Anda di halaman 1dari 22

KLASIFIKASI HADIS DARI BERBAGAI ASPEKNYA

Disusun
Oleh :

Husna Aufy Gymnastiar ( 214110405186 )


Ghina Shofa Camilla ( 214110405111 )
Asfahani Zahro Nufus ( 214110405109 )
Siti Zahra Azizah ( 214110405110 )

2 PGMI C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI


PURWOKERTO

2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu. Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada baginda tercinta kita, yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti

Adapun tujuan dari penulisan makalah yang berjudul “Hadis Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya” bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Herman Wicaksono, S.Pd.I.,M.Pd.


selaku dosen mata kuliah Ulumul Hadits yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Penyusun,
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... 1
KATA PEGANTAR .......................................................................................2
DAFTAR ISI .......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................5
C. Tujuan Pembelajaran ................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN

a. Pengertian Bentuk bentuk hadis ...................................................................6


b. Macam macam hadis.....................................................................11
c. Pengertian hadis Marfu’..............................................................13
d. MacammacamHadisMauquf..........................................................................16
e. Macam macam hadis Maqthu’.....................................................................19
f. KehujjahanHadis Maqthu..............................................................................21

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan.............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada saat ini sangatlah pesat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dan perkembangan teknologi mempunyai
peranan penting dalam kehidupan manusia. Kemajuan teknologi dengan kehidupan
manusia seakan – akan tidak dapat dipisahkan. Perkembangan teknologi tentunya
menyebabkan perubahan yang begitu besar terhadap kehidupan manusia di berbagai
bidang. Salah satu kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang paling
signifikan pada saat ini adalah kemajuan teknologi mobile, seperti Handphone,
Smartphone, Tablet PC dan lain – lain.
Pada penelitian ini penulis berkeinginan untuk menampilkan hadits apa saja yang
paling sering dibuka oleh pengguna aplikasi ini nantinya. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan menggunakan
algoritma pengurutan data. Ada banyak algoritma pengurutan antara lain: bubble sort,
bi-directional bubble sort, selection sort, shaker sort, insertion sort, in-place merge
sort, double storage merge sort, comb sort 11, shell sort, heap sort, exchange sort,
merge sort, quick sort, quick sort with bubblesort, enhange quick sort, fast quick sort,
radix sort algorithm, dan swap sort.

Berdasarkan keterangan diatas penulis berkeinginan untuk mengangkat judul tentang


“Aplikasi Kumpulan Hadits Nabi Muhammad SAW berbasis Android Menggunakan
Algoritma Merge Sort”. : Perkembangan teknologi tentunya menyebabkan perubahan
yang begitu besar terhadap kehidupan manusia di berbagai bidang. Salah satu kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi yang paling signifikan pada saat ini adalah
kemajuan teknologi mobile, seperti Handphone, Smartphone, Tablet PC dan lain – lain.
Dengan melihat perkembangan teknologi mobile yang semakin pesat, tentunya kita
berharap nilai-nilai Islami dalam kehidupan kita dapat menyeimbanginya. Salah satu
caranya yaitu dengan membuat aplikasi yang dapat mengingatkan kita tentang akhlak
yang terpuji, sesuai dengan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.Salah satu cara yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan menggunakan
algoritma Merge Sort. Berdasarkan keterangan diatas penulis berkeinginan untuk
mengangkat judul tentang “Aplikasi Kumpulan Hadits Nabi Muhammad SAW berbasis
Android Menggunakan Algoritma Merge Sort”. Metode pengembangan system yang
digunakan penulis adalah Prototipe yang terdiri dari 4 fase yaitu analisa kebutuhan
sistem, desain sistem, pengujian sistem, implementasi. Kesimpulan yang didapat Dari
pengujian menggunakan tabel kuisioner ini, maka didapatkan data yang menjawab
”Ya” adalah 82.5 % sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa hampir semua orang
yang mengisi kuisioner ini, tertarik untuk menggunakannya karena dapat membantu
mereka menemukan lokasi perusahaan di Kota Bengkulu
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan Hadits?

2. Apa fungsi dari Hadits?

3. Apa saja bentuk bentuk hadits ?

4. Bagaimana macam macam hadits?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pengertian dari hadits

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan fugsi dari Hadits

3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan bentuk bentuk hadits

4. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan macam macam hadits.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Bentuk-bentuk Hadis

Hadis dapat dibedakan pada lima bentuk, yaitu;

1. Hadis Qauli

Yang dimaksud dengan hadis qauli adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang
disandarkan kepada Nabi SAW. Dengan kata lain, hadis qauli adalah berasal dari
perkataan Rasulullah sendiri yang menerangkan tentang berbagai hal, seperti; petunjuk
syara’, peristiwa-peristiwa, dan kisah-kisah, baik yang berkaitan dengan aqidah,
syari’ah, maupun akhlak.

Contoh;

ْ‫خَ ْي ُر ُك ْم َم ْن تَ َعلَّ َم ْالقُرْ اَن ََو َعلَّ َمهُ (رواه البخاري‬

Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar al-Qur‘an dan mengajarkannya kepada
orang lain. (H.R. Bukhari).

