Anda di halaman 1dari 8

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

RASULULLAH SEBAGAI HAKIM

Dosen Pengampu :
Prof. Ir. Rukmi Sari Hartati, MT., Ph.D

Disusun Oleh :
Erika Yuanita Sefti : 2201581060
Kirana Hanni Ma’ruf : 2201581033
Dinari Sucinta Nurazizah : 2201581041

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat allah SWT. Yang telah memberikan rahmat serta
karunianya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah saya ini yang Alhamdulillah
tepat pada waktunya makalah yang saya buat ini yang berjudul “Rasulullah Sebagai Hakim”.
Hadits Rasul dan ijtihad para ahli hukum Islam, terdapat aturan-aturan hukum materiil
sebagai pedoman hidup dan aturan dalam hubungan antar manusia (muamalah) serta hukum formal
sebagai pedoman beracara di Peradilan Agama.
Muhammad SAW menegaskan bahwa hukum Allah bersifat universal dalam maslahat dan
lingkupnya, imparsial dan adil dalam penerapannya, serta abadi sifatnya. Karena itu, beliau
menekankan bahwa hukum tersebut harus berada di atas seluruh hukum dan peraturan buatan
manusia. Rasulullah mengajarkan bahwa seluruh manusia harus memasrahkan, baik secara individu
maupun bersama-sama, seluruh hak dan pembuatan hukum kepada-Nya.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi makalah yang
telah kami buat ini. Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada tim kami yang telah
menyelesaikan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................5
A. Pengertian Al – Hakim...............................................................................................................5
B. Nabi Muhammad Sebagai Al-Hakim (Pembuat/Penjelas Hukum).............................................6
C. Rasulullah Sebagai Hakim..........................................................................................................7
BAB III PENUTUP....................................................................................................................................8
A. KESIMPULAN..............................................................................................................................8
B. SARAN........................................................................................................................................8
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kenabian menurut Ibnu Sina merupakan jiwa (roh) yang tinggi. Nabi merupakan manusia pilihan
yang memiliki kelebihan dari manusia lainnya. Memiliki mukjizat yang bertujuan mengajak manusia
untuk meninggalkan kemusyrikan, menetapkan peraturan untuk kebahagiaan umat manusia,
mengantar manusia untuk memahami sitem kebaikan.

Hakim merupakan salah satu unsur terpenting dalam lembaga peradilan (agama). Ia memainkan
peranan yang sangat penting dalam melaksanakan pemberlakuan hukum Islam dan merupakan orang
yang paling bertanggungjawab sepenuhnya dalam menjaga dan mempertahankan hukum Islam.

Demikian beratnya tugas hakim, tentu tidak semua orang mampu melaksanakannya. Hal inilah
yang menyebabkan pentingnya pemberian kriteria khusus dan penyaringan tersendiri bagi orang yang
akan diangkat menjadi hakim. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa orang yang memegang jabatan
ini benar-benar berwibawa dan berkelayakan.

Di samping itu, seorang hakim harus mampu melakukan pemeriksaan, penilaian dan akhirnya
memberikan keputusan terhadap suatu perkara yang diajukan kepadanya. Kewenangan yang demikian
itulah yang disebut dengan kekuasaan kehakiman.

B. RUMUSAN MASALAH

A. Pengertian Al – Hakim
B. Nabi Muhammad Sebagai Al-Hakim (Pembuat/Penjelas Hukum)
C. Rasulullah Sebagai Hakim
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Al – Hakim

Secara etimologis kata “ ‫ ” ح;;;;;;اكم‬berasal dari bahasa Arab yang berarti “yang
menghukum” merupakan isim fail dari kata “(‫ حكم;;;;;ا‬,‫ يحكم‬,‫ ”)حكم‬yang berarti “memerintah,
menghukum”.[1] Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “hakim” berarti : “orang yang
mengadili perkara (dalam pengadilan atau mahkamah)” dan didalam bahasa Inggris disebut
dengan “judge”.[2]

Sedangkan secara terminologis hakim adalah yang menetapkan hukum (dzat yang mengeluarkan
hukum).

