewenangan (kekuasaan) kehakiman. Pengambilan keputusan dalam
mewujudkan kewenangan kehakiman tersebut dalam kenyataan konkret, dilaksanakan oleh
pejabat lembaga peradilan yang dinamakan hakim.3
Apabila dilihat dari profesi hakim sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman
terdapat tiga unsur pokok,yaitu :
1. Tugas, yaitu kewajiban dan kewenangan atau kekuasaan yang harus dilaksanakan
untuk kemudian diperinci lebih lanjut tentang cara melaksanakannya.
2. Aparat, yaitu pelaksana tugas tersebut yang terdiri atas komponen pelaksana,
pendukung, dan penunjang.
3. Lembaga, yaitu wadah (struktur dan organisasi) beserta sarana dan prasarana tempat
para aparat melaksanakan tugasnya.4

Dan apabila dilihat dari segi tanggung jawabnya, wujud tanggung jawab profesi hakim
dibagi menjadi 3 bagian, yakni :
a. Tanggung Jawab Profesi Hakim Terhadap Profesinya
1. Tanggung Jawab Moral: Tanggung jawab yang bisa bersifat pribadi maupun
kelembagaan yang terangkum dalam Kode Etik
2. Tanggung Jawab Teknis Profesi; melaksanakan tugasa secara professional sesuai
dengan kriteria teknis. Jika bertentangan maka disebut sebagai unprofessional
conduct.

2 Imparsial adalah sebuah LSM yang bergerak di bidang mengawasi dan menyelidiki pelanggaran
Hak Asasi Manusia di Indonesia.
3 Muhammad Nur SH, MH, Adv. Etika Profesi Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), Hal 162
4 Jamaluddin, dkk. Tanggung Jawab Profesi Hakim Sebagai Penyelenggara Kekuasaan Kehakiman
di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Unibersitas Syiah Kuala, Volume 1, No. 1, Agustus 2012,
ISSN: 2302-0180 pp.16-46, Hal. 28-29

2
3. Tanggung Jawab Hukum: tidak melanggar rambu rambu hukum, wujud pertanggung
jawabannya sanksi (majelis kehormatan).5
b. Tanggung Jawab Profesi Hakim Dalam Kaitannya Dengan Pihak Ketiga
1. Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila. Hal ini sesuai dengan irah-irah putusan yang dikeluarkan oleh hakim yaitu
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
2. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
3. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian
peradilan. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar
kekuasaan kehakiman dilarang.
4. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat. Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang
tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Hakim
wajib menaati Kode Etik dan Pedoman PerilakuHakim.
5. Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara
yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
6. Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan susunan majelis
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.
Susunan hakim sebagaimana dimaksud terdiri dariseorang hakim ketua dan dua orang
hakim anggota. Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dibantu
oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera.
Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang penuntut umum, kecuali undang-
undang menentukan lain.
7. Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan
keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri
meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat,
atau panitera.6

5 Annisa Faradika, dkk. Opp cit, Hal. 22


6 Ibid, Hal. 24-25

3
c. Tanggung Jawab Profesi Hakim Dalam Kaitannya Dengan Masyarakat
1. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
2. Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan, kecuali undang-undang
menentukan lain. Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan
karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa
seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang
didakwakan atas dirinya.
3. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan
pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam
mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat
yang baik dan jahat dari terdakwa.
4. Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya.
Hak ingkar sebagaimana dimaksud adalah hak seseorang yang diadili untuk
mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang
mengadili perkaranya.7

B. Nilai Moral Profesi Penegak Hukum


Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral
dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan
mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral
yang kuat. Franz Magnis Suseno (1975) mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat
yang mendasari kepribadian profesional hukum.

1. Kejujuran
Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari
misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya. Sikap yang
terdapat dalam kejujuran yaitu :
a. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau
secara cuma-cuma.8
b. Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter,
tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras.
2. Otentik

7Ibid, Hal. 26-27


8 http://pipi-megawati.blogspot.co.id/2011/09/etika-profesi-hukum.html // penulis pipi megawati, SH.,
MH.

4
Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya,
kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain :
a. Tidak menyalahgunakan wewenang;
b. Tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan tercela;
c. Mendahulukan kepentingan klien;
d. Berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu
atasan;
e. Tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial.
3. Bertanggung Jawab
Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung jawab, artinya :
a. Kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup
profesinya ;
b. Bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-
cuma (prodeo);
c. Kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewajibannya.
4. Kemandirian Moral
Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti
pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan memebetuk penilaian dan
mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat
mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), penyesuaian diri
dengan nilai kesusilaan dan agama.
5. Keberanian Moral
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan
kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain :
a. Menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli;
b. Menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.9

C. Kriteria Kepribadian Moral Yang Kuat


Setiap Hakim dituntut untuk melaksanakan tugasnya secara profesional, yakni
kemampuan dan ketrampilan Hakim untuk melaksanakan efesiensi dan efektifitas putusan.
Baik dari segi penerapan hukumnya, maupun kemampuan mempertimbangkan putusan
berdasarkan nilai-nilai keadilan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, serta
kemampuan memprediksi reaksi dan dampak sosial atas putusan yang telah
dijatuhkannya.10

9 http://pipi-megawati.blogspot.co.id/2011/09/etika-profesi-hukum.html // penulis pipi megawati, SH.,


MH.

