Disusun untuk memenuhi tugas makalah pada mata kuliah Bimbingan Konseling Islam
DISUSUN OLEH :
Kelompok 9
TBI-3/Sem.III dan V
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Dan tidak lupa
penulis berterima kasih kepada Dosen mata kuliah Bimbingan Konseling Islam, Bapak Ismail
Ahmad Siregar, S.Pd.I, M.Pd yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini.
Penulis sangat berharap tugas makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang penulis harapkan. Untuk itu, penulis
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga tugas sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun bagi orang yang
membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan. Terima kasih.
Penulis
Kelompok 9
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses konseling adalah kegiatan mencari informasi dari seseorang yang memiliki
masalah. Langkah dan tahapan harus diperhatikan dalam melaksanakan proses konseling. Proses
konseling dianggap berhasil jika terjadi perubahan pada klien selama konseling. Oleh karena itu,
konseling lebih menekankan pada proses pada waktu tertentu untuk memperkuat kepercayaan
dan hubungan antara klien dan konselor. Dalam proses kontrol, langkah-langkah individu tidak
harus mengikuti satu sama lain, tetapi dapat fleksibel.
Segala upaya dalam konseling konseling tidak lain adalah upaya untuk membantu klien
memahami diri dan lingkungannya sehingga dapat melakukan perubahan yang optimal. Setelah
proses konsultasi, diharapkan setiap konflik dapat diselesaikan oleh klien sendiri. Menggunakan
segala kelebihan atau potensi klien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud keterampilan konseling?
2. Bagaimana komunikasi bisa menjadi landasan dalam keterampilan konseling?
3. Apa saja tahap-tahap dalam keterampilan konseling?
C. Tujuan
1. Memahami keterampilan konseling secara keseluruhan agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik.
2. Dapat memahami komunikasi sebagai landasan keterampilan konseling.
3. Dapat memahami setiap tahap keterampilan dalam konseling mulai dari tahap awal
hingga tahap akhir.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keterampilan Konseling
1
Sofyan Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, Alfabeta, Bandung, 2013. h.157
2
Keterampilan konseling dasar diyakini sebagai keterampilan inti dan dasar dari profesi
konseling. Tanpa keterampilan ini konselor tidak dapat melakukan perannya sebagai konselor
dengan baik. Tanpa keterampilan ini konselor tidak akan dapat membantu konseli dan akan
berkinerja buruk dalam pekerjaannya sehari-hari.2
Pemakaian keterampilan konseling oleh konselor dibagi menjadi lima tujuan berbeda,
yaitu:
2
Ivey , A.E dan Ivey, M.B, International Interviewing and Counseling facilitating Client Development and
Multicultural Society, (CA, Brook/Cole. 2003). h.1
3
d. mengubah keterampilan-keterampilan buruk konseli yang menciptakan masalah bagi
konseli
e. mewujudkan perubahan falsafah hidup
Tentunya kelima tujuan keterampilan konseling ini diselenggarakan oleh konselor dengan
media komunikasi, baik melalui bahasa verbal dalam wujud penyampaian kalimat dan/atau kata
kata ataupun melalui isyarat tubuh atau bahasa nonverbal. Kedua jenis keterampilan komunikasi
ini mendasari hampir keseluruhan penggunaan keterampilan-keterampilan konseling.
Salah satu bahasan yang lebih kongkret tentang penerapan sejumlah keterampilan
komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli yaitu:
a. komunikasi verbal
b. komunikasi vokal
c. komunikasi tubuh
d. komunikasi sentuhan (touch communication)
e. komunikasi mengambil tindakan (taking action communication)
Komunikasi verbal atau percakapan terdiri atas pesan-pesan yang dikirim oleh konselor
kepada konseli dengan menggunakan kata-kata. Dimensi komunikasi verbal meliputi bahasa, isi,
frekuensi pembicaraan, dan kepemilikan atas perbendaharaan kata-kata. Dimensi bahasa tidak
hanya meliputi jenis bahasa, tetapi juga mencakup elemen seperti gaya bahasa formal dan/atau
informal yang digunakan. Misalnya gaya bahasa konselor yang tepat merangsang terwujudnya
proses konseling yang konstruktif. Sementara itu, dimensi isi merujuk pada aspek topik dan
bidang permasalahan. Isi pembicaraan biasanya berfokus pada percakapan tentang diri sendiri,
orang lain atau lingkungan, dan dimensi evaluatif percakapan. Ada kalanya frekuensi
pembicaraan lebih didominasi oleh konselor, namun dalam situasi lain kadang didominasi oleh
konseli. Dalam hal ini, konselor hendaknya mampu menggunakan perbendaharaan kata yang
tepat dan memiliki analisis cermat terhadap perbendaharaan kata yang digunakan konseli.
Masing-masing perbendaharaan kata yang digunakan memiliki motif-motif tertentu.
