Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ILMIAH

LINGKUP KERJA BIMBINGAN DAN KONSELING


(Profesi Bimbingan dan Konseling)

Dosen Pengampu :
1. Dr. Hj. Sestuningsih M. R, M.Pd
2. Andi Wahyu Irawan, S.Pd, M.Pd

Kelompok VI
Disusun Oleh :
Amalia Damayanti (1705095055)
Anwar Basran (1305095159)
Khairatun Nur Azizah (1705095086)
Nurul Hasanah (1705095058)
Ridho Kani Lestari (1705095067)
Tri Yoga Dirga Priyandi Tabola (1705095085)
BK-B 2017

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019

1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemudahan dan
keluasan pikiran yang Dia berikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah ini. Makalah ini akan menjelaskan mengenai lingkup kerja bimbingan
dan konseling yang di dapat dari beberapa sumber.
Maka melalui makalah ini, kami berharap mahasiswa program studi bimbingan
dan konseling dapat mengetahui dan memahami lingkup kerja bimbingan dan konseling
yang menjadi salah satu materi pada mata kuliah profesi bimbingan dan konseling yang
pada dasarnya sangat penting di pelajari bagi seorang calon konselor, maka kiranya
makalah ini dapat di pergunakan dengan sebaik mungkin.
Akhir kata kami sampaikan, bahwa memang makalah ini belumlah begitu
sempurna tetapi kami berharap makalah ini akan sangat membantu bagi mahasiswa
program studi bimbingan dan konseling yang mempelajari mengenai lingkup kerja
bimbingan dan konseling.
Samarinda, 24 September 2019
Penulis,

Kelompok VI

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. 1


KATA PENGANTAR ................................................................................ 2
DAFTAR ISI .............................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 4
A. Latar Belakang ..................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Tujuan .................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 6
A. Orientasi Bimbingan dan Konseling .................................................... 6
B. Ruang Lingkup Layanan Bimbingan dan Konseling ........................... 9
C. Kekuatan dan Keterbatasan Personal dan Professional ....................... 16
D. Konselor di Sekolah ............................................................................ 21
BAB III PENUTUP .................................................................................... 24
A. Kesimpulan .......................................................................................... 24
B. Saran .................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan usaha membantu
peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan
belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan bimbingan dan
konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik secara individual, kelompok, dan
atau klasikal,sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat,perkembangan, kondisi,
serta peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan ini juga membantu mengatasi
kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik.Dasar pemikiran
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah bukan semata-mata terletak
pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari
atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik
yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan petensi dirinya atau
mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkutaspek fisik, emosi, intelektual,
sosial dan moral-spiritual). Dalam menjalankan pelayanan bimbingan dan konseling,
guru bimbingan dan konseling perlu mengetahui orientasi dan ruang lingkup layanan
bimbingan dan konseling sehingga layanan dapat diberikan secara optimal.
Dalam menjalankan layanan bimbingan dan konseling, hal yang paling penting
bagi guru bimbingan dan konseling atau konselor yaitu kualitas pribadi konselor,
karena konselor sebagai pribadi harus mampu menampilkan jati dirinya secara utuh,
tepat, dan berarti, serta membangun hubungan antarpribadi yang unik dan harmonis,
dinamis, persuasif, dan kreatif, sehingga menjadi motor penggerak keberhasilan
layanan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini Corey (1986) menyatakan ‘alat’ yang
paling penting untuk dipakai dalam pekerjaan seorang konselor adalah dirinya sendiri
sebagai pribadi(our self as a person). Selain kualitas pribadi, profesional konselor atau
guru bimbingan dan konseling pun perlu dikembangkan oleh guru bimbingan dan
konseling atau konselor di sekolah sehingga konselor mampu menjalankan peran dan
tugasnya dengan baik di sekolah. Oleh karena itu, sebagai calon guru bimbingan dan
konseling atau konselor perlu mempelajari mengenai keterbatasan dan kekuatan
personal dan profesional serta peran konselor di sekolah.

4
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana orientasi layanan bimbingan dan konseling?
2. Bagaimana ruang lingkup layanan bimbingan dan konseling?
3. Bagaimana kekuatan dan keterbatasan personal dan profesional bimbingan dan
konseling?
4. Bagaimana peran konselor di sekolah?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui orientasi layanan bimbingan dan konseling.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup layanan bimbingan dan konseling.
3. Untuk mengetahui kekuatan dan keterbatasan personal dan profesional bimbingan
dan konseling.
4. Untuk mengetahui peran konselor di sekolah.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Orientasi Bimbinngan dan Konseling


