Anda di halaman 1dari 28

KODE ETIK ARBITER

1
Kode Etik di BANI

1. Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Arbiter adalah aturan tertulis
yang harus dipedomani oleh setiap Arbiter dalam melaksanakan
tugas profesi sebagai Arbiter dalam arbitrase yang diselenggarakan
oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) atau dalam arbitrase
adhoc yang tunduk pada Peraturan Prosedur Arbitrase lainnya.

2. Komisi Kehormatan Arbiter adalah komisi yang dibentuk oleh Badan


Pengurus BANI untuk menerima dan memeriksa pengaduan terhadap
seorang Arbiter yang dianggap melanggar atau diduga melanggar
Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Arbiter.

3. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang
bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh
Lembaga Arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.

2
5. Maksud dan Tujuan Kode Etik di BANI

Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Arbiter mempunyai maksud dan
tujuan :

1. a. Sebagai pedoman pembinaan dan pembentukan karakter Arbiter.


b. Sebagai pedoman tingkah laku Arbiter.

2. Memberikan jaminan peningkatan integritas dan


kemandirian fungsional bagi Arbiter.

3.Menumbuhkan dan memelihara kepercayaan masyarakat pada lembaga


Arbitrase.

3
Ruang Lingkup Kode Etik di BANI
■ Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Arbiter ini berlaku bagi Arbiter
yang terdaftar di BANI dan Arbiter yang dengan penetapan Dewan
Pengurus bertindak sebagai Arbiter dalam perkara arbitrase yang
diselenggarakan BANI.

■ Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Arbiter ini merupakan


penjabaran dari sikap dan tingkah laku Arbiter yang menjadi norma
etika dan pedoman bagi para Arbiter dalam arbitrase yang
diselenggarakan oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) atau
dalam arbitrase adhoc yang tunduk pada Peraturan dan Prosedur BANI
atau Peraturan Prosedur Arbitrase lainnya, baik dalam menjalankan
tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran, maupun
dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat
memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatutan, kepatuhan
dan ketaatan kepada hukum.

4
6. Sifat-Sifat Arbiter
Sifat Arbiter tercermin dalam berbagai sifat dan perilaku sebagai
berikut :

1. Memiliki keyakinan, percaya, dan bertakwa kepada Tuhan Yang


Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-
masing, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Jujur, memiliki integritas yang tinggi, rasa adil dan rasa kepatutan.

3. Berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela.

4. Profesional dan memiliki kredibilitas dalam bidangnya, dan selalu


meningkatkan pengetahuan tentang arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa.

5. Bijaksana dan berwibawa.

5
7. Sikap Arbiter

Sikap dan tingkah laku yang senantiasa harus dipegang teguh


oleh setiap Arbiter BANI adalah sebagai berikut :

A. Sebelum pemeriksaan : pada saat penunjukkan dan


menyatakan kesediaannya untuk menangani suatu
perkara, setiap Arbiter harus :
1. Mengungkapkan segala fakta, keadaan, atau hal-hal
lain terkait dengan sengketa yang sebelumnya telah
diketahui oleh Arbiter yang mungkin menimbulkan
keraguan yang dapat dipertanggung jawabkan
mengenai netralitasnya atau independensinya, tidak
terbatas pada hubungan pergaulan sosial yang cukup
dekat, hubungan usaha/kerja baik langsung maupun
tidak langsung, termasuk penunjukkan sebelumnya
sebagai Arbiter, saksi fakta ataupun ahli dari salah
satu pihak.
6
2. Mengungkapkan hubungan, kepentingan, dan hal-hal
lainnya yang wajib diungkapkan berdasarkan perjanjian
yang dibuat dengan salah satu pihak atau pihak-pihak
yang bersengketa, Peraturan dan Prosedur Badan
Arbitrase Nasional Indonesia dan peraturan-peraturan
lain yang mengatur mengenai kewajiban pengungkapan
oleh seorang Arbiter.

7
3. Pengungkapan tersebut harus dilaksanakan secara
tertulis dan diberitahukan kepada Dewan Pengurus.

4. Arbiter dalam melaksanakan tugasnya, secara penuh


terbebas dari tindakan bias, yang dinilai dari parsialitas
dan independensi Arbiter. Parsialitas terjadi ketika Arbiter
memihak kepada salah satu pihak, atau memiliki
prasangka kepada sengketa yang diajukan ke
hadapannya. Independensi terjadi ketika Arbiter memiliki
hubungan langsung maupun tidak langsung dengan
pihak yang bersengketa, termasuk didalamnya pihak-
pihak yang memiliki hubungan dekat dengan pihak-pihak
yang bersengketa.

