Sengketa Bisnis
arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
perjanjian atau klausula arbitrase yang telah disepakati oleh para pihak.
Prasyarat yang utama bagi suatu proses arbitrase yaitu kewajiban pada
akhir-akhir ini, apakah nasional maupun internasional, dan ditambah lagi dengan
26
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hal. 78.
25
26
industri, dan lain-lain. Dirasakan akan kebutuhan tata cara penyelesaian sengketa
perdagangan dengan cepat dan murah yang juga dapat menjaga nama baik dan
memuaskan para pihak yang mungkin tidak dapat diperoleh dari lembaga-
lembaga lainnya.
tata cara damai yang sesuai atau sebagai penyediaan dengan cara bagaimana
yang secara hukum final dan mengikat. Adapun bebrapa pengertian mengenai
27
Frank Elkoury dan Edna Elkoury dalam bukunya How Works dikutip dari buku
Suleman Batubara dan Orunton Purba, 2013, Arbitrase Internasional, Raih Aksa Sukses (Penebar
Swadaya Grup), Jakarta, Hal. 9.
28
Gary Goodpaster dikuti dalam buku Andi Julia Cakrawala, op.cit, hal. 66.
27
sebagai pengadilan
pengadilan;
sudah terjadi;
34
Kamus ELIPS dikutipm dalam buku Racmadi Usman, Op.Cit, hal. 140.
29
Di Indonesia, Arbitrase bukan merupakan sesuatu hal yang baru dalam dalam
bagi penduduk golongan Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan itu.
Memang dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk
golongan Bumiputra, baik HIR maupun RBg, tidak mengatur tentang arbitrase.
Namun lewat pasal 377 HIR dan pasal 705 Rbg yang menyatakan:
diputuskan oleh juru pisah, maka mereka wajib menuruti peraturan pengadilan
Jadi pada pasal tersebut jelas memberikan kemungkinan buat pihak pihak yang
1. Bahwa pada masa itu orang baru menggunakan arbitrase setelah sengketa
lahir. Jadi sebelumnya para pihak tidak dan belum menjanjikan terlebih
penyelesaian sengketanya.
3. Arbitrator yang dipilihnya pun adalah mereka yang telah dikenal baik oleh
Dalam Rv. pasal-pasal mengenai arbitrase, diatur dalam buku Ketiga tentang
Aneka Acara. Pada Bab Pertama diatur ketentuan mengenai putusan wasit
(arbitrase) melalui pasal 615 sampai dengan pasal 651 Pasal-pasal ini meliputi
badan arbitrase,
acara arbitrase.
Pada zaman Hindia Belanda, arbitrase dipakai oleh para pedagang sebagai
eksportir maupun importir dan pengusaha lainnya. Pada waktu itu ada tiga badan
Setelah itu pada masa penjajahan Jepang yang masuk menggantikan kedudukan
Indonesia Merdeka untuk mencegah kevakuman hukum, maka pada masa itu
selama belum diadakan yang baru menurut UUD masih berlaku, asal saja
Maka oleh itu pada masa tersebut, untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase
tetap masih berlaku ketentuan yang ada pada HIR, RBg dan Rv. Mengenai badan
orang sebagai peradilan sehari-hari dan appelraad sebagai peradilan dalam perkara
Selanjutnya jika kita lihat ketentuan pada UUD sementara 1950, pasal
“peraturan undang undang dan ketentuan ketentuan tata usaha yang sudah
ada pada tanggal 17 agustus 1950 tetap berlaku dengan tidak berubah
32
Dari penjelasan yang tadi diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan yang
penjajahan Hindia Belanda dulu selama belum dirubah, ditambah atau diganti
masih tetap berlaku. Jadi ketentuan tentang arbitrase yang diatur dalam Rv. juga
Arbitrase Nasional pada tanggal 13 Desember 1977 Keadaan ini terus berlanjut
sekarang sudah banyak digunakan khususnya para pelaku usaha yang lebih
memilih menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase ini daripada harus melalui
proses Peradilan Umum yang sangat tidak efesian serta memakan waktu dan biaya
yang besar.
