PENDAHULUAN
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hakim adalah pejabat Peradilan Negara
memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak dalam sidang
suatu perkara dan menjunjung tinggi 3 (tiga) asas peradilan yaitu sederhana, cepat
boleh jatuh kedalam dehumanizing yang bersifat logic mechanical hingga dapat
terperosok pada jurang alienasi hukum dari manusia dan kemanusiaan itu sendiri.
itu yaitu manusia. Hukum untuk manusia sebagai alat untuk mewujudkan
masyarakat banyak yang mencibir sinis dan pesimis namun ada juga yang
menaruh harapan terhadap putusan hakim dalam suatu perkara. Banyak masalah
masyarakat luas. Jangan sampai putusan itu mematikan rasa keadilan masyarakat.
Kerap sekali terjadi terutama terhadap perkara – perkara yang mendapat perhatian
masyarakat luas. Bisa saja sebuah putusan dianggap tidak adil dan dianggap sarat
Secara umum anggapan itu adalah sah – sah saja, setidaknya ada alasan dari
melibatkan aparat Pengadilan, terutama hakim. Oleh karena itu seorang hakim
pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Adapun
ii
Didalam memutus sebuah perkara dan mempertimbangkan layak tidaknya
seseorang dijatuhi pidana seorang hakim didasarkan oleh keyakinan hakim dan
Hal itu tersandang dari namanya “pengadilan” dan dari irah-irah putusan Hakim
Hakim bekerja mewakili Tuhan Yang Maha Esa. Frase itu juga menjadi jaminan
bahwa Hakim dalam menyelesaikan perkara akan bekerja secara jujur, bersih, dan
adil karena ia mengatas namakan Tuhan. Sebab jika tidak demikian, maka Hakim
yang tidak berlaku jujur, bersih, dan adil, kelak di “pengadilan terakhir” ia harus
Maha Adil.
pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri suatu
perkara. Putusan dapat dijatuhkan setelah pemeriksaan perkara selesai dan oleh
pihak-pihak yang berperkara sudah tidak ada lagi yang ingin dikemukakan.
hadapi.
iii
Untuk memberikan putusan pengadilan yang benar-benar menciptakan
peraturan hukum yang mengaturnya untuk diterapkan, baik peraturan hukum yang
dalam hukum adat. Namun kenyataannya tidak selalu sejalan dengan gagasan
Yang Maha Esa. Oleh karenanya tidak jarang terdapat putusan-putusan Hakim
Tidak semua Hakim memiliki rasa takut bahwa kelak ia akan bertanggung
jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa tentang apa yang telah diputuskannya.
Memang sulit untuk mengukur secara matematis, putusan Hakim yang bagaimana
yang memenuhi rasa keadilan itu. Akan tetapi tentu saja ada indikator yang dapat
digunakan untuk melihat dan merasakan bahwa suatu putusan telah memenuhi
rasa keadilan atau tidak. Indikator itu antara lain dapat ditemukan di dalam
memutuskan suatu perkara. Jika argumen hukum itu tidak benar dan tidak
sepantasnya (proper), maka orang kemudian dapat menilai bahwa putusan itu
kemungkinan:
iv
1. Hakim tidak mempunyai cukup pengetahuan hukum tentang masalah yang sedang
ditangani. Namun secara normatif seharusnya hal ini tidak boleh terjadi, karena
Hakim dapat memerintahkan setiap pihak untuk menyediakan ahli yang akan
persidangan.
2. Hakim sengaja menggunakan dalil hukum yang tidak benar atau tidak semestinya
karena adanya faktor lain seperti adanya tekanan pihak-pihak tertentu, suap, dan
3. Hakim tidak memiliki cukup waktu untuk menuliskan semua argumen hukum
yang baik disebabkan karena terlalu banyaknya perkara yang harus diselesaikan
putusan.
Secara ideal, semua kemungkinan yang disebutkan di atas tidak boleh terjadi
dalam lembaga peradilan. Jika hal itu terjadi, maka bukan tidak mungkin lembaga
penjaga gawang keadilan terakhir, boleh jadi justru menjadi pihak yang
menciptakan ketidakadilan.
v
Seharusnya fakta persidangan merupakan dasar/bahan untuk menyusun
yang kemudian digunakan oleh hakim tersebut untuk menilai apakah terdakwa
putusan harus didasarkan pada fakta persidangan dan dibarengi dengan putusan
2. Rumusan Masalah
latar belakang yang terjadi, maka rumusan masalah dapat dirumuskan secara baku
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah dasar pertimbangan dan legal standing yang diterapkan oleh
2. Bagaimana sebuah putusan yang dijatuhkan oleh hakim dapat memenuhi unsur
3. Tujuan Penulisan
vi
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka yang menjadi
Untuk mengetahui dasar pertimbangan dan legal standing yang diterapkan oleh
BAB II
TINJAUAN UMUM
pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi; “Segala warga
tujuan agar penegakan hukum di Negara ini dapat terpenuhi. Salah satu pasal
dalam Undang-Undang No.4 Tahun 2004 yang berkaitan dengan masalah ini,
adalah pasal 3 ayat (2) berbunyi; “Peradilan negara menerapkan dan menegakkan
Secara yuridis normatif, apa yang selama ini dijalankan oleh para hakim di
negara Republik Indonesia ini dan telah menjadi wacana diskusi baik di kalangan
para penegak hukum itu sendiri maupun oleh kalangan masyarakat pendamba
vii
Tapi kenyataannya bukanlah keadilan yang diperoleh, melainkan sekedar
sebagai pranata hukum belaka, yang penuh dengan muatan normatif, diikuti lagi
dengan sejumlah asas-asas peradilan yang sifatnya sangat ideal dan normatif, yang
tanggung jawab yang teramat berat dan nyaris tak terwujudkan, misalnya yang
pengadilan adalah the last resort bagi pencari keadilan, pengadilan adalah ujung
Sinyalemen ini dapat terjadi tidak lain oleh karena hakim-hakim yang ada
sekarang ini tidak mampu melepaskan diri dari belenggu normatif yang telah
merupakan suatu ilmu pengetahuan yang secara teoritis analitis dan empiris
viii
Berdasarkan dengan pendapat tersebut, dipahami bahwa sosiologi hukum
adalah salah satu ilmu pengetahuan yang memfokuskan kajiannya pada kenyataan
Bismar Siregar (1989; 33) mengatakan bahwa; seandainya terjadi dan akan
terjadi benturan bunyi hukum antara apa yang dirasakan adil oleh masyarakat
dengan apa yang disebut kepastian hukum, jangan hendaknya kepastian hukum
penegakan keadilan itu. Selanjutnya, camkan pula apa yang dimaksud dengan
hakim harus terjun ke tengah-tengah masyarakat, yakni tiada lain agar hakim lebih
peka terhadap perasaan hukum dan rasa keadilan yang berguna dalam masyarakat.
penegak hukum khususnya para hakim tidak peduli dengan apa yang terjadi di
ix
- Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan.
- Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.
Hakim sebagai penegak hukum menurut pasal 28 ayat (1) Undang-Undang
No.4 Tahun 2004 bahwa; “Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami
putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat”. Jadi hakim
merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan
merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup
ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu; kepastian hukum
peristiwa yang konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku, sehingga
pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang, meskipun dunia ini runtuh namun
x
yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya
kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih
masyarakat.
penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau
penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat Jangan
dalam masyarakat.
penegakan hukum harus adil. Tetapi hukum tidak identik dengan keadilan.
Contohnya bahwa barangsiapa yang mencuri harus dihukum, jadi setiap orang
yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Akan
Dono.
tersebut. Ketiga unsur itu harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang.
proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut, namun harus berusaha ke arah
xi
itu, karena ketiga unsur itulah merupakan tujuan hukum yang akan ditegakkan
dalam masyarakat.
oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang berwewenang untuk itu
Namun harus diketahui bahwa dalam istilah pembentukan hukum oleh hakim
sama saja kalau dikatakan penemuan hukum oleh hakim. Sedang pembentukan
hukum oleh suatu lembaga yang berwewenang itu disebut pembentukan hukum.
memutus suatu perkara, hakim ini dianggap mempunyai wibawa, begitu pula
hukum oleh hakim adalah hukum, sedang hasil penemuan hukum oleh ilmuwan
hukum bukanlah hukum melainkan ilmu atau doktrin. Sekalipun yang dihasilkan
itu bukanlah hukum, namun di sini digunakan istilah penemuan hukum juga oleh
karena doktrin ini kalau diikuti dan diambil alih oleh hakim dalam putusannya, itu
xii
pakar sosiologi hukum, sebagaimana yang dikemukakan oleh Alvin S.Johnson
menuntut supaya hakim, ahli hukum dan pengacara harus ingat adanya hubungan
antara hukum dan kenyataan sosial yang hidup, dan tetap memperhatikan hukum
pandangan atau pikirannya sendiri. Dalam penemuan hukum yang otonom ini
konkrit. Dalam hal ini hakim diharapkan mampu mengkaji hukum-hukum yang
hidup di dalam masyarakat. Karena terkadang peristiwa konkrit yang terjadi itu,
xiii
Masyarakat mengharapkan bahwa hakim di dalam menjatuhkan putusan
BAB III
xiv
Menurut Sudikno Mertokusumo dalam menegakkan hukum ada tiga unsur
yang harus selalu diperhatikan yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.
Demikian juga putusan hakim untuk menyelesaikan suatu perkara yang diajukan
di Pengadilan, bahwa putusan yang baik adalah yang memperhatikan tiga nilai
folosofis (keadilan).
pereat mundus, meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakan (Lucius
bagi masyarakat. Meskipun sebenarnya keadilan itu sendiri bersifat subyektif dan
individualistis.
Dalam memutus suatu perkara, ketiga unsur diatas secara teoritis harus
unsur tersebut. Pertentangan yang terjadi dalam setiap menanggapi putusan hakim
terhadap suatu perkara, dengan apa yang diinginkan masyarakat, biasanya berkisar
xv
antara sejauh mana pertimbangan unsur yuridis (kepastian hukum) dengan unsur
akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi
hukum acara, yang mengatur sejak memeriksa dan memutus. Dan hasil
kasus merupakan factor penting dan menentukan terhadap hasil putusan. Oleh
karena itu tidak heran jika apa yang ada dalam pikiran masyarakat dapat berbeda
Maka setiap individu hakim, dituntut bersikap lebih teliti dan jeli dalam
memeriksa perkara dan jernih serta cerdas berpikir dalam mengambil putusan.
suatu perkara. Hakim harus ekstra hati-hati dalam menjatuhkan putusan. Jangan
sampai orang yang tidak bersalah dihukum karena disebabkan sikap tidak
profesional dalam menangani perkara, begitu juga secara mudah pula melepaskan
xvi
pelaku kejahatan dari hukuman yang seharusnya dijatuhkan. Hal itu tentu saja
harus sesuai dengan keyakinan hakim yang professional dalam memutus sebuah
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
1. Penting rasa keadilan dan hati nurani yang adil yang perlu ditanamkan pada setiap
insan hakim. Jangan takut memutus sebuah perkara meskipun telah mempunyai
polisi hakim (KY). Kalau menurut keyakinan seorang hakim dan menurut rasa
keadilan hati nurani dan hukumnya telah sesuai dengan Demi Keadilan
Berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa. Oleh karenanya Aparat hukum
terutama aparat Pengadilan khususnya hakim harus mengetahui bahwa putusan
Pengadilan merupakan suatu yang sangat diinginkan atau dinanti-nanti oleh
pihak-pihak yang berperkara untuk menyelesaikan sengketa mereka dengan
sebaik-baiknya sebab dengan putusan tersebut pihak-pihak yang bersengketa
mengharapkan adanya kepastian hukum-hukum keadilan dalam perkara yang
xvii
mereka hadapi dan mereka betul-betul merasa mendapatkan keadilan yang
diharapkan para pencari keadilan tersebut.
Diharapkan kepada para penegak hukum bahwa di dalam proses pembentukan
hukum dan proses penemuan hukum agar dapat mengkaji dan menggali nilai-nilai
hukum yang hidup di dalam masyarakat, agar dapat tercapai tujuan hukum.
Oleh:
SUDIBYO PINILIH
E1103155
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
xviii
xix
xx
xxi
MOTTO
xxii
PERSEMBAHAN
xxiii
ABSTRAK
SUDIBYO PINILIH, 2011, TINJAUAN YURDIS TERHADAP
PENERAPAN PASAL 338 KUHP PADA KECELAKAAN LALU LINTAS
(STUDI KASUS PUTUSAN NO.03/PID/B/1995/PN.JKT.UT. TANGGAL 2
MEI 1995). FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA. 2011
Penelitian Hukum ini mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai
proses pemeriksaan dan putusan pengadilan dalam hal ini Pengadilan Negeri
Jakarta Utara dalam perkara kecelakaan lalu lintas dengan terdakwa Ramses
Silitonga alias Ucok Sitompul.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hal-hal yang menjadi
tinjauan yuridis terhadap Penerapan Pasal 338 KUHP pada kecelakaan lalu lintas
(studi kasus Putusan N0.03/PID/B/1995/PN.JKT.UT. Tanggal 2 Mei 1995)
dengan terdakwa Ramses Silitonga alias Ucok Sitompul dan untuk mengetahui
pertimbangan hakim dalam memeriksa dan menerapkan pasal 338 KUHP pada
kecelakaan lalu lintas (studi kasus Putusan No.03/PID/B/1995/PN.JKT.UT.