8
8. Dalam Pemeriksaan dan Persidangan

1.Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan


dalam Peraturan dan Prosedur BANI dan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku, dengan memperhatikan
asas-asas arbitrase yang baik, yaitu :
a. Menjunjung tinggi keutamaan proses arbitrase yang
mengedepankan solusi yang menguntungkan semua
pihak.
b. Menjunjung hak seseorang yang mendapatkan
putusan (right to decision) yang seadil-adilnya dengan
mempertimbangkan kepatutan, serta putusan harus
dijatuhkan dalam waktu yang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan sesuai dengan
kesepakatan para pihak.

9
c. Semua pihak yang berperkara berhak atas
kesempatan dan perlakuan yang sama untuk
didengar, membela diri, mengajukan bukti-bukti
serta memperoleh informasi dalam proses
pemeriksaan (a fair hearing).

d. Putusan dijatuhkan secara objektif tanpa


dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak lain
(no bias), dengan menjunjung tinggi prinsip
arbitrase yang baik yaitu penyelesaian perkara
antara para pihak dengan berdasark an
perjanjian arbitrase (reseptrum arbitrii).

10
e. Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang
jelas dan dapat dimengerti serta bersifat konsisten
dengan penalaran hukum yang sistematis (reason
argumentations of decision), dimana argumentasi
tersebut harus dapat diawali (controllable) dan diikuti
serta dapat dipertanggung jawabkan (accountability)
guna menjamin sifat keterbukaan (transparency) dan
kepastian hukum (legal certainty) dalam proses
arbitrase.

11
2. Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau
bersimpati ataupun antipasti kepada pihak-pihak yang
berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.
3. Harus bersikap sopan, tegas dan bijaksana dalam
persidangan, baik dalam ucapan maupun dalam
perbuatan.
4. Harus berpenampilan rapi, menjaga kewibawaan dan
kekhidmatan persidangan.
5. Bersungguh-sungguh dalam mencari kebenaran dan
keadilan.

12
9. Setelah Penyampaian dan Pendaftaran
Putusan

■ Tidak dibenarkan menunjukkan sikap


bersimpati ataupun menerima simpati, atau
bersikap antipati terhadap para pihak yang
berperkara baik dalam ucapan maupun
tingkah laku.

13
10. Terhadap Sesama Rekan

1. Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang


baik antara sesama rekan.
2. Memiliki tenggang rasa dan saling menghargai antara
sesama rekan.
3. Memiliki kesadaran, kesetiaan, dan penghargaan kepada
korps Arbiter.
4. Menjaga nama baik dan martabat rekan baik didalam
maupun diluar profesi Arbiter.

14
11. Terhadap Lembaga BANI
1. Menjaga nama baik BANI.
2. Memelihara dan memupuk hubungan dengan lembaga
BANI berdasarkan prinsip saling menghormati.

12. Terhadap Masyarakat


1. Menghormati dan menghargai orang lain dalam
kehidupan sehari-hari.

2. Harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Arbiter


sebagai profesi terhormat (officium Nobile).

15
13. Kewajiban dan Larangan
Arbiter wajib :

a. Mematuhi isi surat pernyataan kesediaan ditunjuk sebagai Arbiter


untuk memeriksa dan memutus perkara yang telah
ditandatanganinya;

b. Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak yang berperkara


secara seimbang dengan tidak memihak;

c. Sopan dalam bertutur dan bertindak;

d. Memeriksa perkara secara arif, cermat dan sabar;


16
e. Memutus perkara berdasar asas hukum dan / atau rasa keadilan
serta kepatutan;

f. Menjaga martabat, kedudukan, dan kehormatan Arbiter;

g. Memberikan waktu dan perhatian yang penuh dalam memeriksa dan


memutuskan perkara sebagaimana diharapkan oleh para pihak;

h. Menjaga kerahasiaan atas segala hal yang berkaitan dengan


perkara, jalannya proses arbitrase, hasil deliberasi Majelis Arbitrase,
dan/atau putusan, sebelum dan sesudah putusan dinyatakan
kepada para pihak yang bersengketa;

i. Mematuhi kebijakan Dewan Pengurus.

17
14. Arbiter dilarang :

a. Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara


yang akan, sedang, dan yang selesai ditangani;

b. Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang


berperkara;

c. Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar acara


persidangan;

d. Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang ditanganinya baik


dalam persidangan maupun diluar persidangan mendahului putusan;

18
e. Melecehkan sesama Arbiter, Penasehat Hukum, serta
para pihak yang berperkara, ataupun pihak lain.

f. Memberikan komentar terbuka atas putusan arbiter lain,


kecuali dilakukan dalam rangka pengkajian ilmiah.

g. Berhubungan baik secara langsung maupun tidak


langsung dengan para pihak yang perkaranya sedang
ditangani, setelah penunjukan Arbiter dan beberapa
waktu dalam periode yang wajar setelah dijatuhkannya
putusan guna menghindari imparsialitas dan timbulnya
keraguan dalam memutus perkara serta timbulnya
dugaan bahwa putusan yang telah dijatuhkan
dipengaruhi oleh hubungan atau kepentingan antara
Arbiter dengan para pihak yang berperkara, kecuali atas
sepengetahuan para pihak dan Majelis Arbitrase terkait
serta harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.

