Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis hanturkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya berupa kesehatan jasmani dan rohani serta
akal pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“PROSES KONSELING” yang merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program mata kuliah Komunikasi Dalam Kebidanan Lanjut DIV
Kebidanan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Mega Rezky
Makassar.

Ucapan terimah kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada


ibu Syamsuriati, S.ST., SKM., M.Kes selaku pembimbing yang telah tulus ikhlas
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam memberikan bimbingan mata
kuliah Komunikasi Dalam Kebidanan Lanjut.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan
yang berupa saran dan kritik yang sifatnya membangun guna menyempurnakan
karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata Penulis berharap semoga Allah SWT memberikan pahala yang
setimpal atas bantuan dan jasa – jasanya dan semoga Karya Tulis ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan rekan – rekan mahasiswa lainnya.

Makassar, 16 November 2019

Penulis

II
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 3
C. Tujuan Penulis............................................................................... 3
D. Manfaat Penulis............................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
A. Definisi Konseling………………………………………..………
4
B. Langkah-Langkah Konseling......................................................... 4
C. Kualitas pribadi Konselor.............................................................. 10
D. Masa-Masa Sulit Dalam Konseling............................................... 13

BAB III PENUTUP......................................................................................... 23


A. Kesimpulan.................................................................................... 23
B. Saran.............................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 25

III
IV
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial dan budaya, tidak


terlepas dari dua unsur tersebut yaitu sosial dan budaya karena manusia terlahir
sebagai makhluk sosial yang berbudaya. Manusia sebagai makhluk sosial dan
sebagai produk dari suatu budaya tersebut saling berkomunikasi serta
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Komunikasi serta penyesuaian diri antar
individu yang berasal dari budaya yang sama akan terasa lebih mudah jika
dibandingkan dengan komunikasi maupun penyesuaian diri antar budaya yang
berbeda. Konselor yang memiliki kesadaran dan pemahaman terhadap setiap
budaya konseli akan mudah membangun hubungan antar pribadi yang syarat akan
muatan budaya. Hal tersebut akan menyebabkan proses konseling berjalan lancar.

Proses konseling adalah suatu proses bersifat sistematis yang dilakukan


oleh konselor dan klien untuk memecahkan masalah klien . Ada tahapan-tahapan
yang harus dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi
sebelum memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data
mengenai diri klien melalui wawancara pendahuluan (intake interview). Gunarsa
(1996) mengatakan bahwa manfaat dari intake interview  adalah memperoleh data
pribadi atau hasil pemeriksaan klien. Setelah itu, konselor dapat memulai langkah
selanjutnya.

Konseling merupakan suatu hubungan yang bersifat membantu yaitu adanya


interaksi antara konselor dan klien dalam suatu kondisi yang membuat konseling
terbantu dalam mencapai perubahan dan belajar membuat keputusan sendiri serta
bertanggung jawab atas keputusan yang ia ambil. Konseling sebagai cabang ilmu
dan praktik pemberian bantuan kepada individu pada dasarnya memiliki
pengertian spesifik sejalan dengan konsep yang dikembangkan dalam lingkup
ilmu dan profesinya. Diantara berbagai ilmu yang memiliki kedekatan hubungan
dengan konseling adalah kebidanan. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa
konseling adalah proses dengan berorientasi pada suatu tujuan dan dilakukan antar

1
individu ke individu yang lain atau dari teman keteman atau bahkan melibatkan
lebih dari satu orang.
Konseling kebidanan adalah suatu proses pembelajaran, pembinaan
hubungan baik, pemberian bantuan dan bentuk kerja sama yang dilakukan secara
professional (sesuai dengan bidangnya) oleh bidan kepada klien untuk
memecahkan masalah, mengatasi hambatan perkembangan dan memenuhi
kebutuhan klien.

Sasaran sistem konseling adalah menyediakan kondisi dimana dapat


menolong klien agar bisa mengembangkan kekuatan psikologis untuk
mengevaluasi perilakunya sekarang dan bisa mendapatkan perilaku yang lebih
efektif. Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan kualitas hubungan antar pribadi
yang baik konselor dan klien. Konseling sebagai sebuah profesi yang
digambarkan dengan tampilan konselornya. Konselor profesional merupakan
figur yang dapat menampilkan dirinya sebagai teladan. Di antara kompetensi
konselor, yang paling penting adalah kualitas pribadi konselor karena konselor
sebagai pribadi harus mampu menampilkan jati dirinya secara utuh, tepat, dan
berarti, serta membangun hubungan interpersonal yang baik sehingga menjadi
motor penggerak keberhasilan layanan. Pribadi konselor merupakan ‘instrumen’
yang menentukan hasil positif dalam proses konseling, sebab inti dari proses
terapeutik dalam konseling yaitu hubungan yang dibangun antara konselor dan
konseli. Sehingga kualitas pribadi konselor merupakan hal yang esensial bagi
konselor untuk mencapai tujuan dalam proses konseling. karena konselor sebagai
pribadi harus mampu menampilkan jati dirinya secara utuh, tepat, dan berarti,
serta membangun hubungan antarpribadi yang unik dan harmonis, dinamis,
persuasif, dan kreatif, sehingga menjadi motor penggerak keberhasilan layanan
bimbingan dan konseling. Dalam hal ini ‘alat’ yang paling penting untuk dipakai
dalam pekerjaan seorang konselor adalah dirinya sendiri sebagai pribadi (our self
as a person).

Untuk dapat melaksanakan peranan profesional yang unik dan terciptanya


layanan bimbingan dan konseling secara efektif, sebagaimana adanya tuntutan

2
profesi, konselor harus memiliki kualitas pribadi. Menjadi konselor yang baik,
yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal diri sendiri, mengenal konseli,
memahami maksud dan tujuan konseling, serta menguasai proses konseling.

Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang menentukan jalannya


konseling. Tidak hanya ilmu dan teknik-teknik yang harus dimiliki oleh seorang
konselor. Fakta dilapangan menunjukkan, bahwa konseli (klien) tidak mau ke
ruangan konselor untuk memanfaatkan konseling karena kepribadian konselor
yang mereka anggap judes, keras, dan menakutkan. Oleh karena itu selain ilmu
seorang konselor juga harus mempunyai kepribadian yang baik, berkualitas dan
dapt dipertanggung jawabkan.

Membangun hubungan konseling (counseling relationship) sangat penting


dan menentukan dalam melakukan konseling. Seorang konselor tidak dapat
membangun hubungan konseling jika tidak mengenal diri maupun konseling,
tidak memahami maksud dan tujuan konseling serta tidak menguasai proses
konseling.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi konseling ?
2. Bagaimana langkah-langkah konseling ?
3. Bagaimana kualitas pribadi konselor ?
4. Apa masa-masa sulit dalam konseling ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi konseling.
2. Untuk mengetahui proses dan langkah-langkah konseling.
3. Untuk mengetahui kualitas pribadi konselor.
4. Untuk mengetahui masa-masa sulit konseling.
D. Manfaat

3
Memperoleh pemahaman yang memadai terkait langkah-langkah konseling,
kualitas pribadi konselor dan masa-masa sulit konseling.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Konseling
Secara Etimologi Konseling berasal dari bahasa Latin “consilium “artinya
“dengan” atau bersama” yang dirangkai dengan “menerima atau “memahami” .
Sedangkan dalam Bahasa Anglo Saxon istilah konseling berasal dari “sellan”
yang berarti”menyerahkan” atau “menyampaikan”.
Istilah konseling telah digunakan dengan luas sebagai kegiatan yang
dipikirkan untuk membantu seseorang menyelesaikan masalahnya. Kata konseling
mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungan yang mungkin saja bersifat
pengenbangan diri, dukungan terhadap krisis, bimbingan atau pemecahan
masalah. Tugas konseling adalah memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengeksplorasi, menemukan dan menjelaskan cara hidup lebih memuaskan dan
cerdas dalam menghadapi sesuatu. Pengertian yang sederhana untuk konseling
adalah sebagai suatu proses pembelajaran yang seseorang itu belajar tentang
dirinya serta tentang hubungan dalam dirinya lalu menentukan tingkah laku yang
dapat memajukan perkembangan pribadinya.dengan demikian dapat dikatakan
bahwa konseling ialah hubungan antar seorang konselor yang terlatih dengan
seorang klien atau lebih, bertujuan untyk membantu klien memahami ruang
hidupnya, serta mempelajari untuk membuat keputusan sendiri melalui pilihan-
pilihan yang bermakna dan yang berasaskan informasi dan melalui penyelesaian
masalah-masalah yang berbentuk emosi dan masalah pribadi.

B. Langkah-Langkah Konseling
Menurut Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling,
(2011: 83),  Proses konseling pada dasarnya bersifat sistematis. Ada tahapan-

4
tahapan yang harus dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses.
Tetapi sebelum memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data
mengenai diri klien melalui wawancara pendahuluan (intake interview). Gunarsa
(1996) mengatakan bahwa manfaat dari intakeinterview  adalah memperoleh data
pribadi atau hasil pemeriksaan klien. Menurut Dr. Sofyan S. Willis, langkah-
langkah konseling adalah:
1. Tahap Awal Konseling

a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien. Hubungan


tersebut dinamakan a working relationship yaitu hubungan yang berfungsi,
bermakna, berguna. Keberhasilan proses konseling ditentukan oleh
keberhasilan tahap awal.
b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah.

c. Membuat penaksiran dan penjajakan.

d. Menegosiasikan kontrak.

2. Tahap Pertengahan (tahap kerja).

a. Penjelajahan masalah klien


b. Bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa-apa
yang telah dijelajah tentang masalah klien.

3. Tahap Akhir Konseling (Tahap Tindakan).

a. Menurunnya kecemasan klien.

b. Adanya perubahan perilaku klien kearah yang lebih positif, sehat dan
dinamik.
c. Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.
d. Terjadinya perubahan sikap positif.

5
Carkhuff mengemukakan model konseling sistematik pada eklektik ini
disusun menjadi enam tahap yaitu:

1. Tahap Eksplorasi Masalah.

Pada tahap ini konselor menciptakan hubungan sebaik mungkin dengan klien,
membina hubungan saling percaya, menggali kepercayaan klien lebih dalam
mendengar apa yang menjadi perhatian klien, menggali pengalaman klien
dan merespon isi, perasaan dan arti dari apa yang di bicarakan kien.

2. Tahap Perumusan Masalah.

Setelah konselor mengetahui masalah klien baik yang bersifat afeksi, kognisi,
maupun tingkah laku, maka konselor dan klien merumuskan dan membuat
kesepakatan masalah apa yang sedang dihadapi. Jika masalahnya tidak
disepakati maka perlu kembali ketahap pertama.

3. Tahap Identifikasi Alternatif.

Konselor dan klien mengidentifikasi alternatif - alternatif pemecahan dari


rumusan masalah yang telah disepakati. Alternatif yang diidentifikasi adalah
yang sangat mungkin dilakukan yaitu yang tepat dan realistik. Konselor dapat
membantu klien menyusun daftar alternatif, klien memiliki kebebasan untuk
memlih alternatif yang ada. Dalam hal ini konselor tidak boleh menentukan
alternatif yan harus di lakukan klien.

4. Tahap Perencanaan.

Jika klien telah menetapkan pilihan dari sejumlah alternatif, selanjutya


melakukan rencana tindakan. Rencana tindakan ini menyangkut apa saja
yang akan dilakukan dan sebagainya. Rencana yang baik jika realistik,

6
bertahap, tujuan setiap tahap juga jelas dan mudah dipahami oleh klien.
Dengan kata lain, rencana yang dibuat bersifat tentatif sekaligus pragmatis.

5. Tahap Tindakan atau Komitmen.

Tindakan berarti operasionalisasi rencana yang disusun. Konselor perlu


mendorong klien untuk berkemauan melaksanakan rencana-rencana itu.
Usaha klien untuk melaksanakan rencana sangat penting untuk keberhasilan
konseling karena tanpa ada tindakan nyata proses konseling tidak ada artinya.

