Anda di halaman 1dari 2

RESUME KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

ABDULLOH ADI_032111133014_ETIKA DAN PROFESI C-1


❖ Definisi Etika
Apabila merujuk secara Etimologi dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Selanjutnya disebut dengan KBBI,
Etika berasal dari Bahasa Yunani “Ethos” yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik dan
secara konkret etika didefinisika sebagai cang ilmu yang mempelajari mengenai hal yang baik dan buruk
berdasarkan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak yang dianut oleh suatu golongan atau
masyarakat.
❖ KEPPH (Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim)
Norma KEPPH antara lain: Larangan, Kewajiban, Pembolehan, Anjuran
Menurut Sunarto “A Judge is not a born, but made” yang artinya hakim yang baik dan professional itu
bukan terlahir tapi dibentuk. Dengan demikian Sunarto memberikan 3 syarat untuk menjadi hakim antara
lain: a. Intelektualitas (Hard Competency) b. Keahlian atau Skill (Experience) dan c. Integritas (Soft
Competency)
❖ Visi Misi MA
Visi: Terwujudnya badan peradilan Indonesia yang agung
Misi: 4 (a. Menjaga kemandirian badan peradilan; b. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan
kepada pencari keadilan; c. Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan; d. Meningkatkan
kredibilitas dan transparansi badan peradilan)
❖ Simbol Hakim “Panca Dharma Hakim”
5 Sifat yang harus dimiliki oleh hakim di Indonesia antara lain: a. Kartika (Bintang):Percaya dan Takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. Cakra (Senjata):Adil; c. Candra (Bulan): Bijaksana atau Berwibawa; d.
Sari (Bunga): Berbudi luhur atau berkelakuan tidak tercela; e. Tirta (Air):Jujur
❖ 8 Nilai Utama MARI
Kemandirian, Integritas, Kejujuran, Akuntabilitas, Responsibilitas, Keterbukaan, Ketidakberpihakan,
Perlakuan yang sama dihadapan hukum.
❖ Sejarah Kode Etik Profesi Hakim
- Kajian mengenai kode etik kehakiman dilakukan dengan mempertimbangkan hakim diberbagai
tingkatan dan lingkungan peradilan, kalangan praktisi hukum hukum, akademisi hukum, serta pihak-
pihak lain dalam masayrakat
- 1966: Kongres IV Luar Biasa IKAHI mencetuskan pedoman pertama Kode Etik Hakim di Indonesia di
Semarang
- 2000: Penyempurnaan Kode Etik Hakim Indonesia 1966 melalui MUNAS XIII IKAHI di Bandung
- 2002: Rapat Kerja Mahkamah Agung RI 10 Prinsip Pedoman Perilaku Hakim di Surabaya
- 2006: Proses perbandingan terhadap prinsip The Bangalore Principles of Yudicial Conduct melalui
Surat Keputusan Ketua MARI Nomor: KMA/104A/SK/XII/2006 tentang Pedoman Perilaku Hakim
- 2007: Mengeluarkan Surat Keputusan Ketua MARI Nomor: 215/KMA/SK/XII/2007 tentang Petunjuk
- 2009: MA bersama KY mengeluarkan KepBersama Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009,
02/SKB/P.KY/IV/2009
❖ 10 PPH
a. Berperilaku Adil: Setiap hakim harus melaksanakan tugas harus memperlakukan sama terhadap setiap
orang dan tidak membeda-bedakan orang (Equality and Fairness Principle)
b. Berperilaku Jujur: Setiap hakim harus menyatakan kebenaran baik dalam siding maupun diluar siding
tanpa melihat status baik atau buruk setiap orang yang dianut oleh golongan tertentu.
c. Berperilaku Arif dan Bijaksana: Setiap hakim harus berwawasan luas, mempunyai tenggang raasa yang
tinggi, bersikap hati-hati, sabar dan santun.
d. Bersikap Mandiri: Setiap hakim harus besikap dan bertindak sendiri tanpa bantuan orang lain, sehingga
mendorong terbentuknya kebenaran sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum yang berlaku
e. Berintegritas Tinggi: Setiap hakim harus bersikap setia dan teguh terhadap nilai-nilai dan norma-norma
yang berlaku dalam melaksanakna tugas
f. Bertanggungjawab: Setiap hakim harus bersedia dan berani untuk melaksanakan semua tugas dan
wewenang serta mennaggung segala akibat atas peaksanaan tugas dan wewenang tersebut.
g. Menjunjung tinggi harga diri: Setiap hakim harus menjunjung tinggi harkat dan martbat diri mansia.
h. Berdisiplin tinggi: Setiap hakim harus taat terhadap norma-norma atau kaidah-kaidah panggilan luhur
untuk mengemban amanah serta kepercayaan masayrakat pencari keadilan.
i. Berperilaku rendah hati: Setiap hakim harus memiliki keasadaran akan keterbatasan kemampuan dan
terhindar dari setiap bentuk keangkuhan
j. Bersikap Professional: Setiap hakim harus bersungguh-sungduh dalam menyelsaikan perkara.
SOAL
Majelis Kehormatan Hakim (MKH) di Jakarta, Selasa (16/2) memutuskan memberhentikan dengan tidak
hormat, Rizet Benyamin Rafael, hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Kupang karena terbukti
melanggar kode etik. “Rizet diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatan hakim,” kata pimpinan Majelis
Kehormatan Hakim (MKH) yang juga anggota Komisi Yudisial (KY) Zainal Arifin, dalam sidang kasus
tersebut. Pada sidang itu, Rizet mengakui bersalah melanggar kode etik dari jabatan karena menangani perkara
keluarganya sendiri. “Saya salah, saya menyesal,” katanya dihadapan Majelis Kehormatan Hakim (MKH)
yang anggotanya terdiri dari Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). Namun, Pimpinan MKH
menyatakan menolak pembelaan dari terlapor, Hakim Rizet. MKH juga menyatakan Rizet juga dipersalahkan
karena menemui orang yang sedang berperkara. Seusai persidangan, Rizet enggan memberikan komentar atas
putusan tersebut. Dalam persidangan kode etik itu, terungkap hakim Rizet menangani perkara Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) dari keluarganya sendiri yaitu pasangan Lili Tanjung dengan Vence. Hakim
Rizet memiliki hubungan kekerabatan jauh dengan Lili Tanjung yang menjadi korban KDRT dan dalam
putusannya Vence dinyatakan tidak bersalah seperti yang dituduhkan.
Apabila merujuk pada kasus Rizet Benyamin Rafael, apakah parameter 10 PPH diimplementasikan
berdasarkan penafsiran MKH yang bersifat sarat nilai atau memiliki parameter bebas nilai ?

Anda mungkin juga menyukai