Disusun
Oleh :
2 PGMI C
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu. Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada baginda tercinta kita, yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti
Adapun tujuan dari penulisan makalah yang berjudul “Hadis Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya” bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... 1
KATA PEGANTAR .......................................................................................2
DAFTAR ISI .......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................5
C. Tujuan Pembelajaran ................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
a. Kesimpulan.............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada saat ini sangatlah pesat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dan perkembangan teknologi mempunyai
peranan penting dalam kehidupan manusia. Kemajuan teknologi dengan kehidupan
manusia seakan – akan tidak dapat dipisahkan. Perkembangan teknologi tentunya
menyebabkan perubahan yang begitu besar terhadap kehidupan manusia di berbagai
bidang. Salah satu kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang paling
signifikan pada saat ini adalah kemajuan teknologi mobile, seperti Handphone,
Smartphone, Tablet PC dan lain – lain.
Pada penelitian ini penulis berkeinginan untuk menampilkan hadits apa saja yang
paling sering dibuka oleh pengguna aplikasi ini nantinya. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan menggunakan
algoritma pengurutan data. Ada banyak algoritma pengurutan antara lain: bubble sort,
bi-directional bubble sort, selection sort, shaker sort, insertion sort, in-place merge
sort, double storage merge sort, comb sort 11, shell sort, heap sort, exchange sort,
merge sort, quick sort, quick sort with bubblesort, enhange quick sort, fast quick sort,
radix sort algorithm, dan swap sort.
C. TUJUAN PENULISAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bentuk-bentuk Hadis
1. Hadis Qauli
Yang dimaksud dengan hadis qauli adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang
disandarkan kepada Nabi SAW. Dengan kata lain, hadis qauli adalah berasal dari
perkataan Rasulullah sendiri yang menerangkan tentang berbagai hal, seperti; petunjuk
syara’, peristiwa-peristiwa, dan kisah-kisah, baik yang berkaitan dengan aqidah,
syari’ah, maupun akhlak.
Contoh;
Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar al-Qur‘an dan mengajarkannya kepada
orang lain. (H.R. Bukhari).
Contoh lain;
وبِ َح ْم ِد ِه ُسب َْحانَ هَّللا ِ ْال َع ِظ ِيم، ِ ُس ْب َحانَ هَّللا: َان َعلَى اللِّ َسا ِن ثَقِيلَتَا ِن فِي ْال ِمي َزا ِن َحبِيبَتَا ِن ِإلَى الرَّحْ َم ِن
ِ َكلِ َمتَا ِن َخفِيفَت
Dua kata yang ringan diucapkan, tetapi berat dalam timbangan (kebajikan), serta
dicintai oleh Allah Yang Maha Rahman, yaitu ucapan “Subhan Allah wa bihamdihi dan
subhan Allah al-Azhim (H.R. Muttafaq alaihi).
Abu Zakaria Yahya bin Syarif an-Nawawi, Riyâdh ash-Shâlihin (Beirut: Dâr al-Fikri,
1994M/1414H), hlm. 199.
Abu Zakaria Yahya bin Syarif an-Nawawi, Riyâdh ash-Shâlihin, hlm. 257.
2. Hadis Fi’li Yang dimaksud dengan hadis fi’li adalah segala perbuatan yang disandarkan
kepada Nabi SAW. Artinya, hadis tersebut berupa perbuatan Nabi SAW yang menjadi panutan
prilaku para sahabat pada saat itu dan menjadi keharusan bagi semua umat Islam untuk
mengikutinya.
Bentuk-bentuk Hadis
1. Hadis Qauli
Yang dimaksud dengan hadis qauli adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang
disandarkan kepada Nabi SAW. Dengan kata lain, hadis qauli adalah berasal dari perkataan
Rasulullah sendiri yang menerangkan tentang berbagai hal, seperti; petunjuk syara’, peristiwa-
peristiwa, dan kisah-kisah, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, maupun akhlak.
Contoh;
ْخَ ْي ُر ُك ْم َم ْن تَ َعلَّ َم ْالقُرْ اَنَ َو َعلَّ َمهُ (رواه البخاري
Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar al-Qur‘an dan mengajarkannya kepada orang lain.
