Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH DINUL ISLAM

DAN
HUKUM ISLAM

Disusun oleh:

  Dhean Nadya Qiromah


  Kartikah
  Silvia Dewi Yasmaniar

Dosen pembimbing
Miftahur Rahmat S.Pd.I

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam

STKIP PANGERAN DHARMA KUSUMA INDRAMAYU


Jl. KH. Hasyim Asy’ari No.1/1 Segeran Juntinyuat Indramayu
Telp/Fax (0234) 487575 / (0234) 485176

2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali

yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala

berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah tentang Pendidikan Agama Islam dengan judul ”DINUL ISLAM DAN

HUKUM ISLAM”. Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai

pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang telah

memberikan dukungan dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan

ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit pembelajaran dan menuntun pada

langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari

kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena

itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik

lagi. Akhir kata kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Subang, Februari 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Ajaran islam adalah ajaran yang paling sempurna bagi seluruh umat. Karena ajaran
islam mengajarkan umatnya tidak hanya berbuat untuk dunia tapi juga berbuat untuk akherat,
supaya mencapai kebahagiaan dunia akherat yang dijanjikan Allah SWT dalam Al- Quran.
Nabi Muhammad yang menjadi tuntunan manusia dalam berbuat, untuk mencapai tujuan
hidup manusia.
Di dalam ajaran islam terdapat hukum yang berasal dari beberapa sumber hukum
islam yang telah ditetapkan dan sudah tidak diragukan lagi kebenarannya. Walaupun masih
ada beberapa perbedaan pendapat antara beberapa para ulama, islam memberi kebebasan
umatnya dalam memilih hukum yang ada dengan tidak menyimpang dari sumber hukum
islam yang paling murni dari Allah SWT yaitu Al-Qur’an.
1.2 Rumusan Masalah
  Apa itu Dinul Islam
  Apa saja yang terdapat di dalam dinul islam
  Apa itu hukum islam
  Apa saja macam-macam hukum islam
  Apa saja sumber hukum islam

1.3  Tujuan
  Mengetahui arti dari Dinul Islam
  Mengetahui apa saja karakteristik  Dinul Islam
  Mengetahui arti hukum islam
  Mengetahui macam-macam hukum islam
  Mengetahui apa saja sumber hukum islam