Tanggal 2 Mei 1995) dengan terdakwa Ramses Silitonga alias Ucok Sitompul.
Berdasarkan Penelitian yang penulis lakukan, maka penulis menyimpulkan
bahwa Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Pasal 338 pada Kecelakaan Lalu
Lintas (studi kasus Putusan No.03/PID/B/1995/PN.JKT.UT. Tanggal 2 Mei 1995)
dengan terdakwa Ramses Silitonga alias Ucok Sitompul adalah bahwa Pasal 338
KUHP mengandung unsur-unsur yang dapat dikaitkan dengan fakta-fakta yang
diperoleh selama persidangan, yaitu Unsur ke-tiga : Dengan sengaja, yaitu
kesengajaan sebagai kemungkinan, dimana si pelaku menyadari penuh tentang
kemungkinan yang mungkin akan terjadi sebagai akibat perbuatannya, maka oleh
karena itu terdakwa haras dinyatakan bersalah dan dipidana serta diancam dengan
pidana penjara oleh pasal 338 KUHP. Dasar Pertimbangan Hakim dalam
memeriksa dan menerapkan pasal 338 KUHP pada kecelakaan lalu lintas (studi
kasus Putusan N0.03/PID/B/1995/PN.JKT.UT. Tanggal 2 Mei 1995) dengan
terdakwa Ramses Silitonga alias Ucok Sitompul, pada pokoknya adalah Majelis
Hakim berpendapat bahwa terdakwa Ramses dalam mengemudi metro mini P-07
xxiv
sifat dan sikap gegabah terlalu memandang enteng apa yang mungkin akan terjadi.
Sifat dan sikap yang demikian itu menurut Majelis hakim menunjukan mudah dan
beraninya terdakwa Ramses menanggung resiko terhadap semua akibat yang
mungkin timbul karena perbuatannya, meskipun akibat tersebut tidak
dikehendaki, namun apabila akibat tersebut nyata-nyata terjadi dan ternyata dalam
perkara ini akibat tersebut benar-benar terjadi, maka terdakwa haras menanggung
resikonya. Dengan pertimbangan tersebut diatas Majelis Hakim berpendapat
ajaran atau teori Kesengajaan sebagai Kemungkinan (dolus eventualis) dapat
diterapkan dalam kasus ini.
xxv
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
berkah, serta karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga Penulis
mampu menyelesaikan tugas penulisan hukum dengan judul "TEIJAUAN
YURIDIS TERHADAP PENERAPAN PASAL 338 KUHP PADA
KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI KASUS PUTUSAN
NO.03/PID/B/1995/PN.JKT.UT. TANGGAL 2 MEI1995) ".
Penulisan Hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-
syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Atas berbagai bantuan yang telah banyak membantu Penulis selama
melaksanakan studi sampai terselesaikannya penyusunan penulisan hukum ini,
maka pada kesempatan kali ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret.
2. Bapak R. Ginting, S. H, M. H, selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
3. Bapak Winarno Budyatmojo S.H, M. S, selaku Pembimbing Skripsi Penulis
yang telah membimbing Penulis dengan sabar dan penuh perhatian selama
Penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
4. Bapak Budi Setyanto, S.H, M. H selaku Pembimbing Skripsi Penulis yang
telah membimbing Penulis dengan sabar dan penuh perhatian selama Penulis
menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
5. Bapak Ismunarno, S.H, M. Hum, selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing Penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam
menyelesaikan Penulisan Hukum ini.
xxvi
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
atas segala dedikasinya terhadap seluruh mahasiswa termasuk Penulis selama
Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
7. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah
banyak membantu segala kepentingan Penulis menempuh studi di Fakultas
Hukum UNS Surakarta.
8. Sahabat - sahabatku Arif, Daniel, Anang terima kasih untuk bantuan dan
semangatnya.
9. Untuk seseorang yang special dihatiku, terima kasih karena selalu ada
untukku.
10. Teman sepermainan dan seperjuangan magang di Badan Pertanahan
Karanganyar yang tidak bisa kusebutkan satu persatu yang telah membantu
penyusunan Penelitian Hukum ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penyusunan Penulisan Hukum ini.
Semoga Penulisan Hukum ini dapat bermanfaat bagi sumbangan
pengetahuan dan pengembangan hukum pada khususnya dan ilmu pengetahuan
pada umumnya. Dan semoga pihak-pihak yang telah membantu Penulisan Hukum
ini, atas amal baik mereka semoga mendapat pahala dari Allah SWT.
PENULIS
xxvii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN............................................................... iv
MOTTO................................................................................................... v
PERSEMBAHAN................................................................................... vi
ABSTRAK.............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR............................................................................. viii
DAFTARISI............................................................................................ x
BAB I : PENDAHULUAN`.............................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................ 1
B. Perumusan Masalah......................................................... 3
C. Tujuan Penelitian............................................................ 3
D. Manfaat Penelitian.......................................................... 4
E. Metode Penelitian............................................................ 5
F. Ruang Lingkup Pembahasan .......................................... 9
G. Sistematika Penulisan ..................................................... 9
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA........................................................ 12
A. Kerangka Teori................................................................ 12
1. Tinjauan Umum Tentang Kesengajaan...................... 12
2. Tinjauan Umum Tentang Kealpaan............................ 21
B. Kerangka Pemikiran ...................................................... 25
BAB II : HASH, PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................. 28
A. HASH, PENELITIAN..................................................... 28
1. Kasus Posisi.................................................................... 27
2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.................................... 31
3. Tuntutan Penuntut Umum............................................... 34
4. Putusan Hakim............................................................... 37
B. PEMBAHASAN............................................................. 37
xxviii
A. Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Pasal 338 KUHP
Pada Kecelakaan Lalu Lintas......................................... 37
B. Pertimbangan Hakim Dalam Penerapan Pasal 338
KUHP Pada Kecelakaan Lalu Lintas............................. 45
BABIV : PENUTUP............................................................................. 51
A. Kesimpulan..................................................................... 5
......................................................................................... 1
B. Saran............................................................................... 55
DAFTARPUSTAKA
LAMPIRAN
xxix
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
para penegak hukum diruntut dapat mengisi kekosongan hukum sehingga rasa
keadilan sebagaimana yang diharapkan masyarakat berupa pidana yang tinggi
(lama) dapat dipenuhi. Kalau saja terhadap perkra-perkara pidana yang
demikian diterapkan pasal 359 KUHP sebagaimana yang dilakukan, maka bisa
menjadikan masyarakat apatis terhadap penegakan hukum. Tentunya hal
demikian tidak kita harapkan.
Untuk itu Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam kasus Metromini
Maut tersebut telah memutus dengan menyatakan Pengemudi Metromini yang
bernama Ramses Silitonga alias Honas alias Ucok Sitompul terbukti
melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pasal 338 KUHP,
salah satu pasal kesengajaan dengan ancaman maksimal 15 (lima belas) tahun,
yang selama ini tidak pernah dipakai oleh hakim dalam memutus perkara-
perkara pidana kecelakaan lalu lintas.