Contoh lain;

‫ وبِ َح ْم ِد ِه ُسب َْحانَ هَّللا ِ ْال َع ِظ ِيم‬، ِ ‫ ُس ْب َحانَ هَّللا‬: ‫َان َعلَى اللِّ َسا ِن ثَقِيلَتَا ِن فِي ْال ِمي َزا ِن َحبِيبَتَا ِن ِإلَى الرَّحْ َم ِن‬
ِ ‫َكلِ َمتَا ِن َخفِيفَت‬
Dua kata yang ringan diucapkan, tetapi berat dalam timbangan (kebajikan), serta
dicintai oleh Allah Yang Maha Rahman, yaitu ucapan “Subhan Allah wa bihamdihi dan
subhan Allah al-Azhim (H.R. Muttafaq alaihi).

Abu Zakaria Yahya bin Syarif an-Nawawi, Riyâdh ash-Shâlihin (Beirut: Dâr al-Fikri,
1994M/1414H), hlm. 199.

Abu Zakaria Yahya bin Syarif an-Nawawi, Riyâdh ash-Shâlihin, hlm. 257.
2. Hadis Fi’li Yang dimaksud dengan hadis fi’li adalah segala perbuatan yang disandarkan
kepada Nabi SAW. Artinya, hadis tersebut berupa perbuatan Nabi SAW yang menjadi panutan
prilaku para sahabat pada saat itu dan menjadi keharusan bagi semua umat Islam untuk
mengikutinya.
Bentuk-bentuk Hadis

Hadis dapat dibedakan pada lima bentuk, yaitu;

1. Hadis Qauli

Yang dimaksud dengan hadis qauli adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang
disandarkan kepada Nabi SAW. Dengan kata lain, hadis qauli adalah berasal dari perkataan
Rasulullah sendiri yang menerangkan tentang berbagai hal, seperti; petunjuk syara’, peristiwa-
peristiwa, dan kisah-kisah, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, maupun akhlak.
Contoh;
ْ‫خَ ْي ُر ُك ْم َم ْن تَ َعلَّ َم ْالقُرْ اَنَ َو َعلَّ َمهُ (رواه البخاري‬

Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar al-Qur‘an dan mengajarkannya kepada orang lain.
(H.R. Bukhari)

Contoh lain;
‫ وبِ َح ْم ِد ِه ُس ْب َحانَ هَّللا ِ ْال َع ِظ ِيم‬، ِ ‫ ُسب َْحانَ هَّللا‬: ‫َان ِإلَى الرَّحْ َم ِن‬
ِ ‫َان خَ فِيفَتَا ِن َعلَى اللِّ َسا ِن ثَقِيلَتَا ِن فِي ْال ِمي َزا ِن َحبِيبَت‬
ِ ‫َكلِ َمت‬
Dua kata yang ringan diucapkan, tetapi berat dalam timbangan (kebajikan), serta dicintai oleh
Allah Yang Maha Rahman, yaitu ucapan “Subhan Allah wa bihamdihi dan subhan Allah al-
Azhim (H.R. Muttafaq alaihi).²

_______________________

¹Abu Zakaria Yahya bin Syarif an-Nawawi, Riyâdh ash-Shâlihin (Beirut: Dâr al-Fikri,
1994M/1414H), hlm. 199.

²Abu Zakaria Yahya bin Syarif an-Nawawi, Riyâdh ash-Shâlihin, hlm. 257Contoh hadis fi’liyah,
seperti cara-cara mendirikan shalat, raka’atnya, cara-cara mengerjakan amalan haji, adab-adab
berpuasa dan memutuskan perkara berdasarkan saksi dan berdasarkan sumpah.Semua ini
diterima dari Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan hadis fi’liyah, lalu para sahabat
menukilkannya.

Untuk meniru dan meneladaninya dalam soal shalat, Nabi Muhammad SAW bersabda:

‫صلِّي‬ َ ‫صلُّوا َك َما َرَأ ْيتُ ُمونِي ُأ‬


َ
Shalatlah anda sebagaimana anda melihat saya shalat. (H.R.Bukhari, Muslim dari Malik ibnu
Huwairits).
Contoh lainnya adalah perbuatan Rasul SAW tentang cara shalat di atas kenderaan, yaitu;
‫ت بَ ِْْه‬ ُ ‫صلِّ ْي َعلَي َراحلَت ِه َحي‬
ْ َ‫ْث تَ َو َّجه‬ َ ُ‫ُِ كاَنَ النَّبِ ُّي صلعم ي‬
Nabi SAW shalat di atas tunggangannya, kemana saja tunggangannya itu menghadap”. (H.R.
Muttafaq alaihi).³
3. Hadis Taqriri

Hadis taqriri ialah hadis yang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang atau yang
dilakukan para sahabatnya, Nabi Muhammad SAW membiarkan atau mendiamkan tanpa
memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau menyalahkannya. Contoh, sikap Rasul
SAW yang membiarkan para sahabat dalam menafsirkan sabdanya tentang shalat pada suatu
peperangan, yang berbunyi;
َ ‫صلِّيَ َّن َأ َح ٌد ال َع‬
َ‫صر ِإاَّل فِي بَنِي قُ َريظَة‬ َ ُ‫الَ ي‬

