Anda di halaman 1dari 153

1

KATA PENGANTAR
Pada Penyusunan Buku Konseling Individual ini
ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas
bagi mahasiswa / mahasiswi Bimbingan Konseling, Fakultas
Tarbiyah Keguruan, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Banda Aceh.
Puji serta syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa yang mana telah memberikan beribu nikmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan buku
ini tepat pada waktunya. Buku ini berhasil tersusun atas
bantuan dari pihak – pihak tertentu yang senantiasa
membantu kami. Buku ini kami buat ditujukan untuk
memberikan wawasan tambahan kepada para pembaca
tentang Konseling Individual serta teori -teori yang terdapat
dalam ilmu Konseling Individual.
Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada
Bpk. Reza Muttaqin di bidang studi yang telah memberikan
arahan kepada kami sehingga buku ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya. Kami ucapkan pula
terima kasih kepada teman – teman yang sudah ikut serta
berpartisipasi meluangkan waktunya untuk sekedar
membantu kami dalam penyelesaian ini. Dan ucapan terima
kasih kami untuk semua yang tak bisa kami sebutkan satu
per satu namanya.
Penyusun menyadari jika masih terdapat kekurangan
ataupun suatu kesalahan dalam penyusunan buku ini
sehingga penyusun mengharapkan kritik ataupun saran yang
2

bersifat positif untuk perbaikan di masa yang akan datang


dari seluruh pembaca.
Akhir kata, penyusun berharap semoga dengan
adanya buku ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan para mahasiswa / mahasiswi Fakultas Tarbiyah,
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry khususnya.

Banda Aceh, 1 Agustus 2021


 
 
Penyusun,
3

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I
KONSEP DASAR KONSELING
A. Pengertian dan Prinsip Dasar Konseling.......7
B. Sejarah Konseling.......................................19
C. Urgensi Konseling......................................26
BAB II
KONSEP DASAR KONSELING INDIVIDUAL
A. Pengertian Konseling Individual.................30
B. Tujuan dan Fungsi.......................................31
C. Tipe-Tipe ....................................................33
BAB III
MENGANALISIS KONSEP DAN KARAKTERISTIK
KONSELOR
A. Profil Kepribadian Konselor.......................35
B. Karakteristik Konselor................................37
C. Peran Konselor............................................40
BAB IV
PENDEKATAN KONSELING PSIKOANALISA
A. Riwayat Hidup Sigmund Freud..................43
B. Pentingnya Karya Freud Bagi Konselor.....44
C. Konsep Dasar Teori Freud..........................48
4

D. Konsep Konseling.......................................48
BAB V
PENDEKATAN KONSELING ADLERIAN
A. Riwayat Hidup Adler..................................50
B. Teori Alfred Adler......................................51
C. Asumsi Tentang Hakikat Manusia..............60
D. Konsep Dasar Teori Kepribadian................61
E. Perbandingan Teori Freud dan Adler..........63
BAB VI
TEORI PENDEKATAN CARL ROGERS
A. Biografi Carl Rogers...................................67
B. Asumsi Dasar Carl Rogers..........................72
C. Hambatan Kesehatan Psikologis.................73
BAB VII
TEORI PENDEKATAN KONSELING GESTALT
A. Biografi Fritz Perls......................................76
B. Konsep Dasar Teori Gestalt........................80
C. Pandangan Konseling Gestalt.....................84
D. Tujuan.........................................................85
BAB VIII
KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR
A. Riwayat Hidup Albert Ellis.........................91
B. Penemuan Teori..............................................
C. Hakikat Manusia.........................................93
5

D. Perkembangan Perilaku..............................94
BAB IX
TEORI KONSELING ELEKTRIK DAN INTEGRATIF
(KONSELING MULTIMODAL)
A. Sejarah Singkat.........................................106
B. Asumsi Teoritik........................................108
C. Perkembangan Kepribadian......................109
D. Tujuan da Teknik......................................110
BAB X
KONSELING REALITAS
A. Tokoh........................................................120
B. Hakikat Manusia.......................................121
C. Karakteristik Konseling Realitas..............122
D. Prosedur Konseling...................................125
E. Teknik Konseling......................................127
F. Fungsi dan Peran Konselor.......................128
G. Hubungan Antara Konselor dan Konseli. .130
BAB XI
TEORI GESTALT
A. Sejarah Teori Gestalt.................................131
B. Konsep Dasar............................................132
C. Pandangan Teori Gestalt...........................136
D. Tujuan Konseling......................................137
E. Proses Konseling.......................................139
F. Teknik Konseling......................................142
6

PETA KONSEP..................................................148
PROFIL PENULIS.............................................149
DAFTAR PUSTAKA..........................................150
7

BAB I
Konsep Dasar Konseling

A.Pengertian dan Prinsip Dasar


Konseling merupakan sistem dan proses bantuan
untuk mengentaskan masalah yang terbangun dalam suatu
hubungan tatap muka antara dua orang individu (klien
yang menghadapi masalah dengan konselor yang memiliki
kualifikasi yang dipersyaratkan).
Kerangka kerja konseling perorangan dilandasi oleh
prinsip dasar sebagai berikut :
1) klien adalah individu yang memiliki
kemampuan untuk memilih tujuan, membuat
keputusan, dan secara umum mampu menerima tanggung
jawab dari tingkah lakunya,
2) konseling berfokus pada saat ini dan masa depan,
tidak berfokus pada masa lalu,
3) wawancara merupakan alat utama dalam
keseluruhan kegiatan konseling,
4) tanggung jawab pengambilan keuputusan berada
pada klien,
8

5) konseling memfokuskan pada perubahan tingkah


laku dan bukan hanya membantu klien menyadari
masalahnya.
Tujuan konseling adalah memfasilitasi klien agar terbantu
untuk
1) menyesuaikan diri secara efektif terhadap diri sendiri
dan lingkungannya, sehingga memperoleh kebahagiaan
hidup,
2) mengarahkan dirinya sesuai dengan potensinya yang
dimilikinya ke arah perkembangan yang optimal,
3) meningkatkan pengetahuan dan pemahaman diri,
4) memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang
benar,
5) mengurangi tekanan emosi melalui kesempatan
untuk mengekspresikan perasaannnya
6) meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk
mengambil keputusan yang efektif, dan
7) meningkatkan hubungan antar pribadi
1. Asas Konseling
Kekhasan yang paling mendasar pelayanan
konseling adalah hubungan interpersonal yang amat
intens antara klien dan Konselor.Hubungan ini benar-benar
sangat mempribadi, sehingga boleh dikatakan antara kedua
pribadi itu “saling masuk-memasuki”.Konselor memasuki
pribadi klien dan klien memasuki pribadi Konselor. Proses
9

layanan konseling dikembangkan sejalan dengan suasana


yang demikian, sambil di dalamnya dibangun kemampuan
khusus klien untuk keperluan kehidupannya. Asas-asas
konseling memperlancar proses dan memperkuat bangunan
yang ada didalamnya
1. Asas Kerahasiaan
Tidak pelak lagi, hubungan interpersonal yang amat
intens sanggup membongkar berbagai isi pribadi yang
paling dalam sekalipun, terutama pada sisi klien.Untuk ini
asas kerahasiaan menjadi jaminannya.Segenap rahasia klien
yang terbongkar menjadi tanggung jawab penuh Konselor
untuk melindunginya. Keyakinan klien akan adanya
perlindungan yang demikian ini menjadi jaminan untuk
suksesnya pelayanan
2. Asas Kesukarelaan dan Keterbukaan
Kesukarelaan penuh klien untuk menjalani proses
pelayanan konseling bersama Konselor menjadi buah
dari terjaminnya kerahasiaan pribadi klien. Dengan
demikian kerahasiaan-kesukarelaan menjadi unsur dwi-
tunggal yang mengantarkan klien ke arena proses pelayanan
konseling. Asas kerahasiaan-kesukarelaan akan
menghasilkan keterbukaan klien. Klien self-referral pada
awalnya dalam kondisi sukarela untuk bertemu dengan
Konselor.Kesukarelaan awal ini harus dipupuk dan
dikuatkan. Apabila penguatan kesukarelaan awal ini gagal
dilaksanakan maka keterbukaan tidak akan terjadi dan
kelangsungan proses layanan terancam kegagalan.
Menghadapi klien yang non-self-referral tugas Konselor
10

menjadi lebih berat, khususnya dalam mengembangkan


kesukarelaan dan keterbukaan klien.Dalam hal ini, seberat
apapun pengembangan kesukarelaan dan keterbukaan klien.
Dalam hal ini, seberat apapun pengembangan
kesukarelaan dan keterbukaan itu harus dilakukan
Konselor, apabila proses konseling hendak dihidupkan
3. Asas Keputusan Diambil oleh Klien Sendiri
Inilah asas yang secara langsung menunjang
kemandirian klien. Berkat rangsangan dan dorongan
Konselor agar klien berfikir, menganalisis, menilai, dan
menyimpulkan sendiri; mempersepsi, merasakan dan
bersikap sendiri atas apa yang ada pada diri sendiri dan
lingkungannya; akhirnya klien mampu mengambil
keputusan sendiri berikut menanggung resiko yang
mungkin ada sebagai akibat keputusan tersebut.
4. Asas Kekinian dan Kegiatan
Asas kekinian diterapkan sejak paling awal Konselor
bertemu klien. Dengan nuansa kekinianlah segenap proses
layanan dikembangkan, dan atas dasar kekinian pulalah
kegiatan klien dalam layanan dijalankan. Klien dituntut
untuk benar-benar aktif menjalani proses perbantuan
melalui pelayanan konseling, dari awal dan selama
proses layanan, sampai pada periode pasca layanan. Tanpa
keseriusan dalam aktivitas yang dimaksudkan itu
dikhawatirkan perolehan klien akan sangat terbatas, atau
keseluruhan proses layanan itu menjadi sia-sia
5. Asas Kenormatifan dan Keahlian
11

Segenap aspek teknis dan isi pelayanan konseling


adalah normatif; tidak ada satupun yang boleh terlepas dari
kaidahkaidah norma yang berlaku, baik norma agama,
adat, hukum, ilmu, dan kebiasaan. Klien dan Konselor
terikat sepenuhnya oleh nilai-nilai dan norma yang berlaku.
Sebagai ahli dalam pelayanan konseling, Konselor
mencurahkan keahlian profesionalnya dalam
pengembangan pelayanan konseling untuk kepentingan
klien dengan menerapkan segenap asas tersebut di
atas.Keahlian Konselor itu diterapkan dalam suasana
normatif terhadap klien yang sukarela, terbuka, aktif agar
klien mampu mengambil keputusan sendiri.Seluruh
kegiatan itu bernuansa kekinian dan rahasia pribadi
sepenuhnya dirahasiakan

2. Komponen Konseling
1. Konselor
Konselor adalah seseorang yang karena kewenangan
dan keahliannya memberi bantuan kepada klien. Dalam
konseling perorangan, konselor menjadi aktor yang secara
aktif mengembangkan proses konseling untuk mencapai
tujuan konseling sesuai dengan prinsip- prinsip dasar
konseling. Dalam proses konseling, selain menggunakan
media verbal, konselor dapat juga menggunakan media
tulisan, gambar, media elektronik, dan media
pengembangan tingkah laku lainnya. Semua itu
diupayakan konselor dengan cara-cara yang cermat dan
tepat, demi terentaskannya masalah yang dialami klien.
12

Untuk mengelola konseling secara efektif,


seorang konselor dituntut memiliki seperangkat sifat
kepribadian dan keterampilan tertentu. Meskipun dalam
tartaran konsep berkembangan pandangan yang bervariasi
tentang konselor yang efektif, namun mereka mengakui
bahwa karakteristik pribadi dan perilaku konselor
kontributif bagi pembinaan relasi yang bermakna yang
akan mendorong klien untuk berkembang. Beberapa
kompetensi pribadi yang signifikan untuk dimiliki oleh
konselor antara lain, pengetahuan yang baik tentang diri
sendiri (self-konwledge), kompetens, kesehatan psikilogis
yang baik, dapat dipercaya (trustworthtness), kejujuran,
kekuatan atau daya (strength), kehangatan (warmth)
pendengar yang aktif (active responsiveness), kesabaran,
kepekaan (sensitivity), kebebasan, dan kesadaran
holistik. Kompetensi tersebut akan mendorong konselor
untuk menjadi pribadi terapetik, yang
antara lain dapat dideskripsikan sebagai berikut.
1. Memiliki gagasan yang jelas mengenai keyakinan
tentang hidup, manusia, dan masalah- masalah,
kesadaran dan pandangan yang tepat terhadap
peranannya, dan tanpa syarat memandang dan
merespons klien sebagai pribadi
2. Mampu mereduksi kecemasan, tidak tertekan, tidak
menunjukan sikap bermusuhan, tidak membiarkan
diri “menurun” kapasitanya.
3. Memiliki kemampuan untuk hadir bagi orang
lain, yang berupa kerelaan untuk ikut mengambil
13

bagian dengan orang lain dalam suka duka mereka,


hal mana timbul dari keterbukaan konselor terhadap
masalah dan perasaan sendiri, sehingga dia sanggup
menghayati dan menunjukkan empati dengan
kliennya.
4. Mengembangkan diri menjadi konselor yang
otonom, melalui pengembangan gaya konseling
yang sesuai dengan kepribadiannya sambil terbuka
untuk belajar dari orang lain, dan mempelajari
berbagai konsep dan teknik konseling, serta
menerapkannya sesuai dengan konteks dan
pribadinya.
5. Respek dan apresiatif terhadap diri sendiri, artinya
konselor harus memiliki suatu rasa harga diri yang
kuat yang meyanggupkannya berhubungan dengan
orang lain atas dasar hal-hal yang positif dari klien.
6. Berorientasi untuk tumbuh dan berkembang, dalam
pengertian berusaha untuk terbuka guna
memperluas cakrawala wawasannya. Konselor tidak
hanya merasa puas dengan apa yang ada dan
berupaya mempertanyakan mutu eksistensinya,
nilai-nilai, dan motivasinya, serta terus menerus
berusaha memahami dirinya sendiri karena
konselor hendak mendorong pemahaman diri itu
dalam diri klien.
2. Klien
14

Klien adalah seorang individu yang sedang


mengalami masalah, atau setidak-tidaknya sedang
mengalami sesuatu yang ingin disampaikan kepada orang
lain. Klien menanggung semacam beban, uneg-uneg, atau
mengalami suatu kekurangan yang ia ingin isi, atau ada
sesuatu yang ia ingin dan/atau perlu dikembangkan pada
dirinya. Melalui konseling, klien menginginkan agar ia
mendapatkan suasana fikiran yang jernih dan/atau perasaan
yang lebih nyaman, memperoleh nilai tambah, hidup yang
lebih berarti, dan hal-hal positif lainnya dalam menjalani
hidup sehari-hari dalam rangka kehidupan dirinya secara
menyeluruh.

3. Konteks Hubungan Konselor-Klien


Dalam konseling, hubungan konselor dengan klien
berada dalam konteks hubungan membantu (helping
relationship), yaitu hubungan untuk meningkatkan
pertumbuhan, kematangan, fungsi, dan cara menghadapi
kehidupan dengan memanfaatkan sumber-sumber internal
pada pihak klien.
Karakteristik dinamika dan keunikan hubungan
konselor-klien adalah sebagai berikut.
a. Afeksi.
Hubungan konselor dengan klien sejatinya lebih
sebagai hubungan afeksi dari pada sebagai hubungan
kognitif. Hubungan afeksi akan tercermin sepanjang proses
konseling termasuk dalam melakukan eksplorasi terhadap
15

persepsi dan perasaan-perasaan subyektif klien. Hubungan


yang penuh afeksi ini dapat mengurangi rasa kecemasan
dan ketakutan pada klien
b. Intensitas.
Hubungan konselor dengan klien dilakukan dengan
penuh intensitas sehingga memfasilitasi klien untuk terbuka
terhadap persepsinya. Tanpa adanya hubungan yang penuh
intensitas ini hubungan konseling tidak akan mencapai pada
tingkatan yang diharapkan. Dalam konteks ini, konselor
perlu mengupayakan agar hubungannya klien dapat
berlangsung secara mendalam sejalan dengan perjalanan
hubungan konseling.
c. Pertumbuhan dan perubahan
Hubungan konseling berifat dinamis, terus
berkembang menuju pertumbuhan dan perkembangan yang
lebih optimal. Kedinamisan hubungan ini akan tercermin
dari waktu ke waktu terjadi peningkatan hubungan
konselor dengan klien, peningkatan pengalaman dan
tanggung jawab klien.
d. Privasi
Pada prinsipnya dalam hubungan konseling perlu
keterbukaan klien tentang masalahnya. Keterbukaan klien
tersebut bersifat konfidensial, konselor harus menjaga
kerahasiaan seluruh informasi tentang klien dan tidak
dibenarkan mengemukakan secara transparan kepada
siapaun tanpa seizin klien. Perlindungan jaminan ini adalah
unik dan akan meingkatkan kemauan klien membuka diri.
16

e. Dorongan
Dalam hubungan konseling, konselor memberikan
dorongan kepada klien untuk meningkatkan kemampuan
dirinya dan berkembang sesuai dengan kemampuannya.
Memberikan dorongan kepada klien untuk meningkatkan
efektivitas perilakunya dan memotivasi untuk bertanggung
jawab terhadap keputusannya.
f. Kejujuran
Hubungan konselor dengan klien didasari atas
kejujuran dan keterbukaan. Dalam hubungan konseling
tidak ada sandiwara dengan jalan menutupi kelemahan, atau
mengatakan yang bukan sejatinya.Konseolor dan klien
harus membangun hubungan secara jujur dan terbuka.

4. Proses Konseling
Secara menyeluruh dan umum, proses konseling
perorangan dari kegiatan paling awal sampai kegiatan
akhir, terentang dalam lima tahap, yaitu : (1) tahap
pengantaran (introduction), (2) tahap penjajagan
(insvestigation), (3) tahap penafsiran (interpretation)` (4)
tahap pembinaan (intervention), dan (5) tahap penilaian
(inspection). Di antara kelima tahap itu tidak ada batas
yang jelas, bahkan kelimanya cenderung tumpang tindih.
Dalam keseluruhan proses layanan konseling perorangan,
konselor harus menyadari posisi dan peran yang sedang
dilakukannya.
17

1. Pengantaran
Proses pengantaran mengantarkan klien memasuki
kegiatan konseling dengan segenap pengertian, tujuan, dan
prinsip dasar yang menyertainya. Proses pengantaran ini
ditempuh melalui kegiatan penerimaan yang bersuasana
hangat, permisif, tidak menyalahkan, penuh pemahaman,
dan penstrukran yang jelas. Apabila proses awal ini efektif,
klien akan termotivasi untuk menjalani proses konseling
selanjutnya dengan hasil yang lebih menjanjikan.
2. Penjajagan
Proses penjajagan dapat diibaratkan sebagai
membuka dan memasuki ruang sumpek atau hutan
belantara yang berisi hal-hal yang bersangkut paut
dengan permasalahan dan perkembangan klien.Sasaran
penjajagan adalah hal-hal yang dikemukakan klien dan hal-
hal lain perlu dipahami tentang diri klien.Seluruh sasaran
penjajagan ini adalah berbagai hal yang selama ini
terpendam, tersalahartikan dan/atau terhambat
perkembangannya pada diri klien.
3. Penafsiran
Apa yang terungkap melalui panjajagan merupakan
berbagai hal yang perlu diartikan atau dimaknai
keterkaitannya dengan masalah klien. Hasil proses
penafsiran ini pada umumnya adalah aspek-aspek realita
dan harapan klien dengan bebagai variasi dinamika
psikisnya. Dalam rangka penafsiran ini, upaya diagnosis
dan prognosis, dapat memberikan manfaat yang berarti.
18

4. Pembinaan (intervensi)
Proses pembinaan ini secara langsung mengacu
kepada pengentasan masalah dan pengembangan diri klien.
Dalam tahap ini disepakati strategi dan intervensi yang
dapat memudahkan terjadinya perubahan. Sasaran dan
strategi terutama ditentukan oleh sifat masalah, gaya dan
teori yang dianut konselor, serta keinginan klien. Dalam
langkah ini konselor dan klien mendiskusikan alternatif
pengentasan masalah dengan berbagai konsekuensinya,
serta menetapkan rencana tindakannya.
5. Penialaian
Upaya pembinaan melalui konseling diharapkan
menghasilkan terentaskannya masalah klien.Ada tiga jenis
penilaian yang perlu dilakukan dalam konseling
perorangan, yaitu penialaian segera, penilaian jangka
pendek, dan penialaian jangka panjang.
Penialian segera dilaksanakan pada setiap akhir sesi
layanan, sedang
5. Waktu dan Tempat
Layanan konseling perorangan hakikatnya dapat
dilaksanakan kapan saja dan di mana saja, atas
kesepakatan konselor-klien, dengan memperhatikan (1)
kenyamanan klien dan (2) terjaminnya asas
kerahasiaan.Kondisi tempat layanan perlu mendapat
perhatian tersendiri dari konselor. Selain kursi dan meja
secukupnya, ruangan konseling dapat dilengkapi dengan
tempat penyimpanan bahan-bahan seperti dokumen,
19

laporan, dan buku-buku lain. Peralatan rileksasi dapat


ditambahkan.Cahaya dan udara ruangan harus
terpelihara.Dalam hal ini kondisi ruangan tempat layanan
diselenggarakan menggambarkan kesiapan konselor
memberikan pelayanan kepada klien.Kapan layanan
konseling perorangan dilaksanakan juga atas kesepakatan
kedua pihak.Kepentingan klien diutamankan tanpa
mengabaikan kesempatan dan kondisi konselor.Dalam hal
konselor yang memiliki hak panggil atas klien perlu
mengatur pemanggilan terhadap klien sehingga tidak
menganggu kepentingan klien atau sedapat-dapatnya tidak
menimbulkan kerugian apapun pada diri klien.
Jadwal ataupun janji untuk bertemu konselor
ditepati dengan baik, pengingkarannya dapat berdampak
negatif terhadap proses layanan konseling perorangan.
Apabila jadwal atau janji untuk bertemu itu perlu diubah,
maka klien harus diberitahu sebelum waktu yang
dijadwalkan/dijanjikan tiba.Untuk sesi-sesi layanan
konseling perorangan yang berlanjut (sesi kedua, ketiga,
dsb) diperlukan ketetapan mengenai waktu dan tempat yang
disepakai dan ditepai oleh kedua belah pihak

B. Sejarah bimbingan konseling di Amerika


Bimbingan dan Konseling sebagai profesi pertama
kali lahir di Amerika pada awal abad XX, yaitu ketika
Frank Person membuka klinik di Boston untuk memberi
pengarahan kepada para pemuda untuk memperoleh
pekerjaan yang sesuai. Pada tahun 1950 an bidang
20

ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, bukan


hanya dalam bidang pekerjaan tetapi merambah pada
bidang pendidikan. Dari segi wilayah geografis, bimbingan
dan konseling tidak lagi terbatas hanya di Amerika, tetapi
berkembangan menjalar ke Eropa, Asia, Afrika, Amerika
Selatan dan Australia.Tahun 1970-1980 bimbingan dan
Konseling masuk ke dalam kurikulum Sekolah Menengah
di negeri-negeri yang mengambil sistem pendidikan
Barat.Munculnya Bimbingan dan Konseling di Afmerika
pada awal abad XX merupakan tuntunan logis dari
dinamika masyarakat Amerika ketika itu.Sebagaimana
diketahui bahwa pandangan hidup masyarakat Amerika
dan Barat pada umumnya bersumber dari budayanya
yang sekuler dan liberal. Oleh karena itu filosofi dari
Bimbingan Konseling di sana juga tak terlepas dari faham
sekuler dan liberal.
Meskipun konsepsi Bimbingan dan Konseling di
Barat dilahirkan oleh para ahli yang tak diragukan
kapasitasnya, tetapi konsep-konsep yang boleh jadi
cocok untuk masyarakat Barat tidak otomatis dapat
diterapkan pada masyarakat lain, masyarakat Islam
misalnya. Kesulitan menerapkan prinsip-prinsip Bimbingan
dan Konseling Barat di lingkungan msyarakat Islam
disebabkan oleh falsafah hidup yang berbeda.Layanan
bimbingan di Amerika Serikat mulai diberikan oleh Jesse
B. Davis pada sekitar tahun 1898-1907.Beliau bekerja
sebagai konselor sekolah menengah di Detroit. Dalam
waktu sepuluh tahun, ia membantu mengatasi masalah-
masalah pendidikan, moral, dan jabatan siswa. Pada
21

tahun 1908, Frank Parsons mendirikan Vocational


Bureau untuk membantu para remaja memilih pekerjaan
yang cocok bagi mereka. Tahun 1910, William Healy
mendirikan Juvenile Psychopathic Institut di
Chicago.Tahun 1911, Universitas Harvard memberikan
kuliah bidang bimbingan jabatan dengan dosennya Meyer
Blomfield.Tahun 1912, Grand Rapids, Michigan
mendirikan lembaga bimbingan dalam sistem sekolahnya.
Perkembangan bimbingan dan konseling di
Amerika Serikat sangat pesat pada awal tahun 1950.Hal
ini ditandai dengan berdirinya APGA (American Personal
and Guidance Association) pada tahun 1952.Selanjutnya,
pada bulan Juli 1983 APGA mengubah namnya menjadi
AACD (American Association for Counseling and
Development).Kemudian, satu organisasi lainnya
bergabung pula dengan AACD, yaitu Militery Education
(MECA).Dengan demikian, pada saat ini AACD
merupakan organisasi profesional bagi para konselor di
Amerika Serikat, dengan 14 divisi (organisasi khusus) yang
tergabung di dalmnya.Di samping itu, pada setiap negara
bagian atau wilayah tertentu terdapat semacam cabang
dari masing-masing organisasi tersebut.
Sebagai suatu organisasi profesi, AACD ataupun
organisasi-organisasi divisinya mengeluarkan jurnal-jurnal
secara berkala.Jurnal-jurnal tersebut di antarnya (1) Journal
of Counseling and Development; (2) Journal of College
Student Personnel; (3) Counselor Education and
Supervision; dan (4) The Career Development Quarterly.
22

Sejarah bimbingan konseling di Indonesia


Perkembangan layanan bimbingan di Indonesia
berbeda dengan di Amerika.Jika di Amerika dimulai usaha
perorangan dan pihak swasta,kemudian berangsur-angsur
menjadi usaha pemerintah. Sedangkan Indonesia
perkembangannya dimulai dengan kegiatan di sekolah
dan usaha-usaha pemerintah. Mengenai penggunaan istilah
Guidance dan Counseling di Indonesia ada yang yang
tetap menggunakan istiah bahasa asing sehingga sering
disingkat “GC”, Bimbingan dan Penyuluhan dengan
singkatan “BP”dan Bimbingan dan konseling dengan
singkatan “BK”. Dan dipergunakan di IKIP
YOGYAKARTA adalah Bimbingan dan Konseling.
Bimbingan dan konseling secara formal
dibicarakan oleh para ahli baru pada tahun 1960.Tetapi
di Yogyakarta pada tahun 1958, Drs.Tohari musnamar,
dosen ikip Yogyakarta telah mempelopori pelaksanaan
BK di sekolah untuk pertama kali di SMA Teladan
Yogyakarta. Sedang pada tahun 1960 di adakan konferensi
FKIP seluruh Indonesia di Malang, memutuskan bahwa
bimbingan dan konseling dimasukan dalam FKIP. Dan pada
tahun 1961 mulai diadakan layanan bimbingan dan
konseling diseluruh SMA Teladan di Indonesia, sejak itu
lah BK di Indonesia dimulai.
Pada kurikulum 1975 untuk sekolah umum, dan
kurikulum 1976 untuk sekolah kejuruan dicantumkan
secara tegas bahwa layanan bimbingan dan konseling harus
23

dilaksanakan pada tiap- tiap sekolah. Perkembangan


mengenai bimbingan dan konseling disekolah di Indonesia
sangat dirasakan perlu dan pentingnya ada pembimbing
khusus (profesional) yang mengenai bimbingan dan
konseling di sekolah.
Perumusan dan pencantuman resmi di dalam
rencana pelajaran SMA disusul dengan berbagai
pengembangan layanan bimbingan dan konseling
disekolah, seperti rapat kerja, penataran dan lokakarya.
Puncak dari usaha ini adalah didirikannnya jurusan
bimbingan dan penyuluhan di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan(IKIP) negeri. Salah satu yang membuka jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan adalah IKIP Bandung pada
tahun 1963 yang sekarang dikenal dengan nama UPI.
Usaha mewujudkan sistem sekolah pembangunan
dilaksanakan melalui proyek pembaharuan pendidikan,
yang diberi nama Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP) yang diuji coba didelapan IKIP,
menghasilkan dua naskah penting dalam sejarah
perkembangan layanan bimbingan di Indonesia yaitu:
a. Pola dasar rencana dan pengembangan program
bimbingan dan penyuluhan melalui proyek-proyek
perintis sekolah pembangunan.
b. Pedoma operasional pelayanan bimbingan
pada proyek-proyek perintis sekolah pembangunan.
Berdasarkan penelaahan yang cukup kritis
terhadap perjalanan historis gerakan bimbingan dan
konseling di Indonesia, Prayitno (2003) mengemukakan
24

bahwa peridesasi perkembangan gerakan bimbingan dan


koneling di Indonesia melalui lima periode yaitu:
1) wacana dan Pengenalan (sebelum 1960 sampai
1970-an)
Pada perioode ini pembicaraan tentang bimbingan
dan konseling telah dimulai, terutama oleh para pendidik
yang telah mempelajari diluar negeri dengan dibukanya
juruan bimbingan dan penyuluhan di UPI Bandung pada
tahun 1963.Pembukaan jurusan ini menandai dimulainya
periode kedua yang secara tidak langsung memperkenalkan
bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat, akademik,
dan pendidikan. Kesuksesan periode ini ditandai dengan
diluluskannya sejumlah sarjana BP dan semakin dipahami
dan dirasakan kebutuhan akan pelayanan tersebut.
2) Pemasyarakatan (1970 sampai 1990-an)
Pada periode ini diberlakukan kurikulum 1975 untuk
sekolah dasar sampai sekolah menengah tingkat atas
dengan mengintregasikan layanan BP untuk siswa.
Pada tahun ini terbentuk organisasi profesi BP dengan
nama IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia). Pada
periode ketiga ini ditandai dengan berlakunya kurikulum
1984 yang difokuskan pada bimbingan karir. Pada periode
ini muncul beberapa masalah seperti: berkembangnya
pemahaman yang keliru yaitu mengidentikan bimbingan
karir (BK) dengan BP sehingga muncul istilah BP/BK,
kerancuan dalam mengimplementasikan SK Menpa no 26
tahun 1989 terhadap penyelenggaraan bimbingan di sekolah
yang menyatakan bahwa semua guru dapat diserahi tugas
25

melaksanakan pelayanan BP yang mengakibatkan


pelayanan BP menjadi kabur baik pemahaman maupun
mengimplementasikannya.
3) Konsolidasi (1990-2000)
Pada periode ini IPBI berusaha keras untuk
mengubah kebijakan bahwa pelayanan BP itu dapat
dilaksanakan oleh semua guru yang ditandai dengan :
1)diubahnya secara resmi kata penyuluhan menjadi
konseling istilah yang dipakai sekarang adalah bimbingan
dan konseling “BK” 2)pelayanan BK disekolah hanya
dilaksanakan oleh guru pembimbing yang secra khusus
ditugasi untuk itu 3)mulai diselenggarakan penataran
(nasional dan daerah) untuk guru-guru pembimbing
4)mulai adanya formasi untuk mengangkat menjadi guru
pembimbing 5)pola pelayanan BK disekolah dikemas “BK
Pola 17” 6)dalam bidang pengawasan sekolah dibentuk
bidang pengawasan BK 7)dikembangkannya sejumlah
panduan pelayanan BK disekolah yang lebih operasional
oleh IPBI
4) Lepas Landas
Semula diharapkan periode konsolidasi akan dapat
mencapai hasil-hasil yang memadai, sehingga muncul tahun
2001 profesi BK di Indonesia sudah dapat di tinggal landas.
Namun kenyataannya masih ada permasalahan yang belum
terkonsolidasi yang berkenaan dengan SDM yaitu mengenai
untrained, undertrained, dan uncomitted para pelaksana
pelayanan. Namun pada tahun-tahun selanjutnya ada
perkembangan menuju era lepas landas yaitu :
26

1)penggantian nama organisasi profesi dari IPBI menjadi


ABKIN 2)Lahirnya undang-undang no. 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional yang didalamnya
termuat ketentuan bahwa konselor termasuk salah satu
tenaga pendidik (bab I pasal 1 ayat 3)kerja sama pengurus
besar ABKIN dengan dikti depdiknas tentang standarisasi
profesi konseling 4)Kerja sama ABKIN dengan direktorat
PLP dalam merumuskan kompetensi guru pembimbing
(konselor) SMP sekaligus memberikan pelatihan bagi
mereka.
Penataan bimbingan terus dilanjutkan dengan
dikeluarkannya SK Menpan No. 84/1993 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.Dalam Pasal 3
disebutkan tugas pokok guru adalah menyusun program
bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi
pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan
bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan
terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Selanjutnya, pada tahun 2001 terjadi perubahan
nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia
(IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia (ABKIN). Pemunculan nama ini dilandasi
terutama oleh pemikiran bahwa bimbingan dan konseling
harus tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan
kepercayaan public

C. Hakikat dan Urgensi Bimbingan dan Konseling


Dasar
27

Pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan


konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata
terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum
(perundangundangan) atau ketentuan dari atas, namun yang
lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi
peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas
perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi,
intelektual, sosial, dan moralspiritual).
Konseli sebagai seorang individu yang sedang
berada dalam proses berkembang atau menjadi (on
becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau
kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut,
konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih
kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya
dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan
arah kehidupannya.
Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa
proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung
secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan
kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu
berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan
potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut. Perkembangan
konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik,
psikis maupun sosial.Sifat yang melekat pada
lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi
dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life
style) warga masyarakat.
28

Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat,


seperti : maraknya tayangan pornografi di televisi dan
VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras,
dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol;
ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan
dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi
pola perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia
remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidahkaidah
moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib
Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras,
menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja,
narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan
pergaulan bebas (free sex) (Dewa Ketut Sukardi, 2002).
Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak
diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi
manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum
dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003),
yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan
dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan
rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri,
serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi
imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan
pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses
pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan
pendidikan tersebut.
29

Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku


yang tidak diharapkan seperti disebutkan, adalah
mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka
secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar
kompetensi kemandirian.Upaya ini merupakan wilayah
garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan
secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan
konseli beserta berbagai faktor yang
mempengaruhinya.Dengan demikian, pendidikan yang
bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan
tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang
administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau
kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling.
30

BAB II
Konsep Dasar
Konseling Individual

A. Pengertian Konseling Individual


Konseling adalah suaru proses yang terjadi
dalam hubungan seseorang dengan seseorang yaitu
individu yang mengalami masalah yang tak dapat
diatasinya, dengan seorang petugas profesional yang
telah memperoleh latihan dan pengalaman untuk
membantu agar klien memecahkan kesulitanya.
Konseling individual yaitu layanan bimbingan
dan konseling yang memungkinkan peserta didik atau
konseli mendapatkan layanan langsung tatap muka
(secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam
rangka pembahasan pengentasan masalah pribadi yang
di derita konseli.
Konseling merupakan “ jantung hatinya”
pelayanan bimbingan secara menyeluruh. Hal ini berarti
apabila layanan konseling telah memberikan jasanya,
maka masalah konseli akan teratasi secara efektif dan
upayaupaya bimbingan lainya tinggal mengikuti atau
berperan sebagai pendamping. Implikasi lain
pengertian “ jantung hati” aialah apabila seorang
31

konselor telah menguasai dengan sebaik-baiknya apa,


mengapa, dan bagaimana konseling itu.
Konseling individual adalah kunci semua
kegiatan bimbingan dan konseling. Karena jika
menguasai teknik konseling individual berarti akan
mudah menjalankan proses konseling yang lain. Proses
konseling individu berpengaruh besar terhadap
peningkatan klien karena pada konseling individu
konselor berusaha meningkatkan sikap siswa
dengan cara berinteraksi selama jangka waktu tertentu
dengan cara beratatap muka secara langsung untuk
menghasilkan peningkatanpeningkatan pada diri klien,
baik cara berpikir, berperasaan, sikap, dan perilaku.

B. Tujuan dan Fungsi Layanan Konseling Individual


Tujuan umum konseling individu adalah
membantu klien menstrukturkan kembali masalahnya
dan menyadari life style serta mengurangi penilaian
negatif terhadap dirinya sendiri serta perasaan-perasaan
inferioritasnya. Kemudian membantu dalam
mengoreksi presepsinya terhadap lingkungan, agar
klien bisa mengarahkan tingkah laku serta
mengembangkan kembali minat sosialnya.
Lebih lanjut prayitno mengemukakan tujuan
khusus konseling individu dalam 5 hal. Yakni, fungsi
pemahaman, fungsi pengentasan, fungsi mengembangan
32

atau pemeliharaan, fungsi pencegahan, dan fungsi


advokasi.

1) Tujuan perkembangan yakni klien dibantu


dalam proses pertumbuhan dan perkembanganya
serta mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi pada
proses tersebut (seperti perkembangan kehidupan
sosial, pribadi,emosional, kognitif, fisik, dan
sebagainya).
2) Tujuan pencegahan yakni konselor membantu
klien menghindari hasil-hasil yang tidak diinginkan.
3) Tujuan perbaikan yakni konseli dibantu mengatasi dan
menghilangkan perkembangan yang tidak diinginkan.
4) Tujuan penyelidikan yakni menguji kelayakan
tujuan untuk memeriksa pilihan- pilihan, pengetesan
keterampilan, dan mencoba aktivitas baru dan
sebagainya.
5) Tujuan penguatan yakni membantu konseli untuk
menyadari apa yang dilakukan, difikirkan, dan dirasakn
sudah baik
6) Tujuan kognitif yakni menghasilkan fondasi dasar
pembelajaran dan keterampilan kognitif
7) Tujuan fisiologis yakni menghasilkan pemahaman
dasar dan kebiasaan untuk hidup sehat.
33

8) Tujuan psikologis yakni membantu mengembangkan


keterampilan sosial yang baik, belajar mengontrol emosi,
dan mengembangkan konsep diri positif dan sebagainya.

C. Tipe-tipe Konseling Individual


Mufidah (2008: 372) mengemukakan bahwa
menurut Winkel tipe konseling yang digunakan untuk
memudahkan pemberdayaan klien sesuai dengan
kebutuhan, tipe-tipe konseling tersebut adalah:
Konseling krisis, Konseling fasilitatif, konseling
preventif, dan konseling dovelepmental.
1) Konseling Krisis (segera) Konseling yang harus
segera dilaksanakan tanpa ditunda. Karena jika terjadi
penundaan maka, dikhawatirkan akan terjadi hal-hal
yang membahayakan bagi klien. Di sinilah konselor
dituntut untuk memiliki jiwa pengorbanan demi klien.
2) Konseling fasilitatif Memberikan konseling
dalam bentuk pendampingan yang berproses menuju
perubahan. Tipe konseling ini memberikan waktu
tentatid tergantung pada capaian tujuan konseling.
3) Konseling preventif Konseling preventif yaitu tipe
konseling yang bersifat antisipasi dalam bentuk
pendidikan dan pelatihan terbatas untuk isu spesifik.
4) Konseling devolepmental Diberikan untuk
memberikan layanan konsultasi yang terus menerus
untuk terapi problem yang dihadapi oleh seseorang
34

yang dalam kondisi tertentu memerlukan sentuhan


konselor.
Mappiare mengemukakan (2010: 26-27)
konseling preventif berbeda dengan tiga tipe lainnya,
yang dibahas di sini dalam hal bahwa ia terutama
bersifat pragmatis sebagaimana program yang
diperuntukkan bagi konseren khusus. Konseling
demikian ini dapat meliputi, misalnya pendidikan
seksualitas di sekolah dasar dengan niat mencegah
terjadinya pelecehan seksual terhadap remaja khususnya
di Pondok Pesantren Amparan Djati. Dalam konseling
preventif, konselor dapat menyajikan informasi
kepada suatu kelompok atau membantu individu-
individu mengarah program-program relevan baginya.
Kata lain, aktivitas-aktivitas yang mungkin dilakukan
konselor dalam kancah konseling preventif ini adalah
pemberian informasi, referal ke program-program
relevan, dan konseling individual berdasarkan isi dan
proses program.
35

BAB III
MENGANALISIS KONSEP
DAN KARAKTERISTIK
KONSELOR

A. Profil Kepribadian Konselor

Secara bahasa, menurut Pius A Partanto dan M Dahlan Al B
arry di dalam kamus ilmiah populer profil berarti : tampang, 
muka, raut muka, dan wujud barang.Secara makna profildap
at diartikan sebagai gambaran dari pribadi atau menggambar
kan diri pribadi seorangyang detail sebagai tokoh atau figure
. Konselor adalah seorang terapis sehingga dia menjadimode
l terhadapkepedulian dan membantu pertumbuhan klien
kliennya. 
Dowson (1948)melihat bahwa konselor perlu memilik
i ciriciri objektif, meghormati anak, memahamidirinya sendi
ri, matang dalam menilai dan memperkirakan, mampu mend
engar danmenyimpan rahasia.Kepribadian konselor merupa
kan intervensi utama, karena seorang tidak akan dapatmemb
36

erikan bantuan tanpa memiliki kepribadian yang membantu. 
Konselor menciptakandan mengembangkan interaksi yang 
membantu klien untuk mengaktualisasikan potensisecara opt
imal, mengembangkan pribadi yang utuh dan sehat, serta me
nampilkan perilakuefektif, kreatif dan produktif.Kualitas ke
pribadian seorang konselor mencakup beberapa aspek, yaitu 
:
a.Aspek spritual 
b.Aspek moral
Kompetensi yang harus dimikiki seorang konselor dapat dir
umuskan ke dalamkompetensi pedagogis, kepribadian, socia
l, dan professional sebagai berikut:
a. Kompetensi Pedagogis
1) Menguasai teori dan praksis pendidikan.
2) Mengaplikasikan perkembangan fisiologis da
n psikologis serta perilaku konseli
3) Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan 
konseling dalam jalur, jenis dan jnjang satuan 
pendidikan.
b. Kompetensi Kepribadian
1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang 
Maha Esa.
2) Menghargai dan menjunjung tinggi niai
nilai kemanusiaan,individualitas dan kebebas
an memilih.
3) Menunjukkan integritas dan stabilitas kepriba
dian yang kuat.
4) Manampilkan kinerja berkualitas tinggi.
37

c. Kompetensi Sosial
1) Mengimplementasikan kolaborasi intern di te
mpat kerja.
2) Berperan dalam organisasi dan kegiatan prof
esi bimbingan dankonseling.
3) Mengimplementasikan kolaborasi antarprofes
i..
d. Kompetensi Profesional
1) Menguasai konsep dan praksis penilitian untu
k memahami kondisi,kebutuhan, dan masalah 
konseli
2) Mengusai kerangka teoritis dan praktis bimbi
ngan dan konseling.
3) Merancang program bimbingan dan konselin
g.
4) Mengimplementasikan program bimbingan d
an konseling yangkomprehensif.
5) Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan 
dan konseling.
6) Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap 
etika professional
7) Menguasai konsep dan praksis penelitian dal
am bimbingan dankonseling.

B. Karakteristik Konselor Sebagai Seorang Pribadi 
dan Profesional
Menurut Wilis (2014:8687) ada 13 karakteristik kepr
ibadian yang harus ada padaseorang konselor. Karakteristik 
kepribadian tersebut, yakni beriman dan bertakwa kepadaTu
38

han Yang Maha Esa, Menyenangi manusia, menjadi komuni
kator yang terampil dan pendengar yang baik, memilih ilmu 
dan wawasan tentang manusia, sosial budaya,fleksibel, tena
ng dan sabar; menguasai keterampilan teknikdan memiliki i
nstuisi,memahami etika profesi, sikap hormat, menghargai, 
konsisten dan bertanggung jawab.Karakteristik kepribadian 
ideal calon konselor di Indonesia berasal dari teks Permedik
nas Nomor 27 Tahun 2008.
Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompete
nsi akademik dan profesionalsebagai satu keutuhan. Kompet
ensi akademik merupakan landasan ilmiah dari kiat pelaksan
aan pelayanan profesional bimbingan dan konseling. Kompe
tensi akademikmerupakan landasan bagi pengembangan ko
mpetensi profesional, yang meliputi : (1)Memahami secara 
mendalam konseli yang dilayani, (2) Menguasai landasan da
n kerangkateoritik bimbingan dan konseling, (3) Menyeleng
garakan pelayanan bimbingan dankonseling yang mendirika
n, dan (4) Mengembangkan pribadi dan profesionalitas kons
elorsecara berkelanjutan. Unjuk kerja konselor sangat dipen
garuhi oleh kualitas penguasaan keempat kompetensi terseb
ut yang dilandasi oleh sikap, nilai, dan kecenderungan priba
diyang mendukung.
 
