Segala puji dan syukur penulis hanturkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya berupa kesehatan jasmani dan rohani serta
akal pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“PROSES KONSELING” yang merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program mata kuliah Komunikasi Dalam Kebidanan Lanjut DIV
Kebidanan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Mega Rezky
Makassar.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan
yang berupa saran dan kritik yang sifatnya membangun guna menyempurnakan
karya tulis ilmiah ini.
Akhir kata Penulis berharap semoga Allah SWT memberikan pahala yang
setimpal atas bantuan dan jasa – jasanya dan semoga Karya Tulis ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan rekan – rekan mahasiswa lainnya.
Penulis
II
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 3
C. Tujuan Penulis............................................................................... 3
D. Manfaat Penulis............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
A. Definisi Konseling………………………………………..………
4
B. Langkah-Langkah Konseling......................................................... 4
C. Kualitas pribadi Konselor.............................................................. 10
D. Masa-Masa Sulit Dalam Konseling............................................... 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 25
III
IV
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
individu ke individu yang lain atau dari teman keteman atau bahkan melibatkan
lebih dari satu orang.
Konseling kebidanan adalah suatu proses pembelajaran, pembinaan
hubungan baik, pemberian bantuan dan bentuk kerja sama yang dilakukan secara
professional (sesuai dengan bidangnya) oleh bidan kepada klien untuk
memecahkan masalah, mengatasi hambatan perkembangan dan memenuhi
kebutuhan klien.
2
profesi, konselor harus memiliki kualitas pribadi. Menjadi konselor yang baik,
yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal diri sendiri, mengenal konseli,
memahami maksud dan tujuan konseling, serta menguasai proses konseling.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi konseling ?
2. Bagaimana langkah-langkah konseling ?
3. Bagaimana kualitas pribadi konselor ?
4. Apa masa-masa sulit dalam konseling ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi konseling.
2. Untuk mengetahui proses dan langkah-langkah konseling.
3. Untuk mengetahui kualitas pribadi konselor.
4. Untuk mengetahui masa-masa sulit konseling.
D. Manfaat
3
Memperoleh pemahaman yang memadai terkait langkah-langkah konseling,
kualitas pribadi konselor dan masa-masa sulit konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Konseling
Secara Etimologi Konseling berasal dari bahasa Latin “consilium “artinya
“dengan” atau bersama” yang dirangkai dengan “menerima atau “memahami” .
Sedangkan dalam Bahasa Anglo Saxon istilah konseling berasal dari “sellan”
yang berarti”menyerahkan” atau “menyampaikan”.
Istilah konseling telah digunakan dengan luas sebagai kegiatan yang
dipikirkan untuk membantu seseorang menyelesaikan masalahnya. Kata konseling
mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungan yang mungkin saja bersifat
pengenbangan diri, dukungan terhadap krisis, bimbingan atau pemecahan
masalah. Tugas konseling adalah memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengeksplorasi, menemukan dan menjelaskan cara hidup lebih memuaskan dan
cerdas dalam menghadapi sesuatu. Pengertian yang sederhana untuk konseling
adalah sebagai suatu proses pembelajaran yang seseorang itu belajar tentang
dirinya serta tentang hubungan dalam dirinya lalu menentukan tingkah laku yang
dapat memajukan perkembangan pribadinya.dengan demikian dapat dikatakan
bahwa konseling ialah hubungan antar seorang konselor yang terlatih dengan
seorang klien atau lebih, bertujuan untyk membantu klien memahami ruang
hidupnya, serta mempelajari untuk membuat keputusan sendiri melalui pilihan-
pilihan yang bermakna dan yang berasaskan informasi dan melalui penyelesaian
masalah-masalah yang berbentuk emosi dan masalah pribadi.
B. Langkah-Langkah Konseling
Menurut Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling,
(2011: 83), Proses konseling pada dasarnya bersifat sistematis. Ada tahapan-
4
tahapan yang harus dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses.