Orientasi yang dimaksudkan disini adalah “Pusat perhatian”atau “titik berat
pandangan”. Misalnya, seseorang yang berorientasi ekonomi dalam pergaulan, maka
ia akan menitikberatkan pandangan atau memusatkan perhatiannya pada perhitungan
untung rugi yang dapat ditimbulkan oleh pergaulan, maka ia akan menitikberatkan
pandangan atau memusatkan perhatiannya pada perhitungan untung rugu yang dapat
ditimbulkan oleh pergaulan yang ia adakan dengan orang lain; sedangkan orang yang
berorientasi agama akan melihat pergaulan itu sebagai lapangan tempat
dilangsungkannya ibadah menurut ajaran agama.
1. Orientasi Perseorangan
Orientasi perseorangan bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor
menitikberatkan pandangan pada siswa secara individual. Satu persatu siswa perlu
mendapat perhatian. Pemahaman konselor yang baik terhadap keseluruhan siswa
sebagai kelompok dalam kelas juga sangatlah penting, tetapi arah pelayanan dan
kegiatan bimbigan ditujukan kepada masing masing siswa. Kondisi kelesluruhan
(kelompok) siswa itu merupakan konfigurasi (bentuk keseluruhan) yang dampak
positif dan negatifnya terhadap siswa secara individual harus diperhitungkan.
Sejumlah kaidah yang berkaitan dengan orientasi perseoranna dalam
bimbingan dan konseling dapat dicatat sebagai berikut :
a. Semua kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan
konseling diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu
yang menjadi sasaran layanan.
b. Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan berkenaan dengan
individu untuk memahami kebutuhan, motivasi, dan kemampuan potensialnya,
yang semuanya unik, serta untuk membantu individu agar dapat menghargai
kebutuhan, motivasi, dan potensinya itu ke arah pengembangannya yag optimal,
dan pemanfaatan yang sebasar – besarnya bagi diri dan lingkungannya.
c. Setiap klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secra
individual (Rogers, dalam McDaniel, 1956).
d. Adalah menjadi tanggung jawab konselor untuk memahami minat,
kemampuan, dan perasaan klien serta untuk menyesuaikna program – program
pelayanan dengan kebutuhan klien setepat mungkin.
6
2. Orientasi Perkembangan
Orientasi Perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan
lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan hendakya diterjadikan
pada diri individu. Bimbingan dan konseling memusatkan perhatiannya pada
keseluruhan proses perkembangan itu.
Menurut Myrick (dalam Mayers, 1992) perkembangan individu secara
tradisional dari dulu sampai sekarang menjadi inti dari pelayanan bimbingan. Sejak
tahun 1950-an penekanan pada perkembangan yang dicetuskan oleh Havighurst
(Hansen, dkk., 1976). Dalam hal itu, peranan bimbingan dan onseling adalah
memberikan kemudahan – kemudahan bagi gerak individu menjalani alur
perkembangannya. Pelayanan bimingan dan konseling berlangsung dan dipusatkan
untuk menunjangan kemampuan inheren individu bergerak menujua kematangan
dalam perkembangannya.
Secara khusus, Thompson & Rudolph (1983) melihat perkembangan individu
dari sudut perkembangan kognisi. Dalam perkembangannya, anak anak
berkemungkinan mengalami hambatan perkembangan kognisi dalam empat
bentuk:
a. Hambatan egosentrisme, yaitu ketidakmampuan untuk melihat kemungkinan
lain diluar apa yang dipahaminya.
b. Hambatan konsentrasi, yaitu ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian
pada lebih dari satu aspek tentang sesuatu hal.
c. Hambatan reversibilitas, yaitu ketidakmampuan menelusuri alur yang terbaik
dari alur yang dipahami semula.
d. Hambatan transformasi, ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada susunan
urutan yang ditetapkan.
Thompson & Rudolph menekankan bahwa tugas bimbingan dari konseling
adalah menangani hambatan – hambatan perkembangan itu.
3. Orientasi Permasalahan
Perjalanan kehidupan dan proses perkembangan sering kali ternyata tidak
mulus, banyak mengalami hambatan dan rintangan. Padahal tujuan umum
bimbingan dan konseling, sejalan dengan tujuan hidup dan perkembangan itu
sendiri, ialah kebahagiaaan. Hambatan dan rintangan dalam perjalanan hidup dan
perkembangan pastilah akan mengganggu tercapainya kebahagiaan itu. Agar tujuan
hidup dan perkembangan, yang sebagiannya adalah tujuan bimbingan dan

7
konseling, itu dapat tercapai dan sebaik – baiknya, maka risiko yang mungkin
menimpa kehidupan dan perkembangan harus selalu diwaspadai. Kewaspadaan
terhadap timbulnya hambatan dan rintangan itulah yang melahirkan konsep
orientasi maslah daam pelayanan bimbingan dan konseling.
Dalam kaitannya dengan fungsi – fungsi bimbingan dan konseling yang telah
dibicarangan, orientasi maslah secara langsung bersangkut – paut dengan fungsi
pencegahan dan fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar
individu dapat terhindar dari masalah – masalah yang mungkin membebani dirinya,
sedangkan fungsi pengentasan menginginkan agar individu yang sudah terlanjur
mengalami masalah dapat terentaskan masalahnya. Fungsi – fungsi lain, yaitu
fungsi pemahaman, dan fungsi pemeliharaan pada dasarnya juga bersangkut – paut
dengan permasalahan pada klien. Fungsi pemahaman memungkinkan individu
memahami berbagai informasi dan aspek lingkungan yang dapat berguna untuk
mencegah timbulnya masalah pada diri klien, dan dapat pula bermanfaat didapat
upaya pengentasan masalah yang telah terjadi. demikian pula fungsi pemeliharaan
dapat mengarah pada tercegahnya ataupun terentasnya masalah – maslah tertentu.
Dengan demikian konsep orientasi masalah terentang seluas daerah beroperasinya
fungsi – fungsi bimbingan, dan dengan demikian pula menyusupi segenap jenis
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
Jenis masalah yang mungkin diderita oleh individu amat bervariasi. Roos L.
Mooney (dalam Prayitno, 1987) Mengidentifikasi 330 masalah yang digolongkan
ke dalam sebelas kelompok maslah, yaitu kelompok masalah berkenaan dengan:
a. Perkembangan jasmani dan kesehatan (PJK)
b. Keuangan, keadaan lingkungan, dan pekerjaaan (KLP)
c. Kegiatan sosial dan reaksi (KSR)
d. Hubungan muda – mudi, pacaran dan perkawinan (HPP)
e. Hubungan sosial kejiwaan (HSK)
f. Keadaan pribadi kejiwaan (KFK)
g. Moral dan agama (MDA)
h. Keadaan rumah dan keluarga (KRK)
i. Masa depan pendidikan dan pekerjaan (MPP)
j. Penyesuaiaan terhadap tugas – tugas sekolah (PTS)
k. Kurikulum sekolah dan prosedur pengajaran (KPP)