Selain hal tersebut karakteristik konselor juga meliputi : (1) 
Pembimbing yang tulus,(2) Melakukan interaksi dengan kon
seli, tanpa ada rasa terintimidasi atau rasa terintrograsi,
(3)Bijaksana dalam menanggapi fenomena, (4) Profesional 
dana sabar dalam dalammelayani klien, (5) Menjunjung ting
gi kejujuran, (6) Memiliki pandangan bahwa setiapindividu 
39

memiliki kekurangan, (7) Memiliki kemampuan melihat sua
tu perbedaan nilai, (8)Memeberi kebebasan individu untuk 
mandiri memlih keputusan.
Bagaimana sikap Konselor yang professional menghadapi kl
ien dalam perbedaan nilaidan kebudayaan, Bishop dalam M
oh. Sholeh (2005 : 56) memberikan petunjuk sebagai berikut 
:
1. Bantulah klien untuk merasakan ba
hwa nilainilai keagamaannya merup
akan bagian yang diterima dalam pr
oses terapeutik.
2. Pandanglah nilainilai agama sebagai 
bagian dari pemecahan problem klie
n, bahkan sebagai bagian dari probl
emnya.
3. Tingkatkan pemahaman terhadap bu
daya, nilai-nilai keagamaan, keyaki
nan, praktek-praktek dan usahakan i
su-isu tersebut secara tak terpisahka
n denganteori psikologi dan praktek 
konseling
4. Libatkan diri kedalam masyarakat a
tau kegiatan-kegiatan professional y
angdapat meningkatkan interaksi de
ngan orang-orang yang berasal dari 
budayayang berbeda-beda yang me
mpunyai nilai agama yang bervarias
i.
40

5. Kembangkan bahasa dalam berkom
unikasi agar tidak menyinggung.

C. Peran Konselor
Menurut Baruth dan Robinson, peran adalah apa
yang diharapkan dari posisi yang dijalani seorang konselor
dan persepsi dari orang lain terhadap posisi konselor
tersebut. Sedangkan peran konselor menurut Baruth dan
Robinson adalah peran yang inheren ada dan disandang oleh
seseorang yang berfungsi sebagai konselor.Ada banyak teori
mengenai peran konselor, teori tersebut bermacam-macam
sesuai dengan asumsi tingkah laku serta tujuan yang akan
dicapai oleh seorang konselor.Dalam pandangan Rogers,
koselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam
memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling,
konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan pada
klien untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan,
dan persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang
diungkapkan oleh klien. Selain itu peran konselor menurut
Rogers adalah fasilitator dan reflektor. Disebut fasilitator
karena konselor memfasilitasi atau mengakomodasi konseli
mencapai pemahaman diri. Disebut reflektor karena
konselor mengklarifikasi dan memantulkan kembali kepada
klien perasaan dan sikap yang diekspresikannya terhadap
konselor sebagai representasi orang lain. Agar peran ini
dapat dipertahankan dan tujuan konseling dapat dicapai,
maka konselor perlu menciptakan iklim atau kondisi yang
mampu menumbuhkan hubungan konseling. Kondisi
konseling ini menurut Rogers satu keharusan dan cukup
memadai untuk pertumbuhan, sehingga dia menyebutnya
41

sebagai necessary and sufficient conditions for therapiutic


change.kondisi-kondisi yang perlu diciptakan itu adalah
sebagai berikut:
a. Konselor dan klien berada dalam hubungan
psikologis.
b. Klien adalah orang yang mengalami kecemasan,
penderitaan, dan ketidak seimbangan.
c. Konselor adalah benar-benar dirinya sejati dalam
berhubungan dengan klien.
d. Konselor merasa atau menunjukkan unconditional
positive regard untuk klien.
e. Konselor menunjukkan adanya rasa empati dan
memahami tentang kerangka acuan klien dan
memberitahukan pemahamannya kepada klien.
f. Klien menyadari (setidaknya pada tingkat minimal)
usaha konselor yang menunjukkan sikap empatik
berkomunikasi dan unconditioning positive regard
kepada klien.
g. Kontak psikologis, sebagaimana yang dimaksudkan
oleh Rogers terjadi ketika dua orang berinteraksi.
Setiap orang mencapai kesadaran yang berbeda
dalam lapangan pengalaman dari yang lain. Dari
penggunaan pendekatan menurut Rogers ini
sejumlah perubahan yang diharapkan muncul dengan
sukses adalah :
a. Klien bisa melihat dirinya dengan cara yang berbeda
dari sebelumnya.
b. Klien dapat menerima diri dan perasaannya lebih
utuh.
42

c. Klien menjadi lebih percaya diri (self confident) dan


sanggup mengarahkan diri (self directing).
d. Klien sanggup menjadi pribadi yang diinginkan.
e. Klien menjadi lebih fleksibel dalam persepsinya dan
tidak lagi keras ke diri sendiri.
f. Klien sanggup mengadopsi tujuan-tujuan yang lebih
realistik.
g. Klien mampu bersikap lebih dewasa.
h. Klien sanggup mengubah perilaku ketidakmampuan
menyesuaikan dirinya.
i. Klien jadi lebih sanggup menerima keberadaan
orang lain apa adanya.
j. Klien jadi lebih terbuka kepada bukti entah di luar
atau di dalam dirinya.
k. Klien berubah dalam karakteristik kepribadian
dasarnya dengan cara- cara yang konstruktif.
43

BAB IV
TEORI PENDEKATAN
KONSELING PSIKOANALISA

A. Riwayat Hidup Sigmund Freud


Sigmund Freud (lahir di Freiberg, 6 Mei 1856 –
meninggal di London, 23 September 1939 pada umur 83
tahun) adalah seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri
aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu
psikologi. Freud tertarik dan belajar hipnotis di Prancis, lalu
menggunakannya untuk membantu penderita penyakit
mental. Ia merupakan anak dari Jacob Freud dan Amalia
Freud.
Tatkala dia berumur empat tahun, keluarganya
pindah ke Wina dan di situlah dia menghabiskan hampir
seluruh hidupnya. Freud seorang mahasiswa yang jempolan
di sekolahnya, meraih gelar sarjana kedokteran dari
Universitas Wina tahun 1881.
Tertarik di Bidang Psikologi
44

Dalam Biografi Sigmund Freud diketahui bahwa


selama sepuluh tahun berikutnya dia melakukan
penyelidikan mendalam di bidang psikologi, membentuk
staf klinik psikiatri, melakukan praktek pribadi di bidang
neurologi, bekerja di Paris bersama neurolog Perancis
kenamaan Jean Charcot dan juga bersama dokter Josef
Breuer orang Wina.

B. Pentingnya karya Freud bagi konselor


Karya Sigmund Freud
Ada karya freud yang sangat terkenal dari beberapa
karyanya adalah:
1. The interpretation of dreams (19000)
2. The psychopathology of everyday life (1901)
3. General introductory lectures on
psichoanalysis (1917)
4. New introductory lectures on psichoanalysis
(1933)
5. An outline of psichoanalysis (1940).

Gagasan Freud di bidang psikologi berkembang


tingkat demi tingkat. Baru pada tahun 1895 buku
pertamanya Penyelidikan tentang Histeria terbit, bekerja
sama dengan Breuer.
45

Buku berikutnya Tafsir Mimpi terbit tahun 1900.


Buku ini merupakan salah satu karyanya yang paling
orisinal dan sekaligus paling penting, meski pasar
penjualannya lambat pada awalnya, tetapi melambungkan
nama harumnya.
Sesudah itu berhamburan keluar karya-karyanya
yang penting-penting, dan pada tahun 1908 tatkala Freud
memberi serangkaian ceramah di Amerika Serikat, Freud
sudah jadi orang yang betul-betul kesohor.
Di tahun 1902 dia mengorganisir kelompok diskusi
masalah psikologi di Wina. Salah seorang anggota pertama
yang menggabungkan diri adalah Alfred Adler, dan
beberapa tahun kemudian ikut pula Carl Yung. Kedua orang
itu akhirnya juga menjadi jagoan ilmu psikologi lewat upaya
mereka sendiri.
Freud menikah dengan Martha Bernays dan
memiliki anak berjumlah enam orang. Pada saat-saat akhir
hidupnya dia kejangkitan kanker pada tulang rahangnya dan
sejak tahun 1923 dan selanjutnya dia mengalami
pembedahan lebih dari tiga puluh kali dalam rangka
memulihkan kondisinya.
Pertama, berbicara tentang konsep kecemasan yang
dikemukakan oleh Freud, tentu saja berkaitan pula dengan
proses pendidikan. Kecemasan merupakan fungsi ego untuk
memperingatkan individu tentang kemungkinan suatu
bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.
Dalam pendidikan, konsep kecemasan pada tiap individu
dapat diolah dan dikembangkan oleh para pengajar/konselor
46

demi kebaikan peserta didik. Dengan kosep ini pula, peserta


didik dibantu untuk menghargai diri dan oran lain serta
lingkungannya. Dengan kata lain, konsep kecemasan
diarahkan ke pendidikan ranah afektif atau karakternya.
Kedua, dalam ranah yang lebih luas, teori
psikoanalisis juga digunakan pada proses pendidikan yang
berbasis kecerdasan majemuk. Setiap individu memiliki
kecerdasan yang berbeda-beda. Tidak akan ada dua pribadi
berbeda walaupun anak kembar memiliki kecerdasan yang
sama. Kecerdasan bukanlah berpatokan pada angka-angka
yang berkaitan dengan IQ. Menurut Garner, ada beberapa
kecerdasan yang ada pada manusia, yaitu kecerdasan
matematik, linguistik, kinestetik, visual-spasial, musik,
intra-personal, inter-personal, naturalistik, dan eksistensial.
Sebuah pendidikan seharusnya menjembatani setiap
kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik.
Mengembangkan bakat dan minat sesuai dengan
kebutuhannya tentu sejalan dengan teori Freud yang
menyebut bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki
keinginan dan kebutuhan dasar.
Ketiga, konsep psikoanalisis yang menyatakan
bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki
kebutuhan dan keinginan dasar. Dengan konsep ini,
pengajar dapat mengimplementasikannya ke dunia
pendidikan. Berbagai elemen dalam pendidikan dapat
dikembangkan dengan berbasis pada konsep ini. Kurikulum
atau perangkat pembelajaran misalnya, pendidik harus
melakukan berbagai analisis kebutuhan dan tujuan agar apa
yang diajarkannya nanti sesuai dengan kebutuhan dan
47

perkembangan peserta didik. Hal ini sudah lumrah


digunakan dalam berbagai proses pendidikan dan penelitian
pengembangan.
Keempat, berkaitan dengan agresivitas siswa,
seorang pendidik harus mampu mengontrol dan mengatur
sikap ini agar terarah menjadi lebih positif. Agresivitas
dalam ilmu psikologi merupakan wahana bagi siswa untuk
memuaskan keinginannya yang cenderung ke arah merusak,
mengganggu, atau menyakiti orang lain. Dengan kata lain
agresivitas merupakan ungkapan perasaan frustasi yang
tidak tepat. Dalam hal ini, penyebab munculnya tindakan
agresivitas dapat berupa penilaian negatif atau kata-kata
yang menyakitkan. Jika siswa melakukan kesalahan, tidak
selayaknya dihukum dengan kata-kata kasar atau hukuman
lain yang justru akan melukai secara psikologis. Treatment-
nya terhadap kasus ini dapat dilakukan dengan penjajakan
secara personal, memberi sugesti dan wejangan, tidak
memberi hukuman tetapi memberi semacam kebebasan
dalam bertanggung jawab, dan membantunya dalam
berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Kelima, perlunya pendidikan inklusif di semua strata
pendidikan. Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang
tidak boleh membeda-bedakan terhadap peserta didik.
Dalam hal ini, sekolah harus mau menampung dan
menerima siswa-siswa yang memiliki kebutuhan khusus.
Secara psikologis, anak yang memiliki kekurangan
semacam ini akan mengalami krisis kepercayaan diri atau
minder. Untuk mengurangi dan menghilangkan rasa minder
tersebut, sekolah harus menerima ketunaan tersebut tanpa
48

merasa sebagai bagian yang terpisah dari masyarakat.


Dengan pendidikan inklusif, permasalahan ini diharapkan
dapat membantu bagi anak-anak yang memiliki
keterbatasan.
Terakhir, konsep psikoanalisis yang diterapkan
dalam pendidikan adalah pendidikan yang bermuara pada
penciptaan kreativitas peserta didik. Saat ini kita berada
pada era revolusi teknologi informasi. Pada era ini, setiap
manusia dituntut memiliki kreativitas yang orisinil dan
terbaik. Orang-orang yang sukses pada masa ini adalah
orang-orang yang memiliki kreativitas tanpa batas.
Tengoklah seperti pendiri facebook, android, samsung, dan
lain-lain. Mereka eksis dan sukses mencapai puncak
kejayaan karena memiliki inovasi dan kreativitas yang
mumpuni. Menurut Freud, kreativitas merupakan bagian
dari kepribadian yang didorong untuk menjadi kreatif jika
memang mereka tidak dapat memenuhi kebutuhansekssual
secara langsung. Berhubung kebutuhannya tidak terpenuhi
maka terjadilah sublimasi dan akhirnya muncullah
imajinasi.
C. Konsep dasar teori freud
Konsep dasar teori psikoanalisis Sigmund Freud
Psikoanalisis merupakan teori yang dikembangkan
oleh Sigmund Freud dalam menganalisis psikologis
manusia. Menurutnya, tingkah laku manusia justru
didominasi oleh alam bawah sadar yang berisi id, ego, dan
super ego. Dalam pendidikan, konsep psikoanalisis juga
diaplikasikan ke dalamnya.
49

Teori psikoanalisis merupakan teori yang berusaha


untuk menjelaskan tentang hakikat dan perkembangan
kepribadian manusia. Unsur-unsur yang diutamakan dalam
teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal
lainnya konsep dari teori freud yang paling terkenal adalah
tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan
sebagian besar perilaku.
D. Konsep konseling
Konseling adalah proses pemberi bantuan seseorang
kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau
memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap
fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan klien (Saraswati,
2002: 15).
Konseling dengan hubungan dengan psikoanalisa
yaitu antara konseling dengan konselor. Kedua hubungan
berupa melakukan aliansi dan transferensi. Kedua bentuk
hubungan tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda.
50

BAB V
PENDEKATAN KONSELING
ADLERIAN

A. Riwayat hidup ADLER

ALFRED ADLER (1870-1937) adalah anak ketiga


dari sebuah keluarga yang terdiri dari lima anak laki-laki
dan dua anak perempuan. Seorang saudara laki-lakinya
meninggal waktu masih kanak-kanak. Masa kanak-kanak
Adler bukanlah masa yang bahagia, oleh karena ia sakit-
sakitan dan sangat sadar akan datangnya maut. Pada usia
empat tahun ia hamper saja meninggal karena radang paru-
paru, dan pada saat itu pula dia berkeputusan untuk menjadi
dokter.
Adler sangat peduli terhadap orang kebanyakan.
Minat sosialnya diungkapkan melalui sikapnya yang vocal
51

terhadap praktek membesarkan anak-anak, reformasi


sekolah dan prasangka yang menyebabkan timbulnya
konflik. Gaya bahasa dalam berbicara serta menulis yang
digunakannya adalah sederhana serta non teknik sehingga
orang mudah mencerna serta mengaplikasikan Psikologi
individualnya. Setelah berdinas dalam Perang Dunia I
sebagai Perwira Kesehatan dia ciptakan banyak klinik
bimbingan anak-anak di sekolah-sekolah umum dan mulai
melatih guru-guru, pekerja sosial, dokter-dokter serta
tenaga-tenaga profesional yang lain. Dia merintis praktek
mengajar para profesional melalui demonstrasi hidup
dengan orang tua dan anak-anak di hadapan hadirin yang
besar jumlahnya. Jumlah klinik yang diciptakannya tumbuh
pesat dan makin populer dan dia pun tiada jemu-jemunya
mengajar serta mendemonstrasikan karyanya.
Adler hidup dengan jadwal kerja yang kelewat padat,
namun masih bisa menyempatkan diri untuk menyanyi,
berrmain musik dan bergembira diantara teman sejawatnya.
Dia mengesampingkan nasihat sahabatnya untuk sedikit
mengurangi kegiatannya. Pada pertengahan tahun 1920 dia
mulai mengajar di Amerika Serikat, serta di kemudian hari
sering melakukan kunjungan serta perjalanan keliling.
Jadwalnya yang ketat terus-terus berlanjut, pada tanggal 28
Mei 1937, waktu sedang berjalan-jalan sebelum
memberikan kuliah yang sudah dijadwalkan di Aberdeen,
dia roboh dan meninggal karena serangan jantung.
52

B. Teori Psikologi Individual Menurut Alfred


Adler

Materi psikologi hari ini akan membahas mengenai


psikologi individual. Alfred Adler adalah seorang psikolog
dan fisikawan yang mengembangkan teori psikologi
individual. Adler menyatakan ada satu daya motivasi yang
memengaruhi semua bentuk perilaku dan pengalaman
manusia. Daya motivasi tersebut disebut "dorongan ke arah
kesempurnaan". Daya tersebut mendorong manusia
memenuhi semua potensi dan keinginan yang ada di dalam
dirinya, sehingga seorang manusia dapat semakin dekat
dengan apa yang diidealkan.
1. Pengantar Teori Adler

Teori Adler memiliki pengaruh besar terhadap pakar


psikologi selanjutnya, seperti Harry Stuck Sullivan, Karen
Horney, Jullian Rotter, Abraham Maslow, Carl Rogers,
Albert Ellis, Rollo May, dan lain-lain. Namun, nama Adler
kurang dikenal luas, dibandingkan Freud atau Jung. Hal ini
disebabkan karena : (1) Adler tidak mendirikan organisasi
yang dijalankan dengan kuat untuk mengabadikan teorinya ;
(2) Adler bukan penulis yang berbakat dan sebagian besar
bukunya dikumpulkan oleh beberapa editor menggunakan
bahan pengajaran Adler yang tersebar dimana-mana ; (3)
Banyak dari pandangan Adler yang tergabung dalam karya
teoretikus selanjutnya, seperti Maslow, Rogers, dan Ellis,
sehingga pandangan tersebut tidak lagi diasosiasikan dengan
nama Adler.
53

Tulisan-tulisan Adler mengungkapkan pandangan


mendalam terhadap kedalaman dan kompleksitas
kepribadian manusia, namun, Adler menyusun teori yang
sederhana. Adler menyatakan bahwa manusia lahir dengan
kondisi tubuh yang lemah dan inferior. Kondisi ini
menyebabkan perasaan inferior, dan ketergantungan kepada
orang lain. Oleh karena itu, perasaan menyatu dengan orang
lain sudah menjadi sifat manusia dan standar akhir untuk
sehat secara psikologis.
Dalam teori Psikologi Individual Adler, ada beberapa
prinsip yang melatar belakangi teori ini, yaitu:
a.Striving for Success or Superiority

Prinsip ini menyatakan bahwa kekuatan dinamis di


balik perilaku manusia adalah berjuang untuk meraih
keberhasilan atau superioritas. Adler mereduksi semua
motivasi menjadi satu dorongan tunggal, yaitu berjuang
meraih keberhasilan atau superioritas. Tentu kita masih
ingat dengan kisah Adler di atas mengenai kondisi fisik
yang lemah dan persaingan dengan kakak laki-lakinya. Oleh
sebab itu, Psikologi Individual mengajarkan bahwa
seseorang memulai hidupnya dengan kelemahan fisik yang
mengakibatkan perasaan inferior. Perasaan inferior ini lah
yang akhirnya mendorong seseorang untuk berjuang meraih
superioritas atau keberhasilan. Individu yang tidak sehat
secara psikologis akan berjuang meraih superioritas pribadi,
sedangkan individu yang sehat secara psikologis akan
berjuang meraih keberhasilan untuk semua manusia.
54

Pada awalnya, Adler meyakini bahwa AGRESI


adalah kekuatan dinamis dari motivasi. Namun, ia tidak
puas dengan istilah itu. Kemudian ia menggunakan istilah
MASCULINE PROTEST, yang berarti keinginan
menguasai atau mendominasi orang lain. Dan pada
akhirnya, ia menggunakan istilah berjuang untuk meraih
keberhasilan dan superioritas. Tanpa memperhatikan
motivasi, Adler yakin bahwa setiap orang dikendalikan oleh
tujuan akhir.
Adler yakin bahwa manusia berjuang demi sebuah
tujuan akhir, baik superioritas pribadi ataupun keberhasilan
untuk semua umat manusia. Tujuan akhir ini memiliki
makna karena dapat mempersatukan kepribadian dan
membuat semua perilaku dapat dipahami. Setiap orang
mampu menciptakan tujuan sesuai pribadi, karena faktor
keturunan atau lingkungan. Dalam perjuangan mencapai
tujuan akhir, manusia menciptakan dan mengejar banyak
tujuan awal. Ketika tujuan akhir diketahui, maka semua
tindakan menjadi jelas dan memiliki makna yang penting.
Berjuang meraih superioritas pribadi itu muncul
tanpa memperhatikan orang lain dan dimotivasi oleh
perasaan inferior berlebihan (inferiority complex).
Misalnya, pembunuh, pencuri, atau penipu. Sedangkan,
berjuang meraih keberhasilan untuk semua umat manusia itu
muncul karena minat sosial, menolong orang lain, dan
mampu melihat orang lain bukan sebagai lawan, melainkan
sebagai pihak yang dapat diajak bekerjasama untuk
kepentingan sosial.
55

b. Subjective Perception

Prinsip ini menyatakan bahwa dalam mengatasi


perasaan inferiornya, maka seseorang akan berjuang.
Namun, sikap juang yang muncul tidak ditentukan oleh
kenyataan, melainkan oleh persepsi subjektif akan
kenyataan, yaitu oleh fiksi atau harapan masa depan. Fiksi
adalah gagasan yang tidak berbentuk nyata. Misalnya,
manusia memiliki kehendak bebas untuk membuat pilihan-
pilihan. Contoh ini menunjukkan bahwa setiap orang seolah-
olah memiliki kehendak bebas dan bertanggung jawab atas
pilihan mereka, walaupun tidak ada yang dapat
membuktikan bahwa kehendak bebas itu nyata.
c.Self Consistent

Prinsip ini menyatakan bahwa kepribadian itu


menyatu dan memiliki konsistesi diri. Sehingga pikiran,
perasaan, dan tindakan mengarah kepada satu tujuan. Ada
dua cara untuk mengenali kesatuan dan konsistensi diri
manusia, yaitu : Bahasa Organ. Gangguan terhadap satu
bagian tubuh tidak dapat dilihat secara terpisah, karena hal
ini mempengaruhi keseluruhan diri seseorang. Melalui
bahasa organ, organ tubuh akan berbicara dengan ekspresif
dan mengungkapkan pikiran seseorang dengan lebih jelas
daripada yang diungkapkan dengan kata-kata. Misalnya, X
adalah seorang anak yang patuh. Namun pada suatu waktu,
ia tidak ingin patuh kepada orangtuanya. Ia mengompol di
malam hari sebagai cara menyuarakan keinginannya untuk
tidak patuh kepada orangtuanya.
56

d.Social Interest

Prinsip ini menyatakan bahwa nilai dari semua


aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang minat
sosial. Minat sosial adalah perasaan menjadi satu dengan
umat manusia. Seseorang dengan minat sosial yang
berkembang dengan baik, tidak akan berjuang untuk
superioritas pribadi, tetapi untuk kesempurnaan semua umat
manusia. Minat sosial ini termanifestasi dalam bentuk
kerjasama dengan orang lain untuk kemajuan sosial.
Minat sosial berasal dari potensi bawaan manusia,
yang harus dikembangkan kemudian. Minat sosial
merupakan ukuran tunggal Adler untuk mengukur kesehatan
psikologis. Sebagai barometer kenormalan, maka minat
sosial adalah standar yang digunakan untuk menentukan
seberapa bermanfaatnya hidup seseorang. Orang yang
memiliki minat sosial akan dianggap dewasa secara
psikologis. Think! Apakah seorang dermawan yang suka
menyumbangkan uangnya memiliki minat sosial?
e.Style of Life

Prinsip ini menyatakan bahwa struktur kepribadian


yang konsisten dan menyatu akan berkembang menjadi gaya
hidup seseorang. Gaya hidup menunjukkan selera hidup
seseorang, yang mencakup tujuan, konsep diri, perasaan
terhadap orang lain, dan sikap terhadap dunia. Gaya hidup
merupakan interaksi antara faktor keturunan atau bawaan
lahir, lingkungan, dan daya kreatif yang dimiliki seseorang.
57

Gaya hidup seseorang terbentuk pada saat seseorang


mencapai usia empat atau lima tahun. 
Setelah masa tersebut, semua tindakan manusia
berputar di sekitar gaya hidup yang sudah terbentuk itu.
Individu yang tidak sehat secara psikologis menjalani hidup
dengan tidak fleksibel, yaitu tidak mampu memilih cara
baru dalam bereaksi dengan lingkungan. Sedangkan, orang
yang sehat secara psikologis, akan berperilaku dengan cara
yang berbeda, fleksibel dalam gaya hidup yang kompleks,
selalu berkembang, dan berubah. Manusia yang sehat
melihat banyak cara dalam meraih keberhasilan, dan terus
menerus mencari cara untuk menciptakan pilihan-pilihan
baru dalam hidup mereka.
f.Creative Power

Prinsip ini menyatakan bahwa gaya hidup dibentuk


oleh daya kreatif yang ada dalam diri manusia. Adler
meyakini bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk
menciptakan gaya hidupnya sendiri. Pada akhirnya, setiap
orang akan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Daya kreatif yang manusia miliki akan membantu manusia
mengendalikan kehidupan mereka, bertanggung jawab akan
tujuan akhir, menentukan cara mereka pakai untuk meraih
tujuan, dan berperan dalam membentuk minat sosial. Daya
kreatif adalah konsep dinamis yang menggambarkan
pergerakan, dan pergerakan ini adalah karakteristik hidup
yang paling penting.
58

Kepribadian seseorang terbentuk karena faktor


keturunan dan lingkungan. Manusia adalah makhluk kreatif
yang tidak hanya bereaksi terhadap lingkungan, namun
melakukan tindakan dan menyebabkan lingkungan bereaksi
terhadap mereka. Dengan kata lain, manusia adalah arsitek
bagi dirinya sendiri, yang dapat membangun gaya hidup
yang berguna atau tidak berguna.