Tetapi sebelum memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data
mengenai diri klien melalui wawancara pendahuluan (intake interview). Gunarsa
(1996) mengatakan bahwa manfaat dari intakeinterview adalah memperoleh data
pribadi atau hasil pemeriksaan klien. Menurut Dr. Sofyan S. Willis, langkah-
langkah konseling adalah:
1. Tahap Awal Konseling
d. Menegosiasikan kontrak.
b. Adanya perubahan perilaku klien kearah yang lebih positif, sehat dan
dinamik.
c. Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.
d. Terjadinya perubahan sikap positif.
5
Carkhuff mengemukakan model konseling sistematik pada eklektik ini
disusun menjadi enam tahap yaitu:
Pada tahap ini konselor menciptakan hubungan sebaik mungkin dengan klien,
membina hubungan saling percaya, menggali kepercayaan klien lebih dalam
mendengar apa yang menjadi perhatian klien, menggali pengalaman klien
dan merespon isi, perasaan dan arti dari apa yang di bicarakan kien.
Setelah konselor mengetahui masalah klien baik yang bersifat afeksi, kognisi,
maupun tingkah laku, maka konselor dan klien merumuskan dan membuat
kesepakatan masalah apa yang sedang dihadapi. Jika masalahnya tidak
disepakati maka perlu kembali ketahap pertama.
4. Tahap Perencanaan.
6
bertahap, tujuan setiap tahap juga jelas dan mudah dipahami oleh klien.
Dengan kata lain, rencana yang dibuat bersifat tentatif sekaligus pragmatis.
Konselor dan klien perlu mendapatkan umpan balik dan penilaian tentang
keberhasilannya. Jika ternyata ada kegagalan maka perlu dicari apa
penyebabnya dan klien harus bekerja mulai dari awalnya lagi. Dari tahapan-
tahapan konseling eklektik diatas, penulis menyimpulkan bahwa konseling
eklektik mempunyai cara kerja yang sangat bagus yang bisa disesuaikan
dengan kondisi klien.
7
konseling. Konselor juga dapat meminta klien agar berkomitmen menjalani
konseling dengan sungguh-sungguh.
Tahapan ini merupakan kunci awal keberhasilan konseling. Antara
konselor dan klien adakalanya belum saling mengenal. Konselor diharapkan
dapat menciptakan suatu perkenalan yang memungkinkan terbangun
kedekatan dan kepercayaan klien. Dalam membina hubungan dengan klien,
konselor dapat melakukan perkenalan secara lisan.
Pada tahap ini konselor membina hubungan baik dengan klien dengan
cara menunjukkan perhatian, penerimaan, penghargaan, dan pemahaman
empatik. Apabila klien dekat dengan dan percaya kepada konselor, ia akan
bersedia membuka diri lebih jauh untuk mengemukakan masalah yang
dihadapinya kepada konselor. Sehingga klien dengan suka rela termotivasi
untuk mengikuti proses konseling sampai selesai.
Jeanette Murad, Dasar-Dasar Konseling, (Universitas Indonesia
Press, Jakarta, 2008) hal 98,Tahapan ini merupakan kunci awal keberhasilan
konseling. Antara konselor dan klien adakalanya belum saling mengenal.
Konselor diharapkan dapat menciptakan suatu perkenalan yang
memungkinkan terbangun kedekatan dan kepercayaan klien. Dalam
membina hubungan dengan klien, konselor dapat melakukan perkenalan
secara lisan. Konselor memperkenalkan diri secara “sederhana”, yang tidak
memberikan kesan bahwa konselor lebih tinggi statusnya daripada klien.
2. Identifikasi dan penilaian masalah
Apabila hubungan konseling telah berjalan baik, maka langkah
selanjutnya adalah memulai mendiskusikan sasaran-sasaran spesifik dan
tingkah laku seperti apa yang menjadi ukuran keberhasilan konseling.