8
B. Ruang Lingkup Layanan Bimbingan dan Konseling
Menurut Prayitno dalam buku dasar-dasar bimbingan dan konseling ruang lingkup
layanan bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1. Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk
menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat. Dalam kelembagaan
sekolah terdapat sejumlah bidang kegiatan dan bidang pelayanan bimbingan dan
konseling mempunyai kedudukan dan peranan yang khusus sebagai berikut:
a. Keterkaitan antar Bidang Pelayanan Bimbingan Konseling dan Bidang – Bidang
Lainnya
Dalam proses pendidikan, khususnya di sekolah, Mortensen dan Schmuller
(1976) mengemukakan adanya bidang – bidang tugas atau pelayanan yang
saling terkait. Bidang – bidang tersebut hendaknya secara lengkap ada apabila
diingankan agar pendidikan di sekolah dapat berjalan dengan sebaik – baiknya
untuk memenuhi secara optimal kebutuhan peserta didik dalam proses
perkembangannya. Bidang bidang tersebut adalah:
1) Bidang kurikulum dan pengajaran meliputi semua bentuk pengembangan
kurikulum dan pelaksanaan pengajaran, yaitu penyampaian dan
pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan
berkomunikasi peserta didik.
2) Bidang administrasi atau kepemimpinan, yaitu bidang yang meliputi
berbagai fungsi berkenaan dengan tanggung jawab dan pengambilan
kebijaksanaan, serta bentuk – bentuk kegiatan pengelolaan dan administrasi
sekolah, seperti perencanaan, pembiayaan, pengadaan, dan pengembangan
staf, prasana dan sarana fisik, dan pengawasan.
3) Bidang kesiswaan, yaitu bidang yang meliputi berbagai fungsi dan kegiatan
yang mengacu kepada pelayanan kesiswaan secara indivicual agar masing –
masing peserta didik itu dapat berkembangan sesuai dengan bakat, potensi,
dan minat – minatnya, serta tahap tahap perkembangannya. Bidang ini
dikenal sebagai pelayanan bimbingan dan konseling.
b. Tanggung Jawab Konselor Sekolah
1) Tanggung jawab kepada siswa, yaitu bahwa konselor:
a) Memiliki kewajiban dan kesetiaan utama dan terutama kepada siswa yang
harus diperlakukan sebagai individu yang unik.
9
b) Memperhatikan sepenuhnya segenap kebutuhan siswa (kebutuhan yang
menyangkut pendidikan, jabatan/pekerjaan, pribadi, dan sosial) dan
mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi setiap
siswa.
c) Memberi tahu siswa tentang tujuan dan teknik layanan bimbingan dan
konseling, serta aturan ataupun prosedur yang harus dilalui apabila ia
menghendaki bantuan bimbingan dan konseling.
d) Tidak mendesakkan kepada siswa (klien) nilai – nilai tertentu yang
sebenarnya hanya sekedar apa yang dianggap baik oleh konselor saja.
e) Menjaga kerahasiaan data tentang siswa.
f) Memberitahu pihak yang berwenang apabila ada petunjuk kuat sesuatu
yang berbahaya akan terjadi.
g) Menyelenggarakan pengungkapan data secara tepat dan memberi tahu
siswa tentang hasil kegiatan itu dengan cara sederhana dan mudah
dimengerti.
h) Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan
profesional.
i) Melakukan referal kasus secara tepat.
2) Tanggung jawab kepada orang tua, yaitu bahwa konselor:
a) Menghormati ha dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dan
berusaha sekuat tenaga membangun hubungan yang erat dengan orang
tua demi perkembangan siswa.
b) Memberi tahu orang tua tentang peranan konselor dengan asas
kerahasiaan yang dijaga secara teguh.
c) Menyediakan untuk orang tua berbagai informasi yang berguna dan
menyampaikan dengan car yang sebaik – baiknya untuk kepentingan
perkembangan siswa.
d) Memperlakukan informasi yang diterima dari orang tua dengan
menerapkan asas kerahasiaan dan dengan cara yang sebaik – baiknya.
e) Menyampaikan informasi (tentang siswa dan orang tua) hanya kepada
pihak – pihak yang berhak mengetahui informasi tersebut tanpa
merugikan siswa dan orangtuanya.
3) Tanggung jawab kepada sejawat, yaitu bahwa konselor:

10
a) Memperlakukan sejawat dengan penuh kehormatan, keadilan,
keobjektifan, dan kesetikawanan.
b) Mengembangka hubungan kerja sama dengan sejawat dan staf
admisnistrasi demi terbinanya pelayanan bimbingan dan konseling yang
maksimum.
c) Membangun kesadaran tentang perlunya asas kerahasiaan, perbedaan
antara data umum dan data pribadi, serta pentingnya konsultan sejawat.
d) Menyediakan informasi yang tepat, objektif, luas dan berguna bagi
sejawat untuk mebantu menangani masalah siswa.
e) Membantu proses alih tangan kasus.
4) Tanggung jawab kepada sekolah dan masyarakat, yaitu bahwa konselor:
a) Mendukung dan melindungi program sekolah terhadap penyimpangan –
penyimpangan yang merugikan siswa.
b) Memberitahu pihak – pihak yang bertanggung jawab apabila ada sesuatu
yang dapat menghambat atau merusak misi sekilah, personal sekolah,
ataupun kekayaan sekolah.
c) Mengembangkan dan meningkatkan oeranan dan fugsi bimbingan dan
konseling untuk memenuhi kebutuhan segenap unsur – unsur sekolah dan
masyarakat.
d) Membantu mengembangkan:
i. Kondisi kurikulum dan lingkungan yang baik untuk kepentingan
sekolah dan masyarakat
ii. Program danprosedur pendidikan demi pemenuhan kebutuhan siswa
dan masyarakat
iii. Proses evaluasi dalam kaitannya dengan fungsi – fungsi sekolah
pada umumnya (fungsi bimbingan dan konseling, kurikulum dan
pengajaran, serta pengelolaan/administrasi)
e) Bekerjasama dengan lembaga, organisasi, dan perorangan baik di sekolah
maupun dimasyarakat demi pemenuhan kebutuhan siswa, sekolah dan
masyarakat, tanpa pamrih.
5) Tanggung jawab kepada diri sendiri, bahwa konselor:
a) Berfungsi (dalam layanan bimbingan dan konseling) secara profesional
dalam batas – batas kemampuannya serta menerima tanggung jawab dan
konsekuensi dari pelaksanaan fungsi tersebut.
11
b) Menyedari kemungkinan pengaruh diri pribadi terhadap pelayanan yang
diberikan kepada klien.
c) Memonitori bagaimana diri berfungsi, dan bagaimana tingkat keefektifan
pelayanan serta menahan segala sesuatu kemungkinan merugikan klien.
d) Selalu mewujudkan prakarsa demi peningkatan dan pengembangan
pelayanan profesional melalui dipertahankannya kemampuan profesional
konselor, melalui penemuan – penemuan baru.
6) Tanggung jawab kepada profesi, yaitu bahwa konselor:
a) Bertindak sedemikian rupa sehinggap menguntungkan diri sendiri sebagai
konselor dan profesi.
b) Melakukan penelitian dan melaporkan pemenemuannya sehingga
memperkaya khasanah dunia bimbingan dan konseling.
c) Berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan organisasi profesinal
bimbingan dan konseling baik ditempatnya sendiri, di daerah maupun
dalam lingkungan nasional.
d) Menjalankan dan mempertahankan standar profesi bimbingan dan
konseling serta kebijakansanaan yang berlaku berkenaan dengan
pelayanan bimbingan dan konseling.
e) Membedekan dengan jelas mana pernyataan yang bersifat pribadi dan
mana yang pernyataan yang menyangkut profesi bimbingan serta
memperhatikan dengan sungguh – sungguh implikasinya terhadap
pelayanan bimbingan dan konseling.
2. Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Luar Sekolah
a. Bimbingan dan Konseling Keluarga
Bimbingan dan konseling keluarga, menurut Prayitno, dkk., sebenarnya
bukanlah sesuatu yang baru. dikatakan, pelayanan tersebut telah dimulai sejak
pertengahan tahun 1940-an pelayana yang menangani permasalahan dalam
keluarga itu tampak berkembang dengan cepat. Pelayanan tersebut ditujukan
kepada seluruh anggota keluarga yang memelukannya. Segenap fungsi, jenis
layanan yang ditepakan dengan memperhatikan kesesuainnya dengan masing –
masing karakteristik anggota keluarga yang masih memerlukan pelayanan itu,
khusus untuk anggota keluarga yang masih duduk dibangku pendidikan formal,
peranan konselor sekolah amat besar. Konselor sekolah justru diiharapkan agar
menjembatani program bimbingan dan konseling di sekolah dengan kebutuhan
12
keluarga dalam pelayanan bimbingan dan konseling. konselor sekolah
hendaknya mempu mensinkronisasikan secara harmonis pemenuhan kebutuhan
anak di sekolah dan di rumah pada satu segi; serta fungsi sekolahdan fungsi
keluarga terhadap anak pada segia yang lain.
b. Bimbingan dan Konseling dalam lingkungan yang lebih luas
Pelayanan bimbingn dan konseling yang menjangkau daerah kerja yang
lebih luas perlu diselenggarakkan oleh konselor yang bersifat multidimensional
(Chiles & Eiken, 1983), yaitu yang mampu bekerjasama selain dengan guru,
administrator dan orang tua, juga dengan berbagai komponen dan lembaga di
masyarakat secara lebih luas. Konselor seperti itu bekerja dengan masalah –
maslah personal, emosional, sosial, pendidikan, dan pekerjaan yang
kesemuanya itu untuk mencegah timbulnya masalah, pengentasan masalah, dan
menunjang perkembangan individu anggota masyarakat. Konsep profesinal
yang multidimensional itu akan lebih banyak berperan sebagai pelatih dan
supervisor, disamping penyelenggaraan layanan dan kegiatan “tradisional”
bimbingan dan konseling, bagi kaum muda dan anggota masyarakat lainnya
(Goldman, 1976).
Konselor profesional yang multidimensional benar – benar menjadi ahli
yang memberikan jasa berupa bantuan kepada orang – orang yang sedang
memfungsikan dirinya pada tahap perkembangan tertentu, membantu mereka
mengambil manfaat yang sebesar – besarnya dari kondisi dan apa yang telah
mereka miliki, membantu mereka menangani hal hal tertentu agar lebih efektif,
merencanakan tindak lanjut atas langkah – langkah yang telah diambil, serta
membantu lembaga ataupun organisasi melakukan perubahan agar lebih efektif.
Dalam melaksanakan perananya yang lebih luas itu konselor berada dimana –
mana, dilembaga formal dan non-formal, di desa – desa, dan di kota – kota;
konselor bekerjasama dengan kelaurga dan tokoh – tokoh masyarakat, kepala
desa dan camat, dengan para pemimpin formal dan non-formal. Konselor
dimasa depan bekerja di semua bidang kehidupan, mengabdi peranan dan
jasanya untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan sumber daya manusia,
membantu individu warga masyarakat dari berbagai umur, mecegah timbulnya
masalah dan mengentaskan berbagai maslah yang dihadapi warga masyarakat,
dan menjadikan tahap perkembangan yang merekajalani menjadi optimal
(Prayitno, 1990).
13
Menurut Daryanto di dalam buku bimbingan konseling panduan guru BK dan guru
umum ruang lingkup berarti persekitaran, sekitar yang ada dalam lingkungan. Adapun
ruang lingkup bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1. Ruang Lingkup dari segi Pelayanan :
a. Pelayanan Bimbingan Konseling di Sekolah
1) Keterkaitan antara bidang pelayanan bimbingan konseling dan bidang-
bidang lain. Terdapat tiga bidang pelayanan pendidikan yaitu:
a) Bidang kurikulum dan pengajaran meliputi semua bentuk pengembangan
dan kurikulum dan pelaksanaan pengajaran yaitu keterampilan, sikap dan
kemampuan berkomunikasi peserta didik.
b) Bidang administrasi dan kepemimpinan, yaitu bentuk-bentuk kegiatan
perencanaan, pembiayaan, prasarana dan sarana fisik, dan pengawasan.
c) Bidang kesiswaan, yaitu bidang yang meliputi berbagai fungsi dan
kegiatan yang mengacu kepada pelayanan kesiswaan secara individual.
2) Tanggung Jawab Konselor Sekolah. Dalam melaksanakan tugas-tugas dan
tanggung jawab, konselor menjadi ‘pelayan’ bagi pencapaian tujuan
pendidikan secara menyeluruh.
b. Pelayanan Bimbingan Dan Konseling di Luar Sekolah
1) Bimbingan dan Konseling Keluarga
Mutu kehidupan di dalam masyarakat sebagian besar ditentukan oleh mutu
keluarga. Pelayanan Bimbingan Konseling keluarga bertujuan menangani
pemasalahan dalam sebuah keluarga seperti perceraian dan sebagainya.
2) Bimbingan dan Konseling dalam lingkungan yang lebih luas
Permasalahan masyarakat juga berlaku di lingkungan perusahaan, industri,
kantor-kantor dan lembaga kerja lainnya serta organisasi masyarakat seperti
panti jumbo, rumah yatim piatu dan lain-lain yang tidak terlepas dari
masalah dan memerlukan jasa bimbingan koseling.
2. Ruang Lingkup dari segi Fungsi. Memberi kemudahan dalam tindakan konseling
(pada konselor). Fungsi Bimbingan Konseling:
a. Fungsi pemahaman
Dalam dungsi pemahaman, terdapat beberapa hal yang perlu kita pahami,
yaitu: Pemahaman tentang masalah klien. Dalam pengenalan, bukan saja
mengenal diri klien, melainkan lebih dari itu, yaitu pemahaman yang

14
menyangkut latar belakang pribadi klien, kekuatan dan kelemahanna, serta
kondisi lingkungan klien.
Pemahaman tentang lingkungan yang “lenih luas”. Lingkungan klien ada
dua, ada sempit dan luas. Lingkungan sempit yaitu kondisi sekitar individu yang
secara langsung mempengaruhi individu, contohnya rumah tempat tinggal,
kondisi sosioekonomi dan sosioemosional keluarga, dan lain-lain. Sedangkan
lingkungan yang lebih luas adalah lingkungan yang memberikan informasi
kepada individu, seperti individu pendidikan dan jabatan bagi siswa, informasi
promosi dan pendidikan tempat lanjut bagi para karyawan, dan lain-lain.
b. Fungsi pencegahan
Fungsi pencegahan ini berfungsi agar klien tidak memasuki ketegangan
ataupun gangguan tingkat lanjut dari hidupnya agar tidak memasuki hal-hal
yang berbahaya tingkat lanjut, yang mana perlu pengobatan yang rumit pula.
c. Fungsi pengentasan
Dalam bimbingan dan konseling, konselor bukan ditugaskan untuk
mengentas dengan menggunaka unsur-unsur fisik yang berada di luar diri klien,
tapi konselor mengentas dengan menggunakan kekuatan-kekuatan yang berada
di dalam diri klien sendiri.
d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala yang baik yang ada pada diri
individu, baik hal yang merupakan pembawaan, maupun dari hasil
pengembangan yang telah dicapai selama ini. Dalam bimbingan dan konseling,
fungsi pemeliharaan dan pengembangan dilaksanakan melalui berbagai
peraturan, kegiatan dan program.
3. Ruang Lingkup dari segi Sasaran:
a. Perorangan / individual
Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu
peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan
kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik
kepribadian dan kebutuhan dirinya sendiri secara realistik.
b. Kelompok
Bimbingan dan konseling kelompok mengarahkan layanan kepada
sekelompok individu. Dengan satu kali kegiatan, layanan kelompok itu
memberikan manfaat atau jasa kepada sejumlah orang.
15
4. Ruang Lingkup dari segi :
a. Bimbingan dan Konseling Pendidikan: Siswa, prestasi, pergaulan dan lain-lain.
Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu
peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti
pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
b. Bimbingan Konseling Karir: Pekerja, motivasi, dan lain-lain.
Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik
dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil
keputusan karir.
5. Ruang Lingkup dari segi Sosial Budaya :
Pengembangan kehidupan social, yaitu bidang pelayanan yang membantu
peserta peserta didik dalam memhamai dan menilai serta mengembangkan
kemampuan hubungan social yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota
keluarga, dan warga lingkungan social yang lebih luas.

C. Kekuatan dan Keterbatasan Personal dan Professional


Kekuatan mental konselor yang dalam pandangan McLeod mengacu pada
kekuatan personal (personal soundness) yakni hal berkenaan dengan keutuhan diri
konselor sebagai pribadi sehingga konselor mampu menoleransi kekuatan atau
perasaan kurang nyaman terkait hubungan dengan konseli. Kekuatan personal ini
meliputi tidak adanya unsur pemenuhan kebutuhan pribadi atau keyakinan irasional
yang dapat merusak hubungan konseling, percaya diri, mampu menoleransi kekuatan
atau perasaan kurang nyaman di dalam hubungan dengan konseli, tidak adanya
prasangka sosial, etnosentris, dan sikap otoriter (McLeod, 2003:480). Cavanagh
merekomendasikan 12 kualitas pribadi seorang konselor, yaitu :
1. Pemahaman tentang diri sendiri. Karakteristik yang ditunjukkan adalah
menyadari kebutuhannya, menyadari perasaannya, menyadari faktor yang
membuat kecemasan dalam konseling dan cara yang dilakukan untuk mengurangi
kecemasan, dan menyadari akan kelebihan dan kekurangan diri.
2. Kompetensi, upaya mendapatkan kualitas secara fisik, intelektual, emosional,
sosial dan kualitas moral yang harus dimiliki oleh konselor.
3. Keadaan psikologis konselor yang baik, konselor yang memiliki kesehatan
psikologis yang baik memiliki karakteristik, mencapai kepuasan akan
kebutuhannya, proses konseling tidak dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan
16
pengalaman pribadi di luar proses konseling yang tidak memilliki implikasi penting
dalam konseling.
4. Dapat dipercaya, konselor dituntut untuk konsisten dalam ucapan dan perbuatan,
memakai ungkapan verbal dan non verbal untuk menyatakan jaminan kerahasiaan,
tidak pernah membuat seseorang menyesal telah membuka rahasianya.
5. Kejujuran, konseor bersifat terbuka, otentik dan penuh keihklasan.
6. Memiliki kekuatan untuk mengayomi klien, kemampuan untuk membuat klien
merasa aman yang ditunjukkan dalam hal memiliki batasan yang kebekuan
suasana, berbagi pengalaman emosional dan memungkinkan klien menjadi
peduliberalasan dalam berpikir, dapat mengatakan sesuatu yang sulit dan membuat
keputusan yang tidak populer, fleksibel dan menjaga jarak dengan klien (tidak
terbawa emosi klien).
7. Kehangatan, merupakan pada dirinya sendiri.
8. Pendengar yang aktif, ditunjukkan dengan sikap dapat komunikasi yang
sering dilakukan secara non verbal, dengan tujuan untuk mencairkan
berkomunikasi dengan orang di luar kalangannya sendiri, memberikan perlakukan
kepada klien dengan cara yang dapat memunculkan respons yang berarti, dan
berbagi tanggung jawab secara seimbang dengan klien.
9. Kesabaran, sikap sabar ditunjukkan dengan kemampuan konselor untuk
bertoleransi pada keadaan yang ambigu, mampu berdampingan secara psikologis
dengan klien, tidak merasa boros waktu, dan dapat menunda pertanyaan yang akan
disampaikan pada sesi berikutnya.
10. Kepekaan, memiliki sensitivitas terhadap reaksi dirinya sendiri dalam proses
konseling, dapat mengajukan pertanyaan yang “mengancam” klien secara arif
dan peka terhadap hal-hal yang mudah tersentuh dalam dirinya.
11. Kebebasan, sikap konselor yang mampu membedakan antara manipulasi dan
edukasi serta pemahaman perbedaan nilai kebebasan dan menghargai perbedaan.
12. Kesadaran menyeluruh, memiliki pandangan secara menyeluruh dalam hal
menyadari dimensi kepribadian dan kompleksitas keterkaitannya, terbuka terhadap
teori-teori perilaku.
Cavanagh dalam Yusuf (2009) mengemukakan bahwa kekuatan (strength) yaitu
kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal
itu konseli akan merasa aman. Konseli memandang konselor sebagai orang yang (a)

17
tabah dalam menghadapi masalah, (b) dapat mendorong konseli untuk mengatasi
masalah, (c) dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.
Konselor yang memiliki kekuatan personal cenderung menampilkan kualitas sikap
dan perilaku sebagai berikut:
1. Dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling.
2. Besifat fleksibel.
3. Memiliki identitas diri yang jelas.
Adapun keterbatasan konselor secara personal dalam jurnal yang berjudul Kinerja
Konselor Ditinjau dari Kompetensi Profesional Di SMA Negeri Se-Kabupaten Batang
oleh Nichien Sari sebagai berikut:
1. Keterbatasan dalam menyelesaikan masalah.
2. Keterbatasan dalam memahami individu lainya.
3. Keterbatasan dalam membentengi diri dari permasalahan yang dihadapi konseli,
egoisme konselor dan lain-lain.
Sebagai “helper” yang professional konselor hendaknya memiliki kelebihan-
kelebihan. Kelebihan yang hendak dimiliki adalah :
1. Sebagai mediator bagi konseli dalam menyelesaikan masalah. Berusaha membantu
konseli dalam mencapai tujuan-tujuan da menyediakan diri untuk dapat membantu
konseli dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2. Sebagai penunjuk dalam pemecahan masalah konseli. Konselor mau menyarankan
pandangan alternatif dan menyediakan arahan kepada konseli untuk memecahkan
masalah yang mereka hadapi.
3. Keberanian untuk tidak sempurna. Maksudnya berani untuk gagal, atau berani
menghadapi suatu kegagalan dalam layanannya. Seorang konselor berani
menghadapi masalah dengan mata terbuka, konselor akan berani menampilkan
dirinya tanpa harus berubah menjadi orang lain. Karena seorang konselor harus
tahu bahwa itulah dirinya ( Rollo May, 181-182). Konselor sadar bahwa, manusia
termasuk dirinya sebagai mahluk menjadi “ Un becoming “.
4. Sebagai pribadi yang menarik. Seorang konselor adalah seorang yang memiliki
pribadi yang menarik. Dengan kemenarikannya/ daya tarik yang dimiliki justru
akan mengundang konseli atau orang yang dilayani terasa diundang untuk meminta
layanan. Kebutuhan pengetahuan, atau pengetahuan luas akan mampu membantu
konseli dari berbagai sisi. Dari tampilannya yang menarik, konseli tertarik untuk
dekat, dengan tutur kata yang ramah, konseli senang berkonsultasi.
18
5. Menjaga rahasia. Konselor mampu menjaga rahasia konseli. Berfokus pada
pemikiran dan perasaan konseli dalam interviu dan tidak mengatakan hal-hal yang
tidak relevan serta mengakui keterbatasan diri. Mengakui keterbatasan dan bekerja
dengan supervise. Saling bertukar pikiran dalam hal teori, konsep, dan pengalaman
pribadi dalam interviu dengan konselor-konselor lain.
6. Kemampuan mengungkap masalah berbagai masalah konseli. Konselor yang
intelegent dapat mengungkapkan dan melahirkan banyak respon dari berbagai
macam ragam situasi dan persoalan.
7. Mampu melihat permasalahan dari berbagai aspek. Konselor professional mampu
bertindak dari berbagai sudut pandang. Memecahkan masalah konseli bisa
melakukannya dari berbagai teori, pendekatan, keterampilan, dan teknik-teknik
konseling.
8. Mampu berkomunikasi dengan konseli yang berbeda budaya. Mampu
mengungkapkan pernyataan-pernyataan langsung tak langsung dalam jumlah
maksimum guna berkomunikasi dengan orang-orang sebudaya dengannya dan juga
orang dari sejumlah budaya lain.
9. Pemahaman diri dan teori yang digunakan. Secara terlibat dengan pengujian diri
dan wawasan pandangannya sendiri, menguasai secara mantap teori-teori baru, dan
mengmbangkan secara sistematis teori-teori konseling sendiri yang unik. Setelah
mendalami (studi) mungkin memutuskan untuk sepakat atau menerima penuh suatu
ancangan teoritis. Di samping memahami diri secara akurat , atas kelebihan dan
kekurangannya, maka konselor tidak berhenti untuk mendalami secara terus-
menerus sesuai dengan perkembangan.
10. Memiliki rasa kepedulian. Konselor hendaknya peduli dengan apa yang teradi pada
konseli. Perubahan –perubahan yang terjadi, baik ekspresi atau gerak menandakan
ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh konselor.
Sebagai “helper” yang profesional sudah tentu seorang konselor mempunyai
keterbatasan. Keterbatasan yang dimiliki adalah :
1. Keterbatasan dalam menyelesaikan masalah konseli. Sebagai seorang manusia
tentunya konselor juga memiliki keterbatasa dalam menyelesaikan masalah, ini
disebabkan karena masalah yang diahadapi oleh konseli terlalu berat untuk
ditangani oleh seorang konselor.
2. Keterbatasan dalam memahami individu lainnya. Sebagaimana dijelaskan di depan,
konselor secara profesional dan personal memiliki keterbatasan memahami konseli.
19
Hal ini disebabkan karena keragamannya karateristik konseli. Selain itu, mungkin
juga analisis pribadi konseli tidak sesuai teori yang digunakan oleh konselor dalam
menganalisis masalah konseli.
3. Demikian pula keterbatasan dalam membentengi diri dari permasalahan yang
dihadapi oleh konseli. Sebagai seorang konselor, kadang-kadang ikut larut dalam
masalah yang dihadapi konseli. Seperti misalnya dia merasakan kesedihan yang
berlarut-larut karena konseli menghadapi masalah yang cukup berat.
4. Egoisme konselor. Konselor berusaha memaksakan tujuan-tujuannya sendiri,
mengikuti agendanya sendiri. Karena wawasan yang terbatas, ia hanya mampu
bekerja hanya dalam satu kerangka kerja. Mungkin tidak bersedia menyediakan
arahan dan dukungan yang jelas diperlukan oleh konseli. Berusaha membantu
konseli dalam mencapai tujuan-tujuan konseli menurut agenda konseli dan
menyediakan media yang dapat membantu konseli dalam memecahkan masalah
yang dihadapi.
5. Berpegang pada satu cara respon. Di dalam hal ini, konselor menyelesaikan
masalah dengan cara sama antara konseli yang satu dengan konseli yang lain,
walaupun konselor sudah menyadari adanya perbedaan karaterisrik antara individu
satu dengan yang lainnya.
6. Hanya berfungsi pada satu kerangka budaya saja. Dalam proses konseling,
biasanya konselor memasukkan budayanya sendiri untuk memecahkan masalah
konseli yang memiliki kebudayaan yang berbeda dengan konselor. Padahal hal ini
tidak boleh terjadi.
7. Mendiskusikan atau membicarakan kehidupan konseli dengan orang lain tanpa
izin. Ada konselor yang mengekspos masalah konseli kepada pihak lain yang tidak
bersangkut paut dengan konselor lain tanpa izin dari konseli. Sesuai denan asas
kerahasiaan , ini adalah tidak benar.
8. Konselor yang individual. Artinya, konselor bertindak tanpa mengenali
keterbatasan sendiri dan bekerja tanpa supervisi. Tidak mau bertukar pikiran dalam
kegiatan profesional dengan orang lain.
9. Konselor yang kurang efektif dan efisien. Memusatkan perhatian yang sungguh-
sungguh pada hal-hal kecil yang tidak relevan bagi masalah konseli sehingga
waktu yang digunakan menjadi tidak efisien dan efektif. Suatu saat dapat
mengabaikan perasaan dan pemikiran konseli.

20
10. Kekurang perhatian konselor. Memperlakukan para konseli secara tidak tulus,
tanpa perhatian penuh, tanpa persaan, dan mungkin dengan cara-cara yang
merugikan atau membahayakan konseli.
11. Tidak berpikir alternatif. Secara membabi-buta (taklid) memakai satu jenis atau
satu bdang teori tunggal dengan tidak memberikan pemikiran alternatif, atau tidak
mampu sama sekali memaknakan secara sadar berbagai ancangan yang sistematis.

D. Konselor di Sekolah
Dalam jurnal yang berjudul Peran Konselor di Berbagai Setting Sekolah oleh Eli
Trinowati, konselor di sekolah memberikan layanan secara menyeluruh didesain
program untuk pendidikan, karir, pribadi, dan pengembangan sosial untuk seluruh
siswa. Konselor sekolah merancang program pertama yang menyeluruh dengan
memperkirakan kebutuhan dari para siswa, orangtua, dan guru yang mereka layani.
Variasi kebutuhan ini dari satu sekolah adalah suatu peran yang penting dalam
membantu konselor menentukan layanan dan kegiatan yang paling sesuai untuk
sekolah mereka secara individual.
4. Konselor di Sekolah Dasar
Program dasar meliputi layanan konseling, konsultasi, koordinasi, dan penilaian
untuk para siswa, orangtua, dan guru. Pada waktu yang sama, beberapa studi sudah
mengusulkan bahwa aturan dan pentingnya kegiatan konselor secara spesifik boleh
berbeda dari tingkatan yang lain pada konseling sekolah.
Dalam bagian ini, penekanannyaadalah memberikan konseling dasar yang
fokusnya unik, fokus itu meliputi prosesyang sesuai dan pendekatan untuk
konseling dengan anak-anak, perhatian yang cukupuntuk aktivitas pengembangan
dan layanan, dan keterlibatan guru dan orang tua dalam proses memberikan
bantuan.
Di tahun 1967, the American Personel and Guidance Association (the American
Counseling Association, dalam Schmidt, J. J. 2003) menyatakan bahwa konseling
individual yang ditawarkan pada anak-anak merupakan suatu kesempatan
menetapkan hubungan untuk :
a. melihat diri sendiri sebagai orang yang mampu, belajar tentang mereka sendiri,
dan menggunakan pengetahuan ini untuk merancang tujuan hidup; dan
b. menjadi pendengar bagi yang lain (konselor) dan dapat menyatakan perasaan
serta pemikiran mereka sendiri, orang lain, dan dunia dimana mereka hidup.
21
5. Konselor di Sekolah Menengah Pertama
Cakupan dari siswa-siswa pada sekolah menengah yang meliputi pra remaja
antara usia sembilan sampai tiga belas (9-13 th), biasanya pada kelas lima sampai
delapan. Kebutuhan yang unik dari kelompok usia ini memerlukan perhatian yang
khusus, terutama sekali pada fisik dan perkembangan sosial. Baruth dan Manning
(2000) menuliskan bahwa perubahan demografis pada tingkat menengah akan
memberikan tantangan yang unik. Mereka mengusulkan bahwa konselor di masa
depan akan memerlukan pengetahuan multibudaya dan keterampilan untuk
mengembangkan dan menyampaikan program yang serasi dari layanan untuk
populasi yang berbeda. Konselor di sekolah menengah menyediakan banyak
layanan yang memungkinkan para siswa untuk membuat kelancaran dalam masa
peralihan dari masa kanak-kanak mereka ke remaja. Termasuk dalam layanan ini
adalah :
a. Konseling untuk siswa yang takut pada lingkungan baru, seperti ketika pindah
dari sekolah dasar ke sekolah menengah atau dari sekolah menengah ke sekolah
menengah atas,
b. membantu siswa belajar tentang perubahan secara fisik dalam tubuh mereka
melalui kegiatan layanan bimbingan dan konseling,
c. mengajarkan keterampilan berkomunikasi untuk membantu siswa
mengembangkan hubungan pertemanan dan hubungan yang lebih efektif pada
temansebayanya, orangtua, dan para guru, dan
d. memperkenalkan model pengambilan keputusan dan keterampilannya bagi para
siswa yang belajar bagaimana membuat pilihan dan memahami konsekuensi
dari keputusan tersebut.
6. Konselor di Sekolah Menengah Atas
Kebanyakan peranan konselor di sekolah menengah atas telah konsisten pada
pengaturan jadwal mata pelajaran, penempatan di perguruan tinggi, dan membuat
catatan akademik. Meskipun sekarang peranan konselor di sekolah menengah atas
telah mengalami perubahan, konselor kelas dua berlanjut untuk membantu para
siswa dengan menunjukkan informasi tentang pemilihan mata pelajaran,
kesempatan berkarir, hasil ujian, perguruan tinggi, dan beasiswa. Secara umum,
proses pertolongan yang ditunjukan konselor pada sekolah dasar dan sekolah
menengah digunakan pada tingkat sekolah menengah atas dengan baik. Dan lagi-

22
lagi, kesemua proses itu memasukkan nasihat, perundingan, kerjasama dan
penghargaan.
Seperti konselor di sekolah dasar dan sekolah menengah, konselor di sekolah
menengah atas memilih layanan dan jenis aktifitas yang memusatkan beberapa
keunikan yang diperlukan pada penyiapan remaja ke dewasa. fungsi konseling
dilanjutkan menjadi layanan yang sangat penting ditunjukkan pada konselor di
sekolah menengah atas. Disini ditegaskan tidak diterbitkan evaluasi dari program
konseling sekolah, dimana penulis disini menemukan bahwa siswa, orang tua, dan
guru cenderung konsisten merasa ada beberapa layanan yang sangat penting untuk
konselor di sekolah menengah atas:
a. Membantu siswa dengan masalah pribadi
b. Membantu siswa membuat keputusan tentang sekolah
c. Menunjukkan informasi perguruan tinggi
d. Membantu dengan penjadwalan kelas

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Orientasi bimbingan dan konseling dapat dilihat dari 3 sisi, perseorangan,
perkembangan dan juga sisi permasalahan. Dari segi oriesntasi perseorangan
bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor menitikberatkan pandangan
pada siswa secara individual. Orientasi Perkembangan dalam bimbingan dan
konseling lebih menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan
hendakya diterjadikan pada diri individu. Sedangkan, dari orientasi permasalahan
bimbingan dan konseling dapat dilihat dari segi permasalahannya.
Berkenaan dengan ruang lingkup layanan bimbingan dan konseling dari segi
pelayanan meliputi pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah serta pelayanan
bimbingan dan konseling di luar sekolah. Apabila dilihat dari segi fungsi meliputi
fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan serta fungsi pemeliharaan
dan pengembangan.
Untuk selanjutnya, kekuatan personal konselor meliputi tidak adanya unsur
pemenuhan kebutuhan pribadi atau keyakinan irasional yang dapat merusak
hubungan konseling, percaya diri, mampu menoleransi kekuatan atau perasaan
kurang nyaman di dalam hubungan dengan konseli, tidak adanya prasangka sosial,
etnosentris, dan sikap otoriter.
Hingga di dalam sistem sekolah-pun, konselor memiliki peranan yg cukup besar.
Mulai dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Pemberian layanan
bimbingan dan konseling disesuaikan dengan tahap perkembangan peserta didik,
maka dari itu pemberian layanan untuk peserta didik di tingkat sekolah dasar tentunya
berbeda dengan pemberian layanan yang diberikan pada peserta didik ditingkat
sekolah menengah pertama dan atas.

B. Saran
Berdasarkan simpulan tersebut di atas, maka dapat diajukan beberapa saran
kepada guru pembimbing atau konselor yaitu hendaknya para guru pembimbing perlu
mengetahui orientasi dan ruang lingkup pelayanan bimbingan dan konseling agar
layanan yang diberikan dapat dijalankan secara efektif. Selain itu guru pembimbing
atau konselor perlu menyadari kekuatan dan keterbatasan baik itu secara personal
maupun profesional sebagai bahan refleksi diri.
24
DAFTAR PUSTAKA

Daryanto dan Mohammad Farid. 2015. Bimbingan Konseling Panduan Guru BK dan
Guru Umum. Yogyakarta: Gava Media.

Kamaluddin, H. 2011. Bimbingan dan Konseling Sekolah, Jurnal Pendidikan dan


Kebudayaan, 17 (4), 447-454.

McLeod, J. 2003. An Introduction to Counselling. New York: Open University Press.

Mudjijanti, Fransisca. 2014. Pengaruh Kualitas Pribadi Konselor Terhadap Efektivitas


Layanan Konseling di Sekolah, Jurnal Widya Warta, 2 (2), 260-279.

Prayitno. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Putri, Amallia. 2016. Pentingnya Kualitas Pribadi Konselor Dalam Konseling Untuk
Membangun Hubungan Antar Konselor Dan Konseli, Jurnal Bimbingan dan
Konseling Indonesia, 1 (1), 10-13.

Rahmi, Sitti. 2017. Karakter Ideal Konselor dalam Budaya Bugis Kajian Hermeneutik
Terhadap Teks Pappaseng, Jurnal Pendidikan, 2 (2), 228-237.

Sari, Nichein dan Maria Theresia Sri Hartati. 2017. Kinerja Konselor Ditinjau dari
Kompetensi Profesional Di SMA Negeri Se-Kabupaten Batang, Journal of
Guidance and Counseling, 2 (4), 56-64.

Trisnowati, Eli. 2016. Peran Konselor di Berbagai Setting Sekolah. Jurnal Konseling
Gusjigang, 2 (2). 165-172.

25

Anda mungkin juga menyukai