2.Penerapan Psikologi Individual

Penerapan praktis dari Psikologi Individual terbagi dalam


empat area, yaitu:
a. Konstelasi Keluarga

Konstelasi keluarga mencakup urutan kelahiran,


gender dari saudara kandung, dan rentang usia di antara
mereka. Konstelasi keluarga menjadi hal yang sangat
penting bagi Adler, karena ia membuat hipotesis mengenai
urutan kelahiran. Menurut Adler, anak sulung memiliki
perasaan berkuasa, superioritas yang kuat, kecemasan
tinggi, dan kecenderungan overprotektif. Jika anak sulung
berusia tiga tahun atau lebih ketika adiknya lahir, maka
mereka akan menggabungkan peristiwa ini ke dalam gaya
hidup sebelumnya yang telah terbentuk. 
Jika gaya hidupnya adalah berpusat pada diri, maka
kemungkinan ia akan mengembangkan permusuhan dan
kemarahan pada adiknya yang baru lahir. Namun, jika gaya
hidupnya adalah kerjasama, maka ia akan menerima adiknya
59

tersebut. Sebaliknya jika anak sulung mendapat adik ketika


usia kurang dari tiga tahun, maka kemarahan dan sikap
permusuhan terjadi secara tidak sadar. Sikap ini akan lebih
sulit diubah di kehidupan selanjutnya. Anak kedua, memulai
hidup dalam situasi yang lebih baik untuk membentuk
kerjasama dan minat sosial. 
Sampai usia tertentu, kepribadian anak kedua akan
dibentuk oleh persepsi mereka terhadap sikap anak sulung
kepadanya. Jika sikap anak sulung bermusuhan, maka anak
kedua akan cenderung menjadi kompetitif atau kecil hati.
Anak bungsu, memiliki resiko menjadi anak bermasalah,
perasaan inferior yang kuat, dan kurang mandiri. Namun
mereka memiliki kelebihan, yaitu motivasi tinggi dibanding
kakaknya dan ambisius. Anak tunggal, memiliki
kecenderungan bersaing dengan orangtuanya, membentuk
rasa superioritas yang tinggi, memiliki konsep diri yang
besar, kurang memiliki sikap kerjasama, minat sosial,
bersikap parasit, berharap orang lain untuk memanjakan dan
melindungi mereka.
b. Ingatan Masa Kecil

Adler menyatakan bahwa ingatan masa kecil


konsisten dengan gaya hidup saat ini. Misalnya, ingatan
Adler tentang masa kecil mengenai kakaknya yang sehat,
sedangkan ia sering sakit. Ingatan ini menunjukkan kepada
kita bahwa Adler memandang dirinya sebagai orang yang
lemah, namun mampu bersaing melawan musuh yang kuat.
Musuh itu merujuk kepada penyakitnya. Di sisi lain, ingatan
ini menunjukkan kepada kita bahwa Adler menerima
60

pertolongan orang lain yang dapat membuatnya memiliki


rasa percaya diri untuk melawan penyakitnya.
c. Mimpi

Mimpi memang tidak dapat meramalkan masa


depan, namun dapat menjadi petunjuk untuk memahami dan
mengatasi masalah di masa depan. Setiap interpretasi mimpi
sebaiknya bersifat sementara dan dapat diinterpretasi ulang.
d. Psikoterapi

Teori Adler menyatakan bahwa psikopatologi


berasal dari kurangnya keberanian, perasaan inferior
berlebihan, dan minat sosial yang tidak berkembang.
Sehingga tujuan utama psikoterapi Adlerian adalah
menumbuhkan rasa berani, memperkecil perasaan inferior,
dan menumbuhkan minat sosial. Dalam melakukan
psikoterapi, Adler menetapkan dirinya sebagai teman kerja
yang menyenangkan, menahan diri untuk memberi nasihat
berlebihan, menjunjung nilai pada hubungan antar manusia.
C. Asumsi Tentang Hakikat Manusia

Psikologi individual didasarkan atas pandangan


holistik mengenai pribadi manusia. Kata individual tidak
berarti bahwa model ini dipusatkan kepada individu sebagai
lawan kelompok manusia. Kata tersebut berarti bahwa
manusia di pandang sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Karena itu manusia juga tidak terpisah menjadi
bagian-bagian, maka kepribadian itu di pandang sebagai
suatu kesatuan atau keseluruhan yang tidak dapat di
61

pisahkan. Manusia tidak terpisah dari bagian - bagian, dan


kepribadiannya pun berpadu menjadi suatu kesatuan dan
hanya dapat dipahami apabila kepribadian tersebut
dipandang sebagai suatu keseluruhan.
Salah satu implikasi dari pandangan tersebut adalah
bahwa klien seyogyanya dipandang sebagai suatu bagian
terpadu dalam sistem sosial. Psikologi individual tertumpu
pada keyakinan pokok bahwa kebahagiandan keberhasilan
seseorang pada umumnya berkaitan dengan keterikatan
sosial. Sebagai makhluk sosial,manusia mempunyai
kebutuhan untuk bermanfaat pula dalam masyarakat,
mengingat manusia itu juga melekat dalam masyarakat
maka manusia tidk dapat dipahami dalam terpisah dari
konteks sosial. Adler berpendapat bahwa manusia
mempunyai kebutuhan yang kuat untuk merasa bersatu
dengan orang lain. Dengan demikian manusia akan mampu
bertindak dengan berani dalam menghadapi dan menangani
permasalahan hidup. Manusia memiliki kebutuhan yang
kuat untuk memnempati dan menemukan tempat yang
berarti dalam masyarakat. Tiadanya perasaan untuk
mendapatkan tempat dan diterima oleh orang lain
merupakan salah satu musibah yang paling hebat terhadap
perasaan manusia. Manusia itu tidak hanya membutuhkan
manusia lain, manusia juga mempunyai perasaan untuk
diterima oleh orang lain. Pada gilirannya pengembangan
minat sosial itu menjadi tujuan dari konseling, manusia yang
tidak memiliki minat sosial akan merasa sakit dan manusia
yang memiliki rasa minat sosialnya akan merasa sehat.
Adler menyamakan konsep minat sosial ini dengan perasaan
62

identifikasi dan simpati terhadap orang lain.  Adler


mengemukakan bahwa minat sosial itu berarti : “melihat
dengan mata orang lain, mendengar dengan telinga orang
lain, dan merasa dengan hati orang lain”

D. Konsep dasar teori kepribadian Adler

Aliran psikologi individual dipelopori oleh Alferd


Adler dan dikembangkan sebagai sistematika terapi oleh
Rudolf Dreikurs dan Donald Dinkmeyer, yang dikenal
dengan nama Adlerian Counseling.  Dalam corak terapi ini
perhatian utama diberikan kepada kebutuhan seseorang
untuk menempatkan diri dalam kelompok sosialnya. Ketiga
konsep pokok dalam corak terapi ini adalah rasa rendah diri
(inferiority Feeling), usaha untuk mencapai keunggulan
(striving for superiority), dan gaya hidup perseorangan (a
person’s lifestyle). Manusia kerap mengalami rasa rendah
diri karena berbagai kelemahan dan kekurangan yang
mereka alami, dan berusaha untuk menghilangkan
ketidakseimbangan dalam diri sendiri melalui aneka usaha
mencari konvensasi terhadap rasa rendah diri itu, dengan
mengejar kesempurnaan dan keunggulan dalam satu atau
beberapa hal. Dengan demikian manusia bermotivasi untuk
menguasai situasi hidupnya, sehingga dia merasa puas dapat
menunjukkan keunggulannya, paling sedikit dalam
bayangannya sendiri. Untuk mencapai itu anak kecil sudah
mengembangakan suatu gaya hidup perseorangan, yang
mewarnai keseluruhan perilakunya dikemudian hari
meskipun biasanya tidak disadari sendiri. Selama proses
terapi konselor mengumpulkan informasi tentang kehidupan
63

konseling dimasa sekarang dan dimasa lampau sejak berusia


sangat muda, antara lain berbagai peristiwa dimasa kecil
yang masih diingat, urutan kelahiran dan keluarga, impian-
impian dan keanehan dalam perilaku. Dari semua informasi
itu konselor menggali perasaan rendah diri pada konseli
yang bertahan sampai sekarang dan menemukan segala
usahanya untuk menutupi perasaannya itu melalui suatu
bentuk konvensasi, sehingga mulai tampak gaya hidup
perseorangan. Selanjutnya konselor membantu konseli
untuk mengembangkan tujuan-tujuan yang lebih
membahagiakan bagi konseli dan merancang suatu gaya
hidup yang lebih konstruktif. Dalam melayani anak muda
yang menunjukkan gejala salah suai dalam bergaul dalam
pihak teman disekolah, konselor berusaha menemukan
perasaan rendah diri yang mendasari usaha konvensasi
dengan bertingkah laku aneh, yang ternyata menimbulkan
berbagai gangguan didalam kelas. Menurut pendapat
Schmidt (1993) banyak unsure dalam psikologi individual
cocok untuk diterapkan dalam konseling disekolah baik
dalam konseling individual maupun konseling kelompok.
Psikologi individual mempunyai arti yang penting
sebagai cara untuk memahami tingkah laku manusia.
Pengertian seperti gambaran semua, rasa rendah diri,
kompensasi, gaya hidup, diri yang kreatif, memberi
pedoman yang penting untuk memahami sesama manusia.
Aliran ini tidak memberikan susunan yang teliti mengenai
struktur, dinamika, serta perkembangan kepribadian, tetapi
mementingkan perumusan petunjuk-petunjuk praktis untuk
memahami sesama manusia.
64

E. Konsep konseling Adlerian


1. Konsep Teoritis
a. Pengertian Efektivitas

Efektivitas merupakan hal yang menunjukan taraf


tercapainya tujuan suatu usaha dikatakan efektif jika sebuah
usaha tersebut mencapai tujuannya. Pendapat lain juga
mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti
tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya. Sejalan dengan itu Sedarmayanti
mendefinisikan konsep efektivitas sebagai suatu ukuran
yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat
tercapai.
Berdasarkan dari pengertian diatas dapat dipahami
bahwa efektivitas adalah menyangkut percapaian atau
sejauh mana suatu sasaran dapat dicapai atau diwujudkan
dari suatu kegiatan sesuai dengan prosesnya, sehingga dapat
disimpulkan bahwa dalam menilai tingkat efektivitas dapat
digunakan perbandingan antara rencana awal dengan hasil
kenyataan yang didapat . Semakin efektif jika tingkat
kekeliruan atau kesalahan yang terjadi rendah. Efektivitas
adalah suatu ukuran tentang bagaimana suatu target atau
sasaran yang telah ditentukan tercapai yang mengacu pada
hasil akhir. Hasil akhir adalah tujuan utama. Semakin
mencapai taget yang ditentukan maka efektivitasnya
semakin baik.
b. Konsep Operasional
65

Konsep operasional merupakan suatu konsep yang


digunakan untuk memberikan batasan konsep teori. Hal ini
digunakan agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam
menafsirkan penulisan dalam penelitian ini. Kajian
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa fokus
penelitian ini adalah mengenai efektivitas konseling
kelompok Adlerian untuk meningkatkan kepercayaan diri
siswa terisolir sebagai berikut :

1) Indikator efektivitas yang baik (positif) konseling


kelompok Adlerian dalam meningkatkan kepercayaan diri
siswa terisolir apabila:

a) Siswa mendapatkan pengalaman sosial


kelompok setelah mengikuti mengikuti
layanan konseling kelompok Adlerian dalam
meningkatkan kepercayaan diri .
b) Siswa mengetahui arah tujuan yang ingin
dicapai dalam meningkatkan kepercayaan
diri setelah mengikuti layanan konseling
kelompok Adlerian dalam meningkatkan
kepercayaan diri.
c) Siswa mampu memperbaiki kepercayaan
yang salah tentang rasa rendah diri setelah
mengikuti layanan konseling kelompok
Adlerian dalam meningkatkan kepercayaan
diri.
d) Siswa memahami dampak dan konsekuensi
dari tindakannya setelah mengikuti layanan
66

konseling kelompok Adlerian dalam


meningkatkan kepercayaan diri.
e) Siswa mampu mengendalikan diri setelah
mengikuti layanan konseling kelompok
Adlerian dalam meningkatkan kepercayaan
diri.
f) Siswa percaya pada kemampuan dirinya dan
memandang positif terhadap diri sendiri
setelah mengikuti layanan konseling
kelompok Adlerian dalam meningkatkan
kepercayaan diri.
g) Siswa berani menerima dan menghadapi
penolakan dari orang lain setelah mengikuti
layanan konseling kelompok Adlerian dalam
meningkatkan kepercayaan diri.
h) Siswa memiliki harapan yang realistik
terhadap diri sendiri dan tidak mudah
menyerah setelah mengikuti layanan
konseling kelompok adlerian dapat
meningkatkan kepercayaan diri
67

BAB VI
TEORI PENDEKATAN
KONSELING CARL RONGERS

A. Biografi Carl Ransom Rogers (1902-1987)

Carl rogers lahir pada tangga 8 Januari 1902 dSi Oak


, Illionis, sebuah daerah pinggiran Chicago, sebagai anak
keempat dari enam bersaudara. Ayahnya adalah insinyur
68

teknik sipil yang sukses sedangkan ibunya adalah seorang


ibu rumah tangga pemeluk Kristen yang taat. Dia langsung
masuk SD karena sudah bisa membaca sebelum usia TK.
Saat Carl berusia 12 tahun, keluarganya pindah ke sebuah
daerah pertanian 30 mil sebuah timur Chicago, dan ditempat
inilah dia menghabiskan masa remajanya. Dengan
pendidikan yang keras dan kegiatan yang padat, kepribadian
Carl menjadi adak terisolasi, independen dan sangat disiplin.
Dia masuk Universitas Wisconsin dan mengambil
bidang pertanian. Kemudian dia beralih mempelajari agama
dan bercita-cita pendeta. Saat itu, dia juga terpilih sebagai
salah seorang dari 10 mahasiswa yang akan menghadiri
“Konferensi Mahasiswa Kristen Sedunia” di Beijing selama
6 bulan. Dia menceritakan bagaimana pengalaman bari ini
memperluas pemikirannya dan dia mulai meragukan
beberapa pandangan yang menjadi dasar agama.
Setelah lulus dia menikah dengan Hellen Elliot
(bertentangan dengan keinginan orangtuanya), yang
kemudian pindah ke New York City dan mengajar di Union
Theological Seminary, sebuah intiusi keagamaan liberal
yang cukup terkenal kala itu. Suatu kali, dia menyarankan
agar mahasiswa mengadakan diskusi kelas dengan tema
“Kenapa Saya Mau Jadi Pendeta?”. Carl mengatakan bahwa
sebagian besar pendeta kelas tersebut “menganggap alasan
mereka sudah berdasarkan teks-teks keagamaan”.     
Kehilangan keyakinan terhadap agama tentu saja merupakan
persoalan psikologis. Oleh karena itu, rogers pun kemudian
masuk program psikolofi klinis di Columbia University dan
menerima gelah Ph. D tahun 1931.
69

Dia mulai melakukan praktik di Rocherster Society


for the Privention of Cruelty to Children (Masyarakat
Rochester Mencegah Kekerasan Terhadap Anak-anak) di
klinik ini, dia mempelajari teori Otto Rank dan teknik-
teknik terapi yang kemudian menjadi langkah awal bagi
pengembangan pendekatan-pendekatannya sendiri.Dia
menjabat professor penuh di Negara Bagian Ohio pada
tahun 1940. Tahun 1942, dia menulis buku pertamanya,
Counseling and Psychoterapy. Kemudian, tahun 1945, dia
diundang untuk mendirikan pusat konseling di University of
Chicago. Saat bekerja di sinilah bukunya yang sangat
terkenal Client-Centered Therapy diluncurkan, yang
memuat garis besar teorinya.
Tahun 1957, dia kembali mengajar di almamaternya.
University of Wisconsin. Sayangnya, saat itu terjadi konflik
internal dalam fakultas psikologi dan Rogers merasa sangat
kecewa dengan system pendidikan tinggi yang dia tangani.
Tahun 1964, dengan senang hati dia menerima posisi
sebagai peneliti di La Jolla, California. Di sini dia
memberikan terapi, ceramah-ceramah, dan menulis karya-
karya ilmiah sampai ajal menjemputnya tahun 1987.
B. Teori Rogers

Teori Rogers sangat bersifat klinis, karena


didasarkan pada pengalaman bertahun-tahun tentang
bagaimana seharusnya seorang terapis menghadapi seorang
kliennya. Dalam dunia psikologi teori ini disebut dengan
teori teori yang berpusat pada klien dalam istilah carl rogers
70

disebut sebagai “client centered theraphy” atau “person-


centered psychotherapy”.
Maksud dari berpusat pada klien adalah karena teori
ini terapis harus mampu masuk pada hubungan yang s angat
pribadi dan subjektif dengan klien, yang hubungannya
tersebut bukan seperti ilmuan dengan objek penelitian
namun lebih pada antara pribadi dengan pribadi. Terapis
memandang bahwa klien; memiliki pribadi, memiliki harga
diri tanpa sarat,  memiliki nilai nilai tak peduli bagaimana
keadaannya, tingkah lakunya atau perasaannya.
C. Struktur Kepribadian (Self)

Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada


struktur kepribadian, Sejak awal Rogers mengurusi cara
bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, Rogers
tidak menekankan aspek struktural kepribadian. Namun
demikian, dari 19 rumusannya mengenai hakekat  pribadi,
diperoleh tiga konstruk yang menjadi dasa penting dalam
teorinya yitu Self, organisme dan medan fenomena.
Konsep pokok dari teori kepribadian Rogers
adalah self, sehingga dapat dikatakan self merupakan
struktur kepribadian yang sebenarnya. Self atau konsep self
adalah konsep menyeluruh yang ajeg dan terorganisir
tersusun dari persepsi ciri-ciri tentang “I” atau “me” (aku
sebagai subyek atau aku sebagai obyek) dan persepsi
hubungan “I” atau “me” dengan orang lain dan berbagai
aspek kehidupan, berikut nilai-nilai yang terlibat dalam
persepsi itu. Konsep self menggambarkan konsepsi orang
71

tentang dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi


bagian dari dirinya.  Konsep self juga menggambarkan
pandangan diri dalam kaitannya dengan berbagai perannya
dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan hubungan
interpersonal.
Dinamika Kepribadian

Menurut roger organisme memiliki satu motivasi


utama yaitu kecenderungan untuk aktualisasi diri dan tujuan
utama hidup manusia adalah untuk menjadi manusia yang
bisa mengaktualisasikan diri, dapat diartikan sebagai
motivasi yang menyatu dalam setiap makhluk hidup yang
bertujuan mengembangkan seluruh potensi-potensinya
sebaik mungkin.  Pada dasarnya manusia memiliki dua
kebutuhan utama yaitu kebutuhan untuk penghargaan positif
baik dari orang lain maupun dari diri sendiri.
Rogers percaya, manusia memiliki satu motif dasar,
yaitu kecenderungan untuk mengaktualisasi diri. 
Kecendeurngan ini adalah keinginan untuk memenuhi
potensi yang dimiliki dan mencapai tahap “human-
beingness” yang setinggi-tingginya.  Kita ditakdirkan untuk
berkembang dengan cara-cara yang berbeda sesuai dengan
kepribadian kita.  Proses penilaian (valuing process)  bawah
sadar memandu kita menuju perilaku yang membantu kita
mencapai potensi yang kita miliki.  Rogers percaya, bahwa
manusia pada dasarnya baik hati dan kreatif. Mereka
menjadi destruktif hanya jika konsep diri yang buruk atau
hambatan-hambatan eksternal mengalahkan proses
penilaian.
72

Menurut Rogers, organisme mengaktualisasikan


dirinya menurut garis-garis yang diletakkan oleh
hereditas. Ketika organisme itu matang maka ia makin
berdiferensiasi, makin luas, makin otonom, dan
makin matang dalam bersosialisasi. Rogers menyatakan
bahwa pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme
yang berarah tujuan untuk memuaskan kebutuhan-
kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan
sebagaimana medan itu dipersepsikan.
Perkembangan Kepribadian

Rogers tidak memfokuskan diri untuk mempelajari


“tahap”  pertumbuhan dan perkembangan kepribadian,
namun dia lebih tertarik untuk meneliti dengan cara yang
lain yaitu dengan bagaimana evaluasi dapat menuntun untuk
membedakan antara pengalaman dan apa yang orang
persepsikan tentang pengalaman itu sendiri.
Contoh sederhana dapat dilihat sebagai berikut:
seorang gadis kecil yang memiliki konsep diri bahwa ia
seorang gadis yang baik, sangat dicintai oleh orangtuanya,
dan yang terpesona dengan kereta api kemudian
menungkapkan pada orang tuanya bahwa ia ingin menjadi
insinyur mesin dan akhirnya menjadi kepala stasiun kereta
api. Orang tua gadis tersebut sangat tradisional, bahkan
tidak mengijikan ia untuk memilih pekerjaan yang
diperutukan laki-laki. Hasilnya gadis kecil itu mengubah
konsep dirinya. Dia memutuskan bahwa dia adalah gadis
yang “tidak baik” karena tidak mau menuruti keinginan
orang tuanya. Dia berfikir bahwa orang tuanya tidak
73

menyukainya atau mungkin dia memutuskan bahwa dia


tidak tertarik pada pekerjaan itu selamanya.

D. Asumsi Dasar Carl Rogers

Asumsi-asumsi dasar dari teori kepribadian Rogers


terbagi menjadi dua yaitu kecenderungan formatif dan
kecenderungan aktualisasi:
A. Kecenderungan Formatif

Rogers yakin bahwa terdapat kecenderungan dari


setiap hal, baik organik maupun non organik, untuk
berevolusi dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang
lebih kompleks. Untuk alam semesta, terjadi sebuah proses
kreatif dan bukan proses disintegrasi. Rogers menyebut
proses ini sebagai kecenderungan formatif dan banyak
mengambil contoh-contoh dari alam.
B. Kecenderungan Aktualisasi

Kecenderungan aktualisasi merupakan


kecenderungan setiap manusia (selain hewan lain dan
tanaman) untuk bergerak menuju keutuhan dan pemuasan
dari potensi. Kecenderungan ini merupakan satu-satunya
motif yang dimiliki oleh manusia. Kebutuhan untuk
memuaskan dorongan lapar, untuk mengekspresikan emosi
mendalam yang mereka rasakan, dan untuk menerima diri
seseorang adalah contoh-contoh dari satu motif aktualisasi.

