Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta
karunia-Nya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, kami semua dapat menyusun, menyesuaikan,
serta dapat menyelesaikan sebuah makalah ini. Di samping itu, kami mengucapkan rasa
terima kasih kepada semua pihak yan telah banyak membantu kami dalam menyelesaikan
pembuatan sebuah makalah ini, baik dalam bentuk moril maupun dalam bentuk materi
sehinggadapat terlaksana denan baik.

Kami, sangat menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini memang masih banyak
kekurangan serta amat jauh dari kata kesempurnaan. Namun, kami semua telah berusaha
semaksimal mungkin dalam membuat sebuah makalah ini. Di samping itu, kami sangatt
mengharapkan kritik serta saran nya dari semua teman-teman demi tercapainya
kesempurnaan yang di harapkan dimasa akan datang.
DAFTAR ISI

Halaman sampul......................................................................................................................

Kata pengantar.........................................................................................................................

Daftar isi..................................................................................................................................

Bab I........................................................................................................................................

a. Pengertian hakim.........................................................................................................
b. Syarat syarat menjadi hakim.......................................................................................
c. Tata cara peradilan menjatuhkan hukuman.................................................................
d. Adab kesopanan..........................................................................................................
e. Kedudukan hakim wanita............................................................................................

Bab II Peranan Hakim Sebagai Pelaksana Kehakiman...........................................................

Bab III Penutup.......................................................................................................................

a. Kesimpulan..................................................................................................................
b. Saran............................................................................................................................
BAB I
MENGENAL LEMBAGA HAKIM
a. Pengertian Hakim
Hakim adalah isim fa’il dari kata “hakama”, yang artinya orang yang menetapkan
hukum atau memutuskan hukum atau suatu perkara. Sedang menurut istilah, hakim adalah
orang yang diangkat penguasa untuk menyelesaikan dakwaan-dakwaan dan persengketaan-
persengkatan.
Selain kata hakim, digunakan pula istilah qadhi, yang berarti orang yang memutuskan,
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara.
b. Syarat-syarat Menjadi Hakim
a. Muslim
Muslim merupakan syarat diperbolehkannya persaksian seorang muslim, dan keahlian
mengadili itu ada kaitannya dengan keahlian menjadi saksi.
b. Baligh
Baligh berarti dewasa , baik dewasa jasmani dan rohaninya maupun dewasa dalam
berpikir.
c. Berakal
Berakal disini bukan sekedar “mukallaf”, tetapi benar-benar sehat pikirannya, cerdas
dan dapat memecahkan masalah.
d. Adil
Adil disini berarti benar dalam berhujjah, dapat menjaga amanah, bersikap jujur baik
dalam keadaan marah atau suka, mampu menjaga diri dari hawa nafsu dan perbuatan haram
serta dapat mengendalikan amarah.
e. Mengetahui / undang-undang
f. Sehat jasmani dan rohani

c. Tata Cara Peradilan Menjatuhkan Hukuman


a. Didasarkan kepada hasil pemeriksaan perkara didalam sidang peradilan. Kemudian para
hakim mengambil kesimpulan dari pemeriksaan tersebut, lalu menjatuhkan hukuman.
b. Dari kondisi para hakim, bahwa mereka telah melakukan pemeriksaan sesuai dengan
prosedur dan adab/kesopanan para hakim.
d. Adab Kesopanan / Etika Hakim
e .Hendaklah ia berkantor ditengah-tengah negeri, ditempat yang diketahui orang dan dapat
dijangkau oleh lapisan masyarakat.
Hendaklah ia menganggap sama terhadap orang-orang yang berperkara.
c. Jangan memeutuskan hukum dalam keadaan :
1.) Sedang marah
2.) Sedang sangat lapar dan haus
3.) Sedang sangat susah atau sangat gembira
4.) Sedang sakit
5.) Sedang menahan buang air yang sangat
6.) Mengantuk
Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya :
“ Janganlah hakim menghukum antara dua orang sewaktu ia marah.”(HR. Jamaah)
d. Tidak boleh menerima pemberian dari orang-orang yang sedang berperkara, yang ada
kaitannya dengan perkara yang sedang ditangani.
e. Hakim tidak boleh menunjukkan cara mendakwa dan cara membela.
f. Surat-surat kepada hakim yang lain diluar wilayahnya, apabila surat itu berisi hukum
hendaklah dipersaksikan kepada dua orang saksi sehingga keduanya mengetahui isi surat
tersebut.
5. Kedudukan Hakim Wanita
Rasulullah SAW telah memberi petunjuk . meskipun Rasulullah tidak melarangnya,
namun ia telah mengisyarakatkan, sebaiknya tidak mengangkat wanita menjadi hakim.
Kebanyakan jumhur ulama’ tidak membolehkan wanita menjadi hakim. Pendapat ini
dikemukakan oleh Madzhab Maliki, Syafi’i, Hambali dan lain-lain.
Sedangkan menurut Abu Hanifah dan para pengikutnya membolehkan wanita menjadi
qadhi dalam segala urusan, kecuali “had dan qishas”.
BAB I
PEMBAHASAN
A. Peran Hakim Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman

Kekuasan kehakiman merupakan perangkat negara yang berfungsi sebagai lembaga


yudikatif. Dalam pasal 24 ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Sehingga kekuasaan kehakiman bersifat bebas dan tidak tergantung
kepada kekuasaan lain demi menciptakan ketertiban masyarakat.

Dalam menjalankan tugasnya, mahkamah agung merupakan pengadilan negara tertinggi yang
membawai 4 peradilan yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara
dan peradilan militer. Masing-masing lembaga dijalankan oleh hakim sebagai pelaksana,
penentu dan penegak hukum serta memberikan putusan dalam penyelesaian perkara maupun
sengketa yang diajukan oleh masyarakat.

Istilah hakim merupakan kata serapan dari bahasa arab ahkam yang berarti hukum.
Sedangkan menurut KUHAP, hakim merupakan pejabat peradilan negara yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.

Tugas hakim dalam persidangan adalah memeriksa dan mengadili perkara. Tugas ini
diklasifikasikan menjadi 3 tahap: yaitu:

 Konstatiring, pada tahap ini hakim mengkontatir benar atau tidaknya peristiwa yang
diajukan, meliputi:

1. Menemukan fakta.

2. Menemukan sebab-sebab perkara.

3. Menemukan karakteristik.

 Kualifisir, pada tahap ini hakim kemudian mengkualifikasikan adanya hubungan


hukum, dalam adanya perbuatan melawan hukum atau tidak, meliputi:

1. Menemukan dan memilih sistem hukum.

2. Menemukan hukum.

3. Menemukan metode penyelesaikan yang tepat

4. Mendesain hukum agar cocok dengan karakteristik perkara.

 Konstituiri, pada tahap ini hakim menetapkan hukumnya terhadap yang bersangkutan
(para pihak atau terdakwa). Meliputi:
1. Menerapkan hukum.

2. Menyelesaikan sengketa atau perkara.

Sedangkan dalam proses pengambilan keputusan hukum, seorang hakim pada dasarnya
dituntut untuk memiliki dua kemampuan utama, yaitu:

1. Memiliki kemampuan untuk menyesuaikan kaidah-kaidah hukum yang konkrit


(perundang-undangan) terhadap tuntutan nyata yang ada di dalam masyarakat, dengan
selalu memperhatikan kebiasaan, pandangan-pandangan yang berlaku, cita-cita yang
hidup di dalam masyarakat, serta perasaan keadilannya sendiri. Hal ini perlu dilakukan
karena peraturan perundang-undangan pada dasarnya ditetapkan untuk mengatur semua
kejadian yang ada di dalam masyarakat.
2. Memiliki kemampuan untuk memberikan penjelasan, penambahan atau melengkapi
peraturan perundang-undangan yang ada, dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi
dalam masyarakat. Hal ini perlu dijalankan sebab ada kalanya pembuat undang-undang
tertinggal oleh perkembangan-perkembangan di dalam masyarakat.

Kekuasaan hakim atau pengadilan menyelesaikan dan memutus perkara merupakan fungsi
konstitusional yang sesuai dengan distribusi atau alokasi kekuasaan yang digariskan pada
pasal 24 UUD 1945. Dalam melaksanakan fungsi otonom kebebasan hakim mengadili
perkara, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya:

 Pengadilan sebagai katup penekan.

setiap pelanggaran apapun bentuknya harus diadili dan dihukum. Tidak menjadi masalah
apakah hukuman yang dijatuhkan menyakitkan atau menyenangkan. Dengan syarat asal
putusan yang diambil tidak sewenang-wenang.

 Pengadilan sebagai pelaksana penegak hukum.

Fungsi pokok yang harus diperankan oleh hakim sebagai penegak hukum meliputi:

1. Sebagai penjaga kemerdekaan anggota masyarakat dengan cara


mengembangkan nilai-nilai hak asasi manusia dalam melaksanakan penegakan
hukum.
2. Sebagai wali masyarakat, karenanya hakim harus berperan dan bentindak
sebagai wali yang berbudi luhur kepada setiap anggota masyarakat pencari
pengadilan. Hakim harus berpegang teguh kepada the rule of law, sehingga
benar-benar menempatan hukum diatas segala-galanya sesuai prinsip
supremasi hukum.

 Kebebasan hakim bersifat tidak mutlak.

