Anda di halaman 1dari 18

KARAKTERISTIK KLIEN

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata
kuliah “Konseling Individual”

Dosen Pengampu:
Siska Mardes, S.Pd., M.Pd., Kons.

Isnaria Rizky Hayati, M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Nabila 2205112232
Nur Najhiha Izzaty 2205112664
Yona Triwulandari 2205111322

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau
Pekanbaru
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur telah terucap kepada Allah SWT. Karena atas limpahan
berkat dan rahmat-Nya lah pemakalah dapat menyelesaikan tugas makalah
kelompok yang berjudul “Kualitas dan Pendidikan Konselor”. Penulisan makalah
ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah “Konseling
Individual” di Program Studi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Riau.

Ucapan terimakasih pun pemakalah sampaikan kepada dosen pengampu pada


mata kuliah ini yaitu Ibu Siska Mardes, S.Pd., M.Pd., Kons. Dan Ibu Isnaria Rizky
Hayati, M.Pd karena atas pemberian tugas makalah ini, pemakalah bisa lebih
banyak memperoleh ilmu dan pengetahuan khususnya tentang Karakteristik Klien.

Pemakalah menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini masih


jauh dari kesempurnaan, namun pemakalah berharap dengan ketidaksempurnaan
tersebut bisa menjadi bahan perbaikan dimasa yang akan datang.

Pekanbaru, 17 September 2023

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2


BAB I .................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah .......................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN .................................................................................................. 5
2.1 Memahami Klien ........................................................................................ 5
1. Kepribadian Klien .................................................................................... 5
2. Harapan Klien .......................................................................................... 5
3. Pengalaman dan Pendidikan Klien ............................................................ 7
2.2 Aneka Ragam Klien.................................................................................... 8
1. Klien Sukarela .......................................................................................... 8
2. Klien Terpaksa ......................................................................................... 9
3. Klien Enggan (Reluctant Client) ............................................................. 10
4. Klien Bermusuhan/menentang ................................................................ 10
5. Klien Krisis ............................................................................................ 11
2.3 Peranan Negoisasi dalam Konseling ......................................................... 12
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Teknik Negosiasi .............................. 13
2. Tahap Teknik Negosiasi Konseling ........................................................ 13
3. Praktek Negosiasi .................................................................................. 14
BAB III.............................................................................................................. 16
PENUTUP ......................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 16
3.2 Saran ........................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bimbingan dan konseling merupakan salah satu bagian dari integral


pendidikan, yang mana setiap sekolah diwajibkan untuk menyediakan
sedikitnya satu orang konselor untuk 60 siswa. Sesuai yang tercantum dalam
menpendikbud. 2014, yang menyatakan bahwa konselor Harus memiliki
kualifikasi akademik minimal sarjana pendidikan S1 yang sesuai dengan
bidangnya dan telah lulus pada pendidikan profesi.

Konselor sebagai sebuah profesi harus memiliki kualitas yaitu kriteria yang
termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan nilai nilai yang
baik. Sehingga akan memudahkan dalam menjalankan proses layangan dalam
bimbingan dan konseling untuk dapat mencapai tujuan yang efektif dan efisien
serta dapat melaksanakan tugas dengan maksimal dan optimal.

Kepribadian konselor merupakan faktor yang sangat penting dan


menentukan keberhasilan juga jalannya proses konseling. Kepribadian yang
baik dari seorang konselor akan mampu menciptakan kehangatan hubungan
sehingga tingkat keberhasilan dalam konseling akan lebih mendominasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa karakteristik klien yang baik?


2. Keberhasilan dan kegagalan proses konseling ditentukan oleh apa saja?
3. Apa saja aneka ragam klien?

1.3 Tujuan Masalah

1. Menjelaskan dan menyebutkan tentang karakteristik klien yang baik.


2. Menyebutkan serta menjelaskan tentang apa saja penentu keberhasilan dan
kegagalan proses konseling.
3. Menyebutkan dan menjelaskan tentang berbagai aneka ragam klien.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Memahami Klien