Konselor memperjelas tujuan yang ingin dicapai oleh mereka berdua. Hal
yang penting dalam langkah ini adalah bagaimana keterampilan konselor
dapat mengangkat isu dan masalah yang dihadapi klien.
Pengungkapan masalah klien kemudian diidentifikasi dan didiagnosa secara
cermat. Seringkali klien tidak begitu jelas mengungkapkan masalahnya.
8
Apabila ini terjadi konselor harus membantu klien mendefinisikan
masalahnya secara tepat agar tidak terjadi kekeliruan dalam diagnosa.
9
b. Adanya perubahan perilaku klien kearah yang lebih positif, sehat dan
dinamis.
c. Adanya rencana hidup dimasa mendatang dengan program yang jelas.
d. Terjadi perubahan sikap positif. Hal ini ditandai dengan klien sudah
mampu berfikir realistis dan percaya diri.
2. Kompetensi
Hal ini dmaknai bahwa seorang konselor memiliki kesehatan psikis yang lebih
daripada kliennya. Kesehatan psikologis yang baik seorang konselor akan
mendasari pemahaman perilaku dan keterampilan dan pada gilirannya akan
mengembangkan satu daya positif dalam konseling
10
4. Dapat dipercaya
Hal ini bermakna bahwa konselor bukan sebagai satu ancaman bagi klien
dalam konseling, namun sebagi pihak yang memberikan rasa aman. Dapat
dipercaya dan dapat diwujudkan:
5. Kejujuran
7. Kehangatan
Menjadi pendengar yang aktif bagi konselor sangatlah penting karena dapat
menunjukkan komunikasi dengan penuh kepedulian, merangsang dan
11
memberanikan klien untuk bereaksi spontan terhadap konselor, dan klien
membutuhkan gagasan baru.
9. Kesabaran
10. Kepekaan
11. Kebebasan
12
2. Sabar.
3. Senstif terhadap reaksi dan sikap orang lain.
4. Emosinya stabil.
5. Dapat dipercaya.
Seringkali kita mendapai bahwa tidak semua orang yang masuk dalam
profesi membantu (konseling) memiliki hambatan karena tidak dilengkapi
dengan pengetahuan dan keterampilan konseling yang mencukupi. Konselor
seringkali dihadapkan pada banyak teori tanpa mendapatkan
keterampilanketerampilan khusus agar dapat bekerja utuh.
Usia dan pengalaman merupakan salah satu hal yang mungkin saja bisa jadi
masalah atau hambatan dalam proses konseling. Klien melihat bahwa usia
13
dan pengalaman konselor mempengaruhi klien untuk lebih mantap dalam
mengambil keputusan. Hal ini dikarenakan konselor yang memiliki usia dan
pengalaman yang mencukupi dilihat sebagai orang yang bijak. Klien
mungkin merasakan perbedaan usia yang terlalu besar dan memilih seseorang
(konselor) yang kira-kira seusianya dengannya. Bagi konselor pemula,
mereka sering menghadapi masalah karena kurang pengalaman. Dalam hal
ini sebaiknya para konselor pemula tidak perlu merasakan kekhawatiran yang
berlebihan karena ia dapat meminta bantuan dari konselor senior atau
supervisornya dan melakukan diskusi dengan sejawat (Surya, 2003:68)
Dengan adanya keragaman ras, budaya, dan bahasa, maka konselor juga
menghadapi kendala dalam praktiknya. Kebudayaan, bahasa, agama
seringkali membuat ”gerakan” konselor terbatas. Hal ini menjadi masalah
karena konselor belum sepenuhnya memahami budaya, bahasa atau agama
klien. Pada kenyataannya setiap klien memiliki budaya, bahasa dan agama
yang berbeda-beda, dan perbedaan itulah yang harus konselor pahami.
