Seorang hakim dituntut untuk dapat menerima dan mengadili berbagai perkara yang diajukan
kepadanya. Bahkan seorang hakim dapat dituntut jika menolak sebuah perkara yang diajukan
kepadanya. Hal ini juga diatur dalam Algemene Bepalingen van Wetgeving, pasal 22 dan
pasal 14 Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman,
yang berbunyi :
1. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara
dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk
memeriksa dan mengadilinya.
2. Ketentuan dalam ayat (1) tidak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan perkara
perdata secara perdamaian.
Kode kehormatan hakim tersebut berisi sikap batin dan lahiriah yang harus ditaati oleh
seorang hakim atau biasa disebut dengan tri prasetya hakim. Tri prasetya hakim inilah yang
menjadi dasar bagi seorang hakim dalam memberikan sebuah putusan terhadap sebuah
perkara.
Isi dari tri prasetya hakim tersebut ialah :
1. Janji Hakim.
Saya berjanji :
a. Bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi citra, wibawa dan martabat hakim
Indonesia;
b. Bahwa saya dalam menjalankan jabatan akan berpegang teguh pada Kode Kehormatan
Hakim Indonesia;
c. Bahwa saya bersedia menerima sanksi, apabila saya mencemarkan citra, wibawa dan
martabat hakim Indonesia.
Didalam Kedinasan :
1). Tawakal
2). Sopan
3). Ingin meningkatkan pengabdian dalam tugas.
4). Bersemangat ingin maju (meningkatkan nilai peradilan).
5). Tenggang rasa.
Diluar Kedinasan :
1). Berhati-hati dalam pergaulan hidup
2). Sopan dan susila
3). Menyenangkan dalam pergaulan
4). Tenggang rasa
5). Berusaha menjadi tauladan bagi masyarakat sekelilingnya.
1. Tirta = air (yang membersihkan segala kotoran didunia) yang mensyaratkan hakim
harus jujur.
Didalam kedinasan :
1). Jujur
2). Merdeka = berdiri diatas semua pihak yang kepentingannya bertentangan, tidak
membeda-bedakan orang.
3). Bebas dari pengaruh siapapun juga.
4). Sepi ing pamrih.
5).Tabah.
Diluar Kedinasan :
1). Tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan kedudukan
2). Tidak boleh berjiwa mumpung
3). Waspada.
3. Sikap Hakim.
Pegangan mengenai sikap hakim dibedakan dalam 2 (dua) bidang yaitu :
1. Dalam Kedinasan, dibagi dalam 6 bagian :
1). Sikap hakim dalam persidangan;
(a). Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam hukum acara yang
berlaku.
(b). Tidak dibenarkan bersikap yang menunjukkan memihak atau bersimpati atau anti pati
terhadap pihak-pihak yang berperkara.
(c). Harus bersikap sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan
maupun perbuatan.
(d). Harus menjaga kewibawaan dan kenikmatan persidangan.
2). Sikap hakim terhadap sesama rekan;
(a). Memelihara dan memupuk hubungan kerja sama yang baik antara sesama rekan.
(b). Memiliki rasa setia kawan, tenggang rasa dan saling menghargai antara sesama rekan.
(c). Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap korps hakim.
(d). Menjaga nama baik dan martabat rekan-rekan, baik didalam maupun diluar kedinasan.
3). Sikap hakim terhadap bawahan/pegawai;
(a). Harus mempunyai sifat kepemimpinan terhadap bawahan.
(b). Membimbing bawahan untuk mempertinggi kecakapan.
(c). Harus mempunyai sifat sebagai seorang bapak/Ibu yang baik terhadap bawahan.
(d). Memelihara kekeluargaan antara bawahan dengan hakim.
(e). Memberi contoh kedisiplinan terhadap bawahan.
4). Sikap hakim terhadap atasan;
(a). Taat kepada pimpinan atasan.
(b). Menjalankan tugas-tugas yang telah digariskan oleh atasan dengan jujur dan iklas.
(c). Berusaha memberi saran-saran yang membangun kepada atasan.