E. Hambatan Kesehatan Psikologis


74

Setiap manusia tidak semuanya memiliki psikologis


yang sehat, pasti ada pula manusia yang mengalami
hambatan kesehatan dalam psikologisnya. Adapun
hambatan-hambatan kesehatan piskologis manusia
diantarnya yaitu:
1. Penghargaan Bersyarat

Penghargaan bersyarat yaitu keadaan dimana


manusia mempresepsikan bahwa orangtua, teman sebaya,
atau pasangan mereka mencintai dan menerima mereka
hanya apabila mereka dapat memenuhi ekspektasi dan
persetujuan dari pihak-pihak tersebut. Penghargaan
bersyarat timbul saat penghargaan positif dari significant
other memiliki persyaratan, saat individu tersebut merasa
dihargai dalam beberapa aspek dan tidak dihargai dalam
beberpa aspek lainnya.
Persepsi individu terhadap pandangan orang lain
terhadap dirinya disebut dengan evaluasi eksternal. Evaluasi
ini positif atau negatif, tidak mendukung kesehatan
psikologis, tetapi yang ada akan menghambat individu
tersebut menjadi terbuka sepenuhnya terhadap pengalaman-
pengalaman individu.
2. Inkongruensi

Ketidak seimbangan psikologis dimulai saat individu


gagal mengenali pengalaman organismik sebagai
pengalaman diri, yaitu ketika individu tidak secara akurat
membuat simbolisasi dari pengalaman organismik seseorang
ke dalam kesadaran, karena pengalaman tersebut terlihat
75

tidak konsisten dengan konsep diri yang sedang timbul.


Inkongruensi antara konsep diri dan pengalaman organismik
adalah sumber dari gangguan psikologis.
Penghargaan bersayar yang seseorang terima pada
masa kanak-kanak dapat mengakibatkan konsep diri yang
muncul meliputi persepsi yang tidak jelasdan tidak selaras
dengan pengalaman organismiknya, serta inkongruensi
antara diri dan pengalaman dapat berakibat pada perilaku
yang terlihat tidak konsisten dan berbeda.
3. Sikap Defensif

Sikap defensif adalah perlindungan atas konsep diri


dari kecemasan dan ancaman, dengan penyangkalan atau
distorsi dari pengalaman yang tidak konsisten dengan
konsep diri. Karena konsep diri terdiri dari banyak kalimat
pendeskripsian diri, konsep diri menjadi suatu fenomena
yang memiliki banyak sisi. Ketika pengalaman seseorang
tidak konsisten dengan satu bagian dari konsep diri, orang
tersebut akan bertindak dengan cara defensif untuk
mlindungi struktur konsep diri yang sudah terbentuk.
4. Disorganisasi

Disorganisasi dapat terjadi secara tiba-tiba atau dapat


terjadi secara bertahap selama rentang waktu yang panjang.
Dalam kondisi disorganisasi, manusia kadang berperilaku
secara konsisten dengan pengalaman organismiknya dan
kadang sesuai dengan konsep diri yang hancur
76

BAB VII
TEORI PENDEKATAN
KONSELING GESTALT

A. Biografi Fritz Perls


Fritz Perls lahir dengan nama Friedrich atau
Frederick Saloman Perls pada 8 Juli 1893 di Berlin. Dia
adalah putra ketiga dari pasangan Yahudi yang dibentuk
oleh Nathan Perls dan Amelia Rund.
77

Menurut Petruska Clarkson (1993), kelahiran Perls


tidak mudah, karena ibunya kesulitan memberinya makan.
Ditambah dengan ini adalah masalah yang berkembang
dari pasangan karena sifat dominan Nathan Perls. Fritz
hidup dalam konteks perkelahian verbal dan fisik.
Lingkungan ini menandai hubungan dengan ayahnya, yang
dengannya dia tidak pernah akur.
Fritz memiliki dua kakak perempuan, Else, tiga
tahun lebih tua darinya dan Grete, hanya satu setengah
tahun lebih tua darinya. Hubungannya dengan saudara
perempuannya beragam, dia tidak pernah bergaul dengan
Else, tapi dia mempertahankan hubungan dekat dengan
saudara perempuannya. Sebuah aspek yang menandai
kehidupan Perls adalah, tanpa keraguan, agama. Perlu
diingat bahwa konteks di mana Fritz hidup adalah periode
perang dunia, anti-Semitisme dan konsolidasi gerakan
Nazi. Ayahnya selalu menentang agama, dan ketika Fritz
mulai membentuk kepribadiannya, selama masa puber, ia
menyatakan dirinya seorang ateis
Clarkson, mengutip Grete Gutfreund (1979),
mengklaim bahwa Fritz Perls adalah anak yang sangat liar.
Perilaku nakal Fritz memperburuk kehidupan keluarga dan
prestasi sekolahnya. Kemunduran ini lebih lanjut selama
pendidikan menengah, di mana sebagian besar guru tidak
menyembunyikan anti-Semitisme mereka. Segera ia mulai
berlatih teater, di mana ia bertemu Max Reinhardt, direktur
Deutsche Theater. Reinhardt adalah seorang pria yang
memiliki pengaruh penting pada Fritz, karena ia
mengajarinya pentingnya komunikasi non-verbal dan
78

proses komunikasi, suatu aspek yang akan memiliki


tempat penting dalam teori psikologisnya nanti..
Fritz Perls menyelesaikan sekolah menengahnya di
Askanasische Gymnasium, membuat hubungan dengan
ibunya kembali ke jalur normal. Meskipun pada awalnya
dia tertarik pada Hukum, dia akhirnya masuk Universitas
Berlin untuk belajar kedokteran. Selama Perang Dunia
Pertama, ia melayani sebagai dokter di salah satu
batalyon. Setelah berakhirnya konflik, pada 1923 ia
meninggalkan Jerman untuk bekerja sebagai ahli saraf di
New York. Meskipun kesulitan belajar bahasa Inggris, di
antara faktor-faktor lain, mempercepat kepulangannya ke
Berlin. Saat itulah, ketika dia memutuskan untuk menerima
terapi untuk masalah harga diri dan pergi ke Karen Horney,
yang menerima pengaruh besar dan yang
memperkenalkannya ke dunia psikoanalisis.
Pada 1926 Perls pindah ke Frankfurt untuk
melanjutkan studinya tentang psikoanalisis. Di sana ia
bertemu istrinya, psikolog Lore Posner, lebih dikenal
sebagai Laura Perls. Dengan dia, dia akan menikah pada
tahun 1930 dan akan memiliki dua anak: Renate dan
Stephen. Di Frankfurt inilah Fritz Perls bertemu dengan
psikolog lain seperti Goldstein yang memperkenalkannya
ke dunia psikologi Gestalt. Di sana ia belajar teori-teori
eksponen terbesar dari sekolah ini; Wertheimer, Koffka dan
Köhler.
Calon istrinya, Laura Perls, juga memiliki
pengaruh besar. Sebagaimana dinyatakan dalam
79

biografinya, Profesor Petruska Clarkson, Fritz bertemu


dengan gagasan aliran eksistensialis dan fenomenologis
saat itu melalui Laura Perls.
Pada 1927, Fritz pindah ke Wina untuk melanjutkan
pelatihan di dunia psikoanalisis. Setelah pelatihan selesai,
diakreditasi oleh Sigmund Freud dan ahli lain di bidang
psikoanalisis, ia memutuskan untuk membangun metode
terapeutiknya sendiri di Jerman, di mana ia akan bekerja
sebagai psikoanalis hingga tahun 1933. Pada tahun 1933,
sebagai akibat dari bangkitnya Hitler dan fasisme di
Jerman, Laura dan Fritz harus berhijrah. Pengasingan ini
tidak hanya karena asal Yahudi, tetapi juga karena
aktivisme politiknya dan hubungannya dengan Liga
Antifasis.
Pada awalnya, mereka hidup sebagai pengungsi di
Belanda di mana mereka mengalami kekurangan besar,
sampai akhirnya mereka pindah ke Afrika Selatan. Di sana,
Perls ingin melanjutkan sebagai seorang psikoanalis,
tetapi Freud dan Asosiasi Psikoanalisis Internasional
akhirnya mendiskreditkannya. Ini membuat Perls menjadi
reaksioner terhadap Sigmund Freud dan teorinya tentang
psikoanalisis. Setelah akhir Perang Dunia II, Perls
pindah ke New York. Di sana Fritz lagi bertepatan dengan
Karen Horney dan psikoanalis lain seperti Clara
Thompson, Erich Fromm atau Harry Stack Sullivan. Itu
adalah saat berada di Amerika Serikat, ketika karir Friz
Perls mencapai puncaknya. Di sana ia menciptakan terapi
Gestalt, dengan istrinya dan Paul Goodman sebagai
pendiri.
80

Pada tahun 1952, pasangan Perls mendirikan


Institut Terapi Gestalt New York. Segera para ahli lain di
bidang ini akan dimasukkan, seperti Isadore Fromm, Paul
Goodman, Elliot Saphiro, Paul Weiss atau Richard
Kitzler. Organisasi ini pada akhirnya akan
mempertanyakan pernikahan mereka. Pada tahun 1956,
Fritz didiagnosis dengan masalah jantung. Penyakit,
bersama dengan perbedaan antara Laura dan Goodman,
menyebabkan dia meninggalkan New York dan pindah ke
Miami..
Tidak jelas apakah pernikahan Perls berakhir atau
tidak dengan perpisahan. Clarkson berbicara dalam
bukunya tentang wanita lain, Marty Fromm, yang
dengannya Fritz akan menjaga hubungan kekasih. Selama
tahun-tahun ini, Fritz terus menulis. Dia berada di tempat
yang berbeda di Amerika Serikat, melewati konsultasi,
berlatih dan menyebarluaskan terapi Gestalt dan
menghadiri konferensi. Melewati Ohio, Los Angeles dan
California. Sedikit demi sedikit, masalah kesehatan
semakin memburuk. Pada 1969, selain masalah jantung, ia
didiagnosis menderita kanker pankreas. Fritz Perls
meninggal pada usia 76 tahun. Kematian terjadi pada 14
Maret 1970, karena serangan jantung setelah dioperasi di
Rumah Sakit Louis A. Weiss Memorial di Chicago.

B. Konsep Dasar Terapi Gestalt


Kata gestalt berasal dari bahasa Jerman, yang
dalam bahasa Inggris berarti form, shape, configuration,
81

whole; dalam bahasa Indonesia berarti “bentuk” atau


“konfigurasi”, “hal”, “peristiwa”, “pola”, “totalitas”, atau
“bentuk keseluruhan”.
Berbagai istilah bahasa Inggris telah dicoba untuk
menerjemahkan istilah gestalt ini. Namun istilah-istilah
tersebut rupanya tidak pas, dalam arti tidak bisa
menggambarkan arti yang sesungguhnya dari istilah itu
dalam bahasa Jerman. Agak sulit memang untuk
menerjemahkan istilah gestalt ke dalam bahasa lain. Sebab
itu istilah gestalt tetap digunakan sebagaimana adanya
dalam bahasa Inggris dan juga oleh kalangan ahli
psikologi di Indonesia.
Terapi ini dikembangkan oleh Frederick S. Pearls
(1894-1970) yang didasari oleh empat aliran, yaitu
psikoanalisis, fenomenologis, dan eksistensialisme, serta
psikologi gestalt. Menurut Pearls individu itu selalu aktif
sebagai keseluruhan. Individu bukanlah jumlah dari
bagian-bagian atau organ-organ semata.
Selain itu, gestalt juga menekankan pada
pentingnya tanggung jawab diri. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Eleaner O‟Leary dalam Konseling dan
Psikoterapinya Stephen Palmer bahwa:
“Bertanggung jawab pada diri sendiri
adalah inti terapi gestalt. Klien dibantu
untuk berpindah dari posisi
ketergantungan pada orang lain,
termasuk pada terapis, ke keadaan
yang bisa mendukung diri sendiri.
82

Klien didorong untuk melakukan


banyak hal secara mandiri. Awalnya
klien melihat perasaan, emosi, dan
masalahnya sebagi sesuatu di luar
dirinya; digunakan frasa-frasa seperti
„ia membuat aku merasa sangat
bodoh‟. Klien tidak bertanggung
jawab atas dirinya, dan dalam
pandangannya tak ada yang bisa
dilakukan terhadap situasi itu kecuali
menerima begitu saja. Klien tidak
melihat dirinya telah punya masukan
atau kendali atas kehidupannya. Klien
dibantu menyadari bahwa ia
bertanggung jawab atas hal yang
taerjadi pada dirinya. Dialah yang
harus memutuskan apakah harus
mengubah situasi kehidupannya atau
membiarkan tidak berubah.”
Jadi, terapi gestalt adalah sebuah terapi yang
didasari oleh aliran psikoanalisis, fenomenologis, dan
eksistensialisme, serta psikologi gestalt yang
mengutamakan pada tanggung jawab diri dan keutuhan
atau totalitas organisme seorang individu, individu
bukanlah organisme yang terpotong potong pada bagian
tertentu dalam menjalani kehidupannya.
83

Pendekatan gestalt berpendapat bahwa individu yang sehat


secara mental adalah:

1. Individu yang dapat mempertahankan


kesadaran tanpa dipecah oleh berbagai
stimulasi dari lingkungan yang dapat mengganggu
perhatian individu. Orang tersebut dapat secara
penuh dan jelas mengalami dan mengenali
kebutuhannya dan alternatif potensi lingkungan
untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Individu yang dapat merasakan dan berbagi
konflik pribadi dan frustasi tapi dengan
kesadaran dan konsentrasi yang tinggi tanpa ada
pencampuran dengan fantasi-fantasi.
3. Individu yang dapat membedakan konflik dan
masalah yang dapat diselesaikan dan tidak dapat
diselesaikan.
4. Individu yang dapat mengambil tanggung jawab
atas hidupnya.

5. Individu yang dapat berfokus pada satu kebutuhan


(the figure) pada satu waktu sambil
menghubungkannya dengan kebutuhan yang lain
(the ground), sehingga ketika kebutuhan itu
terpenuhi disebut juga Gestalt yang sudah lengkap.
84

Menurut gestalt, individu menyebabkan dirinya


terjerumus pada masalah-masalah tambahan karena tidak
mengatasi kehidupannya dengan baik pada kategori di
bawah ini:
1. Kurang kontak dengan lingkungan, yaitu individu
menjadi kaku dan memutus hubungan antara
dirinya dengan orang lain dan lingkungan.
2. Confluence, yaitu individu yang terlalu banyak
memasukkan nilai-nilai lingkungan pada dirinya,
sehingga mereka kehilangan pijakan dirinya dan
kemudian lingkungan yang mengontrol dirinya.
3. Unfinished business, yaitu orang yang
memiliki kebutuhan yang tidak terpenuhi,
perasaan yang tidak terekspresikan dan situasi
yang belum selesai yang mengganggu
perhatiannya (yang mungkin dimanifestasikan
dalam mimpi).
4. Fragmentasi, yaitu orang yang mencoba untuk
menemukan atau menolak kebutuhan, seperti
kebutuhan agresi.
5. Topdog/underdog, orang yang mengalami
perpecahan dalam kepribadiannya, yaitu antara
apa yang mereka pikir “harus” dilakukan (topdog)
dan apa yang meeka “inginkan” (underdog).
6. Polaritas/dikotomi, yaitu orang yang cenderung
untuk “bingung dan tidak dapat berkata-kata
(speecheless)” pada saat terjadi dikotomi pada
85

dirinya seperti antara tubuh dan pikiran (body and


mind), antara diri dan lingkungan (self-external
world), antara emosi dan kenyataan (emotion
reality), dan sebagainya.

C. Pandangan Konseling Gestalt Tentang Manusia


Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa
manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu
keseluruhan. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan
dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya.
Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima
tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk
mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan
menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi Jadi
hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah :

1. Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan


konteksnya

2. Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya


dapat dipahami dalam kaitannya dengan
lingkungannya itu.

3. Aktor bukan reaktor


86

4. Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi,


emosi, persepsi, dan pemikirannya.

5. Dapat memilih secara sadar dan bertanggung


jawab.

6. Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya


secara efektif.

D. Tujuan Konseling Gestalt


Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu
konseli agar berani mengahadapi berbagai macam
tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan
ini mengandung makna bahwa konseli haruslah dapat
berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang
lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak
untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.

1. Individu yang bermasalah pada umumnya


belum memanfaatkan potensinya secara penuh,
melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari
potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling
konselor membantu klien agar potensi yang baru
dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan
dikembangkan secara optimal. Secara lebih
87

spesifik tujuan konseling Gestalt adalah


sebagai berikut: Membantu konseli agar dapat
memperoleh kesadaran pribadi, memahami
kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight
secara penuh.

2. Membantu konseli menuju pencapaian integritas


kepribadiannya

3. Mengentaskan konseli dari kondisinya yang


tergantung pada pertimbangan orang lain ke
mengatur diri sendiri (to be true to himself)
4. Meningkatkan kesadaran individual agar
konseli dapat beringkah laku menurut prinsip-
prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah
(unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan
muncul dapat diatasi dengan baik.

Sebuah asumsi dasar dari terapi Gestalt adalah


bahwa individu dapat mengatur diri sendiri, terutama jika
mereka sepenuhnya menyadari apa yang terjadi di dalam
dan di sekitar mereka. Karena lingkungan di mana individu
tertanam tidak pernah benar-benar responsif terhadap
kebutuhan mereka, penyesuaian kreatif terjadi, dan aspek
individu hilang kesadaran. Teori Gestalt perubahan
berpendapat bahwa semakin kita berusaha untuk menjadi
siapa atau apa yang kita tidak, semakin kita tetap sama.
88

Menurut Beisser (1970) teori paradoks perubahan,


perubahan pribadi cenderung terjadi ketika kita menjadi
sadar apa yang kita sebagai lawan untuk mencoba
untuk menjadi apa yang kita tidak. Lain sedikit
berbeda, adalah penting bahwa kita menerima siapa dan
apa yang kita daripada berjuang untuk menjadi apa yang
kita “harus.” Apa yang kita selalu titik awal untuk jalan
kita mungkin mengambil. Erving Polster (1995)
menyatakan bahwa terapis yang dipanggil untuk melihat
klien seperti mereka, mendengar mereka seperti mereka,
berbicara dengan mereka karena mereka, dan merasakan
mereka karena mereka-untuk mengidentifikasi dengan
mereka dan membuat serikat buruh. Ketika kita
menghadapi dan menjadi apa yang kita, kita membuka
kemungkinan kaya untuk perubahan. Tantangan bagi
terapis kelompok tidak langsung mengubah peserta
kelompok tetapi untuk terlibat peserta dan membantu
mereka dalam mengembangkan kesadaran mereka sendiri
tentang bagaimana mereka pada saat ini.
Menurut terapi Gestalt seseorang dapat
berhubungan dengan permasalahannya secara efektif jika
mereka mengemukakan kesadarannya atas apa yang terjadi
disekitarnya. Dengan demikian, konseli diasumsikan
mempunyai kapasitas untuk mendukung dirinya sendiri
serta mampu mengambil tanggung jawab setelah
menyelesaikan terapi. Untuk hal tersebut, Gestalt dalam
Corey (1986) menggunakan beberapa istilah sebagai
berikut:
89

1. Keadaan saat ini


Keadaan saat ini terapi Gestalt mempunyai
pandangan bahwa apa yang telah terjadi adalah masa
lalu dan apa yang akan terjadi itu belum tentu datang.
Keadaan yang signifikan dengan masalah konseli adalah
keadaan saat ini.

2. Urusan yang belum selesai


Konsep lain dati terapi Gestalt adalah urusan yang
belum selesai. Keadaan ini mencakup beberapa perasaan
yang tidak diekspresikan oleh seseorang seperti marah,
benci, sakit, menyesali dan bersalah.

3. Penghindaran Dengan kata lain, bahwa seseorang


akan berusaha untuk menghindarkan dirinya dalam
menghadapi urusan yang belum selesai dan dari suatu
pengalaman emosi yang tidak mengenakkan (Corey,
1986).

4. Lapisan neurosis
Terapi Gestalt bertujuan untuk membuat seseorang
itu menjadi matang. Hanya saja, ada beberapa lapisan yang
dapat membuat seseorang itu terhambat untuk mencapai
kematangan. Lapisan-lapisan itu antara lain:
1) Kebohongan
90

2) Ketakutan
3) Jalan buntu
4) Implosive
5) Meledak-ledak

5. Kontak dan hambatan dalam kontak


Dalam terapi Gestalt, kontak atau hubungan
mempunyai peranan yang sangat penting. Jika seseorang
mengadakan kontak dengan lingkungannya, maka akan
terjadi perubahan yang diinginkan. Kontak seseorang
dengan lingkungan di sekitarnya dilakukan dengan cara
melihat, mendengar, membaau, menyentuh dan bergerak.
Kontak yang baik merupakan suatu hubungan dimana
seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan
disekitarnya tanpa kehilangan kepribadiannya.
Dalam terapi Gestalt juga memperhatikan
adanya hambatan-hambatan dalam menciptakan
hubungan atau kontak dengan lingkungannya, menurut
terapi Gestalt, hambatan itu akan muncul pada seseorang
bertahan terhadap kejadian-kejadian yang nyata.
Hambatan- hambatan itu hampir sama dengan apa yang
pernah diidentifikasi oleh Freud.

6. Energi dan hambatan energi


91

Dalam terapi Gestalt, selain kontak atau hubungan


energi menjadi perhatian bagaimana energi itu digunakan
untuk dapat di blok. Energi yang terkandung merupakan
suatu bagian dari hambatan bagi perkembangan
manusia. Hambatan yang muncul ini bisa
termanifestasikan pada ketegangan tubuh, postur tubuh dan
juga berbicara dengan suara keras untuk mendapat
perhatian.

BAB VIII
Teori Pendekatan Konseling
Rational Emotive Behavior
Counseling
92

A. Riwayat Hidup Albert Ellis

Albert Ellis lahir di Pittsburgh, Pennsylvania, pada


tahun 1913. Dia adalah anak tertua dari tiga bersaudara.
Ayahnya adalah seorang penjual keliling dan ibunya adalah
seorang aktris amatir. Karena profesinya, ayahnya sering
absen, dan ketika di rumah, dia cuek dengan anak-anaknya.
Sementara itu, Ellis mengatakan ibunya jauh secara
emosional dan egois. Itu membuat Ellis harus merawat adik-
adiknya. Ellis memiliki kelainan ginjal saat kecil, dan antara
usia 5 dan 7 tahun dia dirawat di rumah sakit delapan kali.
Selama kesempatan itu, orang tuanya jarang mengunjungi
dan menawarkan sedikit dukungan emosional. Alhasil, Ellis
belajar menghadapi kesulitan sendiri.
Pada usia 19 tahun, Ellis menyadari bahwa dia
sangat pemalu . Untuk mengubah perilakunya, Ellis
memutuskan untuk berbicara dengan setiap wanita yang
duduk sendirian di bangku taman terdekat. Dalam satu
bulan, Ellis berbicara dengan 130 wanita. Meskipun dia
hanya mendapat satu kencan dari latihan, itu membantunya
mengatasi rasa malunya. Ellis menggunakan teknik serupa
untuk mengatasi ketakutannya berbicara di depan umum.
Ellis awalnya berencana menjadi pengusaha dan
novelis. Dia lulus dari City University of New York dengan
gelar di bidang administrasi bisnis pada tahun 1934. Dia
kemudian bekerja di bidang bisnis dan menghabiskan waktu
luangnya dengan menulis. Ellis tidak pernah berhasil
menerbitkan fiksinya, namun, dia menyadari bahwa dia
memang memiliki bakat untuk menulis non-fiksi. Saat dia
93

melakukan penelitian untuk sebuah buku yang dia tulis


berjudul The Case for Sexual Liberty, teman-teman Ellis
mulai meminta nasihat darinya tentang subjek tersebut.
Dengan cara inilah Ellis menyadari bahwa dia menikmati
konseling sama seperti dia menikmati menulis. Ellis
memutuskan untuk mengejar gelar dalam psikologi klinis,
menerima gelar masternya dari Universitas Columbia pada
tahun 1943 dan gelar doktor pada tahun 1947.
Sebelum Ellis meraih gelar Ph.D. dia sudah memulai
praktik pribadi. Dia dilatih untuk menggunakan pendekatan
psikoanalitik untuk terapi tetapi menjadi kecewa ketika dia
menyadari itu jarang membantu kliennya. Dia mulai melihat
psikoanalisis sebagai terlalu pasif dan terlalu sibuk dengan
trauma masa lalu. Ellis berusaha mengembangkan
pendekatan psikoterapi yang lebih aktif dan fokus pada saat
ini yang dapat berhasil dalam jumlah sesi yang minimal.
Hal ini menyebabkan terciptanya terapi perilaku
emosi rasional. Ellis melihat kepada psikolog seperti Karen
Horney dan Alfred Adler dan filsuf seperti Epictetus,
Spinoza, dan Bertrand Russell untuk menghasilkan
pendekatan terapeutik yang menantang pemikiran irasional
yang menyebabkan emosi dan perilaku bermasalah. Dalam
REBT, terapis secara aktif membantah keyakinan irasional
klien sambil berusaha menggantinya dengan yang lebih
sehat dan lebih rasional.