dunia usaha dan lalu lintas perdagangan nasional dan internasional oleh karena
itu, peran dan penggunaan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam dunia
33
usaha ditinjau dari segi hukum sangat menonjol dan dominan. Dalam setiap
kontrak bisnis para pihak yang terlibat, selalu meminta untuk dicantumkannya
klausul arbitrase dalam perjanjian pokok mereka. Bahkan tidak jarang ada pihak-
pihak yang tidak mau melakukan hubungan bisnis tanpa diikat dengan perjanjian
Indonesia sudah semakin jelas dan kuat. Adapun hal-hal yang diatur dalam
yang dituangkan dalam 82 pasal dan 7 bagian, yang dilengkapi dengan penjelasan
umum dan penjelasan pasal demi, adapun cakupan materi yang diatur di dalamnya
meliputi pasal.
c. Syarat arbitrase, Pengangkatan Arbiter, dan Hak Ingkar (Pasal 7 Pasal 28)
Pilihan yang dapat diselesaikan oleh para pihak melalui pilihan penyelesaian
perdamaian ini hanya akan mencapai tujuan dan sasarannya bida didasarkan pada
Settlement of Invesment Disputes Between State and National other states atuu
sebagai berikut:35
baik setelah maupun sebelum timbulnya sengketa dan akan berakhir pada
35
Suleman Batubara dan Orinton Purba, Op.Cit, hal. 10.
35
tersebut diputuskan.36
karena itu, Suyud Sumargono mengatakan bahwa ciri pokok dari arbitrase
36
Gunawan Widjaja dan Yani, 2000, Hukum Arbitrase, Rajawali Press, Jakarta, Hal. 52-
53.
37
Suyud Sumargono, 2010, Penyelesaian Sengketa Bisnis: Alternative Dispute
Resolutions (ADR), Bogor: Ghalia Indonesia, Hal. 123.
36
dikarenakan bentuk dan sifat dari arbitrase ini sendiri, yaitu suatu arbitrase
yang dibentuk oleh suatu organisasi tertentu dan bersifat tetap atau
lembaga atau badan arbitrase yang bersifat tetap. Lembaga ini sengaja
institusional ini merupakan suatu ciri pembeda yang utama dari arbitrase
kata lain, badan arbitrase institusional ini sudah berdiri sebelum timbulnya
38
Loc.Cit.
37
kata lain, pada praktiknya arbitrase yang bersifat institusional ini lebili
yang sama, sistem, dan budaya hukum yang sama. Sementara itu,
apabila:
38
lain:
Indonesia (KADIN)
Arbitration)
39
Op.Cit, hal 12.
39
Lato (UNCITRAL).
sengketa yang timbul antara para pihak melalui proses arbitrase. Klausula
kepada arbitrase suatu sengketa yang lahir. Alternatif lainnya, atau melalui
arbitrase, yaitu:
1. Pactum de compromittendo
arbitrase ini telah dibuat oleh para pihak sebagai bentuk kesepakatan
bentuk klausula ini semula diatur dalam Pasal 615 ayat 3 Rv. dan
Konvensi New York 1958. Hal yang penting dalam ketentuan Pasal ini
40
Huala Adolf, Op.Cit, hal 208.
42
615 ayat 3 Rv. maupun dalam Pasal II Konvensi New York 1958.
41
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, Hal. 107.
43
terjadi perselisihan.
2. Acte compromis
ada sengketa.42
adalah sama dasar hukum dan filsafah bagi semua pihak untuk
42
Suleman Batubara dan Orinton Purba, Op.Cit, hal. 20-21.
45
Dari bunyi Pasal 9 UU AAPS atau Pasal 618 Rv. dapat dilihat, akta
sebagai berikut:
setelah terbit sengketa. Persyaratan yang mendetail itu tidak diperlukan jika
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (3) UU AAPS merupakan syarat mutlak,
karena adanya sanksi tersebut dalam ayat (4) yang menyatakan: “perjanjian
tertulis yang tidak memuat hal sebagaimana dimaksud di atas batal demi hukum”.