Fenomena inilah yang menarik bagi penulis untuk menyusunnya dalam
tulisan, karena hal tersebut menurut penulis merupakan tinjauan yuridis
terhadap penerapan pasal 338 KUHP pada kecelakaan lalu lintas.
III.TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang hendak dicapai penulis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui tinjauan yuridis terhadap penerapan pasal 338
KUHP pada kecelakaan lalu lintas (studi kasus
Putusan No.03/PID/B/1995/PN.JKT.UT. Tanggal 2 Mei 1995).
b. Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam
penerapan pasal 338 KUHP pada kecelakaan lalu lintas (studi kasus
Putusan No.03/PID/B/1995/PN.JKT.UT. Tanggal 2 Mei 1995).
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar strata satu
dalam bidang ilmu hukum.
V. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Mengacu pada judul dan perumusan masalah, maka penelitian ini
termasuk ke dalam kategori penelitian normatif atau penelitian
kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun
secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam
hubungannya dengan masalah yang diteliti.
2. Sifat Penelitian
Dalam usaha memperoleh data yang diperlukan untuk menyusun
penulisan hukum, maka akan dipergunakan metode penelitian deskriptif.
Adapun pengertian penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk
memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atas
hipotesa-hipotesa agar dapat membantu didalam memperkuat teori-teori
lama atau dalam penyusunan teori-teori baru ( Soerjono Soekanto, 1984 : 2
). Berdasarkan pengertian diatas, metode penelitian ini dimaksudkan untuk
menggambarkan dan menguraikan tentang tinjauan yuridis terhadap
5
Pengumpulan Data
Penarikan Kesimpulan
Gambar 1. Teknik Analisis Data Kualitatif
VI. RUANGLINGKUPPEMBAHASAN
Di dalam penulisan ini, untuk mempermudah penyajian dan
pemahamam kandungan skripsi ini, penulis akan membatasi ruang lingkup
bahasan hanya terbatas tentang Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara,
dalam perkara Metromini Maut dengan Terdakwa Ramses Silitonga alias
Honas alias Ucok Sitompul, dengan putusan nomor :
03/PD/B/1995/PN.JKT.UT, tanggal 2 Mei 1995.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Kesengajaan
a. Pengaturan dan Pengertian Kesengajaan
Pengertian tentang kesengajaan tidak terdapat dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Negara Indonesia. Pengertian
Kesengajaan harus dicari dalam buku-buku karangan Ahli Hukum
Pidana (doktrin) dan Memorie Penjelasan WetBoek van Strafrecht.
Pertama-tama pengertian dengan sengaja dicantum dalam Memorie
van Toelichting (MvT) tahun 1981. Di dalam Memorie Van
Toelichting (MtV) tersebut disebutkan antara lain "kesengajaan" ialah
kemauan untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-
undang atau tidak melakukan perbuatan yang diperintahkan oleh
undang-undang. Definisi kesengajaan menurut Pasal 11 Crimineel
Wetboek van Nederland pada tahun 1881, beranggapan bahwa
pengertian kesengajaan sudah jelas berlaku bagi setiap orang. Oleh
sebab itu dengan sendirinya definisi sengaja itu tidak lagi dimasukkan
didalam Wetboek van Strafrecht van Nederlandsch Indie. Bahwa
Wetboek van Strafrech van Nederlanch Indie tersebut kemudian
dengan sedikit perubahan dan tambahan menjadi Kitab Undang-
undang Hukum Pidana Indonesia. Dengan demikian pengertian
kesengajaan tidak termuat dalam kitab Undang-undang hukum Pidana
(KUHP) Negara kita Republik Indonesia (Zainal Abidin Farid,
1995:269).
Bahwa penjelasan tentang kesengajaan (opzef) sebagaimana
tersebut di atas, dikemukakan oleh Menteri Nederland Mr. Modderman
yang mencantumkan dalam Memorie van Toelichting, yaitu : Risalah
Penjelasan Wetboek van Strafrecht yang tersebar dalam beberapa pasal
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang mengartikan dengan
9
10
Contoh Klasik dalam hal dolus eventualis adalah kasus kue tar
dikota Hoorn, dengan kejadian sebagai berikut:
A hendak membalas dendam terhadap B yang berdiam di Hoorn; A
mengirim pada B sebuah kue tar beracun dengan maksud
membunuhnya. la tahu bahwa selain B, juga tinggal isteri B
dirumah B. A memikirkan adanya kemungkinan bahwa isteri B
yang tidak bersalah akan memakan kue tar tersebut. Walaupun
17
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan suatu bentuk konsep atau alur dari
suatu penelitian yang didasarkan pada permasalahan yang diteliti yang
diharapkan dapat mengarah pada suatu hipotesis atau jawaban sehingga dapat
tercapai paparan permasalahan dan solusi serta hasil penelitian seperti yang
diharapkan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
. PUTUSAN
No:03/PID/B/1995/PN.JKT.UT
Sengaja Merampas
Nyawa orang lain
(Pasal338KUHP
A. HASIL PENELITIAN
1. KASUSPOSISI
Ramses Silitonga-alias Honas alias Ucok Sitompul, pada tahun
1979 pergi dari kampung halamannya menuju ke Jakarta untuk mencari
kehidupan dikota Metropolitan.
Modal yang dimiliki Ramses Silitonga alias Honas alias Ucok
Sitompul berupa profesi sebagai sopir truck dengan SIM B.I. Setelah
hidup di Jakarta kemudian pada tahun 1984 ia bekerja sebagai sopir
Kendaraan Penumpang Umum "Metro Mini" dengan izin mengemudi
berupa SIM B.I.Umum.
Ramses Silitonga alias Honas alias Ucok Sitompul telah menekuni
pekerjaan sebagai Sopir Metro Mini sejak 1984 sampai dengan 1994,
dengan trayek yang berbeda-beda.
Kemudian pada tahun 1994, Ramses Silitonga bekerja sebagai
Sopir Metro Mini: Code P.D7 : dengan kendaraan Merk Isuzu buatan
tahun 1984 Nomor Polisi B.7821 VM. Jurusan tetap Trayek Semper
(Jakarta Utara) menuju Senen (Jakarta Pusat) lewat jalan raya Yos
Sudarso.
Pada hari Minggu, tanggal 6 Maret 1994 sebagaimana biasa
Ramses menjalankan pekerjaannya sebagai sopir Metro Mini P.D7 jurusan
Semper Senen.