10 Jamaluddin, dkk. Opp.cit, Hal. 36

5
Dalam penyelenggaran kekuasaan kehakiman, hakim perlu memperhatikan enam
prinsip kehakiman agar kepribadian moralnya menjadi kuat :
1. Independensi (Independence principle)
Independensi hakim dan pengadilan terwujud dalam kemandirian dan kemerdekaan
hakim, baik secara personal maupun institusi, dari berbagai pengaruh dari luar diri hakim
berupa intervensi yang bersifat mempengaruhi secara halus, dengan tekanan, paksaan,
kekerasan, atau balasan karena kepentingan politik atau ekonomi tertentu dari pemerintah
atau kekuatan politik yang berkuasa, kelompok atau golongan, dengan ancaman
penderitaan atau kerugian tertentu, atau dengan imbalan atau janji imbalan berupa
keuntungan jabatan, keuntungan ekonomi, ataupun bentuk-bentuk lainnya.
2. Ketidakberpihakan (Impartiality principle)
Ketidakberpihakan mencakup sikap netral, menjaga jarak yang sama dengan semua
pihak yang terkait dengan perkara, dan tidak mengutamakan salah satu pihak manapun,
dengan disertai penghayatan mendalam mengenai keseimbangan antar kepentingan yang
terkait dengan perkara.
3. Integritas (Integrity principle)
Integritas hakim merupakan sikap batin yang mencerminkan keutuhan dan
keseimbangan kepribadian setiap hakim sebagai pribadi dan sebagai pejabat negara dalam
menjalankan tugas jabatannya. Hakim tidak dibenarkan menerima pemberian dari pihak-
pihak yang sedang berperkara, sebab hal itu bisa mempengaruhi perkara yang sedang
ditanganinya.11

4. Kepantasan dan Kesopanan (Propriety principle)


Kepantasan tercermin dalam penampilan dan perilaku pribadi yang berhubungan
dengan kemampuan menempatkan diri dengan tepat, baik mengenai tempat, waktu, tata
busana, tata suara, atau kegiatan tertentu. Sedangkan kesopanan terwujud dalam perilaku
hormat dan tidak merendahkan orang lain dalam pergaulan, baik dalam tutur kata lisan,
tulisan, atau bahasa tubuh, dalam bertindak, bekerja, dan bertingkah laku ataupun bergaul.
5. Kesetaraan (Equality principle)

11 DR. KH. Ma’ruf Amin. Peran dan Tanggungjawab Hakim Dalam Mewujudkan Keadilan Bagi
Masyarakat, Hal. 5-6

6
Prinsip kesetaraan ini secara esensial melekat dalam sikap setiap hakim untuk
memperlakukan setiap pihak dalm persidangan atau pihak-pihak lain terkait dengan
perkara. Prinsip ini memastikan kesetaraan perlakuan terhadap semua orang dihadapan
pengadilan sangatlah penting guna pelaksanaan peradilan sebagaimana mestinya.
6. Kecakapan dan Keseksamaan (Competence and Diligence principle)
Kecakapan tercermin dalam kemampuan profesional hakim yang diperoleh dari
pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman dalam menjalankan tugas. Sementara itu,
keseksamaan merupakan sikap pribadi hakim yang menggambarkan kecermatan, kehati-
hatian, ketelitian, ketekunan, dan kesungguhan dalam pelaksanaan tugas profesional
hakim.12

12 DR. KH. Ma’ruf Amin. Opp cit. Hal.7

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Wujud tanggung jawab profesi hakim dibagi menjadi 3 bagian, yakni :
a. Tanggung Jawab Profesi Hakim Terhadap Profesinya
b. Tanggung Jawab Profesi Hakim Dalam Kaitannya Dengan Pihak Ketiga
c. Tanggung Jawab Profesi Hakim Dalam Kaitannya Dengan Masyarakat

 Frans Margins Suseno (1975) mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang
mendasari keperibadian profesional hukum.
a. Kejujuran
b. Otentik
c. Bertanggung jawab
d. Kemandirian moral
e. Keberanian moral
 Dalam penyelenggaran kekuasaan kehakiman, hakim perlu memperhatikan enam prinsip
kehakiman agar kepribadian moralnya menjadi kuat :
a. Independensi (Independence principle)
b. Ketidakberpihakan (Impartiality principle)
c. Integritas (Integrity principle)
d. Kepantasan dan Kesopanan (Propriety principle)
e. Kesetaraan (Equality principle)
f. Kecakapan dan Keseksamaan (Competence and Diligence principle)

B. Saran
Sebagai penutup dalam pembahasan makalah ini, kami sadar bahwasannya masih
terdapat kekurangan baik dalam segi pembahasan maupun sistematika pembuatannya.
Maka dari itu penulis mengharapkan akan adanya sebuah saran dari pembaca yang mana
dengan saran tersebut Insya Allah akan kami jadikan motivasi yang membangun dalam
penyempurnaan makalah selanjutnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ma’ruf. Peran dan Tanggungjawab Hakim Dalam Mewujudkan Keadilan Bagi
Masyarakat
Faradika, Annisa, dkk. Tugas mata kuliah dengan judul: “Tanggung Jawab Profesi Hakim
Dalam Menjalankan Tanggung Jawab Hakim dan Penegakan Hukum di Thailand,
Queensland Australia, dan Indonesia”, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
http://pipi-megawati.blogspot.co.id/2011/09/etika-profesi-hukum.html // penulis pipi
megawati, SH., MH.
Jamaluddin, dkk. Tanggung Jawab Profesi Hakim Sebagai Penyelenggara Kekuasaan
Kehakiman di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Unibersitas Syiah Kuala,
Volume 1, No. 1, Agustus 2012, ISSN: 2302-0180 pp.16-46
Nur, Muhammad. Etika Profesi Hukum, Bandung: Pustaka Setia, 2011

Anda mungkin juga menyukai