6. Tahap Penilaian atau Umpan Balik.

Konselor dan klien perlu mendapatkan umpan balik dan penilaian tentang
keberhasilannya. Jika ternyata ada kegagalan maka perlu dicari apa
penyebabnya dan klien harus bekerja mulai dari awalnya lagi. Dari tahapan-
tahapan konseling eklektik diatas, penulis menyimpulkan bahwa konseling
eklektik mempunyai cara kerja yang sangat bagus yang bisa disesuaikan
dengan kondisi klien.

Abrego, Brammer, Shostrom (2005:98) dalam buku Dasar-dasar


Konseling dan Psikoterapi milik Namora Lubis Lumongga
(2011:70)  Memberikan langkah-langkah konseling sebagai berikut :
1. Membangun Hubungan
Membangun hubungan dijadikan langkah pertama dalam konseling,
karena klien dan konselor harus  saling mengenal dan menjalin kedekatan
emosinal sebelum sampai pada pemecahan masalahnya. Pada tahapan ini,
konselor harus menunjukkan bahwa ia dapat dipercaya dan kompeten dalam
menangani masalah klien.
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir), Andi
Offset, (Yogyakarta, 2005) hal 187 Membangun hubungan konseling juga
dapat dimanfaatkan konselor untuk menentukan sejauh mana klien
mengetahui kebutuhannya dan harapan apa yang ingin dia capai dalam

7
konseling. Konselor juga dapat meminta klien agar berkomitmen menjalani
konseling dengan sungguh-sungguh.
Tahapan ini merupakan kunci awal keberhasilan konseling. Antara
konselor dan klien  adakalanya belum saling mengenal. Konselor diharapkan
dapat menciptakan suatu perkenalan yang memungkinkan terbangun
kedekatan dan kepercayaan klien. Dalam membina hubungan dengan klien,
konselor dapat melakukan perkenalan secara lisan.
Pada tahap ini konselor membina hubungan baik dengan klien dengan
cara menunjukkan perhatian, penerimaan, penghargaan, dan pemahaman
empatik. Apabila klien dekat dengan dan percaya kepada konselor, ia akan
bersedia membuka diri lebih jauh untuk mengemukakan masalah yang
dihadapinya kepada konselor. Sehingga klien dengan suka rela termotivasi
untuk mengikuti proses konseling sampai selesai.
Jeanette Murad, Dasar-Dasar Konseling, (Universitas Indonesia
Press, Jakarta, 2008) hal 98,Tahapan ini merupakan kunci awal keberhasilan
konseling. Antara konselor dan klien  adakalanya belum saling mengenal.
Konselor diharapkan dapat menciptakan suatu perkenalan yang
memungkinkan terbangun kedekatan dan kepercayaan klien. Dalam
membina hubungan dengan klien, konselor dapat melakukan perkenalan
secara lisan. Konselor memperkenalkan diri secara “sederhana”, yang tidak
memberikan kesan bahwa konselor lebih tinggi statusnya daripada klien.
2. Identifikasi dan penilaian masalah
Apabila hubungan konseling telah berjalan baik, maka langkah
selanjutnya adalah memulai mendiskusikan sasaran-sasaran spesifik dan
tingkah laku seperti apa yang menjadi ukuran keberhasilan konseling.
Konselor memperjelas tujuan yang ingin dicapai oleh mereka berdua. Hal
yang penting dalam langkah ini adalah bagaimana keterampilan konselor
dapat mengangkat isu dan masalah yang dihadapi klien.
Pengungkapan  masalah klien kemudian diidentifikasi dan didiagnosa secara
cermat. Seringkali klien tidak begitu jelas mengungkapkan masalahnya.

8
Apabila ini terjadi konselor harus membantu klien mendefinisikan
masalahnya secara tepat agar tidak terjadi kekeliruan dalam diagnosa.

3. Memfasilitasi perubahan konseling


Langkah berikutnya adalah konselor mulai memikirkan alternatif
pendekatan dan strategi yang akan digunakan agar sesuai dengan masalah
klien. Harus dipertimbangkan pula bagaimana konsekuensi dari alternatif
dan strategi tersebut. Jangan sampai pendekatkan dan strategi yang
digunakan bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat pada diri klien,
karena akan menyebabkan klien otomatis menarik dirinya dan menolak
terlibat dalam proses konseling. Ada beberapa strategi yang dikemukakan
oleh Willis (2009) untuk mempertimbangkan dalam konseling :
a. Mengkomunikasikan nilai-nilai inti agar klien selalu jujur dan terbuka
sehingga dapat mengali lebih dalam masalahnya.
b. Menantang klien untuk mencari rencana dan strategi baru melalui
berbagai alternatif. Hal ini akan membuatnya termotivasi untuk
meningkatkan dirinya sendiri.
Pada langkah ini terlihat dengan jelas bagaimana proses konseling
berjalan. Proses konseling berjalan-jalan terus-meneruspada akhirnya
sampai kepada pemecahan masalah.
4. Evaluasi dan Terminasi
Langkah keempat ini adalah langkah terakhir dalam proses konseling
secara umum. Evaluasi terhadap hasil konseling akan dilakukan secara
keseluruhan. Yang menjadi ukuran keberhasilan konseling akan tampak
pada kemajuan tingkah laku klien yang berkembang kearah yang lebih
positif. Menurut Willis (2009) pada langkah terakhir sebuah proses
konseling ditandai pada beberapa hal :
a. Menurunnya tingkat kecemasan klien.

9
b. Adanya perubahan perilaku klien kearah yang lebih positif, sehat dan
dinamis.
c. Adanya rencana hidup dimasa mendatang dengan program yang jelas.
d. Terjadi perubahan sikap positif. Hal ini ditandai dengan klien sudah
mampu berfikir realistis dan percaya diri.