(H.R. Bukhari)
Contoh lain;
وبِ َح ْم ِد ِه ُس ْب َحانَ هَّللا ِ ْال َع ِظ ِيم، ِ ُسب َْحانَ هَّللا: َان ِإلَى الرَّحْ َم ِن
ِ َان خَ فِيفَتَا ِن َعلَى اللِّ َسا ِن ثَقِيلَتَا ِن فِي ْال ِمي َزا ِن َحبِيبَت
ِ َكلِ َمت
Dua kata yang ringan diucapkan, tetapi berat dalam timbangan (kebajikan), serta dicintai oleh
Allah Yang Maha Rahman, yaitu ucapan “Subhan Allah wa bihamdihi dan subhan Allah al-
Azhim (H.R. Muttafaq alaihi).²
_______________________
¹Abu Zakaria Yahya bin Syarif an-Nawawi, Riyâdh ash-Shâlihin (Beirut: Dâr al-Fikri,
1994M/1414H), hlm. 199.
²Abu Zakaria Yahya bin Syarif an-Nawawi, Riyâdh ash-Shâlihin, hlm. 257Contoh hadis fi’liyah,
seperti cara-cara mendirikan shalat, raka’atnya, cara-cara mengerjakan amalan haji, adab-adab
berpuasa dan memutuskan perkara berdasarkan saksi dan berdasarkan sumpah.Semua ini
diterima dari Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan hadis fi’liyah, lalu para sahabat
menukilkannya.
Untuk meniru dan meneladaninya dalam soal shalat, Nabi Muhammad SAW bersabda:
Hadis taqriri ialah hadis yang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang atau yang
dilakukan para sahabatnya, Nabi Muhammad SAW membiarkan atau mendiamkan tanpa
memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau menyalahkannya. Contoh, sikap Rasul
SAW yang membiarkan para sahabat dalam menafsirkan sabdanya tentang shalat pada suatu
peperangan, yang berbunyi;
َ صلِّيَ َّن َأ َح ٌد ال َع
َصر ِإاَّل فِي بَنِي قُ َريظَة َ ُالَ ي
Janganlah seorangpun shalat Ashar kecuali nanti di Bani Quraidhah. (H.R. Bukhari).⁴
Sebagian sahabat memahami larangan itu berdasarkan pada hakikat perintah tersebut, sehingga
mereka terlambat melaksanakan shalat Ashar. Sementara sahabat lainnya memahami perintah
tersebut dengan perlunya segera menuju Bani Quraidhah dan serius dalam peperangan dan
perjalan, sehingga bisa shalat tepat pada waktunya. Sikap para sahabat ini dibiarkan oleh Nabi
Muhammad SAW tanpa ada yang dibenarkan dan diingkarinya.⁵
Contoh hadis yang menggambarkan kedua makna taqrir di atas misalnya: diriwayatkan dari Abu
Sa’id Al-Khudri r.a dia berkata, “ada dua orang yang sedang musafir, ketika datang waktu shalat
tidakmendapatkan air, sehingga keduanya ber-tayamum dengan debu yang bersih lalu
mendirikan shalat. Kemudian keduanya mendapati air, yang satu mengulang wudhu’ dan shalat
sedangkan yang lain tidak mengulang. Keduanya lalu menghadap kepada Rasulullah dan
menceritakan semua hal tersebut. Terhadap orang yang tidak mengulang, beliau bersabda,
“engkau sudah benar sesuai sunnah, dan sudah cukup dengan shalatmu“. Dan kepada orang yang
mengulangiwudhu’ dan shalatnya, beliau bersabda, “bagimu pahala dua kali lipat”.⁷
Jawaban Rasulullah terhadap orang yang tidak mengulang wudhu’ dan shalatnya di atas adalah
contoh makna taqrir yang pertama sedangkan jawaban Rasulullah terhadap orang yang
mengulang wudhu’ dan shalatnya adalah contoh makna taqrir yang kedua.