1. Kebosanan
14
Menurut Cavanagh (1982), konselor pemula jarang mengalami kebosanan
karena sifat baru dari pekerjaan mereka. Setiap saat mereka bertemu denga
orang-orang yang mempunyai problem berbeda dan mencoba keterampilan
dan tanggung jawab sebagai seorang konselor. Tetapi seperti halnya tingkah
laku lain yang terus berulang, konseling dapat membosankan. Beberapa hal
yang dapat timbul karena kebosanan adalah:
2. Hostilitas
Hostilitas dapat mengacu pada fenomena psikis yang memaksakan orang lain
bertindak atau berbuat menurut cara yang diharapkan membenarkan sistem
konstruk orang (Mappiare, 2006). Konselor sering merasa dirinya nice people
karena sudah membantu orang lain dan ia mengharap akan dihargai karena hal
ini. Tetapi orang (klien) dalam konseling punya hostilitas terpendam yang
harus diurai dahulu sebelum bisa melangkah maju. Jadi, mereka sering
mengekspresikan hostilitasnya ini kepada konselor. Konselor sebaiknya
memaklumi bahwa hal ini sering terjadi. Justru konselor yang harus mengurai
apa yang melatarbelakangi suatu hostilitas terjadi.
Konselor yang distan secara emosional tidak dapat ”masuk” ke dalam diri
klien. Ia tidak dapat menyatukan dirinya dengan pikiran, perasaan dan
persepsi klien sehingga bisa benar-benar berempati.
4. Kelekatan emosional
15
Lekat emosional berarti bahwa konselor dan/atau klien bergantung pada yang
lain untuk pemuasaan kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar yang
terpenuhi dalam hubungan semacam ini merupakan kebutuhan untuk merasa
aman, untuk menerima dan memberi cinta, untuk dikagumi dan dibutuhkan
(Lesmana, 2006). Beberapa kemungkinan perilaku konselor yang lekat
emosional adalah: Sangat berharap bertemu dengan klien.
Tiap individu harus paham akan dirinya. Dengan pemahaman terhadap diri
maka kita akan bisa mengatasi kesulitan-kesulitan yang terjadi saat komunikasi
yang berasal dari komunikator atau Bidan sendiri. Adapun untuk memperlancar
komunikasi/konseling persiapan materi, bahan, alat, yang bisa mempermudah
penerimaan klien terhadap apa yang akan kita sampaikan perlu dipersiapkan
sebelumnya. Upaya mengatasi masalah yang sering dihadapi oleh seorang
konselor yaitu :
1. Diam
Klien tidak mau berbicara selama beberapa waktu. Hal ini terjadi pada klien-
kliaen yang merasa cemas atau marah.
a. Apabila terjadi pada awal pertemuan, setelah beberapa saat, sebaiknya
konselor memperhatikan hal ini dengan mengatakan misalnya: “Saya
mengerti hal ini untuk dibicarakan (refleksi perasaan)”. Biasanya pada
pertemuan pertama klien-klien saya juga merasa begitu. Apakah Ibu
merasa cemas?” tataplah klien dan gunakan bahasa tubuh yang
memperlihatkan simpati dan perhatian. Tunggulah tanggapan klien.
b. Apabila klen diam karena marah (misalnya, klien berpaling muka dari
konselor). Sebagai konselor Anda dapat berkata: “Bagaimana perasaan Ibu
setelah berada di sini sekarang?”. Pertanyaan-pertanyaan ini harus diikuti
dengan suasana hening selama beberapa saat. Pada saat ini konselor
memandang klien dan memperlihatkan sikap tubuh yang menunjukkan
perhatian.
16
c. Apabila terjadi pada pertengahan pertemuan: konselor harus
memperhatikan konteks pembicaraan dan menilai mengapa hal ini terjadi.
Mungkin hal tersebut terjadi karena klien merasa berat menceritakan hal-
hal yang pribadi, suatu rahasia tentang dirinya, atau ia tidak senang dengan
sikap konselor. Pada umumnya, lebih baik menunggu beberapa saat,
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan
atau pikirannya, meskipun konselor merasa tidak nyaman dengan keadaan
tersebut.
d. Apabila klien diam karena sedang berpikir. Konselor ini tidak perlu
berusaha memecahkan kesunyian, juga tidak perlu menunjukkan sikap
tidak menerima.
e. Selama pembicaraan berlangsung, sikap diam klien merupakan sesuatu
yang wajar. Mungkin klien sedang berpikir atau memutuskan bagaimana
mengutarakan perasaan atau pikiran-pikirannya. Berikanlah waktu kepada
klien untuk berpikir.