4
kecepatan berbicara. Konselor hendaknya berkomunikasi dengan suara yang lembut, dapat
didengar, dan nyaman didengar. Kejelasan komunikasi konselor tersebut juga bergantung pada
pelafalan kata yang diucapkan serta kemahirannya dalam mengatur nada dan rentang
pembicaraan. Konselor juga perlu mengatur penekanan-penekanan secara tepat terhadap kata-
kata yang digunakan dalam merespon perasaan dan situasi emosional konseli. Kemudian,
konselor juga harus mempertimbangkan kecepatan berbicara. Pembicaraan yang terlalu cepat
dapat menyulitkan konseli dalam memahami, sebaliknya pembicaraan yang terlalu lambat akan
memunculkan kebosanan konseli dalam mendengarkan. Konselor sesekali perlu untuk diam dan
berhenti pada saat yang tepat, guna memberi ruang bagi konseli untuk berfikir.
Komunikasi tubuh terdiri atas pesan-pesan yang dikirim oleh anggota tubuh, yaitu
ekspresi wajah, tatapan, kontak mata, gestur, postur atau posisi tubuh, kedekatan secara fisik,
pakaian dan cara berdandan. Ekspresi wajah konselor terutama melalui mata dan alis, merupakan
wahana utama untuk menyampaikan pesan kepada konseli. Konselor dituntut memandang hanya
pada wajah konseli dan senantiasa melakukan kontak mata dengan tepat. Cara pandang ini
sekaligus untuk menampilkan ketertarikannya terhadap pembicaraan dan upaya mengumpulkan
informasi facial. Dimensi eksternal dari komunikasi tubuh yang juga sangat penting dicermati
yaitu pakaian dan cara berdandan. Hal ini berpengaruh terhadap pengungkapan diri konselor dan
informasi tentang seberapa baik konselor mengurus diri sendiri. Kategori khusus dari komunikasi
tubuh yaitu komunikasi sentuhan yang merupakan upaya mengirim pesan melalui sentuhan fisik.
Beberapa hal yang perlu jadi perhatian terkait komunikasi sentuhan, yaitu bagian tubuh apa yang
digunakan konselor untuk menyentuh, bagian tubuh konseli yang disentuh dan seberapa lembut
atau tegas sentuhan tersebut. Terkait dengan jenis keterampilan komunikasi ini, perlu
diperhatikan pertimbangan budaya yang dianut oleh masing-masing konseli. Komunikasi
mengambil tindakan berupa pesan-pesan yang disampaikan konselor dalam situasi tidak bertatap
muka, misalnya mengirimkan catatan tindak lanjut kepada konseli.
Dari paparan yang telah dijelaskan diatas, diperoleh gambaran yang luas tentang
keterampilan komunikasi yang digunakan dalam penyelenggaraan konseling. Secara garis besar
komunikasi tersebut melibatkan aspek verbal, vokal, tubuh, sentuhan dan tindakan, dengan
penekanan-penekanan yang spesifik pada masing-masingnya. Keterampilan komunikasi konselor
merupakan elemen utama dalam penyelenggaraan konseling. Penguasaan keterampilan
5
komunikasi akan mendukung efektifitas penggunaan sejumlah keterampilan konseling lainnya
dan sekaligus mendorong kesuksesan konselor dalam penyelenggaran konseling.
Tahap ini terjadi sejak klien menemui konselor hingga berjalan proses konseling sampai
konselor dan klien menemukan definisi masalah klien atas dasar isu,kepedulian atau masalah
dalam diri klien. Adapun proses konseling tahap awal dilakukan koselor sebagai berikut :
6
Jika hubungan konseling telah terjalin dengan baik antara kedua belah pihak, dimana
klien telah melibatkan diri, berarti kerjasama antara konselor dan klien akan dapat
mengangkat isu kepedulian, atau masalah yang ada pada klien. Sering klien kesulitan
menjelaskan masalahnya, meskipun dia mengetahui gejala yang dialaminya, karena itulah
peran konselor digunakan untuk memperjelas dan mendefinisikan masalah klien.
d) Membuat penafsiran dan penjajakan
Konselor berusaha menjajaki atau menaksir kemungkinan untuk mengembangkan isu
atau masalah, dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan oleh konselor, yaitu
membangkitkan potensi klien, dan sebagai konselor ia menentukan berbagai alternatif
yang sesuai untuk mengantisipasi masalah.
e) Melakukan negosiasi kontrak
Maksud kontrak disini yaitu perjanjian antara konselor dengan klien. Hal itu berisi
kontrak waktu antara konselor dan klien yaitu berapa lama waktu yang diinginkan selama
pertemuan oleh klien. Intinya adalah, kontrak merupakan kerjasama antara konselor dan
klien dalam proses konseling. Kontrak menggariskan kegiatan konseling, termasuk
kegiatan klien dan konselor.
Pada tahap pertengahan kegiatan selanjutnya yaitu seorang konselor mengenali masalah
klien dan bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaianyang telah ditentukan
berdasarkan masalah klien. Menilai masalah klien secara berulang akan membantu klien
memperoleh perspektif baru, alternatif baru, yang mungkin berbeda dengan sebelumnya. Dengan
adanya perspektif baru, berarti ada dinamika pada diri klien menuju perubahan. Tanpa perspektif
maka klien sulit untuk berubah.4
4
Hariko, R. (2017). Landasan Filosofis Keterampilan Komunikasi Konseling. Jurnal Kajian Bimbingan dan Konseling
7
(penilaian kembali) dengan melibatkan klien, artinya masalah itu dinilai bersama-sama.