4. Hadis Ahwali
Hadis ahwali ialah hadis yang berkaitan dengan hal ihwal, sifat-sifat, atau kepribadian Nabi serta
keadaan phisik Nabi Muhammad SAW. Contoh, hadis riwayat Anas bin Malik disebutkan;
Rasul SAW adalah orang yang paling mulia akhlaknya. (H.R.muttafaq alaih).
ِ َّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َأحْ َسنَ الن
اس ُخلُقًا َّ صلَ ِرسُوْ َل هللا.َ {
Contoh lain adalah hadis riwayat Imam Bukhari, sebagai berikut;
} {متفق عليه.صي ِْر ِ َْس بِالطَّ ِوي ِْل ْالبَاِئ ِن َوالَ بِ ْالق
َ اس َوجْ هًا َوَأحْ َسنُهُ خَ ْلقًا لَي
ِ َّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأحْ َسنَ الن َ َِكانَ َرسُوْ َل هللا
َّ صل
Rasul SAW adalah manusia yang sebaik-baik rupa dan tubuh. Keadaan phisiknya tidak tinggi
dan tidak pendek. (H.R.Bukhari).⁸
_______________________
³Ibn Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm (Beirut: Dâr al-Fikri, 1989M/1409 H), hlm. 56.
⁵Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996) hlm. 16
.⁶Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, hlm. 26-27.
⁸Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhâri, Matan al-Bukhâri bihasyiyah as-Sindi, jilid 2
(Mesir: Syirkah Maktabah Ahmad bin Saad wa Aulâdihi, t.th), hlm. 271.
5. Hadis Hammi
Hadis Hammi adalah hadis yang berupa keinginan Nabi Muhammad SAW yang belum
terealisasikan, misalnya keinginan Nabi SAW untuk berpuasa tanggal 9 Asyura. Dalam sebuah
hadis dari Ibnu Abbas disebutkan, yaitu;
ِ ِصا َم النَّبِ ُّي صلى هللا عليه وسلم يَوْ َم عَا ُشوْ َرا َء َوَأ َم َرنَا ب
يَا َرسُوْ َل هللاِ ِإنَّهُ يَوْ َم: ْصيَا ِم ِه قَالُو َ َس يَقُوْ ُل ِح ْين
ٍ ع َْن َع ْب ِد هللاِ بِ ْن َعبَّا
} {رواه أبو داود.ص ْمنَا يَوْ َم التَّا ِس ِع ُ فَِإ َذا َكانَ ْال َعا َم ْال ُم ْقبِ ُل: فَقَا َل َرسُوْ َل هللاِ صلى هللا عليه وسلم.صا َرىَ َّتَ َعظِّ ُمهُ ْاليَهُوْ َد َوالن
Ketika Nabi SAW berpuasa pada hari Asyura‘ dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa,
mereka berkata; “ Ya Rasul, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan
Nasrani, Rasul SAW bersabda: Tahun yang akan datang insya Allah aku akan berpuasa pada hari
yang kesembilan. (H.R. Muslim dan Abu Daud).⁹
berikut: “Hadits yang dipindahkan dari nabi SAW dengan menyandarkan dan
ialah : “Hadits yang dikabarkan oleh sahabat tentang perbuatan nabi SAW
ataupun sabdanya”
adalah berita yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan,
sifat dan persetujuan sekalipun sanadnya tidak bersambung atau terputus, seperti
misalnya yang disandarkan kepada 56para sahabat yang nantinya disebut hadits
mawquf atau disandarkan kepada tabi’in yang disebut dengan ha 57 dits maqthu.
Dengan demikian, dapat diambil ketetapan bahwa tiap-tiap hadits marfu’ tidak selamanya
bernilai shahih atau hasan, tetapi setiap Hadits sahih atau
• kalau diriwayatkan satu hadits dari seorang sahabi, tetapi tabi’I yang menceritakan
daripadanya berkata :
Maka semua lafadz itu menunjukan bahwa hadits atau riwayatnya menjadi marfu’.
