Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-nantikan syafaat-Nya di akhirat kelak.

Selanjutnya pembuatan makalah yang telah kami selesaikan ini adalah perwujudan
amanah dari guru kami yang telah memberikan tugas mengenai HAKIM DAN SAKSI
DALAM PERADILAN ISLAM.

Kami ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada Bunda MAISAROH


SIREGAR,S.Pd,M.Si selaku kepala sekolah MAN 1 MEDAN yang telah memberikan
support kepada murid-muridnya sehingga semua siswa MAN 1 MEDAN giat belajar. Terima
kasih juga kepada orang tua kami yang telah membimbing dan menjaga kami hingga kami
bisa menuntut ilmu di sekolah yang kami cintai ini.

Dengan sepenuh hati makalah ini telah dikerjakan dengan sebaik-baiknya. Kepada
para pembaca terima kasih karena telah membaca makalah yang telah dibuat ini.Tak lupa
pula kami mengucapkan permohonan maaf atas kesalahan yang ada di makalah kami ini.
semoga makalah ini memberikan banyak manfaat kepada para pembaca yang telah membaca
makalah ini.

Medan,26 September 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peradilan Agama telah hadir dalam kehidupan hukum di Indonesia sejak masuknya
agama Islam. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat muslim akan penegakan keadilan,
pemerintah mewujudkan dan menegaskan kedudukan Peradilan Agama sebagai salah satu
badan kekuasaan kehakiman di Indonesia. Dalam Al-Qur’an, Hadits Rasul dan ijtihad para
ahli hukum Islam, terdapat aturan-aturan hukum materiil sebagai pedoman hidup dan aturan
dalam hubungan antar manusia (muamalah) serta hukum formal sebagai pedoman beracara di
Peradilan Agama.

Hakim berfungsi sebagai pemegang kebijakan tertinggi dalam sebuah peradilan.


Penggunaan saksi sebagai alat bukti suatu jarimah merupakan cara yang umum dan lazim.
Menurut pendapat lain yang dimaksud dengan kesaksian ialah keterangan orang yang dapat
dipercaya di depan sidang pengadilan dengan lafadz kesaksian untuk menetapkan hak atas
orang lain.
BAB II

ISI

2.1 Hakim

A,Pengertian Hakim

Hakim adalah isim fa’il dari kata “hakama”, yang artinyaorang yang menetapkan
hukum atau memutuskan hukum atau suatu perkara. sedangkan menurut istilah adalah orang
yang diangkat pemerintah untuk menyelesikan persengketaan diantara pihak dan
memutuskan dengan hukum yang adil. Rasulullah SAW bersabda :

Artinya :

Apabila seorang hakim duduk ditempatnya ( sesuai dengan kedudukan hakim adil )
maka malaikat membenarkan, menolong dan menunjukannya, selam tidak menyeleweng.
Apabila menyeleweng, maka kedua malaikat meningggalkannya. (HR . Baihaqi)

Selain kata hakim, digunakan pula istilah qadhi, yang berarti orang yang memutuskan,
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara.

Di dalam praktiknya,Rasulullah saw. Pernah mengangkat beberapa orang untuk


menjadi penguasa tunggal di suatu daerah,sekaligus menjadi qadhi,antara lain sebagai
berikut:

1.Muaz bin Jabal r.a. diangkat menjadi gubernur sekaligus qadhi di daerah dataran tinggi
Yaman bagian Timur,yakni suatu daerah yang berhadapan dengan Aden pada akhir tahun 9
Hijriah setelah selesai Perang Tabuk.

2.Abu Musa Al-Asy’ary diangkat menjadi gubernur dan qadhi di dataran rendah Yaman
bagian Barat yang berhadapan dengan Laut Merah. Pada pemerintahan Uman bin Khattab,
beliau dipindahkan ke daerah Kuffah dan Basrah.

3.Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi gubernur di daerah Yaman,sekaligus menjadi qadhi.

4.Attab bin Asid diangkat menjadi wali kota Mekkah,sekaligus menjadi qadhi. Pada saat itu
beliau baru berumur 20 tahun.
B.Fungsi Hakim

Menurut Abul Hasan Al-Bagdadi,fungsi hakim adalah:

1.menyelesaikan perkara pengaduan

2.mengambil hak dari orang-orang yang menangguh-nangguhkan,kemudian diberikan kepada


yang berhak.

3.mengurus orang yang masih di bwaha umur

4.mengurus harta wakaf

5.melaksanakan wasiat sesuai dengan orang yang berwasiat

6.mengawinkan perempuan yang tidak berwali

7.melaksanakan ketentuan hukum had

8.mengurus kemaslahatan yang berkaitan dengan pekerjaannya

9.memeriksa keadaan saksi,menyelidiki pegawai yang diangkatnya

10.menyamaratakan pihak kuat dan lemah dalam peradilan.

C.Syarat-Syarat Hakim

1. Muslim

Muslim merupakan syarat diperbolehkannya persaksian seorang muslim, dan keahlian


mengadili itu ada kaitannya dengan keahlian menjadi saksi.