19
h. Bertindak sebagai Arbiter dan advokat/Konsultan Hukum dalam
jangka waktu yang bersamaan.

i. Bertindak sebagai Arbiter yang di tunjuk oleh pihak atau kuasanya


yang sama, lebih dari 10 (sepuluh) perkara dalam jangka waktu
24 bulan.

j. Meminta ataupun menerima pemberian atau fasilitas apapun dari


para pihak yang perkaranya sedang ditangani, baik sebelum
persidangan, selama, dan sesudah persidangan.

k. Meminta atau mengajukan permohonan kepada pihak-pihak


yang bersengketa untuk ditunjuk sebagai Arbiter.

i. Memberikan pernyataan tertulis kesediaan untuk ditunjuk


dalam suatu perkara yang akan diajukan ke BANI, sebelum
perkara didaftarkan.

20
m. Membentuk para pihak yang bersengketa dalam
melaksanakan putusan dan/atau melakukan
perlawanan terhadap putusan.

n. Menggunakan informasi yang bersifat rahasia yang


didapatkan selama proses Arbitrase untuk
kepentingan pribadi atau kepentingan orang lain.

o. Menjadi saksi atau memberikan keterangan ahli


dalam proses Arbitrase pada perkara lain di BANI.

p. Memberikan informasi mengenai profil dirinya yang


menunjukan kemauan untuk dapat ditunjuk oleh
para pihak, kecuali sesuai dengan peraturan dan
prosedur BANI.

21
15. KOMISI KEHORMATAN ARBITRASE
Susunan dan Organisasi

1. Komisi kehormatan Arbiter berkedudukan di Jakarta.

2. Komisi Kehormatan Arbiter terdiri sekurang-kurangnya 5


(lima) orang, yang keanggotaannya merupakan unsur
Dewan Pengurus dan Arbiter.

3. Komisi Kehormatan Arbiter bersifat adhoc dibentuk dan


diangkat serta diberhentikan oleh Dewan Pengurus BANI
sesuai dengan kebutuhan, atas dasar keputusan dalam
Rapat Dewan Pengurus.

22
16. Tugas dan Wewenang

Komisi Kehormatan Arbiter mempunyai tugas dan wewenang:

1. Menerima, meneliti, dan memeriksa laporan/pengaduan, baik dari


pihak yang berperkara atau pihak tertentu dalam masyarakat, atau
Dewan Pengurus BANI terhadap seorang Arbiter yang dianggap
melangar atau diduga melanggar Kode Etik dan Pedoman Tingkah
Laku Arbiter.

2. Memanggil Arbiter apabila diperlukan untuk didengar keterangannya


sehubungan dengan pengaduan atau laporan kepada Dewan
Pengurus.

23
3. Memeriksa dan melakukan evaluasi terhadap pelanggaran Kode Etik
yang dilakukan oleh seseorang Arbiter, dengan merujuk pada Pasal 5
dan Pasal 6.

4. Memberikan rekomendasi kepada Dewan Pengurus atas hasil


pemeriksaan terhadap Arbiter yang diduga melanggar Kode Etik dan
Pedoman Tingkah Laku.

5. Memberikan rekomendasi kepada Dewan Pengurus mengenai


sanksi yang akan diberikan kepada Arbiter, dalam hal Arbiter yang
bersangkutan terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Tingkah
Laku, sesuai dengan pertimbangan tingkat pelanggaran yang
dilakukan oleh Arbiter.

6. Merekomendasikan kepada Dewan Pengurus BANI untuk


merehabilitasi anggota yang tidak terbukti bersalah.

24
17. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman
Tingkah Laku yang dilakukan oleh Arbiter harus diselesaikan dalam
waktu paling lambat 60 hari sejak terbentuknya Komisi Kehormatan,
dapat diperpanjang atas persetujuan Dewan Pengurus.

2. Pemeriksaan terhadap Arbiter yang diduga melanggar Kode Etik dan


Pedoman Tingkah Laku dilakukan secara tertutup.

3. Pemeriksaan harus memberikan kesempatan kepada Arbiter yang


diperiksa untuk melakukan pembelaan diri.

25
4. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan yang ditandatangani oleh semua anggota
Komisi Kehormatan Arbiter dan yang diperiksa.

5. Keputusan yang diambil berbentuk rekomendasi yang


disampaikan ke Dewan Pengurus.

26
18. Sanksi

Sanksi yang dapat direkomedasikan Komisi


Kehormatan terdapat Arbiter adalah :

1. Teguran lisan;

2. Teguran tulisan;

3. Dikeluarkan dari daftar Arbiter BANI disertai


dengan pencabutan predikat FCBArb.

27
27
Sekian & Terima Kasih

28

Anda mungkin juga menyukai