Pada tahun 1955, Ellis tidak lagi menganggap


dirinya seorang psikoanalis dan sebaliknya
94

mempresentasikan dan mempraktikkan apa yang kemudian


disebut terapi rasional. Pada tahun 1959, ia mendirikan
Institute for Rational Living , yang sekarang dikenal sebagai
The Albert Ellis Institute . Meskipun gaya terapinya yang
konfrontatif meningkatkan keresahan beberapa orang di
bidang ini dan memberinya julukan "Lenny Bruce
psikoterapi," pendekatannya segera tertangkap dan
berkontribusi pada revolusi kognitif. Meskipun
kesehatannya memburuk, Ellis terus memberi ceramah,
menulis, dan melihat lusinan klien terapi setiap minggu
hingga kematiannya pada tahun 2007.

B. Sejarah Perkembangan dan Penemuan Teori

Rational Emotive Behavior (REBT) diciptakan dan


dikembangkan oleh Albert Ellis 1955, seorang psikoterapis
yang terinspirasi oleh ajaran-ajaran filsuf Asia, Yunani,
Romawi dan modern yang lebih mengarah pada teori belajar
kognitif. Awalnya, pendekatan ini disebut Rational Therapy
(RT) karena Ellis ingin menekankan rasional dan fitur
kognitif. Dalam melakukannya, Ellis menunjukkan
pengaruh filosofis pada pemikirannya.
Pada 1961, ia berubah nama menjadi Rational
Emotive Therapy untuk menunjukkan bahwa pendekatan ini
tidak mengabaikan emosi, lebih dari 50 tahun
keberadaannya, terapi ini telah berhasil diterapkan untuk
perorangan, kelompok, perkawinan, dan terapi keluarga
untuk beragam masalah.
95

Lebih dari 30 tahun kemudian (tahun 1993) Ellis


mengganti nama pendekatan tersebut dengan Rational
Emotive Behavior untuk menunjukkan bahwa pendekatan
ini tidak mengabaikan perilaku. Teori REBT dari Ellis
merupakan filsafat irasional yang diekspresikan lewat
beberapa tingkah laku dalam bentuk tingkah laku emosional
neurotik. Manusia dapat menyusun kembali pemikiran
rasionalnya, yang diikuti selanjutnya dengan pola tingkah
laku.

C. Hakikat Manusia

Manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki


kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika
berpikir dan bertingkah laku rasional manusia akan efektif,
bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkah laku
irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi
emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh
evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun
tidak disadari.
Secara ringkas, Ellis mengatakan ada tiga keyakinan
irasional:
1. “saya harus mempunyai kemampuan sempurna, atau
saya akan jadi orang yang tidak berguna”.
2. “orang lain harus memahami dan
mempertimbangkan saya, atau mereka akan
menderita.”
96

3. “kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya,


atau saya akan binasa.”

D. Perkembangan Perilaku
A. Struktur Kepribadian

Kerangka ABC merupakan pusat REBT teori dan


praktek. Model ini menyediakan alat yang berguna untuk
memahami perasaan klien, pengalaman, peristiwa, dan
perilaku. ABC yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan
Emotional consequence (C).
A. Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar
yang dialami atau memapar individu. Peristiwa
pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku,
atau sikap orang lain.
B. Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau
verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa.
Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu
keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan
keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau
iB).
C. Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi
emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam
bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendent event (A).
Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung
dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable
97

antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB


maupun yang iB.
D. Disputing (D), terdapat tiga bagian dalam tahap
disputing, yaitu:
e. Detecting irrational beliefs
Konselor menemukan keyakinan klien yang
irasional dan membantu klien untuk menemukan
keyakinan irasionalnya melalui persepsinya
sendiri.
f. Discriminating irrational beliefs
Biasanya keyakinan irasional diungkapkan
dengan kata-kata: “harus”, pokoknya atau
tuntutan-tuntutan lain yang tidak realistik.
Membantu klien untuk mengetahui mana
keyakinan yang rasional dan irasional.
g. Debating irrational beliefs
Beberapa strategi yang dapat digunakan:
1. The lecture (mini-lecture), memberikan
penjelasan.
2. Socratic debate, mengajak klien untuk beradu
argumen.
3. Humor, creativity seperti: cerita
4. Self-disclosure: keterbukaan konselor tentang
dirinya (kisah konselor, dl)
B. Pribadi Sehat dan Bermasalah
a. Pribadi Sehat
Rumusan pribadi sehat menurut REBT adalah
jika individu mampu menggunakan kemampuan
berfikir rasionalnya untuk memecahkan dan
menghadapi satu masalah.
98

b. Pribadi Bermasalah
Rumusan pribadi tidak sehat dalam pendekatan
konseling rasional emotif adalah merupakan
tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir
yang irrasional. Ciri-ciri berpikir irasional :
Tidak dapat dibuktikan, menimbulkan perasaan
tidak enak (kecemasan, kekhawatiran,
prasangka) yang sebenarnya tidak perlu dan
menghalangi individu untuk berkembang dalam
kehidupan sehari-hari yang efektif.

E.Hakikat Konseling
Konseling rasional emotif dilakukan dengan
menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang
secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku
dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama
oleh konselor dan klien. Karakteristik Proses Konseling
Rasional-Emotif :
E. Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan
konseling konselor lebih aktif membantu
mengarahkan klien dalam menghadapi dan
memecahkan masalahnya.
F. Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan
yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari
klien dan berintikan pemecahan masalah yang
rasional.
G. Emotif-ekspreriensial, artinya bahwa hubungan
konseling yang dikembangkan juga memfokuskan
99

pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-


sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar
akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari
gangguan tersebut.
H. Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling
yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan
mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.

F. Kondisi Pengubahan
1. Tujuan
Therapy menurut Ellis (dalam Corey, 2009: 279)
adalah a) membantu konseli dalam proses mencapai
unconditional self-acceptance dan unconditional other
acceptance, dan b) melihat bagaimana kedua hal itu saling
berkaitan.
Sedangkan menurut Ellis (dalam Sharf, 2012: 339)
tujuan umum Rational Emotive Behavior Therapy adalah
membantu konseli dalam meminimalisir gangguang emosi,
menurunkan self-defeating self-behaviors, dan membantu
konseli lebih mengaktualisasikan diri sehingga mereka bisa
menuju ke kehidupan yang bahagia. Sedangkan tujuan
khususnya adalah membantu konseli berpikir lebih bersih
dan rasional, memiliki perasaan yang lebih layak, dan
bertindak efisien dan efektif dalam mencapai tujuan hidup
yang bahagia.
2. Sikap, Peran, dan Tugas Konselor
100

a. Menjelaskan bahwa konseli mengadopsi pikiran


irrasional
b. Menyadarkan konseli bahwa ia memelihara gangguan
emosi secara aktif dengan terus menerus berfikir secara
logis dan tidak realistis
c. Menyedarkan konseli bahwa ia bertanggung jawab
terhadap gangguan emosi yang dialami
d. Membantu klien mengubah pikiran irrasional dan
mengganti pikiran tersebut dengan yang rasional
e. Membantu konseli untuk mengembangkan falsafah
hidup rasional sehingga pada masa depan ia dapat
menghindari menjadi korban pikiran irrasional

3. Sikap, Peran, dan Tugas Konseli


a. Aktif terlibat dalam konseling dalam menemukan
pikiran tidak rasional dan menggantinya dengan pikiran
rasional
b. Aktif diluar konseling dalam melaksanakan tugas-tugas
pekerjaan rumah bagi pemecahan masalah dan perubahan
emosi dan perilaku yang merusak diri.

4. Situasi Hubungan
Hubungan konseling yang ditandai dengan
ketulusan, pemahaman, dan penghargaan positif penting
101

bagi pencapaian tujuan konseling tetapi tidak mencukupi


bagi terjadinya perubahan tingkahlaku bagi konseling.
Dalam hal ini diperlukan teknik-teknik konseling untuk
membantu konseli mengubah pikiran, perasaan, dan
tindakan yang produktif bagi pengembangan dirinya secara
optimal

G. Mekanisme Pengubahan
1. Tahap-Tahap Konseling
a. Tahap pembinaan hubungan/ Relation Building
Hubungan baik-good rapport antara konselor dan konseli
memang merupakan suatu prasyarat dalam konseling. Untuk
dapat menciptakan hubungan baik, konselor perlu:
menerapkan sikap dasar, menciptakan suasana pendukung,
membuka sesi pertama atau perbincangan awal.
b. Tahap Kognitif / pengelolaan pemikiran dan pandangan
Tahap ini secara konsekuensial peran konselor adalah: 1.
mengidentifikasi, menerangkan, dan menunjukkan masalah
(A-B-C) yang dihadapi konseli dengan keyakinan
irasionalnya, 2. Mengajar dan memberikan informasi
(tentang teori A-B-C), 3. Mendiskusikan masalah
(menunjukkan arah perubahan, dari Bir ke Br yang hendak
dicapai dalam konseling), 4. Menerapkan berbagai teknik
debate dan dispute.
c. Tahap pengelolaan emotif dan afektif
102

Konselor memusatkan perhatiannya pada “menggarap emosi


atau afeksi” konseli sebagai kondisi pendukung kemantapan
perubahan Bir ke Br. Dalam tahap ini konselor adalah: (1)
Meminta kesepakatan penuh kepada konseli atas arah
perubahan dan “perubahan-perubahan kecil” yang telah
terjadi pada konseli., (2) Memelihara suasana konseling bisa
dengan teknik humor, (3) Melaksanakan teknik-teknik
relaksasi.
d. Tahap pengelolaan tingkah laku / Behavior
Jika konseli telah memberikan isyarat bahwa ia: (1) Sepakat
atas arah perubahan, (2) Ada pernyataan telah terjadi
sejumlah perubahan kognitif maupun afektif sekalipun kecil.
(3) Sikap emosional dihadapkan pada perubahan perilaku,
maka konselor siap masuk pada tahap pengelolaan perilaku
tampak konseli.
Pada tahap ini konselor: (1) Menganjurkan klien untuk
berbuat dan memberikan masukan, (2) menunjukkan contoh
perilaku cocok, pantas, atau teknik modeling, serta
mengajak konseli mengikuti contoh, (3) Mengajak konseli
dalam latihan-latihan keasertifan, (4) Mengajak dan
“menuntun” konseli dalam merumuskan kalimat-kalimat
rasional.

2. Teknik-Teknik Konseling
a. Teknik Kognitif
1) Diskusi
103

2) Tugas-tugas pekerjaan rumah


3) Bacaan terarah
4) Dialog Sokrates
5) Pengubahan pernyataan konseli
6) Penggunaan humor
7) Penentangan pragmatis
b. Teknik-teknik Emotif
1) Pembayangan rasional emotif
(pembayangan peristiwa saat ini dan akibat
yg ditimbulkannya)*
2) Permainan peran
3) Latihan penanganan rasa malu
4) Pembayangan masa depan
(membayangkan kejadian masa depan terjadi
saat ini)*
c. Teknik-teknik Behavioral
1. Penguatan
2. Desentisisasi sistematik
(mengurangi kepekaan konseli pada pikiran
irrasional)*
3. Relaksasi
104

4. Pemberian model
5. Pelatihan keterampilan
6. Pelatihan asertivitas
(latihan kelugasan apa adanya tanpa
agresifitas)*

H. Hasil-Hasil Penelitian
Beberapa hasil penelitian mengenai penerapan pendekatan
Rasional Emotif Behavior Terapi ini adalah sebagai berikut :
1.Yuniarti, Yesi dan Indah P, Titin. (2009), Pada
Konseling kelompok Rasional emotif untuk
meningkatkan percaya diri siswa, Siswa diajarkan
untuk memahami bahwa masalah-masalah mengenal
dan menghentikan pikiran tersebut dengan pikiran
yang positif. Hal ini berarti bahwa Konseling
rasional emotif memiliki pengaruh terhadap rasa
kurang percaya diri siswa.
2. Rokhyani, Esty. (2009). Berdasarkan teori
konseling rasional emotif, kecemasan ditimbulkan
oleh pikiran-pikiran irrasional atau dengan kata lain
merupakan akibat yang bersumber atau berakar dari
sistem kenyakinan yang salah atau irrasional.. Dari
hasil penelitian ini terbukti bahwa konseling rasional
emotif dengan teknik relaksasi efektif mengatasi
kecemasan.
105

I. Kelemahan dan Kelebihan


1. Kelemahan
1. Terlalu konfrontatif serta mengabaikan "masa
lalu“ klien.
2. Kurangnya pengakuan terhadap perasaan (emosi)
yang merupakan faktor yang sangat dominan
dalam kehidupan manusia, yang tidak mudah
untuk mengalami perubahan jika dibandingkan
dengan pengubahan tindakan dan cara berpikir.
3. Melibatkan tugas-tugas yang banyak dan rumit
sehingga memerlukan dukungan dan
partispasinya klien dan keluarganya.
4. Klien harus rajin dan melakukan banyak laporan
pekerjaan rumah.
5. Klien dengan kapasitas intelektual yang lebih
rendah mungkin memerlukan waktu yang lebih
banyak.

2. Kelebihan
A. Dapat mengubah keyakinan irasional (irrational
beliefs) dengan cara menentang (dispute) pola
pemikiran yang salah dan negatif
B. Berfokus pada bagaimana individu menafsirkan dan
bereaksi terhadap peristiwa yang terjadi pada
dirinya.
106

C. Mengajarkan klien cara untuk melakukan terapi


sendiri tanpa tergantung pada konselor (Metode
belajar aktif)
D. Memiliki strategi intervensi yang lengkap, mencakup
teknik kognitif, emotif dan behavioral (kombinasi)
E. Menyakinkan klien bahwa pola pikir yang baru akan
menghasilkan kehidupan yang lebih baik

BAB IX
107

TEORI KONSELING ELEKTIK


DAN INTEGRATIF
( KONSELING
MULTIMODAL )

A. Sejarah Singkat Konseling Eklektik dan


Integratif (Konseling Multi Modal)
Teori elektik juga dikenal sebagai konseling
integratif. Hal ini tentu saja disebabkan karena orientasi
teori elektik adalah penggabungan teori – teori konseling
dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan
pada masing – masing teori – teori tersebut.Menurut
Latipun (2001), teori elektik adalah suatu teori yang
berusaha menyelidiki berbagai system metode dan teori
dengan tujuan untuk memahami dan menerapkannya dalam
situasi konseling.
Teori Elektik untuk pertama kalinya
diperkenlkan oleh F.C. Thorne pada tahun 1940-an.
Ketika itu Thorne menyumbangkan pemikirannya dengan
menyelidiki semua metode konseling dan
mengevaluasinya. Teori Elektik terus mengalami kemajuan
bahkan setelah Thorne meninggal dunia 1978. Kemajuan
elektik terlihat jelas ketika pada tahun 1970 lebih dari 50%
anggota APA menggunakan teori elekti untuk menangani
108

permasalahan kliennya (Latipun,2001). Di Indonesia


sendiri, teori elektik menjadi pilihan utama yang diterapkan
oleh konselor untuk membantu klien menangani masalah.
Eklektisme (eclectism) adalah pandangan yang
berusaha menyelidiki berbagai sistem metode, teori,
atau doktrin,yang dimaksudkan untuk memahami
dan bagaimana menerapkannya dalam situasi yang
tepat. Eklektiksme berusaha untuk mempelajari teori-
teori yang ada dan menerapkannya dalam situasi yang
dipandang tepat.
Pendekatan konseling eklektik berarti konseling
yang di dasarkan pada berbagai konsep dan tidak
berorientasi pada satu teori secara eksklusif. Eklektisme
berpandangan bahwa sebuah teori memiliki keterbatasan
konsep,prosedur, teknik. Karena itu eklektisme “dengan
sengaja” mempelajari berbagai teori dan menerapkan
sesuai keadaan rill klien. Konseling eklektik dapat pula
disebut konseling integratif.
Konseling eklektik dapat pula disebut dengan
pendekatan konseling integratif. Perkembangan pendekatan
ini dimulai sejak tahun 1940-an, yaitu ketika F.C.Thorne
menyumbangkan pemikirannya dengan mengumpulkan
& mengevaluasi semua metode konseling yang ada.
Brammer & Shostrom (1982) sejak 1960
mengembangkan model konseling yang dinamakan
“actualization counseling” & telah membawa konseling ke
dalam kerangka kerja yang luas, yang tidak terbatas pada
satu pendekatan tapi mengupayakan pendekatan yang
109

integratif dari berbagai pendekatan, dan pada akhir 1960-


an hingga 1977, R.Carkhuff juga telah mengembangkan
konseling eklektik, dengan melakukan testing & riset
secara komperhensif, sistematik, & integratif. ahli lain yang
turut membantu perkembangan konseling eklektik di
antaranya G.Egan (1975) dengan istilah Systemic helping,
prochaska (1984) dengan nama Integrative eclectic.
Menurut pandangan Shertzer & Stone dalam buku
Fundamentals of Counseling, konseling eklektik
sebagaimana dikonsepsikan oleh Trone, mengandung:
a. Unsur Positif diantaranya usaha
menciptakan suatu sistematika dalam
memberikan layanan konseling bagi klien untuk
memberikan pelayanan unggul.
b. Unsur Negatif diantaranya menjadi mahir dalam
penerapan satu pendekatan konseling tertentu
cukup sulit bagi seorang konselor artinya
ketidakkonsistennya terjadi.

B. Asumsi-asumsi Teoritik Konseling Multi Modal


Pendekatan multi modal berpandangan bahwa
manusia memiliki kemampuan untuk berpikir rasional
sehingga dapat menghadapi berbagai persoalan hidup.
Selain itu, manusia dipandang memiliki dorongan yang
timbul dari dalam dirinya sendiri untik mempertahankan
(maintenance) dan mengembangkan diri sendiri secara
optimal (actualization).
110

C. Perkembangan Kepribadian dalam Konseling


Multi Modal
Elektik memandang kepribadian manusia sebagai
bagian yang terintegrasi, bersifat psikologis, mengalami
perubahan yang dinamis., aspek perkembangan yang
dipengaruhi factor social budaya. Individu dipandang
sebagai organisme yang mengalami integritas atau berada
dalam perkembangan secara terus menerus.
Thorne (dikutip dari Latipun,2001) menyatakan
bahwa tingkah laku manusia selau mengalami perubahan.
Hal ini dinamakannya sebagai “hukum perubahan
universal” di mana tingkah laku merupakan hasil dari :
a. Status organism namun tidak statis
b. Status situasi dalam perubahan
lingkungan interpersonal
c. Situasi atau kondisi umum
Menurut eklektik, kebutuhan dasar konseli
adalah mencapai level tertinggi dari integritasnya
sepanjang waktu. Hal ini dapat diartikan bahwa klien
mempunyai keadaan psikologis dan memandang
kesadaran sebagai pusatnya. Dalam konseling eklektik
peran konselor sangat fleksibel. Ada kemungkinan pada
satu masalah konselor berperan sebagai psikoanalis dan
pada masalah lain berperan sebagai partner klien. Hal ini
didasarkan pada teori mana yang digunakan dalam proses
111

konseling. Konteks masalah yang dihadapi oleh konseli


tetunya aka bermacam- macam. Untuk itu, konselor harus
peka dengan pendekatan yang harus digunakan untuk
membantu masalah konseli.

D. Tujuan Konseling Elektik


Sesuai dengan pemenuhan dasar yang ingin dicapai
oleh individu, maka tujuan pendekatan elektik adalah
membantu klien mengembangkan integritasnya pada level
tertinggi. Hal ini dapat dilihat dari sejauh mana klien dapat
mengaktualisasikan diri sekaligus memperoleh integritas.
Tujuan konseling menurut eklektik adalah
membantu klien mengembangkan integritasnya pada level
tertinggi, yang ditandai dengan adanya aktualisasi diri dan
integritas yang memuaskan. Untuk mencapai tujuan yang
ideal ini, klien perlu dibantu untuk menyadari spenuhnya
situasi masalahnya, mengajari klien secara sadar
Kemudian juga secara intensif untuk memiliki
latihan pengendalian pada masalah tingkah laku.
Eklektik berfokus pada tingkah laku, tujuan, masalah, dan
sebagainya.

E. Teknik dalam Konseling Multi Modal


a. Teknik dasar pendekatan multimodal
1. Wawancara awal
112

Tujuan-tujuan penilaian adalah untuk


mengumpulkan informasi relevan untuk memahami klien
dan masalah-masalah yang dihadapinya, dan mendesain
sebuah program intervensi. Pada wawancara awal, adalah
esensiil bagi para konselor untuk mengumpulkan informasi
mengenai pertanyaan-pertanyaan berikut (Lazarus, 1989;
Palmer, 2000).

✓ Apakah ada tanda-tanda “psikosis”?

✓ Apa keluhan-keluhan yang diajukan


dan peristiwa-peristiwa utama yang mereka
hadapi?

✓ Apakah ada bukti mengenai menyalahkan-


diri, depresi, atau tendensi- tendensi
pembunuhan atau bunuh diri?

✓ Apakah penampilan klien dalam hal


karakteristik-karakteristik fisik, perawatan
diri, cara berbicara, dan sikap? Apakah ada
aktivitas motorik yang terganggu?

✓ Apakah faktor-faktor antiseden penting


dalam kehidupan klien?

✓ Siapa atau apa yang nampak seperti


memelihara perilaku maladaptif klien?
113

✓ Apa yang diharapkan diperoleh klien dari


konseling?

✓ Apakah ada indikasi-indikasi jelas atau


kontraindikasi untuk adopsi gaya- gaya
konseling tertentu (misalnya., gaya direktif
versus non-direktif)?

✓ Dapatkan sebuah hubungan yang sama-


sama memuaskan dibentuk atau haruskah
klien direferensikan ke lain tempat?

✓ Apakah atribut-atribut positif dan kekuatan-


kekuatan klien?

✓ Mengapa klien mencari konseling pada


saat ini – mengapa bukan minggu lalu,
bulan lalu, atau tahun lalu?

✓ Apakah klien mempunyai alasan-alasan sah


untuk berpengharapan?

✓ Apakah klien mempunyai pengalaman


sebelumnya dalam konseling? Jika ya,
apakah hasilnya? Apakah ada kesulitasn-
kesulitan yang dihadapi? Apakah itu
pengalaman positif, negatif, atau netral,
dan mengapa?

✓ Apakah ada inidikasi-indikasi seperti


pada didalam kepentingan-kepentingan
klien untuk terlihat sebagai bagian dari
114

kumpulan, triad, unit keluarga dan/atau


dalam sebuah kelompok?