47
43
Ibid.
48
UNCITRAL:
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak berarti para pihak yang bersepakat
memiliki suatu hubungan hukum untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-
didefinisikan sebagai suatu hubungan hukum yang mengikat antara orang yang
satudan orang yang lain berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut
50
sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk
undang makayang menjadi kaitan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa
Perjanjian dapat dilakukan secara lisan dan secara tertulis. Perjanjian lisan
biasanya dilakukan oleh masyarakat adat untuk ikatan hukum yang sederhana.
ini yang hubungan hukumnya kompleks disebut dengan kontrak. Namun tidak
para pihak, sifat, materi perjanjian dan kelaziman dalam penggunaan istilah untuk
adalah:
suatu hubungan hukum penawaran dari satu pihak dan perbuatan hukum
mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu
bentuk perjanjian.
pekerjaan.
49
Ibid.
50
R. Subekti, loc.cit.
52
tulisan.
B. Perundang-Undangan Terkait
tanggungan.
2. Pasal 11- pasal 17 hal-hal dicartu sal dalam akta Pemberian Hak
Tanggungan
khususnya:
menyesatkan.
setiap perjanjian.
dibuat mengikat orang yang membuat. Para pihak harus mentaati apa yang
diperjanjikannya itu, keharusan itu lahir dari perjanjian itu sendiri yang berkuatan
KUHPerdata). Berkaitan dengan hal ini, maka suatu perjanjian yang sah harus
terpenuhi empat syarat yang tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
paksaan, ataupun penipuan (Pasal 1321, Pasal 1322, dan Pasal 1328
54
atas kemauan sukarela pihak-pihak, tidak ada paksaan sama sekali dari
juga banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari yaitu saat kita berbelanja
di warung untuk membeli rokok maka dengan menempel dua jari di mulut
kapan kesepakatan itu terjadi sebagai saat lahirnya perjanjian, ada berbagai
1. Teori Kehendak
2. Teori Keterangan
atau pernyataan.
3. Teori Kepercayaan
sungguh-sungguh dikehendaki.53
53
H. Salim, H.Abdullah, Dan Wiwiek Wahyuningsih, op.cit, h.26.
56
perjanjian.
54
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, op.cit, h.57.
57
Akan tetapi hal ini sudah tidak berlaku dengan adanya Undang-
menyatakan: hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan
perjanjian dan prestasi yang harus dipenuhi. Prestasi itu harus tertentu atau
Kausa yang halal dalam perjanjian yaitu isi dari perjanjian itu
55
R. Subekti, op.cit, h.19.
58
itu batal demi hukum. Hal ini berarti dari semula dianggap tidak pernah
ada perjanjian dilakukan dan tujuan para pihak tersebut dalam melahirkan
persetujuan adalah gagal. Hal suatu syarat subtyektif, jadi syarat ini tidak
terpenuhi maka perjanjian ini dapat dibatalkan. Jadi, perjanjian yang telah
dibuat akan tetap berlaku selama tidak ada pembatalan dari para pihak.56
membuatnya, dan tidak mengikat pihak ketiga (Pasal 1340 yo. 1917
oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang
umum yang merupakan pedoman atau patokan serta menjadi batas atau
sehingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak
56
R. Subekti, loc.cit.
59
Hukum Perdata:
pihak untuk:
yang dilarang.
b. Asas Konsensualitas
pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua
57
H. Salim, H.Abdullah, Dan Wiwiek Wahyuningsih, op.cit, h.2
60
mengikatkan dirinya.58
c. Asas Personalitas
Asas ini diatur dan dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 1315
umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri
tersebut pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh subjek hukum
58
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, op.cit, h.48.
59
Kartini Muljadi Dan Gunawan Widjadja, 2010, Perikatan Yang Lahir Dari
Perjanjian, PT. Raja Grafindo Perdasa, Jakarta. h.14.
60
H. Salim, H.Abdullah, Dan Wiwiek Wahyuningsih, loc.cit.