Semua indevidu yang diberi bantuan profesional oleh seorang konselor atas
permintaan dia sendiri atau atas permintaan orang lain dinamakan klien. Karena la
membutuhkan bantuan, tetapi ada juga yang datangnya bukan kemauan dari
dirinya. Dia sadar bahwa dalam dirinya ada suatu kekurangan atau masalah yang
memerlukan bantuan seorang ahli yang dapat membantu dirinya dalam mengatasi
permasalahannya. Shertzer and Stone (1987) mengemukakan bahwa keberhasilan
dan kegagalan proses Konseling ditentukan oleh 3 hal yaitu :

1. Kepribadian Klien
Kepribadian klien cukup menentukan keberhasilan peoses konseling.
Aspek-aspek kepribadian klien adalah sikap, emosi, intelektual, motivasi dan
sebagainya. Seorang klien yang cemas akan Nampak prilakunya pada saat
berhadapan dengan konselor, seorang konselor yang efektif akan mengungkap
perasaan-perasaan cemas klien semaksimal mungkin dengan cara menggali atau
eksplorasi sehingga keluar dengan leluasa bahkan mungkin diiringi dengan air mata
klien.

Sebagaimana konselor, klien juga dilatarbelakangi oleh sikap, nilai-nilai,


pengalaman. Perasaan, budaya, social, ekonomi, dan sebagainya. Semua itu
membentuk kepribadiannya. Saat berhadapan dengan konselor dalam proses
konseling, maka latarbelakang tersebut akan muncul baik dengan sengaja
dimunculkan maupun muncul dengan tidak disengaja.

2. Harapan Klien
Mengandung makna adanya kebutuhan yang ingin terpenuhi melalui proses
konseling. Pada umumnya harapan klien terhadap proses konseling adalah untuk
memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban atau jalan

5
keluar dari persoalan yang dialami dan mencari upaya bagaimana dirinya supaya
lebih baik dan lebih berkembang.

Shertzer dan Stone (1980) mengemukakan bahwa secara umum harapan


klien atau counselees adalah agar proses konseling dapat menghasilkan pemecahan
(solusi) persoalan pribadi mereka. Termasuk di dalam permasalahan pribadi itu
adalah: dapat menurunkan atau menghilangkan stres, memberikan kemampuan
untuk bisa mengadakan pilihan, menjadikan dirinya populer dari sebelumnya,
menjadikan hubungan dengan orang lain lebih baik dan bermakna agar bisa
diterima di perguruan tinggi bermutu, mendapat beasiswa, atau dana bantuan dari
perusahaan titik di samping itu harapan client adalah agar dapat mengatasi kesulitan
dan kegagalan dalam pelajaran, agar konseling dapat memberikan jaminan supaya
dia bisa mendapat pekerjaan dan naik pangkat, serta mendapatkan kedudukan atau
karir makin baik.

Sering terjadi bahwa klien menaruh harapan terlalu tinggi terhadap proses
konseling, sedangkan kenyataannya konseling tidak dapat memenuhi harapan
tersebut titik terjadinya diskrepansi antara harapan dan kenyataan, mungkin dapat
membuat klien kecewa sehingga bisa membuat dia putus hubungan konseling
selanjutnya (drop out -DO) di mana klien tidak datang lagi pada proses konseling
berikutnya. Seorang control sebaiknya mengetahui dengan pasti apa yang menjadi
latar belakang harapan seorang klien. Mungkin belum tentu harapan tersebut
muncul dari dirinya sendiri titik sebab lain itu muncul dari lingkungan sosial budaya
dan sosial psikologis tertentu. Harapan untuk melanjutkan studi ke fakultas
kedokteran, mungkin berasal dari obsesi orang tua yang menginginkan anaknya
menjadi dokter. Sebab ia sendiri dulu pernah bercita-cita menjadi dokter namun
tidak kesampaian.

Factor harapan konselor kadang-kadang dapat pula mengganggu jalannya


proses konseling. Terutama jika harapan tersebut terkesan dipaksakan. Hal ini dapat
membuat klien menjadi tidak kreatif, tergantung, dan mengacaukan konsentrasinya,
akibatnya klien tidak mampu menggali dirinya dan terjadi konflik dalam diri klien

6
antara harapan konselor dan harapan dirinya bertentangan, konflik harapan juga
bisa terjadi antara klien dengan orang tuanya, klien dengan atasan, dan sebagainya.