2. Klien yang menangis
a. Klien yang menangis tersedu-sedu membuat konselor merasa tidak
nyaman. Klien menangis karena berbagai alasan: untuk mengaekspresikan
kesedihan, mendapatkan simpati, menumpahkan segala emosi atau
kegelisahan, serta menghentikan pembicaraan. Jangan membuat dugaan
mengapa klien Anda menangis.
b. Tunggu beberapa saat, bila klien terus-menerus menangis, katakan tidak
apa-apa karena menangis adalah reaksi wajar. Hal ini membuat klien
merasa bebas mengekspresikan alasannya menangis. Anda dapat
menanyakan alasan klien dengan lembut.
c. Konselor dari latar belakang tertentu mungkin dapat menenangkan klien
dengan menyentuh badan (misal: menepuk-nepuk bahu atau memegang
tangan klien) secara hati-hati. Pada keadaan khusus seperti (masalah seks)
menyentuh klien, meskipun sentuhan yang diberikan itu merupakan tanda
perhatian, akan tetapi dapat disalahartikan dan akan menimbulkan
ketakutan pada diri klien. Faktor budaya, usia, dan jenis kelamin dari
17
konselor maupun klien perlu diperhatikan. Yang penting adalah bahwa
hubungan profesional (bukan sosial) antara konselor dan klien harus tetap
dijaga.
3. Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah yang dihadapi
klien.
a Seorang konselor akan merasa cemas bila meraka tidak yakin dengan apa
yang harus disarankan.walaupun konselor tersebut ahli dalam hal
kesehatan reproduksi, namun tidak selamanya dapat menemukan jalan
keluar bagi masalah yang dihadapi klien. Perlu diingat bahwa fokus utama
konseling adalah pada subjek/orangnya, bukan pada masalahnya.
b Ekspresikan rasa simpati. Terkadang hal tersebutlah yang diinginkan klien.
Berikan saran kepada klien seseorang yang dapat membantunya.
c Salah satu langkah yang dapat dilakukan terhadap klien yang mendesak
ingin dibantu konselor dalam memecahkan masalahnya adalah dengan
mengatakan klien bahwa meskipun konselor tidak dapat mengubah
keadaan, tetapi konselor akan selalu menyediakan waktu untuk klien.
4. Konselor tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan klien.
a. Hal ini merupakan kecemasan yang biasa diutarakann konselor. Katakan
secara jujur dan terbukabahwa Anda tidak tahu pemecahannya, namun
dapat mencari jalan keluarnya bersama-sama dan akan berusaha mencari
informasi tersebut untuk klien diskusikan dengan supervisior, teman
sejawat, atau cari referensi lain. Lalu berikan pemecahan masalahnya
dengan tepat.
b. Mengelak pertanyaan atau menjawab tanpa dasar pengetahuan akan lebih
berpengaruh negatif terhadap hubungan dengan klien yang sudah terbina
dengan baik. Akan lebih baik apabila konselor mengakui keterbatasan
pengetahuan.
5. Konselor membuat/melakukan kesalahaan
18
a. Menghargai klien adalah salah satu syarat penting dalam konseling.
Menghargai dan memercayai klien dapat ditunjukkkan dengan cara
mengakui bahwa konselor telah melakukan kesalahan. Perbaiki kesalahan
dan minta maaflah apabila salah/keliru. Hal terpenting adalah ketepatan
bukan kesempurnaan, mengakui kesalahan berarti konselor menunjukkan
penghargaan terhadap klien.
b. Bersikap jujur. Semakin jujur Anda menunjukkan perasaan disaat yang
tepat (tanpa harus menceritakan kehidupan pribadi Anda), semakin mudah
bagi klien untuk melakukan hal yang sama.