2. “menurut perjalanan”
Ucapan seorang shahabi tentang Qur’an itu ada tiga macam, yakni :
2. Keterangan sahabat yang berhubungan dengan hal bukan dari ijtihad atau fikiran
3. Penafsiran seorang sahabat yang bisa didapati dengan jalan ijtihad dan fikiran.
Secara garis besar hadits marfu’ dibagi ke dalam dua bagian yakni :
• Sharih / Haqiqy
• Hukmy
1. Hadits Marfu’ Sharih
Hadits marfu sharih (tegas) adalah hadits yang tegas-tegas dikatakan oleh serang
sahabat bahwa hadits tersebut didengar atau dilihat dan atau disetujui dari
Hadits yang disandarkan kepada nabi SAW berupa sabda beliau, yakni dalam bentuk
ال يقبل هلال صالة بغير طهور وال صدقة: م يقول. سمعت رسول هلال ص: عن عمر بن الخ طاب رضي هلال عنه قال
• من
“Dari Umar bin Khattab ra. Berkata : Saya telah telah mendengar Rasulullah
SAW bersabda : “ Allah tidak menerima shalat dari seorang yang tidak dalam
keadaan suci dan tidak menerima sadaqah dari tipu daya” (riwayat Muslim)”
Yakni hadits marfu’ yang dengan tegas menjelaskan perbuatan Rasulullah SAW.
Contohnya :
“Dari Aisyah ra berkata “ Nabi SAW pada waktu subuh masih dalam keadaan
hadats junub. Kemudian beliau mandi janabah dan pergi shalat subuh. Saya
mendengar bacaan beliau dan beliau pada waktu itu dalam keadaan puasa”
Yakni hadits marfu’ yang menjelaskan tentang perbuatan sahabat yang dilakukan
di hadapan Rasulullah SAW dengan tidak memperoleh reaksi dari beliau, baik
“Ibnu Abbas ra. Berkata : “kami shalat 2 rakaat setelah terbenam matahari,
sedang Rasulullah SAW melihat kami dan beliau tidak memerintahkan kepada
kami atau mencegahnya”.
Hadits yang isinya tidak terang menunjukan kepada marfu’ tetapi dihukumkan
marfu’ haqiqy, hadits marfu’ hukmy pun dibagi kepada tiga bagian, yakni :
Yakni hadits yang tidak secara tegas disandarkan kepada Nabi tentang sabdanya,
keterangan) yang lain, bahwa berita itu berasal dari nabi SAW. Contoh :
مت فق عليه. أم ر بالل أن يشفع األذان ويوت ر اإلقامة: عن انس رضي هلال عنه
“Dari Anas ra. : Bilal telah diperintahkan untuk mengucapkan lafadz-lafadz pada
Ibnu Umar ra. Berkata : “ Kami pada zaman ralulullah SAW bewudhu bersama kaum
Yakni hadits yang berisi suatu berita yang berasal dari sahabat, kemudian diikuti
dengan kata-kata : sunnatu abi qasim, atau sunnatu nabiyyina, atau minas sunnah,
Dari Uqbah bin Amir Al-Juhany ra, bahwasanya dia menghadap ke Umar bin
Khattab, setelah dia bepergian dari Mesir. Maka Umar bertanya kepadanya: “
Sejak jum’at sampai hari jum’at”. Umar berkata: “ Kamu sesuai dengan
sunnah”
4. Kehujjahan hadits marfu
Hadits marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan hujjah, sedangkan hadits marfu
yang dha’if boleh dijadikan hujjah hanya untuk menerangkan fadha’ilil ‘amal
perbuatan,
sahabat. Kemudian tidak dikatakan marfu`, karena hadist ini tidak dirafa`kan
Ibnu Shalah membagi hadis mauquf kepada dua bagian yaitu mauquf
Adapun hukum hadits mauquf, pada prinsipnya, tidak dapat dibuat hujjah,
bentuknya akan tetapi penelitian cermat dilakukan terhadap hakikat nya (oleh
para ulama hadist) menunjukan bahwa hadist mauquf tersebut mempunyai
makna hadist marfu’. Oleh karena itu, para ulama memutlakkan hadist semacam
itu dengan nama marfu’, hukuman (marfu’ secara hukum); yaitu bahwasannya
hadist tersebut secara lafadh memang mauquf, namun secara hukum adalah marfu’. Para ulama
berbeda pendapat tentang boleh tidak nya berhujjah dengan
hukum-hukum syara’.
kalangan hanafiyah , Malik dan Ahmad dalam salah satu riwayatnya berpendapat
bahwa hadis yang demikian dapat dipakai hujjah, karena tindakan para sahabat
demikian tidak dapat dipakai hujjah karena boleh jadi memang didengar dari nabi
Saw.
maupun maknanya yang menunjukkan bahwa hadis tersebut marfu kepada Nabi
bahwa hadis mauquf sebagaimana yang telah diketahui bisa shahih, hasan, atau
dha’if. Akan tetapi meskipun telah tetap kesahihannya, apakah dapat berhujjah
dengannya? Jawaban atas hal tersebut adalah bahwasanya asal dari hadist
mauquf adalah tidak bisa dipakai sebagai hujjah.2 Hal itu disebabkan karena
hadist mauquf hanyalah merupakan perkataan atau perbuatan dari sahabat saja.
Namun jika hadist tersebut telah tetap, maka hal itu bisa memperkuat sebagian
Contoh : perkataan
sebagian tabi’in :
- Contoh Hadist mauquf terbagi ada 2 yaitu hadist mauquf yg Shahih dan hadist
Contoh Hadits Mauquf yang Shahih Contoh berikut ini kita nukil hanya pada
dinyatakan shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim oleh adz-Dzahabiy) Ini
adalah hadits mauquf yang merupakan ucapan seorang Sahabat
Hadits itu memberikan pelajaran bagi kita bahwa yang terpenting dalam
menjalankan Dien ini adalah ketepatan sesuai dengan Sunnah Nabi. Meski
kita hanya sedikit dalam mengamalkan sunnah Nabi, itu jauh lebih baik
: Contoh Hadits Mauquf yang Tidak Shahih Berikut ini adalah contoh
hadits mauquf yang tidak shahih, tentang bacaan di dalam sholat, yang
menceritakan kepada kami Abu Taubah arRabi’ bin Naafi’ (ia berkata) telah
mengkhabarkan kepada kami Abu Ishaq yaitu al-Fazaariy dari Humaid dari
alHasan dari Jabir bin Abdillah –semoga Allah meridhainya ia berkata: Kami
melakukan sholat tathowwu’ (sunnah), kami berdoa saat berdiri dan duduk, dan
kami bertasbih saat ruku’ dan sujud (H.R Abu Dawud) Hadits ini dinisbatkan
ٔٔ
Menurut bahasa kata al-maqthu’ ) ) المقطوعberasal dari kata ٔ–ٔيقطع– قطع
قطعا
maupun perbuatan tabi’in tersebut dan sunyi dari pada tanda yang
Sallahu alaihi wasallam “ Ibnu Hajar Al Asqallani berkata hadis maqthu’ ini
sesuatu yang disandarkan kepada Tabi’in, dan yang disandarkan kepada selain
Tabi’in, atau orang yang datang dari selain mereka, maka dari penjelasan ini
masuklah hadis maqthu’ itu yang disandarkan kepada tabi’in dan selain tabi’in
Hadis maqthu’ tidak sama dengan hadis munqathi’, karena maqthu’ adalah
sifat dari matan, yaitu berupa perkataan tabi’in atau tabi’ut tabi’in, sementara
“Dari ‘Abdillah bin Sa’id bin Abi Hindin, ia berkata : aku pernah bertanya
kapada Sa’id bin Musayyib bahwasanya si fulan bersin, padahal imam sedang
[15/3 09.11] Arr: perintahlah kepadanya, supaya jangan berkali-kali diulang.” (Al-Atsar)
Sa’id bin Musayyib adalah seorang tabi’in dan hadis di atas adalah hadis
“Dari Qatadah ia berkata : adalah Sa’id bin Musayyib pernah shalat dua
Sa’id bin Musayyib adalah seorang tabi’in dan hadis di atas adalah hadis
2. Maqthu’ Taqriri
kami dalam masjid itu, sedang Syuraih juga shalat di situ”. (Al-Muhalla),
Syuraih ialah seorang tabi’in. Riwayat hadis ini menunjukkan bahwa Syuraih
membenarkan seorang hamba menjadi imam.
Hadis maqthu’ tidak dapat dijadikan sebagai hujjah atau dalil untuk
menetapkan suatu hukum, karena status dari perkataan tabi’in sama seperti
hadis maqthu tidak bisa dipergunakan sebagai landasan hukum, karena hadis
maqthu’ hanyalah ucapan dan perbuatan seorang muslim. Tetapi jika di dalamnya
terdapat qarinah yang baik, maka bisa diterima dan dapat menjadi marfu’ mursal
62 Jika ditelusuri lebih lanjut, penggunaan istilah sunnah terhadap sesuatu yang
datang dari Nabi terkesan lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan istilah hadis,
terlepas apakah ia bersifat tidak mengikat (gha>iru tasyri>’iyyah) atau yang bersifat
mengikat (tasyri>’iyyah). Hal ini dapat ditemukan dalam berbagai sumber seperti kitab
ushul fiqih, terutama dalam pembahasannya terkait dengan sumber hukum Islam.
63 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, Jilid I, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 108.
64 Tarmizi, M. Jakfar, Otoritas Sunnah non Tasyri’iyah Menurut Yusuf Al-
pensyariatan bersifat abadi, dan berlaku untuk semua ruang dan waktu (‘am) serta tidak
pada Selasa, 24 Agustus 2017. Menurut Musa Syahin sebagaimana dikutip oleh Kaizal
Bay dalam “Kriteria Sunnah Tasyri’iyah Yang Mesti Diikuti”, bahwa pencetus dari
kedudukannya sebagai imam dan pemimpin umat Islamdan tindakan yang lainnya dalam bentuk
sifatnya sebagai
pemimpin65.
ا
َKESIMPULAN
Dari apa yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat disimpulkan
bahwasanya; Pertama, Jamaah Tabligh dalam mendefinisikan terma sunnah lebih mengarah kepada
definisi yang dinarasikan oleh ulama Hadis. Sunnah yang dimaksud adalah semua hal yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad saw baik ketika beliau belum diangkat menjadi Rasul atau sesudahnya
(Qabla al-Bi’s|ah ay Ba’dahu), meliputi setiap perkataan dan perbuatan, sifat dan hal ikhwal. Oleh
karenanya, pemahaman Jamaah tabligh menjadi niscaya untuk mengikuti segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi Muhammad Saw. Semua itu dinyatakan sebagai sunnah, walaupun praktek yang
dilakukan Nabi Muhammad saw pada kapasitas sebagai manusia biasa. Dengan pemahaman seperti ini,
maka menjadi mafhum> dan wajar saja jika jamaah tabligh mempraktekkan amaliah dan performa
sehari-hari mereka (baca: perspektif jamaah) seperti apa yang dilakukan nabi Muhammad saw dan
sahabat. Bagi jamaah tabligh, apa yang dilakukan adalah sesuatu yang disunnahkan, seperti
menggunakan peci dan surban, mengenakan gamis, memanjangkan jenggot, bersiwak, makan
berjamaah, dan amaliah lainnya. Menurut mereka semua itu dianjurkan bahkan
diperintahkan dengan berbagai hikmah tersendiri. Oleh karenanya, sunnah Rasulullah itu bukan hanya
bersifat qauliah (perkataan) saja namun juga s}u>roh atau bentuk penampilan lahiriah Rasulullah
juga merupakan sunnah.
Bahwa sunnah difahami dalam tiga bentuk yang berimplikasi pada praktek kegamaan jamaah
tabligh. Pertama, sunnah yang memuat segala cerita dan peristiwa yang dialami nabi Muhammad saw
sejak terbangun dari tidur hingga kembali tidur (Sirah). Kedua, sunnah yang menampilkan performa
dan style nabi Muhammad saw dalam keseharian (Shurah). Ketiga, sunnah yang berkaitan dengan
perkara batin yang dirasakan nabi Muhammad saw (sarirah) seperti kegundahan hati terhadap nasib
umatnya, perasaan hati beliau dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
Abi Fadl, Syihab al-Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar al-Asqalaniy,
2012).