Pada perjalanan Rit kedua dari Semper menuju ke Proyek Senen,
karena saat itu hari libur (Minggu, maka perjalanan Metro Mini dari
Semper singgah ke Plumpang untuk menaikkan penumpang yang ada
disana. Perjalanan kali itu penumpangnya ditambah terus, sehingga pada
waktu itu penumpang telah mencapai jumlah 46 (empat puluh enam)
orang. Hal ini telah melanggar ketentuan peraturan LLAJR yang
22
23
kembali ke kanan itu, kendaraan tetap melaju dengan cepatnya kearah kiri
jalan dan membentur ke atas trotoar jalan, kemudian naik ke atas trotoar
yang tingginya ±30 cm.
Setelah Metro Mini naik ke atas trotoar kemudian Metro Mini
tersebut melompati parit selebar 80 cm dan masuk ke dalam kali Sunter
yang airnya hitam pekat karena kali itu terkena polusi logam berat industri.
Kemudian Metro Mini B.7821 VM yang berisi 46 (empat puluh
enam) orang penumpang yang dikemudikan oleh Ramses Silitonga alias
Honas alias Ucok Sirompul terjun masuk Kali Sunter. Sebagai pengemudi
Ramses Silitonga alias Honas alias Ucok Sitompul sudah terbiasa lewat
jalan raya Yos Sudarso setiap harinya, menjalani route Semper-Senen
tentunya tabu persis keadaan jalan yang banyak lubang-lubang tersebut.
Ramses Silitonga alias Honas alias Ucok Sitompul bernasib baik.
Saat Metro Mini masuk ke Kali Semper ia sempet menyelamatkan diri
keluar dari kaca yang pecah, kemudian berenang ke tepi sungai.
Selanjutnya Sopir Ramses Silitonga naik taxi menuju Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta untuk mengobati luka-luka yang
dideritanya. Setelah selesai diobati, Sopir Ramses Silitonga tidak lagi
memikirkan nasib para penumang Metro Mini yang disopirinya tersebut,
melainkan dia terus melarikan diri. Sementara itu di tempat kejadian,
masyarakat dan para petugas sibuk menolong para korban yang tenggelam
di kali Sunter tersebut. Metro Mini diangkat dari dasar Kali Sunter dan
ditempatkan dipinggir kali. Hasil perhitungan ternyata korban yang
menderita akibat Metro Mini masuk Kali Sunter tersebut adalah 33 (tiga
puluh tiga) orang penumpangnya yang meninggal dunia 13 (tiga belas)
orang menderita luka-luka;
Para petugas meneliti kondisi Metro Mini B.7821 VM yang terjun
ke Kali Sunter tersebut hasilnya sebagai berikut:
- Spedometer kecepatan Bus tidak berfungsi;
- Kunci Kontak mesin bersama rumahnya kunci terlepas dan tidak
berada ditempatnya;
25
KE-SATU:
PRIMAIR : Sebagaimana diatur dalam pasal 338 KUHP;
SUBSEDAIR : Sebagaimana diatur dalam pasal 359 jo. pasal 361
KUHP;
KE-DUA :
PRIMAIR : Sebagaimana diatur dalam pasal 351 ayat 1 KUHP;
SUBSIDAIR : Sebagaimana diatur dalam pasal 360 ayat 2 jo. Pasal
361 KUHP;
Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Jakarta Utara
dalam surat dakwaannya, mengajukan dakwaan terhadap terdakwa
dengan dakwaan alternative sebagai berikut: Dakwaan Ke-Satu Primair;
Menimbang, bahwa karena Dakwaan Ke-Satu Primair telah
terbukti, maka Dakwaan Ke-Satu Subsidair tidak ada urgensinya lagi
untuk dipertimbangkan; Dakwaan Ke-Dua Primair;
Menimbang, bahwa dalam pasal 351 ayat 1 KUHP, tidak terdapat
unsur-unsurnya, hanya kualifikasi dari kejahatan tersebut, namun dalam
yurisprudensi menyebut bahwa yang dimaksud dengan penganiayaan
adalah dengan sengaja menyebabkan perasaan tidak enak, rasa sakit atau
luka;
Menimbang, bahwa berdasarkan:
a) Visum Et Repertum masing-masing tanggal 6 Maret 1994 yang dibuat
oleh Dr. Suyudi Utama, terhadap para korban masing-masing
bernama : 1. Sri Sumiati;2. Yuli Karya;3. Jeri Friandi;4. Nn.Idoh;5.
Eka Andri;6. Sariat, masing-masing dinyatakan adanya luka robek
karena benda tumpul, pneumonia aspirasi karena tenggelam dalam air.
b) Visum Et Repertum masing-masing tanggal 6 Maret 1994 yang dibuat
oleh Dr. Kristiyono, terhadap para korban bernama : 7. Sri
Listiawati;8. Ella, memar akibat benturan benda tumpul dan pada
pemeriksaan luar tidak diketemukan luka.
c) Visum Et Repertum masing-masing tanggal 8 Maret 1994 yang dibuat
oleh Dr. Etty Sumiati, terhadap korban masing-masing bernama: 9.Ny.
27
sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 351 ayat (1)
KUHP, dalam Dakwaan Kedua Primair;
2. Menjatuhkan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dikurangi
selama Terdakwa berada dalam tahanan;
3. Menyatakan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
4. Menyatakan barang bukti berupa:
a. Sebuah mobil Metro Mini P.07 No. Pol. B-7821-VM
dikembalikan kepada EDUAKM PANJAITAN;
b. Visum Et Repertwn dan keterangan Pemeriksaan Mayat serta foto-
foto tetap terlampir dalam berkas perkara;
5. Menghukum Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000.-
(Seribu rupiah)
Atas tuntutan Penuntut Umum tersebut, Terdakwa Ramses
Silitonga alias Honas alias Ucok Sitompul mengajukan pembelaan yang
pada pokoknya : Hukumlah saya apa saja Pak Hakim, asal janganlah saya
disebut sebagai Pembunuh.
Sedangkan Penasihat Hukum Terdakwa mengajukan pembelaan
yang pada pokoknya menurut Panasihat Ilukum Terdakwa menyatakan :
dari fakta-fakta di persidangan menunjukan bahwa Penuntut Umum telah
tidak dapat membuktikan dakwaannya secara sah, menyeluruh dan
menyakinkan. Untuk itu Penasihat Hukum Terdakwa memohon kepada
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar Terdakwa Ramses
Silitonga alias Honas alias Ucok Sitompul dibebaskan dari segala tuntutan
maupun dari segala dakwaan.
Atas pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa maupun Terdakwa
Ramses Silitonga alias Honas alias Ucok Sitompul tersebut, Penuntut
dalam memberikan tanggapan yang pada pokoknya Penuntut Umum tidak
sependapat dengan pembelaan baik yang dikemukakan oleh Terdakwa
Ramses Silitonga alias Honas alias Ucok Sitompul maupun Penasihat
hukumnya.