2. BASIC ID
Dalam terapi multimodal, masalah-masalah
emosional dan psikologis dikonseptualisasikan sebagai
multidimensional dan multi-ditentukan. Untuk melakukan
perubahan-perubahan pada klien, konselor melakukan
konseling di dalam sebuah penilaian multidimensional dan
pendekatan perawatan/perlakuan. Lazarus
menghipotesiskan bahwa fungsi manusia tersusun dari
tujuh dimensi atau modalitas utama: behaviour / perilaku
(B); affect / mempengaruhi (A); sensasi (S); imagery /
imajinasi (I); cognition / kognisi (C); interpersonal
relationship / hubungan interpersonal (I); dan
drugs/biological functions / fungsi-fungsi obat-
obatan/biologis (D).
Modalitas-modalitas tersebut dapat dengan mudah
diingat dengan mengambil huruf pertama dari setiap
modalitas untuk membentuk akronim BASIC ID.
“Behaviour” menunjuk pada perilaku, tindakan, dan
kebiasaan yang dapat diobservasi. “Affect” menunjuk pada
emosi dan perasaan. “Sensasi” menunjuk pada lima panca
indera – visual, auditori, penciuman, rasa, dan kinestetik.
”Imagery” menunjuk pada memori, mimpi, dan fantasi-
fantasi. “Kognisi” menunjuk pada proses-proses berpikir,
keyakinan, nilai, dan gagasan- gagasan. “Hubungan-
hubungan interpersonal” menunjuk pada interaksi-
115

interaksi dengan orang lain. terakhir, “fungsi-fungsi


biologis/obat-obatan” menunjuk pada fungsi biokimia,
perilaku sakit (misalnya, kondisi-kondisi medis, tipe
pengobatan yang diambil) dan perilaku sehat (misalnya,
kebiasaan nutrisional, olah raga).Model BASIC ID
mengajukan bahwa fungsi-fungsi, kesehatan, dan sakit
manusia merupakan konsekuensi-konsekuensi dari faktor-
faktor biologis, psikologis, dan sosial yang saling
mempengaruhi. Ini memungkinkan konselor untuk
mengumpulkan informasi spesifik selama penilaian untuk
memformulasikan program konseling yang tepat. Strategi-
strategi intervensi berbeda dapat kemudian digali/diselidiki
terhadap target pada dimensi-dimensi atau modalitas-
modalitas berbeda dari masalah tersebut.

3.Firing Order
Dalam contoh kasus sebelumnya, analisis
BASIC ID memberikan sebuah gambaran deskriptif
mengenai tekanan studi sang klien. Ketika kita
mempertimbangkan itu bersama-sama dengan faktor-
faktor antiseden, presipitasi dan pemeliharaan keluhan
yang diajukannya, kita mampu untuk menentukan “firing
order” dari modalitas-modalitas tersebut. Firing order
menunjuk pada interaksi diantara modalitas-modalitas
tersebut dan membentuk informasi yang berguna untuk
tujuan intervensi.Reaksi stres klien dimulai dengan
modalitas kognitif yang diikuti dengan modalitas-modalitas
imagery, affect, dan sensasi.
116

Ketika pertama kali mengetahui pikiran-pikiran


negatif dalam diri klien, cobalah untuk meminta klien
untuk berhenti berpikir tentang itu dengan mengalihkan ke
sesuatu yang menyenangkan. Mulailah menggunakan
teknik- teknik yang diajarkan kepada klien untuk
menyamarkan dan menghilangkan imej-imej tersebut dan
melakukan latihan relaksasi.
Jika klien mungkin kurang bisa menerima saran ini
jika reaksi stresnya dimulai dengan tegangan otot (sensasi)
diikuti dengan kecemasan (affect), imej visual (imajery),
dan pikiran-pikiran disfungsional (cognition). Secara
ringkas, dengan menentukan firing order dari modalitas-
modalitas tersebut, kita dapat mengaplikasikan intervensi-
intervensi berbeda untuk memodifikasi, menginterupsi, dan
merekondisi urutan tersebut.
Informasi untuk membangun sebuah profil BASIC
ID tidak hanya didapatkan dari klien namun juga dari para
pengasuhnya, orang tua, saudara, teman, dan guru. Ini
khususnya umum terjadi dalam konseling para siswa yang
lebih muda (misalnya., sekolah dasar) dimana batasan-
batasan bahasa dan kognitif mereka tidak memungkinkan
mereka untuk dengan jelas mempresentasikan masalah-
masalah mereka dalam profil BASIC ID penuh.

4. BASIC ID urutan kedua


Analisis BASIC ID awal memberikan sebuah profil
umum atau makroskopis mengenai masalah-masalah klien.
117

Namun, karena umumnya klien mempresentasikan


berbagai masalah, maka penting untuk melakukan analisis
BASIC ID urutan kedua. Perilaku agresif yang
diidentifikasi dalam modalitas perilaku dapat lebih jauh
diperbesar dalam hal pola-pola perilakunya, emosi-
emosi terkait, sensasi fisik dan reaksi fisik, imajinasi,
kognisi, hubungan interpersonal dan pertimbangan-
pertimbangan biologis.

5. Dari penilaian ke intervensi


Sesudah menarik profil BASIC ID dari keluhan
yang diajukan klien, konselor akan mendesain sebuah
program intervensi multimodal. MMT merupakan sebuah
pendekatan yang secara teknis diambil dari berbagai
sumber yang dijalankan didalam sebuah kerangka teoritis
belajar sosial namun menarik strategi-strategi intervensi
dari teori-teori lain. Intervensi-intervensi tersebut termasuk
hipnose, tehnik kursi-kosong, meditasi, dan proyeksi-
waktu, disamping teknik-tehnik kognitif dan perilaku
standar.

b. Teknik intervensi pendekatan multimodal

1. Hipnose / Hipnotis
Teknik Hipnotis dapat dilakukan pada terapi
individual maupun terapi kelompok.Terapi ini diberikan
118

kepada orang yang mengalami memori traumatik


digunakan untuk mengeluarkan memori traumatik yang
tersimpan di otak. Hipnotis ini misalnya biasa digunakan
dalam kelompok-kelompok doa yang mengakibatkan
pesertanya mengalami proses abreaksi seperti berteriak,
menangis dll. Proses ini menghidupkan kembali alam
bawah sadar ke alam sadar. Pada keadaan ini seseorang
tidak hanya mengingat tetapi menghidupkan kembali
material traumatik dan diserta respon emosional yang
sesuai. Setelah proses ini, konseli akan menjadi ringan
dan nyaman dan merasa terangkat perasaannya disertai
hilangnya perasaan duka. Teknik ini pula dapat digunakan
untuk melatih konsentrasi konseli.

2. Teknik Kursi Kosong


Teknik ini digunakan untuk mengajak klien agar
dapat mengungkapkan perasaan yang terpendam dalam
dirinya melalui proyeksi dengan permainan peran.

3. Teknik Meditasi
Merupakan teknik relaksasi yang melibatkan
pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik,
membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita
sehari- hari.

4. Teknik Thougt Stopping / Berhenti Berpikir


119

Teknik ini adalah salah satu teknik dalam


menggunakan konseling perilaku kognitif yang dapat
digunakan untuk mengubah pikiran negatif menjadi pikiran
positif.Pikiran ini dapat memunculkan perilaku positif.
5. Teknik Desentisisasi

Merupakan teknik yang digunakan untuk


menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif
biasanya berupa kecemasan dan disertakan respon yang
berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan
Ada beberapa tahapan dalam melakukan konseling
lektik dan integritas

F. Tahap Konseling Multimodal


Tahap (konseling multi modal) yaitu sebagai berikut :

1.Tahap Eksplorasi Masalah


Konselor menciptakan hubungan klien,
membangun saling kepercayaan, menggali pengalaman
klien pada perilaku lebih dalam,mendengarkan apa yang
menjadi perhatian klien atau menggali pengalaman-
pengalaman klien dan merespon isi dari dibicarakan klien.

2. Tahap Perumusahan Masalah


120

Masalah klien baik efeksi,kognisi maupun tingkah


laku di perhatikan oleh konselor setelah itu keduanya
merumuskan dan membuat kesepakatan masalah apa yang
sedang di hadapi

3. Tahap Identifikasi Alternatif


Konselor dengan klien mengidentifikasi alternatif-
alternatif pemecahan dari rumusan masalah yabg telah
disepakati. Konselor dapat membantu klien menyusun
alternatif-alternatif dan klien memiliki kebebasan memilih
alternative yang ada.

4. Tahap Perencanaan
Setelah klien menetapkan pilihan dari sejumlah
alternative, selajutnya menyusun rencana tindakan.
Rencana yang baik jika realistic, bertahap, tujuan setiap
tahap juga jelas dan dapat dipahami klien (Rencana bersifat
tentatif sekaligus pragmatif.

5. Tahap Tindakan atau Komitmen


Tindakan berati operasionalisai rencana yang
disusun. Usaha klien untuk melaksanakan rencana sangat
penting bagi keberhasilan konseling
121

6. Tahap Penilaian Umpan Balik


Konselor dan klien perlu mendapatkan umpan balik
dan penilaian tentang keberhasilannya. Jika terdapat
kegagalan perlu di cari penyebabnya,dan mungkin
diperlukan rencana-rencana baru yang lebih sesuai dengan
keadaan klien dan perubahan- perubahan yang di hadapi
klien.

BAB X
KONSELING REALITAS

A. Biografi Tokoh

William Glasser adalah seorang psikiater yang


mengembangkan konseling realitas pada tahun 1950-an.
Glasser mengembangkan teori ini karena merasa tidak puas
dengan praktek psikiatri yang telah ada dan dia
mempertanyakan dasar-dasar keyakinan terapi yang
berorientasi kepada Freudian.
Glasser dilahirkan pada tahun 1925 dan dibesarkan
di Cleveland, Ohio. Pada mulanya Glasser belajar dibidang
teknik kimia di Universitas Case Institute Of Technology.
Pada usia 19 tahun ia dilaporkan sebagai penderita shyness
atau rasa malu yang akut.
Pada perkembangan selanjutnya Glasser tertarik
studi psikologi, kemudian dia mengambil program
psikologi klinis pada Western Reserve University dan
122

membutuhkan waktu tiga tahun untuk meraih gelar Ph.D


ahirnya Glasser menekuni profesinya dengan menetapkan
diri sebagai psikiater.
Setelah beberapa waktu melakukan praktek
pribadi dibidang klinis Glasser mendapatkan
kepercayaan dari California Youth Authority sebagai
kepala psikiater di Ventura School For Girl. Mulai saat
itulah Glasser melakukan eksperimen tentang prinsip dan
teknik reality terapi.
Pada tahun 1969 Glasser berhenti bekerja pada
Ventura dan mulai saat itu mendirikan Institute For Reality
Theraphy Di Brent Wood. Selanjutnya menyelenggarakan
educator treaning centre yang bertujuan meneliti dan
mengembangkan program-program untuk mencegah
kegagalan sekolah. Banyak pihak yang dilatih dalam
lembaganya ini antara lain: perawat, pengacara, dokter,
polisi, psikolog, pekerja social dan guru.

B. Hakikat Manusia

Pada dasarnya Glasser memiliki pandangan yang


positif dan dinamis tentang hakikat manusia. Ia
berkeyakinan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk
menentukan dan mengarahkan dirinya sendiri dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan mendasarkan diri
pada keputusan-keputusan yang dibuatnya, manusia
memilih perilaku untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
sehingga dapat hidup bertanggung jawab, berhasil dan
123

memuasakan daripada bergantung pada situasi dan


lingkungannya.
Teori dasar konseling realitas adalah “teori pilihan”
yang menjelaskan bahwa manusia berfungsi secara individu,
dan juga berfungsi secara sosial (kelompok atau
masyarakat) dengan pilihan perilaku efektif  yang
bertanggung jawab. Teori pilihan menjelaskan bahwa segala
sesuatu yang kita lakukan adalah pilihan kita. Apa yang kita
lakukan adalah kita yang memilihnya/memutuskannya
untuk melakukan hal tersebut. Setiap perilaku kita
merupakan upaya terbaik untuk mencapai apa yang
diinginkan untuk memuaskan kebutuhan kita.             
Secara utuh setiap perilaku manusia terdiri dari 4
komponen :
a. Bertindak (acting)
b. Berpikir (thinking)
c. Merasakan (feeling)
d. Fisiologi (physiologi)
Setiap perilaku adalah sebuah pilihan, oleh karena
itu bahwa konseli disadarkan dengan mengungkapkan
gejala-gejala perilaku bermasalahnya dalam bentuk aktif.
Saya cemas   saya memilih untuk cemas
Saya marah saya memilih untuk marah
Agar perubahan terjadi maka ada 2 syarat :
a. Klien harus menyadari bahwa perilakunya saat
ini tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya
124

b. Klien harus yakin bahwa ia mampu memilih


perilaku lain yang lebih efektif untuk
memuaskan kebutuhan dasarnya
c.
C. Karakteristik Konseling Realita

Beberapa karakteristik yang mendasari pelaksanaan


konseling Realita:
a. Penekanan pada pilihan dan tangung jawab

Konselor realita menekankan pada pentingnya


pilihan dan tangung jawab individu dalam berperilaku.
Karena individu memilih apa yang ia lakukan berarti bahwa
individu tersebut hendaknya bertangung jawab terhadap
perilaku yang dipilihnya. Untuk itu konselor hendaknya
membantu individu menyadari adanya fakta bahwa individu
tersebut bertangung jawab terhadap apa yang dilakukanya.

b. Penolakan terhadap transferensi

Konselor realita berupaya menjadi dirinya sendiri


dalam proses konseling. Untuk itu, ia dapat mengunakan
hubungan untuk mengajar para konseli bagaima berinteraksi
dengan orang lain dalam hidup mereka. Transferensi
merupakan cara konselor dan konseli menghindar untuk
menjadi diri mereka sendiri dan memiliki apa yang
dikerjakan saat ini. Hal tersebut tidak realistis bagi konselor
untuk menjadi orang lain dan bukan menjadi dirinya sendiri.
125

c. Penekanan konseling pada saat sekarang

Beberapa konseli datang ke konseling yakin bahwa


masalahnya berawal dari masa lalu dan mereka harus
merevisi masa lalu tersebut agar mereka dapat terbantu
melalui konseling. Glasser menyakini bahwa kita adalah
produk dari masa lalu tetapi kita bukan korban masa lalu
kecuali kita memilih untuk menjadi korban masa lalu
tersebut. Glasser tidak menyetujui pandangan bahwa kita
harus memahami dan merevisi masa lalu agar dapat
berfungsi dengan baik saat ini. Menurutnya, kesalahan
apapun yang dibuat pada masa lalu tidaklah berhubungan
dengan masa sekarang. Kita dapat memuaskan kebutuhan
kita pada saat sekarang. Walaupun demikian konseling
realita tidak menolak sepenuhnya masa lalu. Jika konseli
ingin bicara tentang keberhasilan masa lalunya atau
hubungan yang baik pada masa lalu, konselor akan
mendengarkan karena hal tersebut mungkin diulang pada
masa sekarang. Konselor akan mengunakan waktu hanya
secukupnya bagi kegagalan masa lalu konseli untuk
menyakinkan para konseli bahwa konselor tidak menolajk
mereka.

d. Penghindaran dari pemusatan perilaku bermasalah


Pemusatan pada gejala-gejala perilaku bermasalah
akan melindungi konseli dari kenyataan hubungan saat ini
yang tidak memuaskan. Oleh kerena itu konselor realita
meluangkan waktu sesedikit mungkin terhadap gejala-gejala
perilaku bermasalah tersebut karena hal tersebut hanya
berlangsung selama gejala-gejala tersebut diperlukan untuk
126

menangani hubungan yang tidak memuaskan atau


ketidakpuasan pemenuhan kebutuhan dasar.

e. Penentangan pandangan tradisional tentang penyakit


mental
Konselor realita menolak pandangan tradisional
bahwa orang yang memiliki gejala masalah fisik dan
psikologis adalah orang sakit secara mental. Glasser
memperingatkan orang-orang untuk berhati-hati terhadap
psikiatri yang dapat membahayakan bagi kesehatan fisik dan
mental. Disamping itu, ia mengkritik penetapan psikiatrik
yang banyak bersandar pada klasifikasi dan statistik
ganguan mental untuk diagnosis dan pemberian bantuanya.

D. Prosedur Konseling
Konseling realita dapat menjadi pandangan hidup
(way of life) bagi beberapa orang. Ivey, mengatakan bahwa
setiap sesi konseling dan terjadi dimana saja. Ivey juga
membagi konseling menjadi 4 fase, yaitu:

Fase 1 : Keterlibatan (Involvement)


Glasser menekankan pentingnya konselor untuk
mengkomunikasikan perhatian kepada konseli. Perhatian
tersebut diwujudkan dalam bentuk kehangatan hubungan,
penerimaan, penghayatan, dan pemahaman terhadap konseli.
Salah satu cara terbaik untuk menunjukan perhatian
konselor terhadap konseli tersebut sepenuh hati. Di samping
itu, untuk mempercepat komunikasi antara konselor dan
konseli ialah penggunaan topik netral pada awal pertemuan,
khususnya yang berkaitan dengan kelebihan konseli.
127

Fase 2 : Pemusatan pada Tingkah Laku saat


Sekarang, bukan pada Perasaan (Focus on Present Behavior
rather than on Feeling)
Pemusatan pada tingkah laku saat sekarang bertujuan
untuk membantu konseli agar sadar terhadap apa yang
dilakukan yang menjadikannya mengalami perasaan atau
masalah seperti yang dirasakan atau dialami saat sekarang.
Glasser menyadari bahwa tingkah laku manusia itu terdiri
atas apa yang ia lakukan, pikirkan, rasakan, dan alami secara
fisiologis. Keempatnya berkaitan, namun Glasser lebih
menekankan pada apa yang dilakukan daan dipikirkan
individu daripada apa yang dirasakan dan dialami secara
fisiologis. Hali ini terjadi karena sukar bagi kita untuk
mengubah perasaan dan pengalaman fisiiologis seseorang
tanpa mengubah apa yang dilakukan dan dipikirkan terlebih
dahulu.

Fase 3 : Belajar Kembali (Relearning)


Pertama Pertimbangan Nilai (Value Judgment),
Konseli perlu dibantu menilai kualitas apa yang
dilakukannya dab menentukan aapakah tingkah laku
tersebut bertanggung jawab atau tidak. Maksudnya, setelah
konseli menyadaru tingkah lakunya yang menyebabkan ia
mengalami masalah seperti yang dihadapinya sekarang,
kemudian ia hendaknya dibantu oleh konselor untuk menlai
apakah yang dilakukan itu dapat mencapai tujuan hidupnya
dab memenuhi kebutuhan dasarnya. Tanpa adanya
kesadaran konseli mengenai ketidakefektivan tingkah
128

lakunya dalam mencapai tujuan hidupnya maka tidak


mungkin ada perubahan pada diri konseli tersebut.
Kedua Perencanaan Tingkah Laku yang
Bertanggung Jawab (Planning Responsible Behavior),
Konselor bersama-sama dengan konseli membuat rencaana
tindakan efektif yang akan mengubah tingkah laku yang
tidak bertanggung jawab kearah tingkah laku yang
bertanggungjawab sehingga konseli tersebut dappat
mencapai tujuan yang diharapkan. Rencana tindakan yang
efektif berupa rencana yang sederhana, dapat dicapai,
terukur, segera, dan terkendali oleh konseli.
Ketiga Kesepakatan (Commitment), Glasser yakin
bahwa suatu rencana akan bermanfaat jika konseli membuat
suatu komitmen khusus untuk melaksanakan rencana yang
telah disususnnya atau dibuatnya. Komitmen tersebut dapat
dibuat secara lisab dan/ atau secara tulisan.

Fase 4 : Evaluasi
Tiada kata Ampunan (No-Excuse), Karena tidak
semua rencana dapat berhasil, maka konselor tidak perlu
mengeksplorasi alasan-alasan mengapa konseli gagal dalam
melakukan rencana yang dibuatnya. Oleh karena
itu, konselor memusatkan perhatian pada pengembangan
rencana baru yang lebih cocok pada konseli untuk mencapai
tujuan.
Membatasi Hukuman (Eliminate Punishment),
Konselor yang berorientasi konseling realita tidak akan
memberikan hukuman pada konseli yang gagal
melaksanakan rencananya sebab hukuman tidak akan
mengubah tingkah laku melainkan akan memperkuat
129

identitas gagal konseli. Glasser menekankan pentingnya


konselor memberikan kesempatan bagi konseli untuk
mengalami kosekuensi alamiah atau akibat logis dari
kegagalannya. Untuk itu, konselor mendorong konseli untuk
bertangung jawab atas rencananya sendiri

E. Teknik Konseling Realitas


Konseling realitas bisa ditandai sebagai konseling
yang aktif secara verbal. Prosedur-prosedurnya difokuskan
pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang
dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan
usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam
membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan,
dalam konseling bisa menggunakan beberapa teknik sebagai
berikut:
1. Terlibat dalam permainan peran dengan klien
2. Menggunakan humor
3. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih
apapun
4. Membantu klien dalam merumuskan rencana-
rencana yang spesifik bagi tindakan
5. Bertindak sebagai model dan guru
6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi
konseling
7. Menggunakan “terapi kejutan verbal” yang layak
untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah
lakunya yang tidak realistis
8. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya
mencari kehidupan yang lebih efektif.
130

Pelaksanaan teknik tersebut dibuat tidak secara kaku.


Hal ini disesuaikan dengan karakteristik konselor dan klien
yang menjalani konseling realitas. Jadi para praktiknya,
dapat saja beberapa teknik tidak disertakan. Hal tersebut
tidak akan berdampak negatif selama tujuan konseling yang
sebenarnya dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

F. Peran dan Fungsi Konselor


Tugas dasar konselor adalah melibatkan diri dengan
klien dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan.
Glasser merasa bahwa, ketika konselor menghadapi para
klien, dia memaksa mereka itu untuk memutuskan apakah
mereka akan atau tidak akan menempuh “jalan yang
bertanggung jawab”. Konselor tidak membuat
pertimbangan-pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi
para klien, sebab tindakan demikian akan menyingkirkan
tanggung jawab yang mereka miliki. Tugas konselor adalah
bertindak sebagai pembimbing yang membantu klien agar
bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.
Konselor diharapkan memberikan pujian apabila
para klien bertindak dengan cara yang bertanggung jawab
dan menunjukkan ketidaksetujuan apabila mereka tidak
bertindak demikian. Konseling realitas berasumsi bahwa
klien bisa menciptakan kebahagiaannya sendiri dan bahwa
kunci untuk menemukan kebahagiaan adalah penerimaan
tanggung jawab. Oleh karena itu, konselor tidak menerima
pengelakan atau pengabaian kenyataan, dan tidak pula
menerima tindakan klien menyalahkan apapun dan atau
131

siapapun di luar dirinya atas ketidakbahagiaannya pada saat


sekarang.
Selain fungsi-fungsi di atas, kemampuan konselor
untuk terlibat dengan klien serta untuk melibatkan klien
dalam proses konseling dianggap paling utama. Glasser
menunjukkan bahwa cara terjadinya keterlibatan antara dua
orang yang asing banyak berurusan dengan kualitas-kualitas
yang diperlukan pada konselor.
Menurut Glasser, beberapa atribut atau kualitas
pribadi itu adalah memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
sendiri dalam kenyataan; secara terbuka berbagi
perjuangannya sendiri; bersikap pribadi dan tidak
memelihara sikap menjauhkan diri; membiarkan nilai-
nilainya sendiri ditantang oleh klien; tidak menerima dalih
bagi penghindaran tindakan yang bertanggung jawab;
menunjukkan keberanian dengan cara sinambung
menghadapi klien, tanpa mengindahkan penentangan dari
para klien apabila mereka tidak hidup secara realistis;
memahami dan merasakan simpati terhadap klien; dan
membangun keterlibatan yang tulus dengan klien.