Sering terjadi salah pemahaman tentang kewenangan hakim yang bebas, sehingga hakim
bisa melanggar batas kewenangan. Sehingga dalam memutus perkara, putusan dan
penyelesaian yang dibuat hakim bukan menurut hukum melainkan menurut selera dan
kemauan hakim. Pemahaman ini perlu diluruskan sesuai dengan sistem dan prinsip yang
diatur dalam undang-undang. Berdasarkan UU No. 4 tahun 2004, kebebasan hakim sebagai
pelaksana kekuasaan kehakiman adalah sebagai berikut:
o Mutlak bebas dan merdeka dari campur tangan ektra yudisial dalam paksaan,
direktiva maupun rekomendasi.
o Bebas secara relatif mencari dan menemukan dasar-dasar serta asas-asas yang
akan diterapkan sebagai landasan pertimbangan putusan.
o Bebas secara relatif menafsirkan hukum sesuai dengan sistem yang
dibenarkan.

Hanya dalam batas ini kebebasan dan kemerdekaan hakim dalam melaksanakan penerapan
hukum. Tujuan pemberian kebebasan yang terbatas dan relatif agar putusan yang dijatuhkan
mencerminkan perasaan keadilan bangsa dan rakyat indonesia.

 Secara fundamental tidak demokratis.

Hakim dalam mengambil putusan terhadap perkara tidak memerlukan pendapat, saran dan
penggarisan dari pihak manapun. Putusan yang dijatuhkan semata-mata berdasarkan nurani
sendiri sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan berdasarkan fakta-fakta yang
ditemukan dalam persidangan.

 Hakim memiliki imunitas personal yang total.

Secara konstitusional, hakim bukan hanya diberi kebebasan tidak demokratis, tetapi juga hak
imunitas yang total. Hak imunitas tersebut meliputi:

o Salah atau benar putusan yang dijatuhkan hakim, harus dianggap benar dan
adil apabila putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
o Hakim tidak dapat dituntut dan dipersalahkan atas pelaksanaan menjalankan
fungsi dan kewenangan peradilan.
 Putusan hakim disamakan dengan putusan Tuhan.

Sebagian beranggapan bahwa hakim saat mengambil dan menjatuhkan putusan yang
merupakan salah satu bentuk penyiksaan sehingga putusan hakim tidak berbeda dengan
putusan Tuhan atau judicium dei. Oleh karena itu, putusan yang dijatuhkan harus benar-benar
melalui melalui proses pemeriksaan peradilan yang jujur dengan pertimbangan yang
didasarkan pada keadilan berdasarkan moral, bukan sekedar berdasarkan pada keadilan
undang-undang.

Namun paradigma tersebut mulai diragukan karena dalam kenyataan banyak dijumpai
putusan hakim yang cacat ataupun memilki kelmahan karena keterbatasan hakim. Belum lagi
untuk menemukan hakim yang memilki pribadi yang primair yang benar-benar tumbuh
meniti karir melalui perkembangan natural, tetapi kebanyakan tumbuh dengan polesan
pribadi sekunder yang hanya mempertontonkan kelihaian senyum sintesis untuk memperoleh
jabatan dan pengembangan karir.

B. Tanggung Jawab Hakim Terhadap Putusannya

Seorang hakim setidaknya memiliki beberapa bentuk Pertanggung jawaban dalam mengadili suatu
perkara yaitu:
1. Tanggung Jawab Hakim Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Hakim harus memiliki landasan iman yang kuat, karena hal itu akan menjadi modal bagi
seorang hakim untuk dapat mempertimbangkan segala sesuatu yang terjadi di persidangan secara arif
dan bijaksana. Keyakinan bahwa profesi dan tugas hakim merupakan suatu pekerjaan yang
mengandung risiko besar di hadapan Tuhan, akan menciptakan kehati-hatian dalam menentukan sikap
dan keputusan karena suatu saat semua itu akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan Yang
Maha Esa.

2. Tanggung Jawab Hakim Terhadap Bangsa dan Negara

Tanggung jawab hakim terhadap bangsa dan negara juga tercermin dari lafadz sumpah yang
diucapkan sebelum ia memangku jabatannya, yang mana dalam menjalankan tugasnya ia harus setia
kepada Pancasila dan UUD RI tahun 1945. Setiap penyelenggaraan kekuasaan negara memiliki tugas
untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan amanat Pembukaan
UUD 1945, putusan hakim harus mampu menjadi media pemersatu bangsa.

