Anda di halaman 1dari 5

TUGAS ETIKA PROFESI HUKUM KELAS B

Menerapkan Penalaran Moral Menurut Ekuilibrium Reflektif Dan


Merefleksikan “Apa Yang Baik” Bagi Pengemban Profesi Hukum Dalam
Kasus Hakim Kawin Siri

Dosen : Tanius Sebastian, S.H., M.Fil.

Disusun oleh :

Denny Chandra 2017200126

Vincent Jiadi 2017200174

Calvin Jethro William 2017200211

Riris Stephani S 2017200221

Dimas Lazuadi M.S 2017200252

Gisela Alfanda P.M 2017200265

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

FAKULTAS HUKUM

2020
I. Kasus Posisi

Hakim Kawin Siri

Pada hari Selasa 25 Juni 2019 Mahkamah Agung (“MA”) dan Komisi Yudisial
(“KY”) melalui Majelis Kehormatan Hakim (“MKH”) menjatuhkan sanksi berat berupa
penurunan pangkat jabatan selama 3 tahun, kepada hakim berinisial SS (“Pelaku”).
Penjatuhan sanksi ini didasarkan atas laporan bahwa hakim terlapor telah melakukan
pernikahan siri hingga akhirnya memiliki anak dari pernikahan tersebut, pernikahan ini
dilakukan tanpa memperoleh izin dari istri yang sah terlebih dahulu.

Pelaku sebelumnya merupakan hakim Pengadilan Negeri (“PN”) Stabat Sumatera


Utara diajukan ke Sidang MKH karena adanya laporan bahwa Pelaku telah melakukan
pernikahan siri hingga akhirnya memiliki anak dari pernikahan tersebut, tanpa izin dari istri
yang sah. Dalam pembelaannya, Hakim SS mengatakan bahwa hal itu dilakukan karena telah
15 tahun menikah, namun belum juga dikaruniai anak. "Sebelumnya saya memohon maaf
atas kesalahan yang telah saya perbuat. Hal ini saya lakukan karena telah lelah upaya saya
dan istri selama 15 tahun menikah, namun belum mendapatkan keturunan. Bukan tanpa
usaha, istri saya sempat mengalami 4 kali keguguran," jelas SS pada majelis.

Namun, pernikahan siri Hakim SS tidak diketahui istri terlapor, EK (“Korban”), yang
akhirnya menyulut pertengkaran rumah tangga hingga berujung pada perceraian. Dalam
situasi emosi, Korban melaporkan perbuatan Pelaku ke KY. Namun sempat ada upaya
pencabutan atas laporan tersebut. "Pelapor sempat berusaha mencabut laporan terhadap
terlapor. namun proses hukum tetap berjalan, dan hal yang terjadi saat ini di luar dugaan
karena terlapor dijatuhi sanksi berat." ujar tim pembela saat membacakan nota
pembelaannya.

Pernyataan tersebut juga diperkuat dengan pernyataan dari Korban yang saat itu hadir
sebagai saksi yang meringankan di persidangan MKH. Menurutnya, hal itu dilakukan karena
emosi dan merupakan kehilafannya. "Saat itu saya gelap mata dan benar-benar emosi. Saya
melaporkan suami saya pada 19 Januari 2019. Namun, setelah menyadari apa yang terjadi
dan saya benar-benar merasa khilaf, lantas saya berusaha mencabutnya laporan tersebut pada
6 Februari 2019, " jelasnya.
Korban juga mengatakan telah ikhlas menerima QA sebagai istri siri Pelaku sehingga
ia berharap dapat meringankan sanksi yang dijatuhkan kepada Pelaku. Usai pemeriksaan,
majelis sidang MKH memutuskan sanksi berat terhadap terlapor yaitu, penurunan pangkat
pangkat jabatan selama 3 tahun. Penjatuhan sanksi tersebut didasarkan atas tindakan Pelaku
dipandang bertentangan dengan ketentuan atas Kode Etik Hakim, dimana seorang hakim
diwajibkan untuk berperilaku arif dan bijaksana, serta menjunjung harga diri sebagai seorang
hakim.

Sumber: Komisi Yudisial Republik Indonesia, “Dilaporkan Nikah Siri, Hakim SS Dijatuji
Penurunan Pangkat”, 26 Juni 2019.

II. Berikut Pelanggaran Prinsip Etika Profesi Hukum Yang Terdapat Pada Kasus
Hakim Kawin Siri
● Prinsip Berperilaku Arif Dan Bijaksana

Arif dan bijaksana bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-norma


yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma-norma
keagamaan, kebiasan-kebiasan maupun kesusilaan dengan memperhatikan
situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu memperhitungkan akibat dari
tindakannya. Perilaku yang arif dan bijaksana mendorong terbentuknya
pribadi yang berwawasan luas, mempunyai tenggang rasa yang tinggi,
bersikap hati-hati, sabar dan santun.1 Dalam kasus diatas terlihat bahwa hakim
tersebut melanggar pada bagian penerapan 3.1 bagian umum nomor 1 yang
menyebutkan bahwa “Hakim wajib menghindari tindakan tercela”.

● Prinsip Berintegritas Tinggi

Integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur dan
tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakekatnya terwujud pada sikap setia
dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam
melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi
yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan
mengedepankan tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan
1 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI tentang Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim, Pengaturan 3.
keadilan serta selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk
mencapai tujuan terbaik.2 Dalam kasus diatas terlihat bahwa hakim tersebut
melanggar pada bagian penerapan 5.1 umum nomor 1 yang menyebutkan
bahwa Hakim harus berperilaku tidak tercela.

● Menjunjung Tinggi Harga Diri

Harga diri bermakna bahwa pada diri manusia melekat martabat dan
kehormatan yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi oleh setiap orang.
Prinsip menjunjung tinggi harga diri, khususnya Hakim, akan mendorong dan
membentuk pribadi yang kuat dan tangguh, sehingga terbentuk pribadi yang
senantiasa menjaga kehormatan dan martabat sebagai aparatur Peradilan. 3
Dalam kasus diatas terlihat bahwa hakim tersebut melanggar pada bagian
penerapan 7.1 umum yang menyebutkan bahwa Hakim harus menjaga
kewibawaan serta martabat lembaga Peradilan dan profesi baik di dalam
maupun di luar pengadilan.

III. Nilai Moral Yang Terkandung Dalam Prinsip Etika Profesi Hukum Yang
Dilanggar
● Sebagai seorang hakim terdapat martabat dan kehormatan yang harus
dipertahankan dan dijunjung tinggi, dalam kasus ini Pelaku gagal dalam
menjunjung tinggi martabat dan kehormatannya sebagai seorang hakim,
dimana ia melakukan kawin siri tanpa persetujuan dari istri sahnya terlebih
dahulu. Tindakan ini mengakibatkan rusaknya harkat martabat dan
kehormatan dari seorang hakim. Tindakan ini dapat dikatakan merusak
martabat dan kehormatan hakim, karena bertentangan dengan norma
kesusilaan yang hidup dalam masyarakat luas.
● Sebagai seorang hakim terdapat Integritas yang bermakna sikap dan
kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur dan tidak tergoyahkan, sehingga jika
ditinjau dari kasus diatas dapat diketahui bahwa pelaku yang merupakan

2 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI tentang Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim, Pengaturan 5.
3 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI tentang Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim, Pengaturan 7.
seorang hakim tidak dapat mempertahankan integritasnya, baik dari segi
tindakan yang dilakukan oleh pelaku yaitu melakukan perkawinan siri yang
menunjukkan bahwa pelaku tidak dapat menjaga konsistensinya dalam
melaksanakan norma-norma yang hidup dalam masyarakat terkhususnya
terkait perkawinan siri diluar sepengetahuan istri sahnya.
● Sebagai seorang hakim terdapat prinsip Arif dan bijaksana yang bermakna
mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat
baik norma-norma hukum, norma-norma keagamaan, kebiasan-kebiasan
maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu,
serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya. Dalam kasus ini
tindakan yang dilakukan oleh pelaku yaitu melakukan perkawinan siri yang
menunjukkan bahwa pelaku tidak dapat berperilaku sesuai hakim dan tidak
mampu menjalankan profesinya sesuai dengan prinsip arif dan kebijaksanaan.

IV. Kesimpulan

Dalam menjalankan tugasnya, seorang hakim harus menjunjung nilai-nilai moral yang
terdapat pada profesinya dan juga nilai-nilai moral di sekitarnya. Kode Etik Hakim
mengatur bahwa seorang hakim diwajibkan untuk berperilaku arif dan bijaksana, serta
menjunjung harga diri sebagai seorang hakim. Hal tersebut bukan hanya berlaku
dilingkungan kerja Hakim tetapi juga diluar lingkungan kerjanya, sebab seorang
Hakim memiliki posisi yang tinggi dan sangat dihormati. Maka dari itu, seorang
Hakim bukan hanya membawa martabat dan nama baiknya saja, tetapi juga membawa
martabat dan nama baik institusi dan koleganya. Seperti halnya, jika seorang Hakim
yang dihormati oleh banyak orang dan ia melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji,
maka hal tersebut bisa dicontoh oleh orang-orang yang menghormatinya dan
membuat ukuran dari suatu tindakan yang tidak terpuji tersebut menjadi dibenarkan
oleh mereka yang menghormatinya. Oleh sebab itu, seorang Hakim berkewajiban
untuk menjaga martabat dan integritasnya, tidak hanya dalam ruang lingkup kerjanya
saja, karena seorang Hakim dipandang oleh masyarakat sebagai seseorang yang
seharusnya memiliki moral yang tinggi sebab ia mengemban tanggung jawab yang
besar di mata masyarakat sebagai perannya menjadi seorang Hakim.

Anda mungkin juga menyukai