G. Hubungan Antara Konselor Dan Klien.


Konseling realitas menekankan suatu pengertian dan
hubungan yang sifatnya mendukung. Satu faktor yang
penting adalah kesediaan konselor untuk mengembangkan
gaya terapeutik pribadi mereka, dalam situasi yang sungguh-
sungguh dan tidak tegang. Konselor harus memiliki kualitas
pribadi tertentu, yaitu : kehangatan, pengertian, tangan
terbuka, kepedulian, respek terhadap klien, keterbukaan,
kesediaan untuk ditantang orang lain. Disamping itu
132

konselor harus mampu mendengarkan klien dan


berkonfrontasi dengan klien atas konsekuensi dari perilaku
klien sekarang.

BAB XI
TEORI GESTAL

A. Sejarah Konseling Gestalt


Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan
proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-
komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun
kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi
terhadap teori struktualisme. Teori gestalt cenderung
berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-
133

bagian kecil. Perintis teori Gestalt ini ialah Chr. Von


Ehrenfels, dengan karyanya “Uber Gestaltqualitation“
(1890). Teori ini dibangun oleh tiga orang, Max
Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Mereka
menyimpulkan bahwa seseorang cenderung
mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya
sebagai kesatuan yang utuh.
Pengikut-pengikut aliran psikologi Gestalt
mengemukakan konsepsi yang berlawanan dengan konsepsi
aliran-aliran lain . Bagi yang mengikuti aliran Gestalt
perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses
diferensiasi itu yang primer ialah keseluruhan , sedangkan
bagian –bagiannya adalah sekunder; bagian-bagian hanya
mempunyai arti sebagai bagian dari pada keseluruhan dalam
hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain ;
keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-
bagiannya. Contohnya  kalau kita bertemu dengan seorang
teman misalnya, dari kejahuan yang kita saksikan terlebih
dahulu bukanlah bajunya yang baru , melainkan teman kita
itu secara keseluruhan selanjutnya baru kemudian kita
saksikan adanya hal-hal khusus (bagian-bagian) tertentu
misalnya baju yang baru.

B. Konsep Dasar
Di Sini dan Sekarang (Here and Now)
Perls mengatakan bahwa “kekuatan ada pada masa
kini” (power is in the present). Pendekatan gestalt
mengutamakan masa sekarang, segala sesuatu tidak ada
kecuali yang ada pada masa sekarang, karena masa lalu
134

telah berlalu dan masa depan belum sampai, hanya masa


sekarang yang penting. Pendekataan gestalt mengapresiasi
pengalaman pada masa ini. Menurut gestalt, kebanyakan
orang kehilangan kekuatan masa sekarangnya karena
individu menginvestasikan energinya untuk mengeluh
tentang kesalahan masa lalu dan bergulat pada resolusi dan
rencana masa depan yang tidak ada ujungnya. Oleh karena
itu, kekuatan individu untuk melihat masa sekarang menjadi
berkurang bahkan hilang.
Selanjutnya Perls berpendapat bahwa kecemasan
yang dialami individu terjadi karena ada jarak antara
kenyataan masa sekarang deng harapan masa yang akan
datang. Menurutnya ketika individu memulai berpikir,
merasa dan bertindak dari masa kini namun dikuasai oleh
harapan-harapan masa depan. Kecemasan yang dialami
individu diakibatkan oleh harapan katastropik dan harapan
anastropik. Harapan katastropik, yaitu kecemasan akan
kejadian-kejadian buruk dan tidak menyenangkan yang akan
terjadi di masa yang akan datang. Harapan anastropik, yaitu
harapan-harapan yang berlebihan bahwa hal-hal yang baik
dan menyenangkan akan terjadi di masa depan .
Dalam model konseling gestalt, untuk membantu
konseli melakukan kontak dengan masa sekarang, konselor
menggunakan kata tanya “apa” (what) dan
“bagaimana” (how). Jarang sekali koselor menggunakan
kata “mengapa” (why). Masa lalu tidak penting kecuali bila
berhubungan dengan fungsi-fungsi individu yang
dibutuhkan pada masa sekarang. Dengan demikian ketika
konselor membahas masa lalu yang signifikan tersebut,
konselor membawanya ke masa sekarang. Misalnya, ketika
135

membicarakan trauma masa kecil yang dialami konseli


berkaitan dengan ayahnya, konselor bukan hanya
membicarakan pengalaman masa lalunya tetapi bagaimana
trauma itu berpengaruh ketika konseli berbicara dengan
ayahnya di masa sekarang. Dengan proses ini, individu
mendapatkan kelegaan dari kesatikat dan potensi untu
berubah serta mencapai resolusi baru.

Urusan yang Tidak Selesai (unfinished business) dan


penghindaran (avoidance)
Urusan yang tidak selesai (unfinished
business) adalah perasaan-perasaan yang tidak dapat
diekspresikan pada masa lalu seperti kesakitan, kecemasan,
perasaan bersalah, kemarahan, dan sebagainya. Walaupun
perasaan-perasaan tersebut tidak diekspresikan, namun
berkaitan dengan ingatan dan fantasi. Hal ini karena
perasaan ini tidak diekspresikan dan terus mengganggu
kehidupan masa sekarang, dan membuat individu tidak
dapat melakukan kontak dengan orang lain dengan autentik.
Urusan yang tidak kunjung selesai memiliki efek yang dapat
mengganggu individu, seperti kecemasan yang berlebihan
sehingga individu tidak dapat memperhatikan hal penting
lain, tingkah laku yang tidak terkontrol, terlalu berhati-hati
dan menyakiti diri sendiri.
Penghindaran berkaitan erat dengan unfinished
business. Penghindaran adalah individu yang selalu
menghindari untuk menghadapi unfinished business dan dari
mengalami pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan unfinished business.
Perls mengatakan bahwa individu cenderung lebih memilih
136

menghindari pengalaman yang menyakitkan secara


emosional dari pada melakukan sesuatu yang ia butuhkan
untuk berubah.

Bentuk-bentuk Pertahanan Diri


Individu memiliki lima bentuk pertahanan diri yang
beroperasi dalam dirinya, yaitu :
a)       Introyeksi (Introjection)
Introyeksi adalah memasukkan ide-ide, keyakinan-
keyakinan dan asumsi-asumsi tentang diri individu, seperti
apa individu seharusnya dan bagaimanan individu harus
bertingkah laku. Dalam proses interaksi dengan lingkungan,
individu yang sehat dapat membedakan dan memberikan
batasan antara dirinya dan lingkungannya. Akan tetapi,
individu yang melakukan proses introyeksi pada
diri (self) individu, yaitu bila individu memasukkan ide-ide,
keyakinan, dan nilai yang dianut lingkungan terhadap
dirinya tanpa proses filterisasi, sehingga individu tidak dapat
membedakan dirinya dengan lingkungan. Hal ini
membuat self mengadopsi semua nilai lingkungan yang top
dog, sehingga self berusaha untuk mempertahankan diri
dalam posisi under dog.
b)      Proyeksi
Proses dimana individu melakukan atribusi kepada
pemikiran, perasaan, keyakinan dan sikap orang lain yang
sebenarnya adalah bukan milik individu. Proyeksi juga
berarti individu tidak dapat membedakan dirinya dan
lingkungan, mengatribusikan diri kepada orang lain serta
137

menghindari tanggung jawab terhadap perasaan dan diri


individu sebenarnya, serta membuat individu tidak berdaya
untuk membuat perubahan.
c)      Retrofleksi (retroflection)
Retrifleksi adalah proses di mana individu
mengembalikan implus-implus dan respon-respon kepada
dirirnya karena ia tidak dapat mengekspresikannya kepada
orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini individu menekan
perasaanya karena ia tidak dapat menerima kehadiran
perasaan tersebut, atau individu mengetahui dan
mempercayai bahwa perasaan itu tidak dapat diterima oleh
orang lain disekitarnya.
d)     Defleksi (deflection)
Defleksi adalah metode penghindaran, yaitu cara
mengubah pertanyaan atau pernyataan menjadi memiliki
makna lain sehingga individu dapat menghindari dari
merespon pertanyaan atau pernyataan tersebut. Defleksi
merupakan cara untuk menghindari kontak dengan
kenyataan. Defleksi dapat terlihat dari penggunaan humor
yang berlebihan, menjawab pertanyaan dengan tersenyum
atau tertawa melakukan generalisasi abstrak, menghindari
kontak mata.
e)      Confluence dan Isolasi (isolation)
Confluence secara harfiah berarti menyatu. Hal ini
bermakna bahwa individu berada dalam hubungan dengan
linngkungan, menjadi orang lain, tempat, objek, atau ideal-
ideal. Individu tidak dapat membedakan antara dirinya
dengan lingkungan, selalu sesuai dan tidak ada konflik
138

antara keyakinan dan pikiran orang lain dengan dirinya.


Orang yang mengalami confluence biasanya tidak pernah
mengekspresikan perasaan sebenarnya. Orang yang
mengalami confluence biasanya mengisolasi diri dari
lingkungan. Ia menarik diri dari lingkungan dalam rangkan
mengamankan perasaanya dari kondisi yang tidak dapat
ditoleransi oleh dirinya.

C.  Pandangan tentang Manusia
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa
manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu
keseluruhan. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan
dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah
lakunya. Setiap individu memiliki kemampuan untuk
menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan
untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan
menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi.
Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling
ini adalah :
a)      Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan
konteksnya.
b)      Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya
dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu.
c)      Aktor bukan reaktor
d)     Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi,
emosi, persepsi, dan pemikirannya.
e)      Dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab.
139

f)       Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara


efektif.

D. Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu
konseli agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan
maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini
mengandung makna bahwa konseli haruslah dapat berubah
dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi
percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk
meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
a)      Individu yang bermasalah pada umumnya belum
memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru
memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya.
Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi
yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan
dikembangkan secara optimal. Secara lebih spesifik tujuan
konseling Gestalt adalah sebagai berikut: Membantu konseli
agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami
kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara
penuh.
b)      Membantu konseli menuju pencapaian integritas
kepribadiannya
c)      Mengentaskan konseli dari kondisinya yang
tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri
sendiri (to be true to himself)
d)     Meningkatkan kesadaran individual agar konseli dapat
beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua
140

situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan


selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.

  Masalah Yang Timbul Pada Diri Manusia


Passon (1973) membagi jenis pengalaman masalah
individu kedalam 6 tipe yaitu:
a)      Lack of Awareness, behubungan tentang individu
dengan kepribadian yang kaku, dimana individu tersebut
keihilangan akan kreatifitasnya mengahdapai dirinya dalam
lingkungan.
b)      Lack of self-responsibility, berhubungan juga dengan
lack of awareness, tetapi mengambil bentuk mencoba untuk
memanipulasi lingkungan sebagai ganti dirinya. Individu
bekerja keras untuk tetap dalam situasi ketergantungan.
c)      Loss of contact with the environment, juga berkaitan
dengan area yang pertama, masalah ini bisa menjadi dua
bentuk yaitu, ketika individu menjadi begitu kaku dalam
perilakunya maka tidak ada lingkungan menerimanya,
efeknya dia akan menarik dirinya dari lingkungan. Yang
kedua begitu juga dengan individu yang ingin pujian
(approbation) dimana dia telah tidak memiliki self believe.
d)     Inability to complete Gestalt, yang berkaitan dengan
urusan yang belum selesai dalam kehidupan dengan kata
lain yang bersifat menyeluruh. Sehingga apabila urusan
yang belum selesai tersebut semakin besar maka individu
akan mengalami kesulitan untuk mencari pemecahanya.
141

e)      Disowning of needs, berkaitan dengan seseorang


bertindak untuk menolak satu dari kebutuhannya. Seperti
contohnya ketika lingkungan membenci perilaku agresif
maka individu akan menghilangkan kebutuhan tersebut,
akan tetapi individu yang telah menghilangka rasa agresif
tersbut berada dalam lingkungan yang harus agresif maka
individu tersebut akan mengalami ksulitan dalam
membentuknya lagi.
f)       Dichotomizing dimensions of the self, mengambil
bentuk orang merasa diri mereka berada pada satu
kemungkinan yag berkelanjutan seperti kuat atau lemah,
maskulin atau feminim. Maka menurut Perls adanya
individu yang merasa berada pada top dog (controller) dan
underdog (controlled).

E. Proses Konseling        
a)      Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada
bagaimana keadaan konseli sekarang serta hambatan-
hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Oleh
karena itu tugas konselor adalah mendorong konseli untuk
dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya serta mau
mencoba menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan
agar konseli mau belajar menggunakan perasaannya secara
penuh. Untuk itu konseli bisa diajak untuk memilih dua
alternatif, ia akan menolak kenyataan yang ada pada dirinya
atau membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya
terjadi pada dirinya sekarang.
142

b)      Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-


pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk
melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi nasihat.
c)      Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan
tujuan agar konseli menjadi matang dan mampu
menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan
konseli tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi
konselor adalah membantu konseli untuk melakukan transisi
dari ketergantungannya terhadap faktor luar menjadi
percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan
dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau
kebuntuan konseli.
d)     Pada saat konseli mengalami gejala kesesatan dan
konseli menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan
dengan cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak
berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor adalah
membuat perasaan konseli untuk bangkit dan mau
menghadapi ketersesatannya sehingga potensinya dapat
berkembang lebih optimal.

Fase-fase proses konseling :


a)      Fase pertama, konselor mengembangkan pertemuan
konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan
perubahan-perubahan yang diharapkan pada konseli. Pola
hubungan yang diciptakan untuk setiap konseli berbeda,
karena masing-masing konseli mempunyai keunikan sebagai
individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada
masalah yang harus dipecahkan.
143

b)      Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan


mengkondisikan konseli untuk mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan sesuai dengan kondisi konseli. Ada dua hal
yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
1. Membangkitkan motivasi konseli, dalam hal ini konseli
diberi kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya
atau ketidakpuasannya. Makin tinggi kesadaran konseli
terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk
mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula
keinginannya untuk bekerja sama dengan konselor.
2. Membangkitkan dan mengembangkan otonomi konseli
dan menekankan kepada konseli bahwa konseli boleh
menolak saran-saran konselor asal dapat mengemukakan
alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
c)      Fase ketiga, konselor mendorong konseli untuk
mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini, konseli
diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala
perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini
dan saat ini. Kadang-kadang konseli diperbolahkan
memproyeksikan dirinya kepada konselor. Melalui fase ini,
konselor berusaha menemukan celah-celah kepribadian atau
aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat
diidentifikasi apa yang harus dilakukan konseli.
d)     Fase keempat, setelah konseli memperoleh pemahaman
dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah
lakunya, konselor mengantarkan konseli memasuki fase
akhir konseling.
144

1. Pada fase ini konseli menunjukkan gejala-gejala yang


mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu
yang unik dan manusiawi.
2. Konseli telah memiliki kepercayaan pada potensinya,
menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan
bertanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan-
perasaannya, pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya.
3. Dalam situasi ini konseli secara sadar dan bertanggung
jawab memutuskan untuk “melepaskan” diri dari konselor,
dan siap untuk mengembangan potensi dirinya.

F. Teknik Konseling
Hubungan personal antara konselor dengan konseli
merupakan inti yang perlu diciptakan dan dikembangkan
dalam proses konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik
yang dilaksanakan selama proses konseling berlangsung
adalah merupakan alat yang penting untuk membantu
konseli memperoleh kesadaran secara penuh.
1)      Prinsip Kerja Teknik Konseling Gestalt
a)      Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor
menekankan bahwa konselor bersedia membantu konseli
tetapi tidak akan bisa mengubah konseli, konselor
menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas
tingkah lakunya.
b)      Orientasi Sekarang dan Di Sini, dalam proses
konseling konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau
motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan
145

sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu tidak


penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan
sekarang. Dalam kaitan ini pula konselor tidak pernah
bertanya “mengapa”.
c)      Orientasi Eksperiensial, konselor meningkatkan
kesadaran konseli tentang diri sendiri dan masalah-
masalahnya, sehingga dengan demikian konseli
mengintegrasikan kembali dirinya: (a) konseli
mempergunakan kata ganti personal konseli mengubah
kalimat pertanyaan menjadi pernyataan; (b)konseli
mengambil peran dan tanggung jawab; (c) konseli
menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/atau negative pada
diri atau tingkah lakunya.
2)      Teknik-teknik Konseling Gestalt
a)      Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara konseli dikondisikan
untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling
bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan
kecenderungan under dog, misalnya : (a) kecenderungan
orang tua lawan kecenderungan anak; (b) kecenderungan
bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh; (c)
kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak
bodoh” (d) kecenderungan otonom lawan kecenderungan
tergantung; (e) kecenderungan kuat atau tegar lawan
kecenderungan lemah. Melalui dialog yang kontradiktif ini,
menurut pandangan Gestalt pada akhirnya konseli akan
mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani
mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat
dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
146

b)      Latihan Saya Bertanggung Jawab


Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu
konseli agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya
dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang
lain. Dalam teknik ini konselor meminta konseli untuk
membuat suatu pernyataan dan kemudian konseli
menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…
dan saya bertanggung jawab atas hal itu”. Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas
kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan
saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan
itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan
membantu meningkatkan kesadaraan konseli akan perasaan-
perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
c)      Bermain Proyeksi
Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-
perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau
menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri
dengan cara memantulkannya kepada orang lain.Sering
terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang
lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik
bermain proyeksi konselor meminta kepada konseli untuk
147

mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan


kepada orang lain.
d)     Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali
mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan
yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta
konseli untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan
perasaan-perasaan yang dikeluhkannya. Misalnya : konselor
memberi kesempatan kepada konseli untuk memainkan
peran “ekshibisionis” bagi konseli pemalu yang berlebihan.
e)      Tetap dengan Perasaan
Teknik dapat digunakan untuk konseli yang menunjukkan
perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia
sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong konseli
untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin
dihindarinya itu. Kebanyakan konseli ingin melarikan diri
dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-
perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor
tetap mendorong konseli untuk bertahan dengan ketakutan
atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan
mendorong konseli untuk menyelam lebih dalam ke dalam
tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya
itu. Untuk membuka dan membuat jalan menuju
perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak
cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-
perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan
keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan
perasaan yang ingin dihindarinya itu.
f)       Kursi Kosong
148

Merupakan suatu teknik role playing yang dilakukan oleh


konseli dengan seseorang yang dibayangkan pada kursi
kosong. Tujuannya untuk menurunkan ketegangan akibat
konflik.
g)      Berkeliling
Suatu latihan dimana konseli diminta untuk berkeliling
ketemannya (orang yang dikenalnya) dan berbicara atau
melakukan sesuatu yang terkait dengan masalahnya.
Tujuannya untuk menghadapi, memberanikan dan
menyikapkan diridengan tingkah laku yang baru.
h)      Saya Memiliki Suatu Rahasia
Suatu metode pembentukan kepercayaan dalam rangka
mengeksplorasi mengapa konseli tidak mau membuka
rahasianya dan mengeksplorasi ketakutan- ketakutan,
menyampaikan hal- hal yang mereka anggap
memalukan/menimbulkan rasa berdosa.
i)        Permainan Melebih- Lebihkan
Suatu metode peningkatan kesadaran atas tanda- tanda dan
isyarat- isyarat halus yang dikirimkan oleh seseorang
melalui bahasa tubuh. Misal : gemetar (menggoyangkan
tangan dan kaki.
149

PETA KONSEP

KONSELING INDIVIDUAL

Konsep dasar Konseling

Konsep Dasar Konseling Individual


150

Analisis Konsep&Karakteristik Konselor

Pendekatan Konseling Psikoanalisa

Pendekatan Konseling Adlerian

Pendekatan Konseling Carl Rogers

Pendekatan Konseling Gestalt

Konseling Rational Emotive Behavior

Konseling Multimodal

Konseling Realitas

Konseling Gestalt

TENTANG PENULIS
Wanda merupakan nama panggilan yang dimiliki
oleh seorang penulis bernama lengkap Irwanda. Bisa
dibilang bahwa Wanda merupakan salah satu penulis
pemula yang mulai tertarik dengan dunia jurnalistik.

Irwanda lahir di Meulaboh pada tanggal 17


November 1999. Ide yang dituangkan oleh Wanda
151

merupakan salah satu cara memperbanyak dan memperbarui


karya-karya yang sudah ada. Meskipun Wanda tidak
memiliki latar belakang pendidikan di bidang Sastra, namun
ia juga tertarik dengan bidang menulis. Hal inilah yang
membuat Mira memiliki niat untuk membuat sebuah buku.

Wanda merupakan mahasiswa jurusan Bimbingan


konseling, Uin Ar-raniry Banda Aceh. Saat masih duduk di
bangku sekolah Wanda juga pernah mengikuti berbagai
pertandingan menulis untuk mengasah kemampuannya.
Tanpa disangka Wanda mampu meraih tingkat 3 terbaik
pertandingan yang diikutinya.

Sebagai mahasiswa Bimbingan dan Konseling


Wanda merasa perlu ditingkatkan lagi wawasan tentang
pendidikan konseling individual dengan memperbarui
karya-karya yang telah ada, dengan begitu akan mudah
dimengerti dan mampu memberikan masukan bagi orang
lain. Wanda berharap, karyanya mampu menambah
wawasan mahasiswa bimbingan dan konseling agar bisa
mendapat ilmu yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Alfabeta. Hellen. 2005. Bimbingan Dan Konseling.
Jakarta: Quantum Teaching.
Alwisol. Psikologi Individual. 2004. Malang. UMM Press
152

Anwar, K. 2014. Problematika Belajar dalam Perspektif


Psikologi Pendidikan. Jurnal Pelopor Pendidikan
Bertens, K. 2016. Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta:
Gramedia
Bettelheim, B. 1969. Psychoanalysis and Education.
Chicago Journal. University of Chicago Ernerst, K.
2000.
Cipta. Prayitno. 2005. Konseling Perorangan. Padang:
Universitas Negeri Padang.
Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and
Psychotherapy. Belmont, CA: Brooks/Cole.
George Boeree. (2008). Personality Theories. Jogjakarta.
PRISMASPHIE
Gerald Corey. (2009). Teori dan Praktek KONSELING &
PSIKOTERAPI : Bandung : Reflika ADITAMA
Hendri, Novi. Model – Model Konseling. Medan. 2013.
Perdana Publishing
Prayitno, Erman Amti. 1994. Dasar-Dasar Bimbingan
Dan Konseling. Jakarta: Rineka
Prayitno. (1987). Profesionalisasi Konseling dan
Pendidikan Konselor. Jakarta: P2LPTK Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Depdikbud.
Pujosuwarno, Sayekti, 1993, Berbagai Pendekatan Dalam
Konseling, Yogyakarta: Kota Kembang.
153

Sofyan S. Willis. (2009). Konseling Individual Teori dan


Praktek. Bandung : ALFABETA
Sugiyo, 2005, Komunikasi Antar Pribadi, Semarang:
UNNES PRESS.
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Kepribadian. 1990. Jakarta.
Rajawali
Syamsu Yusuf dan Juntika Nurikhsan.(2008). Teori
Kepribadian. Bandung : PT. REMAJA
ROSDAKARYA
Taufik. Model-model Konseling. Padang. 2012. UNP
Padang
Willis S. Sofyan. 2007. Konseling Individual Teori
dan Praktek. Bandung: CV
Winkel , WS. & M.M. Hastuti Sri, Bimbingan dan
Konseling di Institusi Pendidikan, 2010. Media
Abadi. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai