Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FILSAFAT ILMU

Jalan Memperoleh Ilmu Pengetahuan

Dosen Pengampu

Dr. Mardinal Tarigan, MA

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

 ALVINDI : 0304213071
 PARDAMEAN : 0304213076
 NAJAH ‘ATHIRAH : 0304213081

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUMATERA UTARA

MEDAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan nikmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini adalah “Jalan
Memperoleh Ilmu Pengetahuan”

Sholawat berangkaikan salam kami hadiahkan kepada nabi kita baginda Rasulullah
SAW. semoga kita mendapatkan syafaat beliau di yaumil mahsyar kelak. Aamiin ya rabbal
‘alamin.

Adapun tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
pelajaran Filsafat Ilmu semester genap ini. Pada kesempatan ini kami ucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada Dr. Mardinal Tarigan, MA selaku dosen pembimbing dalam
mata kuliah etika akademik ini, dan terimakasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu
dalam penulisan makalah dari awal hingga selesai.

Kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah dan kami juga
sangat mengharapkan kritik dan saran yang dari para pembaca untuk bahan pertimbangan
perbaikan makalah kami. Semoga makalah ini dapat berguna bagi saya dan pihak lain yang
berkepentingan.

Medan, 28 Maret 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG....................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................4
C. TUJUAN.........................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................5
A. DEFINISI ILMU PENGETAHUAN..............................................................................5
B. JALAN MEMPEROLEH ILMU PENGETAHUAN......................................................5
BAB III.....................................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................................11
KESIMPULAN....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ilmu merupakan salah satu buah dari pemikiran dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan dalam dirinya. Sebagaimana yang telah dikaruniakan oleh penciptanya, bahwa
ilmu adalah bagian dari fitrah manusia yang diturunkannya. Fitrah inilah yang memberikan
nilai-nilai kebenaran dalam memperkaya khazanah kehidupan dan semua kebenaran itu
mempunyai manfat jika diletakkan pada tempat semestinya. Karena itu posisi seseorang yang
berilmu selain juga karena keimana seseorang yang teguh,juga sering disebutkan memiliki
keutamaan sendiri.
Filsafat dan ilmu pengetahuan adalah dua produk dan nalar peradaban manusia yang
saling erat. Manusia menjalankan amanah sebagai khalifah dan abdi Allah, selain oleh
agama, ia dituntut oleh filsafat dan ilmu pengetahuan. Keduanya, baik filsafat maupun ilmu
berhubungan sebagai ibu dengan anak. Filsafata adalah mother of science (ibu dari ilmu
pengetahuan) demikianlah para ahli ilmu pengetahuan menggambarkannya. Sementara anak
dari ilmu pengetahuan adalah teknologi. Dengan paradigma positivisem, ilmu pengetahuan
mempercepat dewasanya teknologi yang kini membuat manusia berada di era informasi.
Seolah dunia pun sudah tidak tersekat lagi dengan batas geografi dan waktu.
Dalam makalah ini, kami akan memfokuskan pembahasan pada aspek mekanisme jalan
perolehan ilmu dalam prespektif filsafat pendidikan islam. Hal ini dirasa sangat krusial sebab
filsafat pendidikan barat leih banyak dijadikan acuan dan bahkan turut memberikan pengaruh
tersendiri di dunia pendidikan muslim.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi Ilmu Pengetahuan?
2. Bagaimana jalan memperoleh ilmu pengetahuan?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari ilmu pengetahuan
2. Untuk mengetahui bagaimana jalan memperoleh ilmu pengetahuan

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI ILMU PENGETAHUAN

Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, yaitu masdar dari ‘alima-
yalamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa inggris ilmu pengetahuan disebut
science, bahasa latin scientia, sementara dalam bahasa yunani adalah episteme.ilmu
pengetahuan merupakan satu kesatuan ide yang memacu kepada objek yang sama dan saling
berkaitan secara logis.