30
B. PEMBAHASAN
1. Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Pasal 338 KUHP Pada
Kecelakaan Lalu Lintas (studi kasus Putusan
No.03/PID/B/1995/PN.JKT.UT. Tanggal 2 Mei 1995)
Identitas Terdakwa:
Nama Lengkap : Ramses Silitonga alias Honas alias Ucok Sitompul
Tempat Lahir : Siborong - borong Umur/Tanggal
Lahir : 33 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Gg. Pipit Kebon Baru RT.009/010
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Pengemudi
Pendidikan : SMA
31
Dengan bunyi Pasal 338 KUHP diatas maka unsur daripada pasal
tersebut terdiri dari:
1. Barang siapa;
2. Menghilangkanjiwa orang lain;
3. Dengan sengaja;
Unsur kesatu : Barang siapa.
Menimbang, bahwa unsur barang siapa dalam perkara ini adalah
terdakwa Ramses Silitonga alias Honas alias Ucok Sitompul, yang
berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh di persidangan terdakwalah yang
mengemudikan Metro Mini P-O7 No, B-7821-VM dengan trayek Semper-
Senen P.P. yang terjun/tercebur ke Kali Sunter;
Menimbang, bahwa terdakwalah sebagai subyek yang akan
dipertanggung jawabkan telah melakukan perbuatan pidana yang
didakwakan kepadanya;
Menimbang, bahwa selama pemeriksaan persidangan Majelis tidak
menemukan hal-hal yang merupakan alasan penghapusan pidana, baik
alasan pembenar maupun alasan pemaaf, sehingga karena itu terdakwa
dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatan pidana yang dilakukannya
dan karena itu terdakwa dapat dijatuhi hukuman yang setimpal dengan
perbuatannya.
Menimbang, bahwa dengan demikian unsur barang siapa telah
terpenuhi.
Unsur-unsur kedua : Menghilangkan jiwa orang lain.
Menimbang, bahwa dalam pengertian menghilangkan jiwa,
Undang undang tidak mnerumuskan perbuatannya yaitu jenis dan bentuk
perbuatan, tetapi hanya akibat dari perbuatan yaitu hiiangnya jiwa orang
Menimbang, bahwa hiiangnya jiwa orang telah terbukti dengan adanya :
1) Surat keterangan Pemeriksaan Mayat tanggal 6 Maret 1994 yang
dibuat oleh Dr. Slamet Purnomo, masing-masing atas nama korban: 1.
Nurhayati 2. Diah Sulistyo Rini 3. Minandar;
32
Selain itu dengan kecepatan yang amat tinggi tersebut dan akan
terjadinya. akibat yang fatal juga telan disadari Kernel Pontas Pakpahan
sehingga kernet Pontas Pakpahan telah mengingatkan terdakwa dalam
mengemudikan Metro Mini untuk mengurangi kecepatan dengan
menggunakan bahasa batak, dengan tujuan untuk menghindari kecelakaan
yang fatal.
Selain itu juga terdakwa Ramses tidak mau memperhatikan
peringatan para penumpang untuk mengurangi laju kecepatannya karena
terdakwa asik berbicara dengan teman/keluarga yang duduk disampingnya
sehingga terdakwa tidak mengetahui keadaan di depan maupun
disekitarnya.
Bahwa terdakwa Ramses sama sekali tidak berusaha mengurangi
kecepatan laju kecepatan Metro Mini yang dikemudikannya walaupun
telah diperingatkan baik oleh penumpang maupun kemet Pontas Pakpahan,
maka disini terbukti terdakwa sama sekali tidak menghiraukan terhadap
kemungkinan yang secara umum akan mengakibatkan kematian dan
ternyata kemungkinan tersebut menjadi kenyataan.
Bahwa terdakwa Ramses mengetahui kondisi jalan Yos Sudarso
dan tentunya mengetahui pula adanya lubang disebelah kanan dan juga
mengetahui adanya air limbah yang ada pada kali Sunter, mengapa
terdakwa haras membanting stir kekanan bukankah disebelah kirinya tidak
ada kendaraan lain yang menghalanginya jika akan menghindari lubang.
Bahwa secara rasional apabila kecepatan metro mini melaju antara
40-50 km/jam tidak akan dapat melewati batas trotoar maupun akan dapat
melampaui parit karena dengan kecepatan rendah roda metro mini akan
terganjal batas trotoar ataupun terganjal bibir parit sehingga metro mini
akan terhenti atau tersangkut sehingga tidak akan ada kemungkinan
terguling dan memakan korban sedemikian banyak.
Bahwa dengan apa yang diuraikan diatas Majelis Hakim
berpendapat bahwa terdakwa Ramses dalam mengemudi metro mini P-07
40
sifat dan sikap gegabah terlalu memandang enteng apa yang mungkin akan
terjadi.
Sifat dan sikap yang demikian itu menurat Majelis hakim
menunjukan mudah dan beraninya terdakwa Ramses menanggung resiko
terhadap semua akibat yang mungkin timbul karena perbuatannya,
meskipun akibat tersebut tidak dikehendaki, namun apabila akibat tersebut
nyata-nyata terjadi dan ternyata dalam perkara ini akibat tersebut benar-
benar terjadi, maka terdakwa haras menanggung resikonya.
Dengan pertimbangan tersebut diatas Majelis Hakim berpendapat
ajaran atau teori Kesengajaan sebagai Kemungkinan (dolus evenrualis)
dapat diterapkan dalam kasus ini,
Bahwa dengan pertimbangan di atas, Majelis berpendapat ajaran
atau teori kesengajaan sebagai kemungkinan ini dapat diterapkan dalam
kasus ini. Majelis sependapat dengan Penuntut Umum yaitu penerapan
teori "in Kaufoehmen" (teori apa boleh buat) lebih jelas, sebagaimana oleh
majelis telah diuraikan diatas.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, maka unsur
ke-3 "dengan sengaja" menurut hemat majelis cukup beralasan pula untuk
dinyatakan terpenuhi.
Menimbang, bahwa dengan telah terpenuhinya semua unsur
tersebut, maka perbuatan pidana yang didakwakan terhadap diri terdakwa
dalam dakwaan telah terbukti secara sah berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan meyakinkan atas dasar pemeriksaan dalam
persidangan, maka oleh karena itu pula untuk dinyatakan bersalah dan
dipidana.
Karena terdakwa Ramses telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan (pasal 338 KUHP) maka
Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutuskan/mengadili :
I. Menyatakan bahwa Terdakwa Ramses Silitonga alias Honas alias
Ucok Sitompul melakukan tindak pidana PEMBUNUHAN.
41
A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam bab hasil penelitian dan
pembahasan, maka Penulis dapat merumuskan simpulan sebagai berikut: 1.
Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Pasal 338 KUHP Pada Kecelakaan Lalu
Lintas (studi kasus Putusan No.03/PID/B/1995/PN.JKT.UT. Tanggal 2 Mei
1995) dengan Terdakwa Ramses Silitonga alias Honas alias Ucok Sitompul
adalah bahwa Pasal 338 KUHP mengandung unsur-unsur yang dapat
dikaitkan dengan fakta-fakta yang diperoleh selama persidangan, yaitu:
a) Unsur Barang Siapa
b) Menghilangkanjiwaoranglain;
c) Dengan sengaja;
Unsur kesatu : Barang siapa.