3. Tanggung Jawab Hakim Terhadap Diri Sendiri

Pertanggung jawaban seorang hakim terhadap dirinya harus diinsyafi sebagai benteng yang
dapat melindungi dari pengaruh-pengaruh yang akan menginvertensi kemandirian hakim dalam
memutus perkara termasuk godaan suap dan gratifikasi, karena sesungguhnya hati nurani yang jernih
akan dapat menunjukkan jalan yang benar meskipun kebenaran itu berada dalam tempat yang paling
tersembunyi dan paling berisiko sekalipun.

4. Tanggung Jawab Hakim Terhadap Hukum

Hakim dalam menjalankan tugasnya harus berpatokan pada hukum yang berlaku, istilah
hukum tidak hanya diartikan sebatas undang-undang saja, tetapi juga meliputi hukum dan nilai-nilai
yang hidup di masyarakat karena semua proses penegakan hukum berpuncak di pengadilan dan
hakimlah yang akan menentukan hukumnya. Sehingga seorang hakim tidak boleh terlalu kaku apalagi
membabi buta dalam menerapkan hukum semata berdasarkan bunyi undang-undang, akan tetapi
hakim juga tidak boleh terlalu mudah untuk menyimpangi dan memperluas berlakunya aturan
undang-undang tanpa ada tujuan yang pasti, karena semakin mudah suatu undang-undang disimpangi,
nilai kepastian hukum akan semakin hilang dan hal itu akan memicu timbulnya tindakan sewenang-
wenang.

5. Tanggung Jawab Hakim Terhadap Para Pihak

Putusan tidak harus memuaskan semua pihak, walaupun itu akan menjadi tujuan dalam setiap
penjatuhan putusan, namun setidaknya putusan harus dapat dipahami oleh semua pihak yang
berperkara. Pihak yang kalah pasti akan merasa tidak puas dengan putusan yang dijatuhkan karena
kepentingan hukumnya tidak terakomodir, namun argumentasi putusan harus bisa dimengerti secara
logis dan rasional, alasan yang dibangun di dalam pertimbangan hukum harus jelas dan gamblang.

Tanggung jawab hakim kepada masyarakat bukan dalam pengertian memenuhi setiap
keinginan masyarakat, atau dengan perkataan lain hanya sekedar mengikuti kemauan arus besar dalam
masyarakat, karena bentuk pertanggungjawaban hakim kepada masyarakat tidak ditujukan bagi suatu
kelompok tertentu yang memiliki kepentingan terhadap perkara yang sedang diperiksa. Saat ini
masyarakat sering menjadi alat bagi para pemilik kepentingan untuk mempengaruhi keputusan hakim,
sehingga hakim menjadi terbelenggu dengan opini dan keinginan masyarakat banyak, padahal yang
disuarakan oleh sekelompok orang itu tidak selamanya benar karena dimensi penyampaian informasi
tentang materi perkara kepada masyarakat juga tidak selalu benar, namun adakalanya telah direkayasa
menjadi isu kontradiktif dengan kenyataan fakta yang sebenarnnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Peran Hakim dalam melaksanakan fungsi dan kewenangan peradilan perdata guna
menegakkan hukum dan keadilan, melalui putusannya diharapkan mampu menerapkan
hukum yang benar dan adil, dapat memberi pendidikan dan pelajaran kepada yang
berperkara dan masyarakat, memberikan koreksi dengan tegas, serta harus mampu juga
berperan mendamaikan pihak yang berperkara.

Hakim sebagai penegak hukum senantiasa harus memperhatikan dan mengikuti


dinamika masyarakat, sebab dalam kenyataannya hukum yang tertuang dalam peraturan
perundang-undangan sering tidak mampu menjangkau kebutuhan yang ada. Oleh karena
itu hakim dituntut mampu menguasai sistem hukum dalam penerapannya terhadap
persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat (law in action). Setiap putusan hakim
harus berorientasi kepada rasa keadilan masyarakat sehingga masyarakat akan merasa
terpelihara dan terlindungi kepentingannya, dan pada gilirannya lembaga peradilan
mendapat simpati masyarakat serta diletakkan dalam kedudukan yang sangat terhormat.
Apabila kondisi demikian ini dapat terwujud, maka masyarakat dengan sendirinya akan
menyadari bahwa hukum lahir untuk mengatur. Peranan Hakim bukan semata-mata
sebagai corong undang-undang yang memutus perkara hanya mendasarkan kepada
pertimbangan tekstual sebuah peraturan, melainkan harus mengutamakan rasa keadilan
mastarakat. Putusan hakim harus didasarkan kepada suatu keyakinan yang jernih
berdasarkan suara hati nurani.

B. Saran
Demi tercapainya keadilan bagi masyarakat hakim harus turut serta dalam
reformasi peradilan dan wajib baginya menemukan hukum melalui penafsiran peraturan
maupun dengan menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Sehingga rasa keadilan
bagi masyarakat bisa terpenui.

Anda mungkin juga menyukai