Secara etimologis, kata ilmu berarti kejelasan, karena itu segala yang berbentuk dari
akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang
sebanyak 854 kali dalam Al-Qur’an.ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.1

Dengan demikian, ilmu pengetahuan adalah segala hal yang manusia ketahui dengan
sungguh-sungguh dengan benar dan demikianlah kenyataannya dari tingkatannya yang
sederhana sekalipun hingga yang sangat kompleks ataupun rumit. Cara mengetahuinya dapat
melalui pengalaman,penalaran,dipelajari,dipersepsi dan dari informasi. inilah pengertian dari
sudut subjek yang mengetahui (manusia).2

B. JALAN MEMPEROLEH ILMU PENGETAHUAN

Ada beragam pendapat yang dikembangkan oleh para intelektual islam mengenai
konsepsi ilmu.3 Menurut ibnu sina pengetahuan itu berkembang dari rasa ingin tahu terhadap
objek. Objek dapat berupa alam, manusia,tuhan bahkan dirinya sendiri. Rasa ingin tahu
terhadap objek mejadi titik awal pengetahuan. Dalam kehidupan keseharian misalnya,
manusia selalu berhubungan dengan sesuatu di luar dirinya dan saat itu pula manusia
mengetahui pengalaman tentang sesuatu yang baru. Bagi Ibn Sina, hal ini termasuk pada
pengetahuan sederhana.

1
Quraish Shihab,Wawasan Al-Qur’an,Tafsir Maudul Atas Berbagai Persoalan Umat, Cet 3,Bandung:Mizan
1996, hal.434
2
Iu Rusliana,S.Fil.I., M.Si, Filsafat Ilmu,Bandung:PT Refika Aditama,hal.6-7
3
Mariah Ulfa, Mekanisme Perolehan Ilmu Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam, jurnal ilmiah
didaktika,vol XXI NO.2,2012,hal.294.

5
Ibn Sina meyakini bahwa alat memperoleh ilmu pengetahuan manusia berasal dari
dua sumber yaitu indra dan rasio. Indralah yang pertama kali berhadapan dengan objek dan
memberikan gambaran dasar pada rasio dan seterusnya rasiolah yag mengabstaraksikan
setiap persepsi yang masuk. Bagi ibn sina ide-ide abstrak telah mewujud di dalam pikiran dan
tidak bergantung pada indra.4

Dalam pandangan Al-Ghazali, pada dasarnya ilmu dibagi menjadi dua klasifikasi besar
yaitu ilmu syar’i dan ilmu ‘aqly. Dari sini kemudian berkembang ilmu-ilmu lainnya. 5 Al-
Ghazali mebagi dua sumber penggalian ilmu pengetahuan. Pertama sumber insaniyah, dan
kedua, sumber rabbaniyah. Sumber insaniyah adalah sumber pengetahuan yang bisa
diusahakan oleh manusia berdasarkan kekuatan rekayasa akal. Sedangkan sumber rabbaniyah
tidak dihasilkan melalui kemampuan akal, melainkan harus dengan informasi Allah, baik
informasi langsung melalui ilham yang dibisikkan kedalam hati manusi, maupun petunjuk
yang datang lewat wahyu yang diturunkankepada nabi dan rasul-Nya.6

Pada sumber rabbaniyah itu Al-Ghazali membagi perolehan ilmu menjadi dua jalan,
yakni dengan jalan wahyu, dan dengan melalui ilham. Ilmu yang diperoleh lewat wahyu
datang tanpa melalui proses belajar dan berpikir. Ia hanya ditrunkan kepada Nabi,karena
mereka memiliki akal kulli (akal universal). Oleh sebab itu, ilmu yang diperoleh lewat wahyu
ini disebut ilmu nabawi, yakni ilmu yang berkisar rahasia ibadah ataupun larangan ibadah,
tentang hari akhir,surga dan neraka, serta termasuk juga masalah mengetahui Tuhan
(Metafisika), yang menurut Al-Ghazali tidak bisa dicapai dengan akal, tetapi dengan wahyu
Al-Qur’an.

Sedangkan ilmu yang datang melalui ilham yang masuk kedalam hati disebut “ilmu
laduni”. Dalam Risalah al-Ladunniyyah-nya, Al-Ghazali mengartikan ilmu laduni adalah
ilmu yang terbuka dalam rahasia hati “tanpa perantara” karena ia datang langsung dari tuhan
kedalam jiwa manusia.7

4
Iu Rusliana,S.Fil.I., M.Si, Filsafat Ilmu,Bandung:PT Refika Aditama,hal.103
5
Mariah Ulfa, Mekanisme Perolehan Ilmu Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam, jurnal ilmiah
didaktika,vol XXI NO.2,2012,hal.294.
6
Masimo Companini, Nasr dan Leaman,2003, hal.325
7
Muhtar Solihin,2001:39)

6
Persoalan ini menjadi terkait dengan uraian Al-Ghazali tentang ilmu insani yang menurutnya
diperoleh melalui ta’allum dan tafakur.8

Untuk mengolaborasi lebih lanjut mengenai jalan perolehan ilmu ini, maka ulasan-
ulasan berikut ini akan difokuskan pada perolehan ilmu melalui pengalaman,akal,dan wahyu
dalam konteks filsafat Islam.