Di kalangan ulama Islam tidak ada perselisihan pendapat mengenai, bahwasanya sumber
hukum syar’iyyah bagi seluruh orang-orang mukallaf adalah Allah SWT, baik hukumnya mengenai
perbuatan mukallaf itu telah diwahyukan kepada Rasul-Nya ataupun Dia (Allah) memberi petunjuk
kepada para mujtahid untuk mengetahui hukumnya pada perbuatan mukallaf dengan perantaraan dalil-
dalil dan tanda-tanda yang telah disyariatkannya untuk mengistinbathkan hukum-hukumnya. Oleh
karena inilah, ada kesepakatan kata diantara mereka mengenai definisi hukum syara’ sebagai : “Khitab
Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, berupa tuntutan, atau suruhan memilih, atau
ketetapan”.[3]

Diantara prinsip mereka yang terkenal ialah :

‫الحكم اال هلل‬

artinya :

“Tidak ada hukum kecuali bagi Allah”

….. menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah, Dia menerangkan sebenarnya dan Dia pemberi
keputusan yang baik”(Q.S. 6/ Al-An’am : 57).
B. Nabi Muhammad Sebagai Al-Hakim (Pembuat/Penjelas Hukum)

Nabi Muhammad Sebagai Hakim (QS. An-Nisaa’: 105-109)


Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepada kamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan
janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang
khianat, dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa;
mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta
mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak Allah ridai. Dan
adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan. Beginilah kalian, kamu
sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini.
Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? Atau siapakah
yang menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)? (QS. An-Nisaa’: 105-109)
Ketika Alquran bicara tentang Alkitab itu artinya dia sedang bicara dalam konteks hukum yang berisi
perintah dan larangan. Kitab itu adalah hak dari Allah yang berisi perintah serta larangan dan
mengandung perkara yang hak.
Supaya digunakan mengadili perkara di antara manusia dengan apa yang telah Allah turunkan. Ayat
ini dijadikan dalil oleh kalangan ulama Ushul yang berpendapat bahwa Nabi Saw boleh memutuskan
peradilan dengan ijtihad, berdasarkan makna ayat ini.:
Begitu pun Nabi mengatakan Ingatlah, sebenarnya aku adalah seorang manusia, dan aku hanya
memutuskan peradilan sesuai dengan apa yang aku dengar. Dan barangkali seseorang dari kalian
adalah orang yang lebih lihai dalam beralasan daripada sebagian yang lain, lalu aku memutuskan
peradilan untuk (kemenangan)nya. Maka barang siapa yang aku telah putuskan peradilan untuknya
terhadap hak seorang Muslim, sesungguhnya hal itu hanyalah sepotong api neraka. Karena itu ia
boleh membawanya atau membiarkannya.
Ayat ini memberitahukan kepada pembacanya bahwa rumitnya sistem peradilan di dunia ini
merupakan sebuah fenomena yang lazim terjadi. Sehebat apapun sistem peradilan yang dibangun
manusia mereka tidak bisa berharap penuh bahwa mereka akan memdapatkan keadilan dari gedung
peradilan tersebut.
Sebab itu mereka harus bersiap siap untuk kecewa dengan sistem di dunia ini. Sebab sebuah sistem
sangat bergantung pada manusia yang menjalankannya. Maka di dalam Alquran disebutkan percaya
pada sistem peradilan di Akhirat kelak akan sangat membantu keadilan sistem peradilan di dunia.

C. Rasulullah Sebagai Hakim


Dalam Alquran disebutkan bahwa Sang Khalik telah menunjuk Nabi SAW sebagai seorang
hakim. Penunjukan itu tercantum dalam surah an-Nisa' [4] ayat 61, 65, dan 105; surah as-Syura' [42]
ayat 15; dan surah an-Nur ayat [24] ayat 51. Surah An-Nur [24] ayat 51 menunjukkan bahwa
posisinya sebagai hakim tidak terpisahkan dari posisinya sebagai rasul. Beliau bertindak sebagai
hakim sekaligus utusan Allah SWT.

Nabi Muhammad SAW diakui sejarah sebagai penggagas hukum yang paling besar karena
beliau tidak hanya menghakimi kasus secara adil dan imparsial, tetapi juga menetapkan asas hukum
yang universal dan seimbang bagi seluruh umat manusia. Tentu saja hal tersebut meliputi seluruh
aspek kehidupan; perlindungan hidup, harta benda, kehormatan, dan melindungi hak-hak pribadi,
sosial, legal, sipil, dan beragama setiap individu. Apa pun peran yang beliau jalankan dalam
kapasitasnya sebagai legislator merupakan teladan abadi yang menunjukkan kebesaran dan
keadilannya bagi seluruh generasi mendatang. Muhammad SAW menegaskan bahwa hukum Allah
bersifat universal dalam maslahat dan lingkupnya, imparsial dan adil dalam penerapannya, serta abadi
sifatnya. Karena itu, beliau menekankan bahwa hukum tersebut harus berada di atas seluruh hukum
dan peraturan buatan manusia.

Rasulullah mengajarkan bahwa seluruh manusia harus memasrahkan, baik secara individu
maupun bersama-sama, seluruh hak dan pembuatan hukum kepada-Nya. Sebab, manusia tidak diberi
hak membuat hukum apa pun tanpa wewenang-Nya. Sebagai manusia, Nabi Muhammad SAW pun
tunduk pada kedaulatan Ilahi seperti manusia lainnya. Karena itu, beliau tidak memiliki hak untuk
memerintah orang-orang menurut kemauannya sendiri agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Afzalur Rahman dalam Ensiklopedi Muhammad Sebagai Hakim menerangkan, dalam


menegakkan aturan hukum, Nabi SAW selalu mengacu kepada sistem hukum bahwa Allah SWT
merupakan sumber seluruh hukum. Seluruh dasar hukum Islam adalah Tuhan sajalah pemegang
kedaulatan dan kekuasaan yang sejati, sedangkan manusia bertindak sebagai perwakilan-Nya atau
khalifah-Nya di muka bumi.

Nabi Muhammad dengan jelas telah menggambarkan aspek hukum Islam melalui banyak
cara. Beliau menegaskan kewajiban umat Islam untuk menaati Alquran. Kemudian, tentang posisi
sunah di hadapan Alquran, Nabi menyatakan, "Perintahku tidak dapat membatalkan perintah Allah.
Namun, perintah Allah dapat membatalkan perintahku.” (HR Daruquthni).

Nabi SAW adalah legislator Islam pertama. Beliau menafsirkan hukum Alquran, memberikan
komentar terhadapnya, dan menjelaskan tata cara penerapan Alquran ke dalam masalah-masalah
praktis kehidupan. Beliau tidak bisa mengganti atau mengubah hukum Ilahi mana pun yang
terkandung dalam Alquran. Beliau bertindak hanya sebagai penafsir dan komentator, kemudian
menerapkannya dalam beragam situasi.

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN

Seorang hakim sebagai wakil Allah SWT dan khalifah memiliki tugas yang sangat berat. Jika ia
memutuskan sebuah perkara dengan hukum yang menyelisihi keadilan dan nilai-nilai syara,
tempatnya adalah di neraka.

Hakim sendiri menurut sebuah hadis terbagi dalam tiga kelompok. Dua kelompok akan dimasukkan
ke dalam neraka dan hanya satu kelompok yang selamat hingga ke surga. Kelompok hakim yang
masuk surga adalah mereka yang mengetahui kebenaran dan memutuskan hukuman berdasarkan
kebenaran tersebut.

Nabi Muhammad SAW diakui sejarah sebagai penggagas hukum yang paling besar karena beliau
tidak hanya menghakimi kasus secara adil dan imparsial, tetapi juga menetapkan asas hukum yang
universal dan seimbang bagi seluruh umat manusia. Rasulullah mengajarkan bahwa seluruh manusia
harus memasrahkan, baik secara individu maupun bersama-sama, seluruh hak dan pembuatan hukum
kepada-Nya, dalam menegakkan aturan hukum, Nabi SAW selalu mengacu kepada sistem hukum
bahwa Allah SWT merupakan sumber seluruh hukum.

B. SARAN

Penulis menyarankan agar semua mahasiswa atau pun masyarakat dapat mengetahui mengenai
materi Rasulullah Sebagai Hakim, sehingga mahasiswa mampu menjelaskan konsep tentang
pengertian Al-Hakim secara luas dan mampu memberikan pemahaman kepada teman-teman semua
yang belum terlalu mengerti mengenai materi Rasulullah Sebagai Hakim.

Dalam pembuatan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangannya, semua keputusan terletak
ditangan Peradilan Islam sehingga bukan Jabatan yang main-main karena orang yang menentukan
suatu keputusan.

Barakallah semoga bisa memberi manfaat bagi pembaca, mohon maaf atas segala kesalahan baik
dalam penulisan maupun dalam materi yang disampaikan.

Anda mungkin juga menyukai