3. Pengalaman dan Pendidikan Klien


Hal ini amat menentukan atas keberhasilan proses konseling. Sebab dengan
pengalaman dan pendidikan tersebut, klien akan mudah menggali dirinya sehingga
persoalannya semakin jelas dan upaya pemecahannya semakin terarah. Pengalaman
yang dimaksud adalah pengalaman dalam konseling, wawancara, berkomunikasi,
berdiskusi, pidato, ceramah, mengajar, melatih keterbukaan, dalam suasana
demokratis dikeluarga, kantor, sekolah, dan sebagainya.

Khususnya tentang pengalaman konseling dimaksudkan sebagai


pengalaman dalam membicarakan potensi dan masalah diri terhadap ahli konseling,
orang tua, tokoh ulama dan sebagainya jika pengalaman khusus ini sudah sering
dilakukan berhasil, maka proses konseling saat ini akan berhasil pula. Tapi ada
kalanya terjadi klien kecanduan bicara pada konselor atau siapa saja yang
dianggapnya orang-orang yang dapat mendengarkannya.

Kecanduan bicara yang dimaksudkan di sini adalah kesenangan untuk


membicarakan dirinya dan lingkungannya, tanpa adanya keinginan untuk berubah
titik motif lain ini adalah senam berbicara ke mana saja tanpa ada kemauan untuk
membuat rencana dan eksen. Jika bertemu klien yang demikian sebaiknya proses
dan sering diputus saja.

Pengalaman dan pendidikan yang baik pada umumnya memudahkan


jalannya proses konseling. Seorang klien yang berpengalaman dalam berdiskusi,
pidato, ceramah, dan berdialog dengan orang lain, biasanya lebih mudah
mengungkapkan perasaan, dan lebih mudah kalimat-kalimatnya untuk dipahami,
serta arah pembicaraannya lebih jelas. Konselor tinggal mengarahkan dengan
teknik-teknik yang lebih bervariasi dan menghargai pandangan-pandangannya.
Pengalaman menunjukkan bahwa makin rendah taraf pendidikan dan kurangnya
pengalaman berkomunikasi konseling dilakukan oleh konselor.

7
Faktor sekolah dapat pula menunjang perkembangan atau kemampuan anak
untuk berkomunikasi titik biasanya guru yang baik akan menciptakan kelasnya
begitu kondusif untuk kebebasan berpendapat dan berpikir kreatif.

2.2 Aneka Ragam Klien

Setelah kita memahami klien dengan latar belakangnya, Maka selanjutnya kita
akan memahami pula aneka ragam atau jenis klien. Jika seorang klien datang
kepada konselor tentu ada maksud yang terkandung di dalam hatinya. Namun
banyak pula kelainan datang tanpa maksud yang jelas atau mungkin pula
kehadirannya karena terpaksa oleh ajakan atau suruhan orang lain.

Berikut ini kami uraikan berbagai jenis atau ragam klien yang akan dihadapi
konselor sebagai berikut:

1. Klien Sukarela
Klien sukarela artinya klien yang hadir di ruangan konseling atas kesadaran
sendiri, berhubung ada maksud dan tujuannya. Mungkin ia ingin memperoleh
informasi, menginginkan penjelasan tentang persoalan yang dihadapinya, tentang
karir dan lanjutan studi, dan sebagainya.
Secara umum dapat kita kenali ciri-ciri kelahiran sukarela sebagai berikut:
a) Hadir atas kehendak sendiri.
b) Segera dapat menyesuaikan diri dengan konselor.
c) Mudah terbuka, seperti segera mengatakan persoalannya.
d) Bersungguh-sungguh mengikuti proses konseling.
e) Berusaha mengemukakan sesuatu dengan jelas.
f) Sikap bersahabat, mengharapkan bantuan.
g) Bersedia mengungkapkan rahasia walaupun menyakitkan.
Bagi para konselor terutama konser pemula, amat diinginkan mendapat
klien sukarela. Namun walaupun klien sudah datang dengan sukarela jika
konselor kurang terampil, kurang bersahabat, maka klien tersebut akan kecewa

8
dan mungkin drop out (DO). Karena itu konselor perlu mempelajari kliennya
dengan memperhatikan sikap, emosi, dan bahasa nonverbal.
Konselor pemula sering merasa bahwa banyak bicara adalah yang
terbaik. Padahal jika hal itu terjadi pada klien yang memerlukan pemikiran
rasional dan pragmatis, kontrol pemula seperti itu amat membosankan klien,
yang akan berakibat DO.

2. Klien Terpaksa
Klien terpaksa adalah klien yang kehadirannya di ruang konseling bukan
atas keinginannya sendiri. Dia datang atas dorongan orang tua, wali kelas, teman,
dan sebagainya. Mungkin ke lain tadi diantar atau disuruh menghadap konselor
karena dianggap perilakunya kurang sesuai dengan aturan lingkungan keluarga atau
sekolah.
Klien terpaksa memiliki karakteristik yang perlu diketahui: (1) bersifat
tertutup, (2) enggan berbicara, (3) curiga terhadap konselor, (4) kurang bersahabat,
dan (5) menolak secara halus bantuan konselor.
Untuk menghadapi klien terpaksa, konselor tidak boleh memaksa untuk
memberi bantuan titik Hal ini akan lebih menjauhkan klien dari proses konseling.
Salah satu strategi adalah menjelaskan secara bijak apa yang dimaksud konseling
sebab kebanyakan klien enggan atau tidak mau mendatangi konseling karena nama
baik bimbingan dan konseling telah tercemar akibat ulah “konselor” di lapangan
yang tidak profesional.
Mereka memandang bahwa konseling adalah: (1) proses nasehat supaya
klien menjadi baik, (2) konseling hanya bagi kasus-kasus orang yang mengalami
masalah atau kesulitan penyesuaian diri semisal orang gila. Misalnya jika nyata
seorang siswa nakal, mencuri, memukul teman, maka anak itu harus diberi
bimbingan titik namun jika ada anak yang berprestasi dalam seni, belajar, olahraga,
dan sebagainya, mereka itu tidak perlu dibimbing. Demikian juga anak-anak yang
baik kelakuannya, dianggap tidak perlu dibimbing. Padahal bimbingan dan
konseling harus diberikan kepada semua orang untuk perkembangan potensinya.
Jadi bukan hanya bagi yang bermasalah.

9
3. Klien Enggan (Reluctant Client)
Salah satu bentuk kelainan enggan adalah yang banyak bicara titik pada
prinsipnya klien seperti ini enggan untuk dibantu. Ia hanya senang untuk
berbincang-bincang dengan konselor, tanpa ingin menyelesaikan masalahnya.

Di samping itu ada lagi yang diam saja kelainan ini diam karena tidak suka
diberi bantuan oleh konselor. Akan tetapi dihadirkan oleh orang tua atau wali kelas
ke ruang konseling. Ketidaksukaan klien ini disebabkan dia malu datang kepada
konselor. Sebab menurut klien ini tidak pantas dia diperlakukan oleh konselor
karena dia tidak termasuk orang yang nakal atau gila.

Upaya yang bisa dilakukan menghadapi klien seperti ini adalah: (1)
menyadarkan akan kekeliruannya; (2) memberi kesempatan agar dia dibimbing
oleh orang lain saja, atau mencari lawan bicara yang lain.

4. Klien Bermusuhan/menentang
Klien terpaksa yang bermasalah cukup serius, bisa menjelma menjadi klien
bermusuhan. Sifat-sifatnya adalah: (1) tertutup; (2) menentang; (3) bermusuhan
dan; (4) menolak secara terbuka.
Sifat tertutup lazim terjadi pada klien enggan dan menentang. Karena itu
kita sebagai konselor yang efektif harus menggunakan strategi yang ramah
menyapa, dan memperlakukan sebaik mungkin tapi tegas, dan yang penting adalah
negosiasi dengan dia. Intinegosiasi adalah mengizinkan dia keluar atau tidak
mengikuti konseling namun memberikan waktu kira-kira 10-15 menit untuk
menjelaskan apa yang dimaksud konseling.
Masalah yang besar adalah kemampuan konselor menghadapi klien
bermusuhan itu. Sebab adakalanya sebagai manusia sering sekali konselor terutama
pemula, kurang stabil emosionalnya, cepat bergejolak dan mungkin akan hilang
kesabaran menghadapi klien yang menentang.
Cara yang efektif menghadapi klien tersebut adalah:
a) Ramah, bersahabat, dan empati.
b) Toleransi terhadap perilaku klien yang nampak.