1. Jalan memperoleh ilmu melalui Indera

Secara fitrahnya, manusia dibekali Allah dengan pancaindera, yaitu


mata,hidung,telinga,lidah dan kulit. Ilmu yang diperoleh manusia melalui indra disebut ilmu
indrawi. Ilmu ini dihasilkan dengan cara persentuhan indra-indra manusia dengan cara
persentuhan indra Indra dengan manusia dengan rangsangan yang datang dari
luar/lingkungan. Indra merupakan salah satu jalan perolehan ilmu yang penting,khususnya
indera penglihatan dan pendengaran. Signifikan indera ini juga banyak disinggung dalam Al-
Qur’an.9 Namun didalam Al-Qur’an indera pendengaran pada umumnya lebih dahulu
disebutkan sebelum indera penglihatan.

Al-Ghazali memasukkan metode indrawi sebagai cara yang dilakukan manusia


untuk memperoleh ilmu. Al-Ghazali melihat bahwa metode indrawi ini sangat sederhana dan
mudah dipahami sehingga ilmu yang didapatkannya pun bersifat sederhana, sebagaimana
tampak secara lahiriah. Dari persoalan kesederhanaan dan penampakan lahiriah inilah Al-
Ghazali berasumsi bahwa ilmu yang diperoleh secara indarwi merupakan ilmu yang penuh
dengan tipu daya.

Kemudian dalam Misykatul Al-Anwar, Al-Ghazali melihat bahwa indra penglihatan


manusia memiliki berbagai kelemahan. Begitu juga dalam Al-Munqidz Adh-Dhalal, Al-
Ghazali mengungkapkan bahwa pancaindra memperdayakan kita. Atas dasar inilah Al-
Ghazali menyimpulkan bahwa semua ilmu yang diperoleh melalui indrawi tidak
menimbulkan keyakinan.10

Dari penjelasan diatas, Al-Ghazali mengakui bahwa ilmu dapat diperoleh melalui
indra,tetapi bukan ilmu yang menyakinkan. Ilmu ini masih bersifat sederhana,penuh keraguan
dan bisa saja menipu. Misalnya ketika mata melihat bulan yang kecil, apakah bulan itu benar-

8
Iu Rusliana,S.Fil.I., M.Si, Filsafat Ilmu,Bandung:PT Refika Aditama,hal.103
9
Muhammad Utsman Najati,”jiwa dalam pandangan para filosof muslim”,Bandung: Pustaka Hidayah,hal 209
10
Iu Rusliana,S.Fil.I., M.Si, Filsafat Ilmu,Bandung:PT Refika Aditama,hal.107

7
benar kecil? Tentu saja tidak. Lalu ketika melihat bintang yang berkedip di malah hari,
apakah benar bintang berkedip? Itu juga tidak demikian. Juga ketika ketika kita memasukkan
tongkat yang lurus kedalam air, tongkat itu terlihat bengkok. Ini yang dimaksud bahwa
pengetahuan indrawi penuh dengan keraguan. Tetapi ada sebagian kaum yang menyatakan
bahwa pengetahuan yang melalui proses indra adalah ilmu pasti. Mereka disebut dengan
kaum empiris.11

1. Jalan memperoleh ilmu melalui Akal

Didalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW akal ditempatkan pada
kedudukan tertinggi serta mendorong manusia menggunakannya. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an yang menyuruh manusia untuk manusia mempergunakan dan
memanfaatkan akalnya. Kata ya’qilu (memanfaatkan akal untuk berpikir) terdapat pada 48
ayat dalam berbagai bentuknya. Kata nazara (melihat secara abstrak) terdapat pada 30 ayat,
kata tafakkara (berpikir) terkandung dalam 19 ayat, kata tadhakkara
(memperhatikan,mempelajari) terkandung dalam 40 ayat. Selain itu didalam Al-qur’an
terdapat kata ulul-albab, kata ulul al-ilm, alul- al-absar, dan ulul-al-nuha. Semua itu adalah
sebutan yang memberi sifat berpikir yang terdapat pada manusia. Banyaknya kata dan
ungkapan tentang akal tersebut mengandung pengertian bahwa potensi yang dimiliki manusia
sangat dihargai Al-Qur’an.

Menurut Al-Ghazali akal diciptakan Allah dalam keadaan sempurna dan mulia,
sehingga manusia pada derajat yang tinggi, sehingga dapat membawa manusia pada derajat
yang tinggi. Berkat inilah,semua makhluk tunduk kepada manusia, sekalipun fisiknya lebih
kuat daripada manusia.12

Dalam ihya Ulumuddin Al- Ghazali memperjelas tentang akal. Pertama,ialah suatu
kemampuan berpikir yang membedakkan manusia dari binatang. Kedua, akal adalah ilmu
atau ilmu tentang kemustahilan sesuatu yang mustahil, kemungkinan sesuatu yang
mugkin,dan kemestian sesuatu yang mesti. Ini disebut hawiyat’aqliyat. Ketiga, akal adalah
ilmu yang diusahakan(ilmu al-muktasab) yang dicapai dari pengalaman yang dinamis.
Keempat, akal adalah segala ilmu yang mendorong manusia untuk mencapai kenikmatan
praktis.

11
Iu Rusliana,S.Fil.I., M.Si, Filsafat Ilmu,Bandung:PT Refika Aditama,hal.107

12
Iu Rusliana,S.Fil.I., M.Si, Filsafat Ilmu,Bandung:PT Refika Aditama,hal.108

8
Dari pandangan Al-Ghazali tentang akal, dapat dipahami bahwa pada dasarnya akal
merupakan syarat bagi manusia untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu. Akal adalah
alat berpikir untuk menghasilkan ilmu. Namun terlalu bergantung pada akal juga tidak akan
menghasilakn ilmu secara utuh , karena akal juga mempunyai kekurangannya ketika
dikaitkan dengan masalah metafisika dan hal-hal yang tidak terbatas. Namun ada kaum yang
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan itu didasarkan pada akal semesta. Kaum ini bernama
rasionalis.

1. Jalan Memperoleh ilmu melalui hati

Terminologi qalb (hati) merupakan istilah yang sering digunakan oleh Al-Ghazali. Qalb
itu sendiri dalam pandangan Al-Ghazali mempunyai kedudukan penting dalam pembahasan
ini yang sama pentingnya dengan fungsi qalb sebagai esensi manusia. Menurut Al-Ghazali
qalb disamping sebagai penunjukan esensi manusia, juga sebagai salah satu alat dalam jiwa
manusia yang berfungsi untuk memperoleh ilmu.13

Ilmu yang diperoleh dengan alat qalb lebih mendkati tentang hakikat-hakikat melalui
perolehan ilham. Kemampuan menangkap hakikat dengan jalan ilham digantikan oleh intuisi,
yang pada buku-buku filsafat diperoleh dengan aql al-musafad 14

Adz-dawq mengandung unsur rasa. Hal ini tergambar dari contoh yang diajukan Al-
Ghazali ketika menjelaskan perbedaan adz-dzauq dengan akal. Ia mengatakan “perhatikanlah
rasa syar’i, betapa orang-orang tertentu merasakan, sementara yang lain tidak.

Tampaknya adz-dzwaq adalah daya tangkap yang sekaligus merasakan kehadiran yang
ditangkap. Inilah yang dimaksud dengan intuisi dalam tulisan ini. Al-Ghazali berpendapat
bahwa setelah mampu menangkap ilmu asionatis, jiwa manusia mempunyai dua cara
memperoleh ilmu, yaitu dengan cara berpikir yang disebutnya dengan al-qiyas, dan dengan
cara merasakannya yang disebut dengan al-wijdan. Cara yang pertama menggunakan al-
mukhayyilat yang bertemp di otak dengan,sedangkan yang kedua menggunakan daya
pendorong(al-iradah) yang berpusat di jantung. Otak berhubung dengan akal dan hati
berhubugan dengan adz-dzwaq.

13
Muhtar Solihin,2001:hal.46
14
Yasir Nasution,1987: hal.84

9
Keraguan Al-Ghazali terhadap dua pengetahuan sebelumnya terjawab sudah, ketika ia
temukan pengetahuan lewat nur dari Tuhan,membuatnya yakin bahwa dengan hati (qalb)
yang dirasakan dngan dzawq-lah ilmu yang betul-betul diyakini itu dapat diperoleh.
Pengalaman inilah yang menyebabkan Al-Ghazali menetapkan hati di atas akal. Akal dibatasi
pada kegiatan argumentasi dan abstraksi, sedangkan hati menerima ilmu dari Tuhan secara
langsung tanpa adanya korespondensi.

10
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, yaitu masdar dari ‘alima-yalamu
yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa inggris ilmu pengetahuan disebut science,
bahasa latin scientia, sementara dalam bahasa yunani adalah episteme.

Dengan demikian, ilmu pengetahuan adalah segala hal yang manusia ketahui dengan
sungguh-sungguh dengan benar dan demikianlah kenyataannya dari tingkatannya yang
sederhana sekalipun hingga yang sangat kompleks ataupun rumit. Cara mengetahuinya dapat
melalui pengalaman,penalaran,dipelajari,dipersepsi dan dari informasi. inilah pengertian dari
sudut subjek yang mengetahui (manusia).

Ada beragam pendapat yang dikembangkan oleh para intelektual islam mengenai
konsepsi ilmu. Menurut ibnu sina pengetahuan itu berkembang dari rasa ingin tahu terhadap
objek. Objek dapat berupa alam, manusia,tuhan bahkan dirinya sendiri. Rasa ingin tahu
terhadap objek mejadi titik awal pengetahuan.

Ibn Sina meyakini bahwa alat memperoleh ilmu pengetahuan manusia berasal dari dua
sumber yaitu indra dan rasio.

Dalam pandangan Al-Ghazali, pada dasarnya ilmu dibagi menjadi dua klasifikasi besar
yaitu ilmu syar’i dan ilmu ‘aqly. Dari sini kemudian berkembang ilmu-ilmu lainnyaAl-
Ghazali mebagi dua sumber penggalian ilmu pengetahuan. Pertama sumber insaniyah, dan
kedua, sumber rabbaniyah.

Untuk mengolaborasi lebih lanjut mengenai jalan perolehan ilmu ini, maka ulasan-
ulasan berikut ini akan difokuskan pada perolehan ilmu melalui pengalaman,akal,dan wahyu
dalam konteks filsafat Islam.

1. Jalan memperoleh ilmu melalui Indera

Dari penjelasan diatas, Al-Ghazali mengakui bahwa ilmu dapat diperoleh melalui
indra,tetapi bukan ilmu yang menyakinkan. Ilmu ini masih bersifat sederhana,penuh keraguan
dan bisa saja menipu. Misalnya ketika mata melihat bulan yang kecil, apakah bulan itu benar-

11
benar kecil? Tentu saja tidak. Lalu ketika melihat bintang yang berkedip di malah hari,
apakah benar bintang berkedip? Itu juga tidak demikian. Juga ketika ketika kita memasukkan
tongkat yang lurus kedalam air, tongkat itu terlihat bengkok. Ini yang dimaksud bahwa

2. Jalan memperoleh ilmu melalui Akal

Dari pandangan Al-Ghazali tentang akal, dapat dipahami bahwa pada dasarnya akal
merupakan syarat bagi manusia untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu. Akal adalah
alat berpikir untuk menghasilkan ilmu. Namun terlalu bergantung pada akal juga tidak akan
menghasilakn ilmu secara utuh , karena akal juga mempunyai kekurangannya ketika
dikaitkan dengan masalah metafisika dan hal-hal yang tidak terbatas. Namun ada kaum yang
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan itu didasarkan pada akal semesta. Kaum ini bernama
rasionalis.

3. Jalan Memperoleh ilmu melalui hati

Keraguan Al-Ghazali terhadap dua pengetahuan sebelumnya terjawab sudah, ketika ia


temukan pengetahuan lewat nur dari Tuhan,membuatnya yakin bahwa dengan hati (qalb)
yang dirasakan dngan dzawq-lah ilmu yang betul-betul diyakini itu dapat diperoleh.
Pengalaman inilah yang menyebabkan Al-Ghazali menetapkan hati di atas akal. Akal dibatasi
pada kegiatan argumentasi dan abstraksi, sedangkan hati menerima ilmu dari Tuhan secara
langsung tanpa adanya korespondensi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Iu Rusliana,S.Fil.I., M.Si, Filsafat Ilmu,Bandung:PT Refika Aditama

Mariah Ulfa, Mekanisme Perolehan Ilmu Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam, jurnal
ilmiah didaktika,vol XXI NO.2,2012

Masimo Companini, Nasr dan Leaman,2003

Muhammad Utsman Najati,”jiwa dalam pandangan para filosof muslim”,Bandung: Pustaka


Hidayah

Quraish Shihab,Wawasan Al-Qur’an,Tafsir Maudul Atas Berbagai Persoalan Umat, Cet


3,Bandung:Mizan 1996

13

Anda mungkin juga menyukai