Jika klien bersemangat, berarti dia sudah begitu terlibat dan terbuka5. Dia akan melihat
masalahnya dari perspektif atau pandangan yang lain yang lebih objektif dan mungkin
pula dengan berbagai alternative.
b) Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara
Kreativitas konselor dituntut untuk membantu klien menemukan berbagai alternatif
sebagai upaya untuk menyusun rencana bagi penyelesaian masalah dan pengembangan
diri. Hal ini bisa terjadi apabila klien merasa senang terlibat dan pembicaraan dan
wawancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri
dan memecahkan masalahnya dan konselor berupaya kreatif dengan keterampilan yang
bervariasi, serta memelihara keramahan, empati, kejujuran, keikhlasan dalam memberi
bantuan kepada klien.
c) Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak
Kontrak dinegosiasikan agar benar-benar memperlancar proses konseling. Karena itu
konselor dan klien diharapkan selalu menjaga perjanjian dan selalu mengingat dalam
pikirannya. Pada tahap pertengahan konseling ada beberapa strategi yang diperlukan
konselor yaitu: pertama, mengkomunikasikan nilai nilai inti, yakni agar klien selalu jujur
dan terbuka dan menggali lagi lebih dalam masalahnya. Karena kondisi sudah sangat
kondusif maka klien sudah merasa aman, dekat, terundang dan tertantang untuk
memecahkan masalahnya. Kedua, menantang klien sehingga dia mempunyai strategi baru
dan rencana baru, melalui pilihan dari beberapa alternatif untuk meningkatkan dirinya.
Pada tahap akhir konseling disebut juga tindakan (action). Tahap ini bertujuan agar klien
mampu menciptakan tindakan “positif”, seperti perubahan prilaku dan emosi, serta perencanaan
hidup masa depan yang positif setelah dapat mengatasi masalahnya, klien akan mandiri, kreatif
dan produktif.6
5
Lubis Akhyar Saiful, Memahami Dasar Dasar Konseling dalam Teori dan Praktek ,(Jakarta, Kencana Prenada
Media Group, 2011) hal : 85
6
Hibana Rahman S, Bimbingan dan Konseling Pola (Jakarta, Rineka Cipta, 2003) hal : 85
8
Klien dapat melakukan keputusan tersebut karena dia sejak awal sudah menciptakan
berbagai alternatif dan mendiskusikanya dengan konselor, lalu dia putuskan alternatif
mana yang terbaik. Pertimbangan keputusan itu tentunya berdasarkan kondisi objektif
yang ada pada diri dan di luar diri. Saat ini dia sudah berpikir realistik dan dia tahu
keputusan yang mungkin dapat dilaksanakan sesuai tujuan utama yang ia inginkan.
b) Terjadinya transfer of learning pada diri klien
Klien belajar dari proses konseling mengenai perilakunya dan hal-hal yang membuatnya
terbuka untuk mengubah perilakunya diluar proses konseling. Artinya, klien mengambil
makna dari hubungan konseling untuk kebutuhan akan suatu perubahan.
c) Melaksanakan perubahan perilaku
Pada akhir konseling klien sadar akan perubahan sikap dan perilakunya. Sebab ia datang
minta bantuan adalah atas kesadaran akan perlunya perubahan pada dirinya.
d) Menututup sesi konseling
Menutup sesi konseling harus atas persetujuan klien. Sebelum ditutup ada beberapa tugas
klien yaitu : pertama, membuat kesimpulan-kesimpulan mengenai hasil proses konseling;
kedua, mengevaluasi jalanya proses konseling; ketiga, membuat perjanjian untuk
pertemuan berikutnya.7
7
Asrowi, “Model pengembangan Keterampilan Dasar Komunikasi KonselingUntuk Meningkatkan Efektivitas
Konseling Individual Guru-Guru BK di SMP” (Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2013), h.5
9
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konselor dihadapkan pada berbagai tantangan berupa tuntutan untuk membantu
perkembangan dan pengembangan individu serta pengentasan permasalahan individu. Dalam
upaya untuk menghadapi tantangan tersebut, sudah semestinya konselor memperkaya diri
dengan kelengkapan penguasaan berbagai keterampilan penyelenggaraan konseling.
Keterampilan-keterampilan tersebut merupakan hasil dari rumusan kajian ilmiah berbagai
pendekatan yang bersumber dari multi disiplin keilmuan
Saran
Pengetahuan menjadi landasan bagi perilaku yang lebih baik, oleh karena itu perhatian
terhadap penguasaan konsep-konsep penting dalam keterampilan dasar konseling ini perlu lebih
difokuskan agar para pembaca terkhususnya mahasiswa agar dapat melakukan proses konseling
dasar dengan lebih baik dan dapat mengembangkan gaya konselingnya sendiri sesuai dengan
keunikan pribadinya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, N. L. (2011). Memahami Dasar Dasar Konseling dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
11