C. Kualitas Pribadi Konselor


Prof. Sofyan S. Willis Memaparkan secara panjang lebar kualifikasi
seorang konselor. Menurutnya, kualitas knselor adalah semua kriteria
keunggulan, termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan dan nilai –
nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses
konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil ( efektif ). Ada beberapa
karakteristik kualitas kepribadian konselor, tentunya kepribadian ini yang terkait
dan mendukung kefektifan dalam konseling. Karakteristik itu adalah :
1. Pengetahuan mengenai diri sendiri ( Self-knowledge )

Pengetahuan diri sendiri mempunayai makna bahwa kosnelor memahami


dengan baik baik dirinya, apa yang dilakukannya, masalah yang dihadapinya,
dan masalah klien yang terkait dengan konseling.

2. Kompetensi

Kompetensi mempunyai makna sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional,


sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor dalam membantu klien.
Kompetensi ini sangat penting bagi konselor, karena klien datang pada
konseling untuk belajar dan mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan
untuk mencapai hidup lebih efektif dan bahagia.

3. Kesehatan psikologis yang baik

Hal ini dmaknai bahwa seorang konselor memiliki kesehatan psikis yang lebih
daripada kliennya. Kesehatan psikologis yang baik seorang konselor akan
mendasari pemahaman perilaku dan keterampilan dan pada gilirannya akan
mengembangkan satu daya positif dalam konseling

10
4. Dapat dipercaya

Hal ini bermakna bahwa konselor bukan sebagai satu ancaman bagi klien
dalam konseling, namun sebagi pihak yang memberikan rasa aman. Dapat
dipercaya dan dapat diwujudkan:

a. menepati janji dalam setiap perjanjian konseling


b. dapat menjamin kerahasiaan klien
c. bertanggung jawab terhadap semua ucapannya dalam konseling.

5. Kejujuran

Kejujuran mempunyai makna bahwa konselor harus terbuka, otentik, dan


sejati dalam penampilannya. Hal ini sangat penting mengingat bahwa
keterbukaan memudahkan konselor berinteraksi dalam suasana keakraban
psikologis, dan konselor dapat menjadi model bagaiman menjadi mansuia
jujur dengan cara-cara yang konstruktif.

6. Kekuatan atau daya

Kekuatan mempunyai makna bahwa konselor memerlukan kekuatan untuk


mengatasi serangan dan manipulasi klien dalam konseling.

7. Kehangatan

Kehangatan mempunyai makna sebagai satu kondisi yang mampu menjadi


pihak yang ramah, peduli, dan dapat menghibur orang lain. Kehangtan
diperlukan dalm konseling karena dapat mencairkan kebekuan suasana,
mengundang untuk bebragi pengalaman emosional dan memungkinkan klien
hangat dengan dirinya sendiri.

8. Pendengar yang aktif

Menjadi pendengar yang aktif bagi konselor sangatlah penting karena dapat
menunjukkan komunikasi dengan penuh kepedulian, merangsang dan

11
memberanikan klien untuk bereaksi spontan terhadap konselor, dan klien
membutuhkan gagasan baru.

9. Kesabaran

Dalam proses konseling, konselor tidak dapat memaksa atau mempercepat


pertumbuhan psikologis klien untuk segera mengubah perilaku yang
maladaptif. Hal ini membutuhkan kesabaran untuk mencapai keberhasilan
sehingga konselor tidak memfokuskan pada klien akan tetapi lebih banyak
terfokus pada cara dan tujuan.

10. Kepekaan

Kepekaan mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika


yang timbul dalam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor
sangat penting dalam konseling karena hal tersebut akan memberikan rasa
aman bagi klien dan akan lebih percaya dirimanakala berkonsultasi dengan
konselor yang memiliki kepekaan.

11. Kebebasan

Konselor yang memiliki kebebasan mampu memberikan pengaruh secara


signifikan dalam kehidupan klien, sambil konselor memahami klien secara
lebih nyata. Dalam hal ini konselor tidak memaksakan kehendak maupun
nilai-nilai yang dimilikinya, walaupun setiap konselor membawa nilai-nilai
yang mungkin akan berpengaruh pada pross konseling.

12. Kesadaran Holistik atau Utuh

Hal ini mempunyai makna bahwa konselor menyadari keseluruhan pribadi


maupun tampilan klien dan tidak memandang klien dari satu aspek tertentu
saja. Dengan demikian konselor mampu memahami klien dari berbagai
dimensi (dimensi pikiran, perasaan atau tindakannya).

Shertzer dan Stone ( 1971 ), mengemukakan beberapa pendapat tentang


kualitas konselor, yaitu sebagai berikut:
1. Mempunyai minat untuk membantu orang lain.

12
2. Sabar.
3. Senstif terhadap reaksi dan sikap orang lain.
4. Emosinya stabil.
5. Dapat dipercaya.

D. Masa-Masa Sulit Dalam konseling


Saat melakukan konseling tentu saja sebagai seorang bidan akan banyak
mengalami kesulitan-kesulitan. Ada sejumlah kesulitan tersembunyi dalam
konseling yang disadari oleh semua konselor, terutama konselor pemula, antara
lain :
1. Berusaha terlalu banyak dan terlalu dini.
2. Lebih banyak mengajar daripada membina hubungan.
3. Penerimaan yang berlebihan.
4. Menampilkan masalah konseling pada orang yang tidak berpengalaman.
5. Kecenderungan untuk menampilkan kepribadian konseling.
6. Merenungkan setelah sesi yang sulit.

Menurut Yeo (2003), ada beberapa hal yang merupakan keterbatasan-


keterbatasan konselor sepanjang ia melaksanakan tugas profesionalnya, yaitu:

1. Pengetahuan dan keterampilan

Seringkali kita mendapai bahwa tidak semua orang yang masuk dalam
profesi membantu (konseling) memiliki hambatan karena tidak dilengkapi
dengan pengetahuan dan keterampilan konseling yang mencukupi. Konselor
seringkali dihadapkan pada banyak teori tanpa mendapatkan
keterampilanketerampilan khusus agar dapat bekerja utuh.

2. Usia dan pengalaman

Usia dan pengalaman merupakan salah satu hal yang mungkin saja bisa jadi
masalah atau hambatan dalam proses konseling. Klien melihat bahwa usia

13
dan pengalaman konselor mempengaruhi klien untuk lebih mantap dalam
mengambil keputusan. Hal ini dikarenakan konselor yang memiliki usia dan
pengalaman yang mencukupi dilihat sebagai orang yang bijak. Klien
mungkin merasakan perbedaan usia yang terlalu besar dan memilih seseorang
(konselor) yang kira-kira seusianya dengannya. Bagi konselor pemula,
mereka sering menghadapi masalah karena kurang pengalaman. Dalam hal
ini sebaiknya para konselor pemula tidak perlu merasakan kekhawatiran yang
berlebihan karena ia dapat meminta bantuan dari konselor senior atau
supervisornya dan melakukan diskusi dengan sejawat (Surya, 2003:68)

3. Kebudayaan, bahasa dan agama

Dengan adanya keragaman ras, budaya, dan bahasa, maka konselor juga
menghadapi kendala dalam praktiknya. Kebudayaan, bahasa, agama
seringkali membuat ”gerakan” konselor terbatas. Hal ini menjadi masalah
karena konselor belum sepenuhnya memahami budaya, bahasa atau agama
klien. Pada kenyataannya setiap klien memiliki budaya, bahasa dan agama
yang berbeda-beda, dan perbedaan itulah yang harus konselor pahami.

Selain itu menurut Glading (2009), konselor memiliki ”penyakit” yang


dinamakan dengan burnout. Burnout adalah suatu suasana kepadaman gairah
kerja dan bereprestasi, kadang-kadang diartikan juga sebagai stres kerja
(Mappiare, 2006). Menjalankan peran sebagai seorang konselor memang sangat
rentan untuk terjadinya burnout. Konselor terus menenus berhadapan dengan
emosional tinggi. Penderitaan kliennya juga ikut ia rasakan. Ia harus tidak kaku,
mampu menghayati dan memahami, tetapi tidak terlibat sampai menjadi lekat.
Penyeimbangan-penyeimbangan inilah yag melelahkan konselor.

Menurut Cavanagh (1982) dalam Lesmana (2006) mengemukakan ada


beberapa masalah umum yang dapat menghambat dalam suatu hubungan
konseling, yaitu:

1. Kebosanan

14
Menurut Cavanagh (1982), konselor pemula jarang mengalami kebosanan
karena sifat baru dari pekerjaan mereka. Setiap saat mereka bertemu denga
orang-orang yang mempunyai problem berbeda dan mencoba keterampilan
dan tanggung jawab sebagai seorang konselor. Tetapi seperti halnya tingkah
laku lain yang terus berulang, konseling dapat membosankan. Beberapa hal
yang dapat timbul karena kebosanan adalah:

a) Konselor mengambil jarak dari kliennya, makin lama makin menjauh.


Klien dapat merasakan hal ini, ia akan kehilangan rasa aman dan rasa
diterima yang sangat penting bagi keberhasilan konseling.
b) Konselor terkadang mengambil cara negatif dalam menangani
kebosanannya. Ia mencoba mengangguk, tersenyum tapi tanpa tahu apa
yang dibicarakan klien. Atau sebaliknya ia menjadi kurang perhatian,
kurang konsentrasi dan mungkin malah memikirkan masalahnya sendiri.

2. Hostilitas

Hostilitas dapat mengacu pada fenomena psikis yang memaksakan orang lain
bertindak atau berbuat menurut cara yang diharapkan membenarkan sistem
konstruk orang (Mappiare, 2006). Konselor sering merasa dirinya nice people
karena sudah membantu orang lain dan ia mengharap akan dihargai karena hal
ini. Tetapi orang (klien) dalam konseling punya hostilitas terpendam yang
harus diurai dahulu sebelum bisa melangkah maju. Jadi, mereka sering
mengekspresikan hostilitasnya ini kepada konselor. Konselor sebaiknya
memaklumi bahwa hal ini sering terjadi. Justru konselor yang harus mengurai
apa yang melatarbelakangi suatu hostilitas terjadi.

3. Distansi emosional ( kesenjangan emosional)

Konselor yang distan secara emosional tidak dapat ”masuk” ke dalam diri
klien. Ia tidak dapat menyatukan dirinya dengan pikiran, perasaan dan
persepsi klien sehingga bisa benar-benar berempati.

4. Kelekatan emosional

15
Lekat emosional berarti bahwa konselor dan/atau klien bergantung pada yang
lain untuk pemuasaan kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar yang
terpenuhi dalam hubungan semacam ini merupakan kebutuhan untuk merasa
aman, untuk menerima dan memberi cinta, untuk dikagumi dan dibutuhkan
(Lesmana, 2006). Beberapa kemungkinan perilaku konselor yang lekat
emosional adalah: Sangat berharap bertemu dengan klien.

Upaya Untuk Mengatasi Kesulitan

Tiap individu harus paham akan dirinya. Dengan pemahaman terhadap diri
maka kita akan bisa mengatasi kesulitan-kesulitan yang terjadi saat komunikasi
yang berasal dari komunikator atau Bidan sendiri. Adapun untuk memperlancar
komunikasi/konseling persiapan materi, bahan, alat, yang bisa mempermudah
penerimaan klien terhadap apa yang akan kita sampaikan perlu dipersiapkan
sebelumnya. Upaya mengatasi masalah yang sering dihadapi oleh seorang
konselor yaitu :
1. Diam
Klien tidak mau berbicara selama beberapa waktu. Hal ini terjadi pada klien-
kliaen yang merasa cemas atau marah.
a. Apabila terjadi pada awal pertemuan, setelah beberapa saat, sebaiknya
konselor memperhatikan hal ini dengan mengatakan misalnya: “Saya
mengerti hal ini untuk dibicarakan (refleksi perasaan)”. Biasanya pada
pertemuan pertama klien-klien saya juga merasa begitu. Apakah Ibu
merasa cemas?” tataplah klien dan gunakan bahasa tubuh yang
memperlihatkan simpati dan perhatian. Tunggulah tanggapan klien.
b. Apabila klen diam karena marah (misalnya, klien berpaling muka dari
konselor). Sebagai konselor Anda dapat berkata: “Bagaimana perasaan Ibu
setelah berada di sini sekarang?”. Pertanyaan-pertanyaan ini harus diikuti
dengan suasana hening selama beberapa saat. Pada saat ini konselor
memandang klien dan memperlihatkan sikap tubuh yang menunjukkan
perhatian.

16
c. Apabila terjadi pada pertengahan pertemuan: konselor harus
memperhatikan konteks pembicaraan dan menilai mengapa hal ini terjadi.
Mungkin hal tersebut terjadi karena klien merasa berat menceritakan hal-
hal yang pribadi, suatu rahasia tentang dirinya, atau ia tidak senang dengan
sikap konselor. Pada umumnya, lebih baik menunggu beberapa saat,
memberikan kesempatan kepada klien  untuk mengekspresikan perasaan
atau pikirannya, meskipun konselor merasa tidak nyaman  dengan keadaan
tersebut.
d. Apabila klien diam karena sedang berpikir. Konselor ini tidak perlu
berusaha memecahkan kesunyian, juga tidak perlu menunjukkan sikap
tidak menerima.
e. Selama pembicaraan berlangsung, sikap diam klien merupakan sesuatu
yang wajar. Mungkin klien sedang berpikir atau memutuskan bagaimana
mengutarakan perasaan atau pikiran-pikirannya. Berikanlah waktu kepada
klien untuk berpikir.
2. Klien yang menangis
a. Klien yang menangis tersedu-sedu membuat konselor merasa tidak
nyaman. Klien menangis karena berbagai alasan: untuk mengaekspresikan
kesedihan, mendapatkan simpati, menumpahkan segala emosi atau
kegelisahan, serta menghentikan pembicaraan. Jangan membuat dugaan
mengapa klien Anda menangis.
b.  Tunggu beberapa saat, bila klien terus-menerus menangis, katakan tidak
apa-apa karena menangis adalah reaksi wajar. Hal ini membuat klien
merasa bebas mengekspresikan alasannya menangis. Anda dapat
menanyakan alasan  klien dengan lembut.
c. Konselor dari latar belakang tertentu mungkin dapat menenangkan klien
dengan menyentuh badan (misal: menepuk-nepuk bahu atau memegang
tangan klien) secara hati-hati. Pada keadaan khusus seperti (masalah seks)
menyentuh klien, meskipun sentuhan yang diberikan itu merupakan tanda
perhatian, akan tetapi dapat disalahartikan dan akan menimbulkan
ketakutan pada diri klien. Faktor budaya, usia, dan jenis kelamin dari

17
konselor maupun klien perlu diperhatikan. Yang penting adalah bahwa
hubungan profesional (bukan sosial) antara konselor dan klien harus tetap
dijaga.

3. Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah yang dihadapi
klien.
a Seorang konselor akan merasa cemas bila meraka tidak yakin dengan apa
yang harus disarankan.walaupun konselor tersebut ahli dalam hal
kesehatan reproduksi, namun tidak selamanya dapat menemukan jalan
keluar bagi masalah yang dihadapi klien. Perlu diingat bahwa fokus utama
konseling adalah pada subjek/orangnya, bukan pada masalahnya.
b Ekspresikan rasa simpati. Terkadang hal tersebutlah yang diinginkan klien.
Berikan saran kepada klien seseorang yang dapat membantunya.
c Salah satu langkah yang dapat dilakukan terhadap klien yang mendesak
ingin dibantu konselor dalam memecahkan masalahnya adalah dengan
mengatakan klien bahwa meskipun konselor tidak dapat mengubah
keadaan, tetapi konselor akan selalu menyediakan waktu untuk klien.
4. Konselor tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan klien.
a. Hal ini merupakan kecemasan yang biasa diutarakann konselor. Katakan
secara jujur dan terbukabahwa Anda tidak tahu pemecahannya, namun
dapat mencari jalan keluarnya bersama-sama dan akan berusaha mencari
informasi tersebut untuk klien diskusikan dengan supervisior, teman
sejawat, atau cari referensi lain. Lalu berikan pemecahan masalahnya
dengan tepat.
b. Mengelak pertanyaan atau menjawab tanpa dasar pengetahuan akan lebih
berpengaruh negatif terhadap hubungan dengan klien  yang sudah terbina
dengan baik. Akan lebih baik apabila konselor mengakui keterbatasan
pengetahuan.
5. Konselor membuat/melakukan kesalahaan

18
a. Menghargai klien adalah salah satu syarat penting dalam konseling.
Menghargai dan memercayai klien dapat ditunjukkkan dengan cara
mengakui bahwa konselor telah melakukan kesalahan. Perbaiki kesalahan
dan minta maaflah apabila salah/keliru. Hal terpenting adalah ketepatan
bukan kesempurnaan, mengakui kesalahan berarti konselor menunjukkan
penghargaan terhadap klien.
b. Bersikap jujur. Semakin jujur Anda menunjukkan perasaan disaat yang
tepat (tanpa harus menceritakan kehidupan pribadi Anda), semakin mudah
bagi klien untuk melakukan hal yang sama.
6. Konselor dan klien sudah saling kenal.
a.  Pada kelompok masyarakat kecil biasanya antara konselor dan klien sudah
saling kenal. Kalu hubungan ini biasa-biasa saja (tidak terlalu akrab),
konselor dapat melayani seperti pada umumnya tetapi perlu ditekankan
soal kerahasiaan klien dan privasinya, selain itu konselor akan bersikap
sedikit berbeda dengan sikap di luar konseling terhadap klien sebagai
temannya.
b. Apabila hubungan konselor dan klien sangat akrab, perlu disampaikan
kepada klien bahwa bila klien menginginkan, dapat diatur pertemuan
dengan konselor lain yang melayani konseling. Berdasarkan pengalaman,
hubungan akrab ini akan sangat mempengaruhi jalannya konseling.
7. Klien bertanya tentang hal-hal pribadi konselor
a. Secara umum, usahakan untuk tidak membicarakan hal pribadi Anda
karena akan mengalihkan perhatian klien.
b. Anda tidak perlu menjawab pertanyaan yang bersifat pribadi. Hubungan
antara klien dan konselor adalah profesional, bukan hubungan yang
bersifat sosial.
c. Dapat membantu klien jika Anda ingin membicarakan pengalaman
keluarga sendiri atau Anda dapat menceritakan pengalaman orang lain,
tanpa memberitahu nama atau mengidentifikasi orang tersebut sebagai
klien.