6. Konselor dan klien sudah saling kenal.
a. Pada kelompok masyarakat kecil biasanya antara konselor dan klien sudah
saling kenal. Kalu hubungan ini biasa-biasa saja (tidak terlalu akrab),
konselor dapat melayani seperti pada umumnya tetapi perlu ditekankan
soal kerahasiaan klien dan privasinya, selain itu konselor akan bersikap
sedikit berbeda dengan sikap di luar konseling terhadap klien sebagai
temannya.
b. Apabila hubungan konselor dan klien sangat akrab, perlu disampaikan
kepada klien bahwa bila klien menginginkan, dapat diatur pertemuan
dengan konselor lain yang melayani konseling. Berdasarkan pengalaman,
hubungan akrab ini akan sangat mempengaruhi jalannya konseling.
7. Klien bertanya tentang hal-hal pribadi konselor
a. Secara umum, usahakan untuk tidak membicarakan hal pribadi Anda
karena akan mengalihkan perhatian klien.
b. Anda tidak perlu menjawab pertanyaan yang bersifat pribadi. Hubungan
antara klien dan konselor adalah profesional, bukan hubungan yang
bersifat sosial.
c. Dapat membantu klien jika Anda ingin membicarakan pengalaman
keluarga sendiri atau Anda dapat menceritakan pengalaman orang lain,
tanpa memberitahu nama atau mengidentifikasi orang tersebut sebagai
klien.
19
d. Kadang-kadang klien bertanya apakah konselor pernah menghadapi
masalah yang sama. Sebaiknya jangan menjawab “ya” atau “tidak”, Anda
bisa mengatakan hal lain seperti, “Saya tahu kondisi seperti itu, tolong
jelaskan kepada Saya yang lebih lanjut”.
20
a. Sejak awal pertemuan, klien sebaiknya mengetahui berapa lama waktu
yang dimiliki konselor sediakan untuk dirinya. Ada saat di mana seorang
konselor tidak memiliki waktu sebanyak biasanya.
b. Konselor sebaiknya memberikan informasi tersebut sebelum pertemuan,
meminta maaf, menjelaskan sebab keterbatasan waktunya, dan
menunjukkan bahwa konselor mengharapkan bertemu klien pada
pertemuan selanjutnya.
c. Meskipun waktunya sebentar, dapat diperoleh suatu hasil pembicaraan.
Seperti halnya demonstrasi bermain peran peserta. Lebih baik
memanfaatkan sedikit waktu yang ada daripada meminta klien pergi.
11. Konselor tidak dapat menciptakan rapport (hubungan) yang baik
a. Terkadang rapport yang baik dengan klien sulit terjadi. Hal ini bukan
berarti konseling harus diakhiri atau mengirimkan klien kepada konselor
lain. Akan lebih baik apabila konselor meminta pendapat kepada teman
sesama petugas kliniknya untuk mengamati pertemuan dan melihat di
mana latak kesulitannya, apakah ada sikap klien yang membuat konselor
merasa ditolak klien.
b. Segala kemungkinan perlu dijaga. Salah satu aspek penting dari pelatihan
adalah sebelum konseling yang sesungguhnya dilakukan. Mengirim atau
meminta klien pergi tidak akan membantu, tetapi mungkin berpengaruh
buruk pada klien. Lebih baik mencoba melanjutkan konseling terutama
untuk membuat klien merasa lebih nyaman tentang dirinya sendiri.
12. Klien berbicara terus dan yang dibicaraka tidak sesuai dengan materi
pembicaraan.
Situasi ini kebalikan dari situasi di mana klien tidak mau berbicara, tetapi juga
menimbulkan kecemasan dan kesulitan bicara bagi konselor. Apabila klien
terus-menerus mengulang pembicaraan, setelah beberapa saat perlu dipotong
pembicaraannya dengan mengatakan seperti: “Maafkan Saya, Bu, apakah Ibu
tegang atau cemas tentang sesuatu, Saya perhatikan Ibu menyatakan suatu hal
yang sama secara berulang-ulang, apakah ada yang sulit disampaikan?”