Janganlah seorangpun shalat Ashar kecuali nanti di Bani Quraidhah. (H.R. Bukhari).⁴

Sebagian sahabat memahami larangan itu berdasarkan pada hakikat perintah tersebut, sehingga
mereka terlambat melaksanakan shalat Ashar. Sementara sahabat lainnya memahami perintah
tersebut dengan perlunya segera menuju Bani Quraidhah dan serius dalam peperangan dan
perjalan, sehingga bisa shalat tepat pada waktunya. Sikap para sahabat ini dibiarkan oleh Nabi
Muhammad SAW tanpa ada yang dibenarkan dan diingkarinya.⁵

Hasbi Ash-Shidieqy mendefinisikan hadis taqriri, sebagai berikut;


a. Bahwa Nabi membenarkan (tidak mengingkari) sesuatu yang diperbuat oleh seseorang sahabat
(orang yang mengikuti syara’) dihadapan Nabi, atau diberitakan kepada beliau, lalu beliau tidak
menyanggah, atau tidak menyalahkan serta menunjukkan bahwa beliau meridhainya.
b. Bahwa Nabi menerangkan kebagusan yang diperbuat oleh sahabat itu serta menguatkan pula.⁶

Contoh hadis yang menggambarkan kedua makna taqrir di atas misalnya: diriwayatkan dari Abu
Sa’id Al-Khudri r.a dia berkata, “ada dua orang yang sedang musafir, ketika datang waktu shalat
tidakmendapatkan air, sehingga keduanya ber-tayamum dengan debu yang bersih lalu
mendirikan shalat. Kemudian keduanya mendapati air, yang satu mengulang wudhu’ dan shalat
sedangkan yang lain tidak mengulang. Keduanya lalu menghadap kepada Rasulullah dan
menceritakan semua hal tersebut. Terhadap orang yang tidak mengulang, beliau bersabda,
“engkau sudah benar sesuai sunnah, dan sudah cukup dengan shalatmu“. Dan kepada orang yang
mengulangiwudhu’ dan shalatnya, beliau bersabda, “bagimu pahala dua kali lipat”.⁷
Jawaban Rasulullah terhadap orang yang tidak mengulang wudhu’ dan shalatnya di atas adalah
contoh makna taqrir yang pertama sedangkan jawaban Rasulullah terhadap orang yang
mengulang wudhu’ dan shalatnya adalah contoh makna taqrir yang kedua.
4. Hadis Ahwali
Hadis ahwali ialah hadis yang berkaitan dengan hal ihwal, sifat-sifat, atau kepribadian Nabi serta
keadaan phisik Nabi Muhammad SAW. Contoh, hadis riwayat Anas bin Malik disebutkan;

Rasul SAW adalah orang yang paling mulia akhlaknya. (H.R.muttafaq alaih).
ِ َّ‫ى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َأحْ َسنَ الن‬
‫اس ُخلُقًا‬ َّ ‫صل‬َ ِ‫رسُوْ َل هللا‬.َ {
Contoh lain adalah hadis riwayat Imam Bukhari, sebagai berikut;
}‫ {متفق عليه‬.‫صي ِْر‬ ِ َ‫ْس بِالطَّ ِوي ِْل ْالبَاِئ ِن َوالَ بِ ْالق‬
َ ‫اس َوجْ هًا َوَأحْ َسنُهُ خَ ْلقًا لَي‬
ِ َّ‫ى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأحْ َسنَ الن‬ َ ِ‫َكانَ َرسُوْ َل هللا‬
َّ ‫صل‬

Rasul SAW adalah manusia yang sebaik-baik rupa dan tubuh. Keadaan phisiknya tidak tinggi
dan tidak pendek. (H.R.Bukhari).⁸
_______________________

³Ibn Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm (Beirut: Dâr al-Fikri, 1989M/1409 H), hlm. 56.

⁴ lbn Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm, hlm. 286-288.

⁵Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996) hlm. 16

.⁶Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, hlm. 26-27.

⁷Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadist, hlm. 23.

⁸Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhâri, Matan al-Bukhâri bihasyiyah as-Sindi, jilid 2
(Mesir: Syirkah Maktabah Ahmad bin Saad wa Aulâdihi, t.th), hlm. 271.

5. Hadis Hammi
Hadis Hammi adalah hadis yang berupa keinginan Nabi Muhammad SAW yang belum
terealisasikan, misalnya keinginan Nabi SAW untuk berpuasa tanggal 9 Asyura. Dalam sebuah
hadis dari Ibnu Abbas disebutkan, yaitu;

ِ ِ‫صا َم النَّبِ ُّي صلى هللا عليه وسلم يَوْ َم عَا ُشوْ َرا َء َوَأ َم َرنَا ب‬
‫ يَا َرسُوْ َل هللاِ ِإنَّهُ يَوْ َم‬: ْ‫صيَا ِم ِه قَالُو‬ َ َ‫س يَقُوْ ُل ِح ْين‬
ٍ ‫ع َْن َع ْب ِد هللاِ بِ ْن َعبَّا‬
}‫ {رواه أبو داود‬.‫ص ْمنَا يَوْ َم التَّا ِس ِع‬ ُ ‫ فَِإ َذا َكانَ ْال َعا َم ْال ُم ْقبِ ُل‬:‫ فَقَا َل َرسُوْ َل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬.‫صا َرى‬َ َّ‫تَ َعظِّ ُمهُ ْاليَهُوْ َد َوالن‬

Ketika Nabi SAW berpuasa pada hari Asyura‘ dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa,
mereka berkata; “ Ya Rasul, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan
Nasrani, Rasul SAW bersabda: Tahun yang akan datang insya Allah aku akan berpuasa pada hari
yang kesembilan. (H.R. Muslim dan Abu Daud).⁹

⁹Zikri Darussamin, Ilmu Hadis, hlm. 23.


A. Pengertian Hadits Marfu’

Marfu’ secara etimologis berarti yang diangkat, yang dimajukan, yang di

ambil, yang dirangkaikan, dan yang disampaikan. Sedangkan hadits marfu’

secara terminologi para ulama berbeda dalam mendefinisikannya, diantaranya :

Sebagian ulama mendefinisikan hadits marfu ialah :

“Sesuatu yang disandarkan kepada nabi secara khusus, baik berupa

perkataan, perbuatan, atau taqrir, baik sanadnya itu muttashil ( bersambung-

sambung tiada putus-putus ), maupun munqathi’ ataupun mu’dhal.”

Sebagian ulama lain ada yang mendefinisikan hadits marfu’ sebagai

berikut: “Hadits yang dipindahkan dari nabi SAW dengan menyandarkan dan

mengangkat (merafa’kan) kepadanya.”

Sedangkan Al-Khatib Al-Baghdad mengatakan bahwasanya hadits marfu’

ialah : “Hadits yang dikabarkan oleh sahabat tentang perbuatan nabi SAW

ataupun sabdanya”

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa hadits marfu’

adalah berita yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan,

sifat dan persetujuan sekalipun sanadnya tidak bersambung atau terputus, seperti

hadits mursal, muttashil, dan munqhati’.

Definisi ini mengecualikan berita yang tidak disandarkan kepada Nabi

misalnya yang disandarkan kepada 56para sahabat yang nantinya disebut hadits

mawquf atau disandarkan kepada tabi’in yang disebut dengan ha 57 dits maqthu.

Dengan demikian, dapat diambil ketetapan bahwa tiap-tiap hadits marfu’ tidak selamanya
bernilai shahih atau hasan, tetapi setiap Hadits sahih atau

hasan, tentu marfu’ atau dihukumkan marfu’.


B. Kriteria Hadits Marfu

cirri-ciri hadits marfu’ diantanya :

• kalau diriwayatkan satu hadits dari seorang sahabi, tetapi tabi’I yang menceritakan

daripadanya berkata :

1. ‫ يرفعه‬, artinya : ia merafa’kannya (kepada nabi SAW)

2. ‫ينميه‬, artinya : ia meriwayatkannya (kepada nabi SAW)

3. ‫ يرويه‬, artinya : ia meriwayatkannya (dari nabi SAW)

4. ‫ بهٔيبلغ‬, artinya : ia menyampaikannya (kepada nabi SAW)

5. ‫ رواية‬, artinya : dengan meriwayatkan (sampai nabi SAW)

Maka semua lafadz itu menunjukan bahwa hadits atau riwayatnya menjadi marfu’.

• Jika seorang shahabi berkata :

1. “ telah lalu perjalanan”

2. “menurut perjalanan”

3. “ kami berbuat demikian di zaman nabi,”

4. “kami berbuat demikian, padahal rasulullah masih hidup “

• Kalau diakhir sanadnya ada ungkapan ‫ مرفوعا‬.

• Hal sahabat menafsirkan Qur’an, termasuk juga dalam bahsan marfu’

Ucapan seorang shahabi tentang Qur’an itu ada tiga macam, yakni :

1. Dari segi asbab al-nuzul

2. Keterangan sahabat yang berhubungan dengan hal bukan dari ijtihad atau fikiran

3. Penafsiran seorang sahabat yang bisa didapati dengan jalan ijtihad dan fikiran.

[15/3 09.05] Arr: 3. Macam macam Hadis Marfu’

Secara garis besar hadits marfu’ dibagi ke dalam dua bagian yakni :

• Sharih / Haqiqy

• Hukmy
1. Hadits Marfu’ Sharih

Hadits marfu sharih (tegas) adalah hadits yang tegas-tegas dikatakan oleh serang

sahabat bahwa hadits tersebut didengar atau dilihat dan atau disetujui dari

Rasulullah SAW. Hadits marfu’sharih dibagi kedalam 3 bagian. Yakni :

a. Hadits Marfu’ Qawly Haqiqy

Hadits yang disandarkan kepada nabi SAW berupa sabda beliau, yakni dalam bentuk

beritanya dengan tegas dinyatakan bahwa nabi telah bersabda. Contohnya :

‫ ال يقبل هلال صالة بغير طهور وال صدقة‬: ‫م يقول‬.‫ سمعت رسول هلال ص‬: ‫عن عمر بن الخ طاب رضي هلال عنه قال‬

‫• من‬

‫ رواه مسلم‬. ‫غلول‬

“Dari Umar bin Khattab ra. Berkata : Saya telah telah mendengar Rasulullah

SAW bersabda : “ Allah tidak menerima shalat dari seorang yang tidak dalam

keadaan suci dan tidak menerima sadaqah dari tipu daya” (riwayat Muslim)”

b. Hadits Marfu’ Fi’ly Haqiqy

Yakni hadits marfu’ yang dengan tegas menjelaskan perbuatan Rasulullah SAW.

Contohnya :

“Dari Aisyah ra berkata “ Nabi SAW pada waktu subuh masih dalam keadaan

hadats junub. Kemudian beliau mandi janabah dan pergi shalat subuh. Saya

mendengar bacaan beliau dan beliau pada waktu itu dalam keadaan puasa”

2. Hadits Marfu’taqriry Haqiqy

Yakni hadits marfu’ yang menjelaskan tentang perbuatan sahabat yang dilakukan

di hadapan Rasulullah SAW dengan tidak memperoleh reaksi dari beliau, baik

dengan menyetujuinya ataupun mencegahnya.

“Ibnu Abbas ra. Berkata : “kami shalat 2 rakaat setelah terbenam matahari,

sedang Rasulullah SAW melihat kami dan beliau tidak memerintahkan kepada
kami atau mencegahnya”.

3. Hadits Marfu’ Hukmy

Hadits yang isinya tidak terang menunjukan kepada marfu’ tetapi dihukumkan

marfu’ karena bersandar kepada beberapa tanda (qarinah ). Sebagaimana hadits

marfu’ haqiqy, hadits marfu’ hukmy pun dibagi kepada tiga bagian, yakni :

a. Hadits Marfu’ Qawly Hukmy

Yakni hadits yang tidak secara tegas disandarkan kepada Nabi tentang sabdanya,

tetapi kerafha’annya dapat diketahui karena adanya qarinah (hubungan

keterangan) yang lain, bahwa berita itu berasal dari nabi SAW. Contoh :

‫مت فق عليه‬. ‫أم ر بالل أن يشفع األذان ويوت ر اإلقامة‬: ‫عن انس رضي هلال عنه‬

“Dari Anas ra. : Bilal telah diperintahkan untuk mengucapkan lafadz-lafadz pada

axan secara genap dan pada iqamah secara ganjil.”

b. Hadits Marfu’ Fi’ly Hukmy

Hadits fi’ly yang tidak disandarkan kepada nabi SAW. Contoh :

Ibnu Umar ra. Berkata : “ Kami pada zaman ralulullah SAW bewudhu bersama kaum

wanita di bejana yang satu ( HR.Dawud)

c. Hadits Marfu’ Taqriry Hukmy

Yakni hadits yang berisi suatu berita yang berasal dari sahabat, kemudian diikuti

dengan kata-kata : sunnatu abi qasim, atau sunnatu nabiyyina, atau minas sunnah,

atau kata-kata yang semacamnya. Contoh:

Dari Uqbah bin Amir Al-Juhany ra, bahwasanya dia menghadap ke Umar bin

Khattab, setelah dia bepergian dari Mesir. Maka Umar bertanya kepadanya: “

sejak kapan kamu tidak melepaskan sepatu khufmu ?” Uqbah menjawab : “

Sejak jum’at sampai hari jum’at”. Umar berkata: “ Kamu sesuai dengan

sunnah”
4. Kehujjahan hadits marfu

Hadits marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan hujjah, sedangkan hadits marfu

yang dha’if boleh dijadikan hujjah hanya untuk menerangkan fadha’ilil ‘amal

[15/3 09.09] Arr: A. Pengertian Hadis Mauquf

Hadits Mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada sahabat, baik

berupa perkataan, perbuatan, Atau Taqriri.

“ Hadist yang diriwayatkan dari para sahabat, yaitu berupa perkataan,

perbuatan,

Atau Taqrirnya, baik periwayatannya itu bersambung atau tidak,

Pengertian lain menyebutkan : . ‫م ْ ِه‬

َ ْ ‫ما َ أ ِضي ُف إ َل َ ال َّص َحا ب ِة ر‬


‫ضوا َن هلال َعل ْي‬

Artinya : Hadis yang disandarkan kepada sahabat.

Dengan kata lain hadis mauquf adalah perkataan sahabat, perbuatan,

taqrirnya. Dikatakan mauquf karena sandaran-nya terhenti pada thabaqoh

sahabat. Kemudian tidak dikatakan marfu`, karena hadist ini tidak dirafa`kan

atau disandarkan pada Rasulullah SAW.

Ibnu Shalah membagi hadis mauquf kepada dua bagian yaitu mauquf

alMausul dan Mauquf Ghair a-mausul. mauquf Al-Mausul, berarti Hadis

mauquf yang sanadnya bersambung. Dilihat dari segi persambungan ini,

hadis mauhaif yang lebih rendah dari pada mauquf Al-Mausul.

Adapun hukum hadits mauquf, pada prinsipnya, tidak dapat dibuat hujjah,

kecuali ada qarinah yang menunjukkan (yang menjadikan marfu`)

B. Kedudukan Pendapat Hadis Mauquf

Terdapat gambaran mengenai hadist mauquf, baik pada lafadh maupun

bentuknya akan tetapi penelitian cermat dilakukan terhadap hakikat nya (oleh
para ulama hadist) menunjukan bahwa hadist mauquf tersebut mempunyai

makna hadist marfu’. Oleh karena itu, para ulama memutlakkan hadist semacam

itu dengan nama marfu’, hukuman (marfu’ secara hukum); yaitu bahwasannya

hadist tersebut secara lafadh memang mauquf, namun secara hukum adalah marfu’. Para ulama
berbeda pendapat tentang boleh tidak nya berhujjah dengan

hadis mauquf, yang di pastikan keberadaannya dari sahabat dalam menetapkan

hukum-hukum syara’.

Al-Razi, Fakhrul islam al-sarkhasi dan ulama muta’akhirin riwayatnya dari

kalangan hanafiyah , Malik dan Ahmad dalam salah satu riwayatnya berpendapat

bahwa hadis yang demikian dapat dipakai hujjah, karena tindakan para sahabat

merupakan pengalaman terhadap sunnah dan penyampaian syariat.

Sebagaian Ulama hanafiah dan al syafi;I berpendapat bahwa hadist yg

demikian tidak dapat dipakai hujjah karena boleh jadi memang didengar dari nabi

Saw.

Apabila suatu hadist mauquf disertai beberapa qarinah, baik lafalnya

maupun maknanya yang menunjukkan bahwa hadis tersebut marfu kepada Nabi

Saw Maka ia dihukumi marfu dan dipakai hujjah.1

Pendapat senada juga dituturkan oleh manna al-Qaththan dalam kitabnya

bahwa hadis mauquf sebagaimana yang telah diketahui bisa shahih, hasan, atau

dha’if. Akan tetapi meskipun telah tetap kesahihannya, apakah dapat berhujjah

dengannya? Jawaban atas hal tersebut adalah bahwasanya asal dari hadist

mauquf adalah tidak bisa dipakai sebagai hujjah.2 Hal itu disebabkan karena

hadist mauquf hanyalah merupakan perkataan atau perbuatan dari sahabat saja.

Namun jika hadist tersebut telah tetap, maka hal itu bisa memperkuat sebagian

hadist dla’if. Sebagaimana telah dibahas pada hadist mursal.


C. Macam- Macam Hadis Mauquf

Macam-macam hadist mauquf ada 3 yaitu :

1) Mauquf pada perkataan

Contoh : perkataan rawi : Telah berkata ‘Ali bin Abi Thalib

radliyallaahu ‘anhu :“Sampaikanlah kepada manusia menurut apa yang

mereka ketahui. Apakah engkau menginginkan Allah dan

Rasul-Nya didustakan ?” (HR. Al-Bukhari no. 127)

2) Mauquf pada perbuatan

Contoh : perkataan Al-Bukhari : “Ibnu ‘Abbas mengimami

(shalat), sedangkan ia dalam keadaan bertayamum.” (HR. Al-

Bukhari, kitab At-Tayammum juz 1 hal. 82.)

3) Mauquf pada taqrir

Contoh : perkataan

sebagian tabi’in :

”Aku telah melakukan demikian di depan salah seorang shahabat,

dan beliau tidak mengingkariku sedikit pun”.

:D. Contoh Hadis Mauquf

- Contoh Hadist mauquf terbagi ada 2 yaitu hadist mauquf yg Shahih dan hadist

mauquf yg tidak shahih :

Contoh Hadits Mauquf yang Shahih Contoh berikut ini kita nukil hanya pada

matan dan Sahabat Nabi yang menyampaikannya.

Dari Abdullah (bin Mas’ud) –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Sederhana

dalam Sunnah itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam kebid’ahan

(riwayat al-Baihaqiy dalam as Sunan al-Kubro, al-Hakim dalam al-Mustadrak,

dinyatakan shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim oleh adz-Dzahabiy) Ini
adalah hadits mauquf yang merupakan ucapan seorang Sahabat

Nabi Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu.

Hadits itu memberikan pelajaran bagi kita bahwa yang terpenting dalam

menjalankan Dien ini adalah ketepatan sesuai dengan Sunnah Nabi. Meski

kita hanya sedikit dalam mengamalkan sunnah Nabi, itu jauh lebih baik

dibandingkan banyak ibadah, namun berkubang dalam kebid’ahan.

: Contoh Hadits Mauquf yang Tidak Shahih Berikut ini adalah contoh

hadits mauquf yang tidak shahih, tentang bacaan di dalam sholat, yang

disebutkan dalam Sunan Abi Dawud: (Abu Dawud menyatakan) Telah

menceritakan kepada kami Abu Taubah arRabi’ bin Naafi’ (ia berkata) telah

mengkhabarkan kepada kami Abu Ishaq yaitu al-Fazaariy dari Humaid dari

alHasan dari Jabir bin Abdillah –semoga Allah meridhainya ia berkata: Kami

melakukan sholat tathowwu’ (sunnah), kami berdoa saat berdiri dan duduk, dan

kami bertasbih saat ruku’ dan sujud (H.R Abu Dawud) Hadits ini dinisbatkan

sebagai ucapan Sahabat Nabi Jabir bin Abdillah

[15/3 09.11] Arr: A. DEFENISI HADIS MAQTHU’

ٔٔ
Menurut bahasa kata al-maqthu’ ) ‫ ) المقطوع‬berasal dari kata ٔ–ٔ‫يقطع– قطع‬

‫قطعا‬

‫ – مقطو ٔعهٔؤٔٔو ٔٔ–قاطع‬yang berarti terpotong yang merupakan lawan dari

kata maushul yang berarti tersambung.

Sedangkan secara istilah adalah sebagai berikut:

“Yaitu sesuatu yang disandarkan kepada tabi’in baik perkataan

maupun perbuatan tabi’in tersebut dan sunyi dari pada tanda yang

menunjukkan ia sampai kepada Rasulullah Saw atau kepada Sahabat Nabi

Sallahu alaihi wasallam “ Ibnu Hajar Al Asqallani berkata hadis maqthu’ ini
sesuatu yang disandarkan kepada Tabi’in, dan yang disandarkan kepada selain

Tabi’in, atau orang yang datang dari selain mereka, maka dari penjelasan ini

masuklah hadis maqthu’ itu yang disandarkan kepada tabi’in dan selain tabi’in

yang datang setelah mereka

Hadis maqthu’ tidak sama dengan hadis munqathi’, karena maqthu’ adalah

sifat dari matan, yaitu berupa perkataan tabi’in atau tabi’ut tabi’in, sementara

munqathi’ adalah sifat dari sanad, yaitu terjadinya keterputusan sanad.

B. MACAM-MACAM HADIS MAQTHU’

1. Maqthu’ Qauli (perkataan)

“Dari ‘Abdillah bin Sa’id bin Abi Hindin, ia berkata : aku pernah bertanya

kapada Sa’id bin Musayyib bahwasanya si fulan bersin, padahal imam sedang

berkhutbah, lalu orang lain mengucapkan yarhamukallah (bolehkah yang

demikian?) jawab Sa’id bin Musayyib :

[15/3 09.11] Arr: perintahlah kepadanya, supaya jangan berkali-kali diulang.” (Al-Atsar)

Sa’id bin Musayyib adalah seorang tabi’in dan hadis di atas adalah hadis

maqthu’. Tidak mengandung hukum.

2. Maqthu’ Fi’li (perbuatan)

“Dari Qatadah ia berkata : adalah Sa’id bin Musayyib pernah shalat dua

rakaat sesudah ashar”. (Al-Muhalla)

Sa’id bin Musayyib adalah seorang tabi’in dan hadis di atas adalah hadis

maqthu’ berupa cerita tentang perbuatannya yang tidak mengandung hukum.

2. Maqthu’ Taqriri

“Dari Hakam bin Utaibah, ia berkata: adalah seorang hamba mengimami

kami dalam masjid itu, sedang Syuraih juga shalat di situ”. (Al-Muhalla),

Syuraih ialah seorang tabi’in. Riwayat hadis ini menunjukkan bahwa Syuraih
membenarkan seorang hamba menjadi imam.

C. KEHUJJAHAN HADIS MAQTHU’

Hadis maqthu’ tidak dapat dijadikan sebagai hujjah atau dalil untuk

menetapkan suatu hukum, karena status dari perkataan tabi’in sama seperti

perkataan ulama lainnya. Di samping itu, hadis maqthu’ yang merupakan

perkataan tabi’in bukanlah hadis sebagaimana yang bersumber dari Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa salam. Menurut Imam Zarkasyi, adapun perkataan maqthu’

dimasukkan ke dalam hadis merupakan sesuatu yang mempermudah. Sehingga

hadis maqthu tidak bisa dipergunakan sebagai landasan hukum, karena hadis

maqthu’ hanyalah ucapan dan perbuatan seorang muslim. Tetapi jika di dalamnya

terdapat qarinah yang baik, maka bisa diterima dan dapat menjadi marfu’ mursal

Pertama, Sunah Tasyri>’iyyah63 yaitu sunnah yang memiliki

konsekwensi hukum untuk diikuti. Sunnah Tasyri>’iyah merupakan

sunnah yang berkaitan dengan risalah kenabian sehingga umatnya

berada pada garis keniscayaan untuk menerimanya. Dalam

pendapat lain dikatakan bahwa sunnah Tasyri>’iyah adalah sunnah

yang muncul dari kapasitas Nabi Muhammad SAW sebagai

penyampai risalah.64 Secara umum sunnah ini mengandung

62 Jika ditelusuri lebih lanjut, penggunaan istilah sunnah terhadap sesuatu yang

datang dari Nabi terkesan lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan istilah hadis,

terlepas apakah ia bersifat tidak mengikat (gha>iru tasyri>’iyyah) atau yang bersifat

mengikat (tasyri>’iyyah). Hal ini dapat ditemukan dalam berbagai sumber seperti kitab

ushul fiqih, terutama dalam pembahasannya terkait dengan sumber hukum Islam.

63 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, Jilid I, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 108.
64 Tarmizi, M. Jakfar, Otoritas Sunnah non Tasyri’iyah Menurut Yusuf Al-

Qardhawi, (Jokjakarta: Ar Ruzz Media, 2011 ), hal. 15. Selain itu

Sunnah Tasyri>’iyah dapat difahami sebagai Sunnah yang mengandung unsur

pensyariatan bersifat abadi, dan berlaku untuk semua ruang dan waktu (‘am) serta tidak

terpengaruh dengan perubahan zaman. Lihat http://www. ulumulhadits.com. diakses

pada Selasa, 24 Agustus 2017. Menurut Musa Syahin sebagaimana dikutip oleh Kaizal

Bay dalam “Kriteria Sunnah Tasyri’iyah Yang Mesti Diikuti”, bahwa pencetus dari

beberapa bidang antara lain Akidah, Akhlak, dan hukum-hukum

amaliyah. Dalam hal ini, sunnah tasyri>’iyyah ini terdapat pada

tiga bentuk yakni:

1. Ucapan dan perbuatan yang muncul dari Nabi dalam

bentuk penyampaian Risalah dan penjelasan terhadap al-

Quran, seperti: menjelaskan apa-apa yang ada dalam al-

Quran yang masih bersifat belum jelas, menjelaskan ibadat,

halal dan haram, akidah dan akhlak.

2. Ucapan dan perbuatan yang muncul dari Nabi dalam

kedudukannya sebagai imam dan pemimpin umat Islamdan tindakan yang lainnya dalam bentuk
sifatnya sebagai

pemimpin65.

3. Ucapan dan perbuatannya yang muncul dalam

kedudukannya sebagai hakim dan Qa>d}i yang

menyelesaikan persengketaan umat Islam.

Adapun dasar penetapan sunnah Tasyri>’iyah adalah firman

Allah Swt dalam QS. al-Hasyar (59): 7

‫ا‬
َKESIMPULAN

Dari apa yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat disimpulkan
bahwasanya; Pertama, Jamaah Tabligh dalam mendefinisikan terma sunnah lebih mengarah kepada
definisi yang dinarasikan oleh ulama Hadis. Sunnah yang dimaksud adalah semua hal yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad saw baik ketika beliau belum diangkat menjadi Rasul atau sesudahnya
(Qabla al-Bi’s|ah ay Ba’dahu), meliputi setiap perkataan dan perbuatan, sifat dan hal ikhwal. Oleh
karenanya, pemahaman Jamaah tabligh menjadi niscaya untuk mengikuti segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi Muhammad Saw. Semua itu dinyatakan sebagai sunnah, walaupun praktek yang
dilakukan Nabi Muhammad saw pada kapasitas sebagai manusia biasa. Dengan pemahaman seperti ini,
maka menjadi mafhum> dan wajar saja jika jamaah tabligh mempraktekkan amaliah dan performa
sehari-hari mereka (baca: perspektif jamaah) seperti apa yang dilakukan nabi Muhammad saw dan
sahabat. Bagi jamaah tabligh, apa yang dilakukan adalah sesuatu yang disunnahkan, seperti
menggunakan peci dan surban, mengenakan gamis, memanjangkan jenggot, bersiwak, makan
berjamaah, dan amaliah lainnya. Menurut mereka semua itu dianjurkan bahkan
diperintahkan dengan berbagai hikmah tersendiri. Oleh karenanya, sunnah Rasulullah itu bukan hanya
bersifat qauliah (perkataan) saja namun juga s}u>roh atau bentuk penampilan lahiriah Rasulullah
juga merupakan sunnah.

Bahwa sunnah difahami dalam tiga bentuk yang berimplikasi pada praktek kegamaan jamaah
tabligh. Pertama, sunnah yang memuat segala cerita dan peristiwa yang dialami nabi Muhammad saw
sejak terbangun dari tidur hingga kembali tidur (Sirah). Kedua, sunnah yang menampilkan performa
dan style nabi Muhammad saw dalam keseharian (Shurah). Ketiga, sunnah yang berkaitan dengan
perkara batin yang dirasakan nabi Muhammad saw (sarirah) seperti kegundahan hati terhadap nasib
umatnya, perasaan hati beliau dan sebagainya

DAFTAR PUSTAKA

Deslianti, Dwita, and Imam Muttaqin. "Aplikasi Kumpulan Hadits Nabi


Muhammad Saw Berbasis Android Menggunakan Algoritma Merge Sort."
Pseudocode 3.1 (2016): 26-34.

Abi Fadl, Syihab al-Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar al-Asqalaniy,

Nuzhat al-Nazhar Syarh Nukhbat al-Fikr (Semarang:


Maktabah alMunawwar, t.th).
Ahmad, Arifuddin, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu

Ma’ani al-Hadis (Makassar: Alauddin University Press,

2012).

Anda mungkin juga menyukai