10
c) Tingkatkan kesabaran, menanti saat yang tepat untuk berbicara sesuai
bahasa tubuh klien.
d) Memahami keinginan klien yaitu tidak sudi dibimbing.
e) Mengajak suatu negosiasi atau kontrak waktu dan penjelasan tentang
konseling

5. Klien Krisis
Yang dimaksud klien krisis adalah jika seseorang menghadapi musibah
seperti kematian (orang tua,pacar/istri,anak yang dicintai), kebakaran rumah,
diperkosa, dan sebagainya yang dihadapkan pada konselor untuk diberi bantuan
agar dia menjadi stabil dan mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang baru
(musibah tersebut).
Beberapa gejala perilaku klien krisis adalah: (1) tertutup, atau menutup diri
dari dunia luar; (2) amat emosional, tak berdaya, ada yang histeri; (3) kurang
mampu berpikir rasional; (4) tidak mampu mengurus diri dan keluarga; (5)
membutuhkan orang yang amat dipercayai.
Lindeman (1944) mengatakan karakteristik individu yang mengalami duka
cita yang mendalam sebagai berikut:
1) Keadaan fisik yang menderita, sesak, tak bisa tidur, kehilangan nafsu
makan, pencernaan terganggu, lemah sesak nafas.
2) Perasaan hampa, tegang, kelelahan (exhausion), hilang rasa kehangatan, dan
menjauh dari orang banyak.
3) Kadang-kadang keasyikan dengan khayal kematian.
4) Kadang-kadang timbul perasaan bersalah terhadap kejadian atau kegagalan
yang dialami, atau menyalahkan diri secara berlebihan.
5) Berubah pola-pola kegiatan, gelisah, tanpa arah, mencari aktivitas tapi tanpa
motivasi untuk meneruskannya.
Tujuan utama membantu klien yang mengalami kesedihan mendalam (grief)
adalah:
1) Agar klien dapat menerima kesedihannya secara wajar.

11
2) Agar klien dapat mengekspresikan (mengungkapkan dengan bebas) segala
rasa kesedihannya.
3) Menghilangkan ingatan terhadap almarhum.
4) Membentuk lagi lingkungan yang baru yang dapat melupakannya terhadap
almarhum.
5) Membentuk relasi (kawan/sahabat) yang baru.
Adapun menurut Brammer (1979) ada 3 langkah penting untuk membantu
pelayanan krisis, yaitu: (1) tentukan terlebih dahulu kondisi krisis itu, seberapa para
keadaan itu titik konselor harus menentukan tipe bantuan yang amat dibutuhkan
klien saat itu, berdasarkan penilaian awal tentang kondisi krisis klien; (2) tentukan
sumber-sumber apa yang bisa membantu klien secepatnya, misalnya saudara,
teman, kelompok. Dan bantuan apa yang dapat mereka berikan pada klien; (3)
bantuan dalam bentuk pertolongan langsung titik yaitu konselor memberikan
peluang agar klien bisa menyalurkan perasaannya seperti perasaan takut, rasa
bersalah, rasa marah. Konselor bisa memberikan bantuan psikologis dengan
penyaluran dan penyadaran akan emosionalnya. Kemudian membawa klien ke alam
nyata kepada kondisi dan relasi yang baru.

2.3 Peranan Negoisasi dalam Konseling

Menurut Jackman teknik negosiasi adalah sebuah proses yang terjadi antara
dua pihak atau lebih yang pada mulanya memiliki pemikiran berbeda, hingga
akhirnya mencapai kesepakatan. Oliver menambahkan bahwa teknik negosiasi
adalah sebuah transaksi dimana kedua belah pihak mempunyai hak atas hasil akhir.
Untuk itu diperlukan persetujuan dari kedua belah pihak sehingga terjadi proses
yang saling memberi dan menerima sesuatu untuk mencapai suatu kesepakatan
bersama.

Lebih jelasnya, teknik negosiasi adalah upaya untuk “membujuk” agar


calon klien kita merasa menghindarkan hambatan-hambatan psikologisnya,
sementara kekurangan dari teknik negosiasi adalah tidak bisa diterapkan dalam
semua masalah siswa, karena tidak semua siswa dapat dibujuk untuk menyelesaikan

12
masalahnya. Salah satu bentuk hambatan psikologisnya adalah klien yang terhindar
dari sikap terpaksa untuk melakukan kegiatan konseling. Untuk menghadapi klien
terpaksa perlu diadakan teknik negosiasi sebelum konseling yang sebenarnya.
Beberapa faktor yang menyebabkan klien itu terpaksa adalah sebagai akibat sistem
organisasi seperti sekolah yang amat disiplin dan tidak demokratis.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Teknik Negosiasi


McGuire mengatakan terdapat tiga faktor utama dalam kemampuan teknik
negosiasi yang baik, yaitu:

a. Patience adalah negosiator yang baik menyadari bahwa teknik negosiasi


membutuhkan proses, termasuk di dalamnya untuk menghilangkan sekat di
antara kedua pihak dan bukan merupakan hasil instan.
b. Self confidence, yaitu negosiator yang baik menyadari bahwa dengan
memiliki kepercayaan diri berarti memiliki pula keyakinan akan
kemampuannya untuk mencapai keberhasilan negosiasi.
c. Communication skill, yaitu negosiator yang baik menyadari bahwa dengan
melibatkan dua pihak, negosiasi membutuhkan kemampuan komunikasi
yang baik agar mampu menangkap pesan secara efektif.

2. Tahap Teknik Negosiasi Konseling


Adapun tahap-tahap dari Teknik Negosiasi dalam Konseling adalah sebagai
berikut:

a. Bentuklah hubungan konseling melalui keramahan,senyum,sikap empatik,


terbuka, menghargai, bertanya terbuka, penuh perhatian, dan cepat
memahami keadaan klien.
b. Tangkaplah isu penting seberapa mungkin yang bisa anda lakukan, karena
hal ini amat tergantung kepada kecerdasan konselor untuk ungkapan-
ungkapan verbal dan nonverbal yang mengandung isu masalah mengenai
dirinya ataupun adanya potensi klien yang kurang berkembang sehingga
menjadi masalah.

13
c. Berbekal isu-isu tentang diri klien yang telah ditangkap maka konselor
bekerja dengan isu tersebut, artinya melakukan proses konseling yang
sebenarnya yaitu membantu agar klien menurunkan stress, mampu
memahami diri dan masalahnya, mampu menyusun rencana atau ide-ide
yang baik agar klien tersebut dapat mengatasinya masalahnya.
d. Klien menarik beberapa kesimpulan dengan bantuan konselor, kemudian
agar klien memberikan evaluasi mengenai jalannya serta sikap dan
kemampuan konselor dalam upaya memberikan bantuan.

Adapun syarat-syarat untuk dapat melaksanakan negosiasi dengan baik,


adalah sebagai berikut:

a. Kecerdasan dan wawasan yang luas.


b. Keterampilan berbicara dan komunikasi yang menghargai.
c. Bersikap ramah, murah senyum, sopan, cermat, dan empati.
d. Pemahaman yang memadai tentang subjek (individu) yang dihadapi, yaitu
semua informasi penting tentang orang tersebut.
e. Tidak membosankan, tidak memaksa, tidak menyimpulkan, dan tidak
mengecewakan orang lain.

3. Praktek Negosiasi
Untuk mempraktekkan upaya negosiasi dengan calon klien khususnya para
siswa/i, dapat ditempuh dengan kegiatan-kegiatan berikut: pertama; “tandai” calon
klien berdasarkan informasi yang ada titik kalau bisa dikaji data yang berkaitan
dengan potensinya seperti keahlian, keterampilan, bakat khusus, hobi, dan
sebagainya. Guna data seperti ini adalah untuk memudahkan pembicaraan tahap
awal sehingga membuat klien gembira dan senang untuk berbicara mengenai
dirinya.

Kedua; amati calon klien saat dia santai di luar pelajaran titik misalnya dia
sedang “ngobrol” dengan seorang teman atau sekelompok teman. Jika momen
sudah dianggap tepat, mulailah mendekat dengan ramah dan baik serta lakukanlah
dialog seperti ini:

14
1. Calon Konselor (CK): “maaf, boleh saya mengganggu sebentar?”
2. Para Siswa (PS): “O, silahkan.”
3. CK: “saya perkenalkan diri saya sebagai mahasiswa sedang praktek
bimbingan dan konseling di sekolah ini.”
4. PS: “oh, jadi apa yang bapak inginkan dari kami?”
5. CK: “maaf, panggil saja saya kakak, dan jangan sungkan-sungkan
terhadap saya. Sebenarnya saya ingin berbincang-bincang dengan sdr. D
di tempat terpisah. Bagaimana D, apakah anda bersedia?”
6. D: “Ada apa ya?” (agak ragu dan curiga)
7. CK: “tidak, hanya sekedar "ngobrol" ringan. Bolehkan?”
8. D: “baiklah, kalau begitu permisi teman-teman.”
9. CK: “Saya permisi juga.”

Jika negosiasi berhasil di awal seperti contoh dialog di atas, maka negosiasi
selanjutnya adalah dengan D, kapan dia bersedia untuk berbincang-bincang lebih
jauh dengan dirinya, dalam arti proses konseling. Pada nego kedua ini mungkin bisa
dibuat appointment (perjanjian) hari, waktu, dan tempat sesuai dengan kesediaan
dan kebutuhan siswa tersebut.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Shertzer and Stone (1987) mengemukakan bahwa keberhasilan dan kegagalan


proses Konseling ditentukan oleh 3 hal yaitu : (1) Kepribadian Klien, (2) Harapan
Klien, (3) Pengalaman dan Pendidikan Klien. Adapun keanekaragaman klien juga
ada beberapa, yaitu:

a. Klien Sukarela
b. Klien Terpaksa
c. Klien Enggan (Reluctant Client)
d. Klien Bermusuhan/menentang
e. Klien Krisis

Dalam konseling individual, karakteristik klien memainkan peran penting


dalam menentukan pendekatan terbaik yang akan digunakan oleh seorang konselor.
Pertama, penting untuk memahami bahwa setiap klien memiliki latar belakang,
nilai-nilai, dan pengalaman hidup yang unik. Oleh karena itu, konselor harus
berusaha untuk memahami karakteristik klien secara mendalam, seperti latar
belakang budaya, pandangan dunia, dan masalah spesifik yang mereka hadapi.
Kedua, karakteristik klien juga mencakup tingkat kesiapan mereka untuk perubahan
dan kerja sama dalam proses konseling. Konselor harus sensitif terhadap hal ini dan
mampu menyesuaikan pendekatan mereka sesuai dengan tingkat kesiapan klien,
memastikan bahwa klien merasa didengar, dihormati, dan dipandu secara penuh
dalam upaya mencapai perubahan positif dalam hidup mereka.

Dalam rangka memberikan pelayanan konseling yang efektif, penting bagi


seorang konselor untuk meresapi dan menghormati karakteristik klien ini,
menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, dan merancang pendekatan
yang sesuai dengan kebutuhan dan situasi unik klien tersebut. Dengan demikian,
pemahaman yang mendalam tentang karakteristik klien adalah landasan yang

16
krusial dalam memandu proses konseling menuju pencapaian tujuan yang
diinginkan oleh klien.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini tim penulis menyadari bahwa, penulisan


makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu saran dan kritik yang
membangun penulis harapkan agar dapat memperbaiki makalah dengan lebih
baik lagi dan berpedoman pada banyak sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan. Semoga makalah ini dapat menjadi sumber yang
bermanfaat bagi orang banyak dan dapat menambah wawasan bagi para
pembaca tentang Kualitas dan Pendidikan Konselor.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arsyah, D. (2020). Penggunaan Teknik Negosiasi dalam Layanan Konseling


Individual untuk Mengatasi Klien Terpaksa di Sekolah Menengah
Atas Negeri 5 Tapung (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU).

Pane,R.M. (2020). KARAKTERISTIK KONSELI DAN PERMASALAHANNYA


DALAM BIMBINGAN KONSELING. Thariqah Ilmiah: Jurnal
ilmu-ilmu kependidikan & Bahasa Arab, 6(2), 137-148.

Hartono, M. S. (2015). Psikologi konseling. Kencana.

Willis, Sofyan. (2017). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung:


Alfabeta.

18

Anda mungkin juga menyukai