21
Pertanyaan semacam ini akan membantu klien memfokuskan kembali
percakapan.
13. Konselor merasa dipermalukan dengan suatu topik pembicaraan
a. Dapat terjadi suatu kondisi di mana klien mengatakan sesuatu yang
membuat konselor merasa malu. Semakin banyak konselor berlatih
menghadapi hal-hal sensitif, semakin mudah ia mengenali situasi yang
rentan dan semakin siap ia menghadapi situasi tersebut.
b. Sebaiknya konselor jujur kepada klien, terutama bila konselor bereaksi
secara emosional kepada klien, karena klien akan mengamati hal tersebut.
Keadaan ini bisa dimanfaatkan dengan terlebih dahulu mengakui perasaan
yang muncul dan mengembalikan ke topik pembicaraan yang
dikemukakan klien.
c. Setelah pertemuan berakhir, akan sangat membantu bila konselor
membicarakan kepada konselor lain tentang apa yang telah terjadi dan
melihat apakah perasaan tidak nyaman itu bisa diatasi.
14. Keadaan “kritis”
a. Komunikasikan dengan tegas, tetapi sopan mengenai keadaan darurat
tersebut kepada keluarga.
b. Berikan penjelasan dengan singkat tetapi jelas mengenai langkah-langkah
yang harus dilakukan bersama untuk mengatasi keadaan.
c. Sedapat mungkin lakukan mendengar aktif dan ucapkan pula kata-kata
yang menenangkan seperti “Saya akan berusaha semampu Saya!”.
15. Klien ingin konselor yang mengambil keputusan
a. Klien sebenarnya membutuhkan bantuan, dan Anda dapat memberikannya
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti, “Anda sepertinya
mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, mungkin Anda kurang
siap? Apakah Anda ingin mendiskusikan hal ini lebih lanjut? Apakah
Anda membutuhkan informasi lebih banyak atau waktu yang lebih lama
untuk berpikir? Apakah Anda ingin membicarakan hal ini dengan orang
lain, mungkin pasangan Anda atau orang tua Anda?
22
b. Anda dapat berkata, “Saya dapat menjawab pertanyaan Anda dan
membantu Anda memberikan beberapa alternatif pilihan, tetapi Andalah
yang lebih tahu apa yang terbaik untuk kehidupan Anda”.
c. Apabila klien tidak dapat memutuskan (misalnya, metode KB yang
dipakai), berikan kondom atau spermidis untuk digunakan sewaktu-waktu.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
23
yang baik sangat dibutuhkan dan membantu dalam proses penyelesaian suatu
permasalahan.
Saat melakukan konseling tentu saja sebagai seorang bidan akan banyak
mengalami kesulitan-kesulitan. Ada sejumlah kesulitan tersembunyi dalam
konseling yang disadari oleh semua konselor. Dengan pemahaman terhadap diri
maka kita akan bisa mengatasi kesulitan-kesulitan yang terjadi saat komunikasi
yang berasal dari komunikator atau Bidan sendiri.
2. Saran
Semoga dengan penyusunan makalah yang kami buat ini, dapat memberikan
pedoman, inspirasi dan kreatifitas bagi teman – teman. Dan sebuah kreatifitas
yang bisa terilhami dari apa saja yang kemudian diaplikasikan dalam proses
belajar yang baik meskipun bentuk makalah ini sangat sederhana dan masih
banyak yang perlu disempurnakan karena masih ada kesalahan – kesalahan dalam
penyusunan makalah kami ini.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
Gunarsa, Singgih D. 2007. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta : Gunung Mulia.
Luddin, Abu Bakar M. 2010. Dasar-dasar Konseling Tinjauan Teori Dan Praktik.
Bandung : Citapustaka Media Perintis.
26