2. Baligh

Baligh berarti dewasa , baik dewasa jasmani dan rohaninya maupun dewasa dalam berpikir.

3. Berakal

Berakal disini bukan sekedar “mukallaf”, tetapi benar-benar sehat pikirannya, cerdas dan
dapat memecahkan masalah.
4. Adil

Adil disini berarti benar dalam berhujjah, dapat menjaga amanah, bersikap jujur baik dalam
keadaan marah atau suka, mampu menjaga diri dari hawa nafsu dan perbuatan haram serta
dapat mengendalikan amarah.

5. Menguasai segala pokok-pokok hukum dan cabangnya

Hukum pokok adalah hukum yang berdasarkan Al-Quran dan Hadis. Hukum cabang adalah
seorang hakim harus paham tentang yurisprudensi (keputusan hukum) di liar kedua kitab
(Al-Quran dan Hadis) dan mampu mengeluarkan ijtihad berdasarkan kaidah-kaidah usul
fikih.

6. Sehat jasmani dan rohani

Seorang hakim harus mempunyai pendengaran yang baik. Tidak bisu dimaksudkan agar
dapat menyebut keputusan dan diketahui oleh orang lain.demikian pula harus tidak buta
sehingga hakim dapat melihat dengan jelas orang yang sedang berperkara. Lebih tepatnya
seorang hakim haruslah orang yang secara fisik sehat dan tidak ada cacat.

7.Laki-laki.

ِّ َ‫علَى قَ َّوامون‬
Sebagaimana Firman Allah Swt.: ‫الر َجال‬ َ ‫اء‬
ِّ ‫س‬
َ ‫الن‬
ِّ ”Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita,. (QS. An-Nisa : 34)

Rasulullah Saw juga bersabda : “Suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka pada orang
perempuan tidak akan berbahagia.” (HR. Al-Bukhari)

D.Etika Hakim

1. Hendaklah ia berkantor ditengah-tengah negeri, ditempat yang diketahui orang dan dapat
dijangkau oleh lapisan masyarakat.

2. Hendaklah ia menganggap sama terhadap orang-orang yang berperkara.


3. Jangan memeutuskan hukum dalam keadaan :

1.) Sedang marah

2.) Sedang sangat lapar dan haus

3.) Sedang sangat susah atau sangat gembira

4.) Sedang sakit

5.) Sedang menahan buang air yang sangat

6.) Mengantuk

Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya :

“ Janganlah hakim menghukum antara dua orang sewaktu ia marah.”(HR. Jamaah).

4. Tidak boleh menerima pemberian dari orang-orang yang sedang berperkara, yang ada
kaitannya dengan perkara yang sedang ditangani.

5. Hakim tidak boleh menunjukkan cara mendakwa dan cara membela.

6. Surat-surat kepada hakim yang lain diluar wilayahnya, apabila surat itu berisi hukum
hendaklah dipersaksikan kepada dua orang saksi sehingga keduanya mengetahui isi surat
tersebut.

E. Dasar Hukum Pengangkatan Hakim dan Hakim Wanita

Rasulullah SAW telah memberi petunjuk . meskipun Rasulullah tidak melarangnya,


namun ia telah mengisyarakatkan, sebaiknya tidak mengangkat wanita menjadi
hakim.Kebanyakan jumhur ulama’ tidak membolehkan wanita menjadi hakim. Pendapat ini
dikemukakan oleh Madzhab Maliki, Syafi’i, Hambali dan lain-lain.Sedangkan menurut Abu
Hanifah dan para pengikutnya membolehkan wanita menjadi qadhi dalam segala urusan,
kecuali “had dan qishas”.
Adapun beberapa dalil baik dari Al-Qur’an,hadis maupun ijmak yang menunjukkan adanya
keharusan pengangkatan hakim dalam lembaga peradilan:

1.Al-Qur’an

Allah Swt. berfirman dalam Surah al-Ma’idah ayat 49

Artinya: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah
kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang
telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan
Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan
mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya
kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.

Selain ayat diatas ada lagi firman Allah Swt. dalam Surah an-Nisa’ ayat 105

Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa


kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena
(membela) orang-orang yang khianat.
2.Hadis

Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. bersabda yang artinya

”Apabila hakim hendak mengambil keputusan yang saat mengambil keputusan itu berijtihad
dan tepat (sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah Swt.), dia berhak memperoleh dua
pahala, jika salah maka dia berhak atas satu pahala. (H.R al-Bukhari dari Amr bin ‘As:6805
dan Muslim:3240)

3.Ijmak

Para sahabat sepakat bahwa menegakkan peradilan adalah fardhu yang dikukuhkan
dan sunah yang harus diikuti (faridatun muhakkamatun wa sunatun mutabba’atun).

Pada periode Khaulafur Rasyidin diharamkan mengangkat hakim wanita. Akan


tetapi,Abu Hanifah berpendapat lain. Menurutnya,wanita diperbolehkan menjadi hakim asal
bukan dalam hal had dan qisas.
2.2 Saksi

Anda mungkin juga menyukai