Menimbang, bahwa unsur barang siapa dalam perkara ini adalah
terdakwa Ramses Silitonga alias Honas alias Ucok Sitompul, yang
berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh di persidangan terdakwalah yang
mengemudikan Metro Mini P-O7 No, B-7821-VM dengan trayek Semper-
Senen P.P. yang terjun/tercebur ke Kali Sunter;
Menimbang, bahwa terdakwalah sebagai subyek yang akan
dipertanggung jawabkan telah melakukan perbuatan pidana yang didakwakan
kepadanya;
Menimbang, bahwa selama pemeriksaan persidangan Majelis tidak
menemukan hal-hal yang merupakan alasan penghapusan pidana, baik alasan
pembenar maupun alasan pemaaf, sehingga karena itu terdakwa dapat
dipertanggung jawabkan atas perbuatan pidana yang dilakukannya dan karena
itu terdakwa dapat dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
Menimbang, bahwa dengan demikian unsur barang siapa telah
terpenuhi.
42
43
B. SARAN-SARAN
1. Bahwa dalam mengemudi hendaknya memperhatikan keamanan dalam
berkendara, dengan cara dilakukan pengecekan terhadap kendaraan yang
akan digunakan misalnya dilakukan pengecekan-pengecekan terhadap oli,
air, rem, sabuk pengaman, dsb.
2. Bahwa dalam mengemudi hendaknya tidak gegabah dan menganggap
enteng akibat apa yang mungkin akan terjadi meskipun akibat itu tidak
dikehendakinya, serta memperhatikan rambu-rambu lalu lintas.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
A.Z. Abidin Farid dan Andi Hamzah, 2010, Pengantar Dalam Hukum Pidana
Indonesia,Jakarta: PT.Yarsif Watampone.
J.E. Jonkers, 1987. Hukum Pidana Hindia Belanda. Tim Penerjemah Bina Aksara.
Jakarta: PT Bina Aksara.
Moeljatno, 2008. Edisi Revisi Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Winamo Budyatmojo, 2009, Hukum Pidana Kodifikasi, Surakarta : LPP UNS dan
UNS Press.
Undang - Undang
Undang-Undang R.I Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan
46
47
PENDAHULUAN
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hakim adalah pejabat Peradilan Negara
memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak dalam sidang
suatu perkara dan menjunjung tinggi 3 (tiga) asas peradilan yaitu sederhana, cepat
boleh jatuh kedalam dehumanizing yang bersifat logic mechanical hingga dapat
terperosok pada jurang alienasi hukum dari manusia dan kemanusiaan itu sendiri.
itu yaitu manusia. Hukum untuk manusia sebagai alat untuk mewujudkan
masyarakat banyak yang mencibir sinis dan pesimis namun ada juga yang
menaruh harapan terhadap putusan hakim dalam suatu perkara. Banyak masalah
48
masyarakat luas. Jangan sampai putusan itu mematikan rasa keadilan masyarakat.
Kerap sekali terjadi terutama terhadap perkara – perkara yang mendapat perhatian
masyarakat luas. Bisa saja sebuah putusan dianggap tidak adil dan dianggap sarat
Secara umum anggapan itu adalah sah – sah saja, setidaknya ada alasan dari
melibatkan aparat Pengadilan, terutama hakim. Oleh karena itu seorang hakim
pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Adapun
seseorang dijatuhi pidana seorang hakim didasarkan oleh keyakinan hakim dan
Hal itu tersandang dari namanya “pengadilan” dan dari irah-irah putusan Hakim
49
Hakim bekerja mewakili Tuhan Yang Maha Esa. Frase itu juga menjadi jaminan
bahwa Hakim dalam menyelesaikan perkara akan bekerja secara jujur, bersih, dan
adil karena ia mengatas namakan Tuhan. Sebab jika tidak demikian, maka Hakim
yang tidak berlaku jujur, bersih, dan adil, kelak di “pengadilan terakhir” ia harus
Maha Adil.
pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri suatu
perkara. Putusan dapat dijatuhkan setelah pemeriksaan perkara selesai dan oleh
pihak-pihak yang berperkara sudah tidak ada lagi yang ingin dikemukakan.
hadapi.
peraturan hukum yang mengaturnya untuk diterapkan, baik peraturan hukum yang
dalam hukum adat. Namun kenyataannya tidak selalu sejalan dengan gagasan
Yang Maha Esa. Oleh karenanya tidak jarang terdapat putusan-putusan Hakim
Tidak semua Hakim memiliki rasa takut bahwa kelak ia akan bertanggung
jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa tentang apa yang telah diputuskannya.
Memang sulit untuk mengukur secara matematis, putusan Hakim yang bagaimana
yang memenuhi rasa keadilan itu. Akan tetapi tentu saja ada indikator yang dapat
digunakan untuk melihat dan merasakan bahwa suatu putusan telah memenuhi
rasa keadilan atau tidak. Indikator itu antara lain dapat ditemukan di dalam
memutuskan suatu perkara. Jika argumen hukum itu tidak benar dan tidak
sepantasnya (proper), maka orang kemudian dapat menilai bahwa putusan itu
kemungkinan:
1. Hakim tidak mempunyai cukup pengetahuan hukum tentang masalah yang sedang
ditangani. Namun secara normatif seharusnya hal ini tidak boleh terjadi, karena
Hakim dapat memerintahkan setiap pihak untuk menyediakan ahli yang akan
persidangan.
51
2. Hakim sengaja menggunakan dalil hukum yang tidak benar atau tidak semestinya
karena adanya faktor lain seperti adanya tekanan pihak-pihak tertentu, suap, dan
3. Hakim tidak memiliki cukup waktu untuk menuliskan semua argumen hukum
yang baik disebabkan karena terlalu banyaknya perkara yang harus diselesaikan
putusan.
Secara ideal, semua kemungkinan yang disebutkan di atas tidak boleh terjadi
dalam lembaga peradilan. Jika hal itu terjadi, maka bukan tidak mungkin lembaga
penjaga gawang keadilan terakhir, boleh jadi justru menjadi pihak yang
menciptakan ketidakadilan.
yang kemudian digunakan oleh hakim tersebut untuk menilai apakah terdakwa
putusan harus didasarkan pada fakta persidangan dan dibarengi dengan putusan
2. Rumusan Masalah
latar belakang yang terjadi, maka rumusan masalah dapat dirumuskan secara baku
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah dasar pertimbangan dan legal standing yang diterapkan oleh
2. Bagaimana sebuah putusan yang dijatuhkan oleh hakim dapat memenuhi unsur
3. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dasar pertimbangan dan legal standing yang diterapkan oleh
BAB II
TINJAUAN UMUM
53
pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi; “Segala warga
tujuan agar penegakan hukum di Negara ini dapat terpenuhi. Salah satu pasal
dalam Undang-Undang No.4 Tahun 2004 yang berkaitan dengan masalah ini,
adalah pasal 3 ayat (2) berbunyi; “Peradilan negara menerapkan dan menegakkan
Secara yuridis normatif, apa yang selama ini dijalankan oleh para hakim di
negara Republik Indonesia ini dan telah menjadi wacana diskusi baik di kalangan
para penegak hukum itu sendiri maupun oleh kalangan masyarakat pendamba
sebagai pranata hukum belaka, yang penuh dengan muatan normatif, diikuti lagi
54
dengan sejumlah asas-asas peradilan yang sifatnya sangat ideal dan normatif, yang
tanggung jawab yang teramat berat dan nyaris tak terwujudkan, misalnya yang
pengadilan adalah the last resort bagi pencari keadilan, pengadilan adalah ujung
Sinyalemen ini dapat terjadi tidak lain oleh karena hakim-hakim yang ada
sekarang ini tidak mampu melepaskan diri dari belenggu normatif yang telah
merupakan suatu ilmu pengetahuan yang secara teoritis analitis dan empiris
adalah salah satu ilmu pengetahuan yang memfokuskan kajiannya pada kenyataan
Bismar Siregar (1989; 33) mengatakan bahwa; seandainya terjadi dan akan
terjadi benturan bunyi hukum antara apa yang dirasakan adil oleh masyarakat
dengan apa yang disebut kepastian hukum, jangan hendaknya kepastian hukum
penegakan keadilan itu. Selanjutnya, camkan pula apa yang dimaksud dengan
hakim harus terjun ke tengah-tengah masyarakat, yakni tiada lain agar hakim lebih
peka terhadap perasaan hukum dan rasa keadilan yang berguna dalam masyarakat.
penegak hukum khususnya para hakim tidak peduli dengan apa yang terjadi di
No.4 Tahun 2004 bahwa; “Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami
putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat”. Jadi hakim
merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan
merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup
ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu; kepastian hukum
peristiwa yang konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku, sehingga
pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang, meskipun dunia ini runtuh namun
kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih
masyarakat.
penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau
57
penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat Jangan
dalam masyarakat.
penegakan hukum harus adil. Tetapi hukum tidak identik dengan keadilan.
Contohnya bahwa barangsiapa yang mencuri harus dihukum, jadi setiap orang
yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Akan
Dono.
tersebut. Ketiga unsur itu harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang.
proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut, namun harus berusaha ke arah
itu, karena ketiga unsur itulah merupakan tujuan hukum yang akan ditegakkan
dalam masyarakat.
oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang berwewenang untuk itu
Namun harus diketahui bahwa dalam istilah pembentukan hukum oleh hakim
sama saja kalau dikatakan penemuan hukum oleh hakim. Sedang pembentukan
hukum oleh suatu lembaga yang berwewenang itu disebut pembentukan hukum.
memutus suatu perkara, hakim ini dianggap mempunyai wibawa, begitu pula
hukum oleh hakim adalah hukum, sedang hasil penemuan hukum oleh ilmuwan
hukum bukanlah hukum melainkan ilmu atau doktrin. Sekalipun yang dihasilkan
itu bukanlah hukum, namun di sini digunakan istilah penemuan hukum juga oleh
karena doktrin ini kalau diikuti dan diambil alih oleh hakim dalam putusannya, itu
menuntut supaya hakim, ahli hukum dan pengacara harus ingat adanya hubungan
antara hukum dan kenyataan sosial yang hidup, dan tetap memperhatikan hukum
59
pandangan atau pikirannya sendiri. Dalam penemuan hukum yang otonom ini
konkrit. Dalam hal ini hakim diharapkan mampu mengkaji hukum-hukum yang
hidup di dalam masyarakat. Karena terkadang peristiwa konkrit yang terjadi itu,
BAB III
yang harus selalu diperhatikan yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.
Demikian juga putusan hakim untuk menyelesaikan suatu perkara yang diajukan
di Pengadilan, bahwa putusan yang baik adalah yang memperhatikan tiga nilai
folosofis (keadilan).
61
pereat mundus, meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakan (Lucius
bagi masyarakat. Meskipun sebenarnya keadilan itu sendiri bersifat subyektif dan
individualistis.
Dalam memutus suatu perkara, ketiga unsur diatas secara teoritis harus
unsur tersebut. Pertentangan yang terjadi dalam setiap menanggapi putusan hakim
terhadap suatu perkara, dengan apa yang diinginkan masyarakat, biasanya berkisar
antara sejauh mana pertimbangan unsur yuridis (kepastian hukum) dengan unsur
akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi
62
hukum acara, yang mengatur sejak memeriksa dan memutus. Dan hasil
kasus merupakan factor penting dan menentukan terhadap hasil putusan. Oleh
karena itu tidak heran jika apa yang ada dalam pikiran masyarakat dapat berbeda
Maka setiap individu hakim, dituntut bersikap lebih teliti dan jeli dalam
memeriksa perkara dan jernih serta cerdas berpikir dalam mengambil putusan.
suatu perkara. Hakim harus ekstra hati-hati dalam menjatuhkan putusan. Jangan
sampai orang yang tidak bersalah dihukum karena disebabkan sikap tidak
profesional dalam menangani perkara, begitu juga secara mudah pula melepaskan
pelaku kejahatan dari hukuman yang seharusnya dijatuhkan. Hal itu tentu saja
harus sesuai dengan keyakinan hakim yang professional dalam memutus sebuah
BAB IV
63
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
1. Penting rasa keadilan dan hati nurani yang adil yang perlu ditanamkan pada setiap
insan hakim. Jangan takut memutus sebuah perkara meskipun telah mempunyai
polisi hakim (KY). Kalau menurut keyakinan seorang hakim dan menurut rasa
keadilan hati nurani dan hukumnya telah sesuai dengan Demi Keadilan
Berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa. Oleh karenanya Aparat hukum
terutama aparat Pengadilan khususnya hakim harus mengetahui bahwa putusan
Pengadilan merupakan suatu yang sangat diinginkan atau dinanti-nanti oleh
pihak-pihak yang berperkara untuk menyelesaikan sengketa mereka dengan
sebaik-baiknya sebab dengan putusan tersebut pihak-pihak yang bersengketa
mengharapkan adanya kepastian hukum-hukum keadilan dalam perkara yang
mereka hadapi dan mereka betul-betul merasa mendapatkan keadilan yang
diharapkan para pencari keadilan tersebut.
Diharapkan kepada para penegak hukum bahwa di dalam proses pembentukan
hukum dan proses penemuan hukum agar dapat mengkaji dan menggali nilai-nilai
hukum yang hidup di dalam masyarakat, agar dapat tercapai tujuan hukum.