19
d. Kadang-kadang klien bertanya apakah konselor pernah menghadapi
masalah yang sama. Sebaiknya jangan menjawab “ya” atau “tidak”, Anda
bisa mengatakan hal lain seperti, “Saya tahu kondisi seperti itu, tolong
jelaskan kepada Saya yang lebih lanjut”.

8. Klien menolak bantuan konselor


a. Pada pertemuan pertama, penting sekali menjajaki mengapa atau apa yang
mendorong klien datang untuk konsultasi. Banyak klien yang merasa
terpaksa datang, mungkin karena diperintah mertua, takut mengetahui ada
sesuatu dengan kondisi kesehatannya, dan sebagainya.
b. Membuka pembicaraan dengan menanyakan mengapa mereka datang ke
klinik (tempat konseling) akan sangat membantu. Selanjutnya dapat
mengatakan: “Saya dapat mengerti perasaan Ibu, Saya senang Ibu datang
hari ini untuk mendiskusikan tentang kondisi kesehatan Ibu, kita punya
waktu untuk membicarakan tentang kebutuhan-kebutuhan Ibu”. Apabila
klien sama sekali tidak mau bicara, tekankan pada hal-hal yang positif,
paling tidak ia sudah datang dan berkenalan dengan konselor, mungkin ia
mau mempertimbangkan kembali. Sarankan untuk melakukan pertemuan
lanjutan.
9. Klien merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin konselor
Apabila klien menyampaikan sebelumnya bahwa dirinya mengharapkan
konselor yang sama (atau berbeda) jenis kelaminnya, hal ini dapat dipenuhi
apabila memungkinkan. Tetapi pada kenyataannya berhadapan dengan
seseorang dengan jenis kelamin berbeda dan menjadi masalah klien,
merupakan konselor harus dapat melihat apakah klien betul-betul mau
mencoba
10. Waktu yang dimiliki konselor terbatas.

20
a. Sejak awal pertemuan, klien sebaiknya mengetahui berapa lama waktu
yang dimiliki konselor sediakan untuk dirinya. Ada saat di mana seorang
konselor tidak memiliki waktu sebanyak biasanya.
b. Konselor sebaiknya memberikan informasi tersebut sebelum pertemuan,
meminta maaf, menjelaskan sebab keterbatasan waktunya, dan
menunjukkan bahwa konselor mengharapkan bertemu klien pada
pertemuan selanjutnya.
c. Meskipun waktunya sebentar, dapat diperoleh suatu hasil pembicaraan.
Seperti halnya demonstrasi bermain peran peserta. Lebih baik
memanfaatkan sedikit waktu yang ada daripada meminta klien pergi.
11. Konselor tidak dapat menciptakan rapport (hubungan) yang baik
a. Terkadang rapport yang baik dengan klien sulit terjadi. Hal ini bukan
berarti konseling harus diakhiri atau mengirimkan klien kepada konselor
lain. Akan lebih baik apabila konselor meminta pendapat kepada teman
sesama petugas kliniknya untuk mengamati pertemuan dan melihat di
mana latak kesulitannya, apakah ada sikap klien yang membuat konselor
merasa ditolak klien.
b. Segala kemungkinan perlu dijaga. Salah satu aspek penting  dari pelatihan
adalah sebelum konseling yang sesungguhnya dilakukan. Mengirim atau
meminta klien pergi tidak akan membantu, tetapi mungkin berpengaruh
buruk pada klien. Lebih baik mencoba melanjutkan konseling terutama
untuk membuat klien merasa lebih nyaman tentang dirinya sendiri.
12. Klien berbicara terus dan yang dibicaraka tidak sesuai dengan materi
pembicaraan.
Situasi ini kebalikan dari situasi di mana klien tidak mau berbicara, tetapi juga
menimbulkan kecemasan dan kesulitan bicara bagi konselor. Apabila klien
terus-menerus mengulang pembicaraan, setelah beberapa saat perlu dipotong
pembicaraannya dengan mengatakan seperti: “Maafkan Saya, Bu, apakah Ibu
tegang atau cemas tentang sesuatu, Saya perhatikan Ibu menyatakan suatu hal
yang sama  secara berulang-ulang, apakah ada yang sulit disampaikan?”

21
Pertanyaan semacam ini akan membantu klien  memfokuskan kembali
percakapan.
13. Konselor merasa dipermalukan dengan suatu topik pembicaraan
a. Dapat terjadi suatu kondisi di mana klien mengatakan sesuatu yang
membuat konselor merasa malu. Semakin banyak konselor berlatih
menghadapi hal-hal sensitif, semakin mudah ia mengenali situasi yang
rentan dan semakin siap ia menghadapi situasi tersebut.
b. Sebaiknya konselor jujur kepada klien, terutama bila konselor bereaksi
secara emosional kepada klien, karena klien akan mengamati hal tersebut.
Keadaan ini bisa dimanfaatkan dengan terlebih dahulu mengakui perasaan
yang muncul dan mengembalikan ke topik pembicaraan yang
dikemukakan klien.
c. Setelah pertemuan berakhir, akan sangat membantu bila konselor
membicarakan kepada konselor lain tentang apa yang telah terjadi  dan
melihat apakah perasaan tidak nyaman itu bisa diatasi.
14. Keadaan “kritis”
a. Komunikasikan dengan tegas, tetapi sopan mengenai keadaan darurat
tersebut kepada keluarga.
b. Berikan penjelasan dengan singkat tetapi jelas mengenai langkah-langkah
yang harus dilakukan bersama untuk mengatasi keadaan.
c. Sedapat mungkin lakukan mendengar aktif dan ucapkan pula kata-kata
yang menenangkan seperti “Saya akan berusaha semampu Saya!”.
15. Klien ingin konselor yang mengambil keputusan
a. Klien sebenarnya membutuhkan bantuan, dan Anda dapat memberikannya
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti, “Anda sepertinya
mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, mungkin Anda kurang
siap? Apakah Anda ingin mendiskusikan hal ini lebih lanjut? Apakah
Anda membutuhkan informasi lebih banyak atau waktu yang lebih lama
untuk berpikir? Apakah Anda ingin membicarakan hal ini dengan orang
lain, mungkin pasangan Anda atau orang tua Anda?

22
b.   Anda dapat berkata, “Saya dapat menjawab pertanyaan Anda dan
membantu Anda memberikan beberapa alternatif pilihan, tetapi Andalah
yang lebih tahu apa yang terbaik untuk kehidupan Anda”.
c. Apabila klien tidak dapat memutuskan (misalnya, metode KB yang
dipakai), berikan kondom atau spermidis untuk digunakan sewaktu-waktu.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Konseling kebidanan adalah suatu proses pembelajaran, pembinaan


hubungan baik, pemberian bantuan dan bentuk kerja sama yang dilakukan secara
professional (sesuai dengan bidangnya) oleh bidan kepada klien untuk
memecahkan masalah, mengatasi hambatan perkembangan dan memenuhi
kebutuhan klien.

Proses konseling pada dasarnya bersifat sistematis. Ada tahapan-tahapan


yang harus dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses.

Masalah merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi setiap


manusia yang mengalaminya. Masalah tidak akan pernah hilang apabila tidak
diusahakan untuk hilang. Menyelesaikan masalah memerlukan bantuan orang lain,
bantuan tersebut bukan hanya sebatas mendengarkan dan menerima segala
keluhan yang ada dalam pikiran dan perasaan orang bermasalah, melainkan
membutuhkan pengetahuan tentang masalah itu sendiri, mempunyai tujuan untuk
memberikan bantuan,menggunakan pendekatan pendekatan, menerapkan langkah-
langkah dan tahapan dalam memberikan bantuan, serta mengetahui masa-masa
sulit dalam pemberian bantuan dan upaya untuk mengatasi nya. Kualitas konselor

23
yang baik sangat dibutuhkan dan membantu dalam proses penyelesaian suatu
permasalahan.

Saat melakukan konseling tentu saja sebagai seorang bidan akan banyak
mengalami kesulitan-kesulitan. Ada sejumlah kesulitan tersembunyi dalam
konseling yang disadari oleh semua konselor. Dengan pemahaman terhadap diri
maka kita akan bisa mengatasi kesulitan-kesulitan yang terjadi saat komunikasi
yang berasal dari komunikator atau Bidan sendiri.

2. Saran

Semoga dengan penyusunan makalah yang kami buat ini, dapat memberikan
pedoman, inspirasi dan kreatifitas bagi teman – teman. Dan sebuah kreatifitas
yang bisa terilhami dari apa saja yang kemudian diaplikasikan dalam proses
belajar yang baik meskipun bentuk makalah ini sangat sederhana dan masih
banyak yang perlu disempurnakan karena masih ada kesalahan – kesalahan dalam
penyusunan makalah kami ini.

Saran dan kritik (masukan) sangat dibutuhkan untuk membantu penulis


dalam memperbaiki suatu rangkaian tersebut dan itu semua sangat berharga dalam
suatu hal dan yang bersifat membangun dan upaya untuk mewujudkan
keberhasilan serta sebagai pengayaan nilai yang maksimal. Semoga mendapat
berkah dan memiliki manfaat bagi kita semua serta mudah untuk dipahami.  Atas
kritik dan sarannya, saya mengucapkan terima kasih.

24
DAFTAR PUSTAKA

afipudin16.blogspot.com. (2013, 26 Agustus). Kualitas Pribadi Konselor. Diakses


pada 25 November 2019, dari
https://afipudin16.blogspot.com/2012/12/kualitas-pribadi-konselor.html

amarsuteja.blogspot.com. (2014, 13 Juli). Proses dan langkah-langkah


konseling. Diakses pada 25 November 2019, dari
https://amarsuteja.blogspot.com/2014/07/proses-dan-langkah-
langkah-konseling.html

Anditasari, Erviana. 2013. Problematika Dalam Konseling Multikultural Antara


Konselor Dengan Konseli Berdasar Perbedaan Budaya di SMAN 1
Prambanan Sleman Yogyakarta [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas
Negeri Yogyakarta

Corey, Gerald. 2011. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Jakarta :


Refika Aditama.

Eti Nurhayati. 2011.  Bimbingan Konseling dan Psikoterapi Inovatif. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar.

25
Gunarsa, Singgih D. 2007. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta : Gunung Mulia.

Luddin, Abu Bakar M. 2010. Dasar-dasar Konseling Tinjauan Teori Dan Praktik.
Bandung : Citapustaka Media Perintis.

Lumongga Lubis, Namora. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam


Teori dan Praktek. Jakarta : Kencana Media Prenada Group.

Mulawarman dan E. Munawaroh. 2016. Buku Ajar Psikologi Konseling. Fakultas


Ilmu Pendidikan Univesitas Negeri Semarang: Semarang

Putri, Amalia. 2016. Pentingnya Kualitas Pribadi Konselor Dalam Konseling


Untuk Membangun Hubungan Antar Konselor Dan Konseli. Jurnal
bimbingan konseling Indonesia 1(1): 10-13

Taufik, M. & Juliane. 2010. Komunikasi Terapiutik dan Konseling dalam Praktik


Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.

26

Anda mungkin juga menyukai