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dinul Islam
Dalam bahasa Indonesia, yang dimaksud dinul Islam adalah agama Islam. Ad-
Din diartikan agama. Sedangkan arti agama berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada
Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya.
Sebutan agama jika tidak digandengkan dengan kata Islam mencakup seluruh agama,
baik agama yang benar maupun yang batil. Di dunia ini, agama yang dianut oleh umat
manusia cukup banyak. Di Indonesia saja, untuk saat ini ada enam agama yang diakui dan
diridhai oleh pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Islam, Katholik,
Protestan, Hindu, Budha dan yang terbaru Konghuchu.
Dalam bahasa Arab, kata ad-Din adalah masdar dari kalimat ‫ دِينُ دِي ًنا‬JJJJJJ‫دَ انَ َي‬ yaitu
ketundukan. Di dalam al-Qur’an kata ad-Din disebut dengan beragam makna, diantaranya
ketundukan, kekuasaan, hukum, perintah, ketaatan, peribadatan dan pelayanan, syariat,
undang-undang, dan pembalasan.
Ali ibn Muhammad al-Jurjani berkata, “ad-Din (agama) adalah aturan Tuhan yang
mengajak makhluk yang diberi akal untuk menerima apa-apa yang dibawa oleh Rasulallah
S.A.W.”
al-Jurjani juga menjelaskan tentang ad-Din dan al-Millah bahwa dua istilah ini
hakikatnya sama, perbedaannya hanya pengungkapannya saja. Ada juga yang mengatakan
bahwa al-Din dinisbatkan kepada Allah Ta’ala. al-Millah dinisbatkan kepada Rasul.
Adapun mazhab dinisbatkan kepada seorang seorang mujtahid.
Sedangkan istilah ad-Din secara keseluruhan yang dimaksudkan di dalam ayat-ayat al-Qur’an
adalah:
‫شام ِِل لِ َن َوا ِح ْي َها ْاالِ ْعتِ َقا ِد َّي ِة َو ْالفِ ْك ِر َّي ِة َو ْال ُخلُقِ َّي ِة َو ْا َلع َملِ َّي ِة‬ َ ‫ن َِظا ُم ْا‬
َّ ‫لح َيا ِة ْال َكام ِِل ال‬
“Aturan hidup yang sempurna lagi menyeluruh yang meliputi segala aspeknya, baik
keyakinan, pemikiran, akhlak dan juga amal perbuatan.”
Berdasarkan pemahaman ad-Din sebagai ketaatan, ketundukan, aturan, hukum,
syariat, dan lain-lain, maka orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai muslim untuk
tunduk dan patuh hanya kepada aturan, hukum dan syariat yang Allah Ta’ala turunkan.
Namum, jika masih tetap melakukan ritual-ritual kesyirikan seperti sesajen, ruwatan,
perdukunan, sihir, santet, pesugihan dan ritual kesyirikan lainnya berarti belum tunduk dan
patuh kepada Allah Ta’ala. Hal ini disebabkan, ritual dan praktek tersebut merupakan
perbuatan yang mencerminkan ketundukan dan kepatuhan kepada selain Allah Ta’ala.
Begitupula sistem yang tidak menjadikan hukum Islam sebagai undang-undang. Maka,
undang-undang selain hukum Islam adalah agama tandingan Islam, karena masyarakatnya
dipaksa untuk tunduk dan patuh kepada aturan tersebut sekalipun bertentangan dengan
aturan Islam.
Adapun makna Islam secara bahasa berasal dari bahasa arab, yaitu masdar dari
kata aslama yang berarti ketundukan dan kepatuhan. Secara istilah, Islam adalah:
 “Menyerahkan diri kepada Allah Ta’ala dengan mentauhidkan-Nya, tunduk dan patuh hanya
kepada-Nya serta berlepas diri dari kesyirikan dan para pelakunya.”
Definisi Islam di atas berdasarkan dalil al-Qur’an, yaitu Allah Ta’ala menggunakan kata
Islam yang bermakna penyerahan diri seorang hamba kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
‫ب‬َ ‫َع ِملَّ َة إِ ْب َراهِي َم َحنِي ًفا َومَنْ أَ ْحسَنُ دِي ًنا ِممَّنْ أَ ْسلَ َم َو ْج َه ُه هَّلِل ِ َوه َُو ُم ْحسِ نٌ َوا َّت‬
“Siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya
kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang
lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (QS. an-Nisa [04]: 125)
Allah Ta’ala berfirman:
ُ ‫ور َعاقِ َب ُة اأْل‬ ‫هَّللا‬ ْ ‫َومَنْ ُي ْسلِ ْم َو ْج َه ُه إِلَى هَّللا ِ َوه َُو ُم ْحسِ نٌ َف َق ِد‬
ِ ‫ ُم‬  ِ ‫س َك بِا ْل ُع ْر َو ِة ا ْل ُو ْث َقى َوإِلَى‬
َ ‫اس َت ْم‬
 “Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat
kebaikan, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. dan hanya
kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” (QS. Lukman [31]: 22)
Allah Ta’ala berfirman:
‫إِلَ ٌه‬ ‫ َفإِلَ ُه ُك ْم‬  َ‫ش ِر ا ْل ُم ْخ ِبتِين‬ِّ ‫َوا ِح ٌد َفلَ ُه أَ ْسلِ ُموا َو َب‬
 “Maka Tuhan kalian ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kalian kepada-
Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh.” (QS. al-Hajj [22]: 34)
Dengan demikian, maka hakikat seseorang beragama Islam adalah menyerahkan
dirinya untuk tunduk dan patuh pada aturan agama Islam di semua sendi kehidupan.
Sedangkan yang dimaksud dengan Dinul-Islam atau sering disebut dengan agama
Islam adalah agama yang diturunkan Allah Ta’ala, dianut dan didakwahkan oleh para utusan
Allah Ta’ala dari kalangan nabi dan rasul. Agama Islam adalah satu-satunya agama hak dan
satu-satunya agama yang diridhai serta diterima Allah Ta’ala.
Kebenaran Islam sebagai satu-satunya agama yang hak lagi diridhai Allah Ta’ala berdasarkan
al-Qur’an, al-Sunnah dan ijma’ serta logika akal sehat.
Allah Ta’ala berfirman:
‫إِنَّ ال ِّدينَ عِ ْندَ هَّللا ِ اإْل ِ ْساَل ُم‬
“Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran [3]: 19)
Maksud dari ayat ini adalah sesungguhnya Agama yang Allah Ta’ala ridhai untuk
makhluk-Nya dan karena Dia mengutus rasul-rasul-Nya dan Dia tidak menerima agama
selainnya, ia adalah Islam. Yaitu ketundukan kepada Allah semata dengan ketaatan dan
penyerahan diri kepada-Nya dengan penghambaan, mengikuti rasul-rasul-Nya dalam agama
yang dengannya Allah mengutus mereka di setiap zaman sampai mereka ditutup dengan
Muhammad S.A.W.
Imam Qatadah, seorang ahli tafsir dari tabi’in menafsirkan ayat di atas dengan
mengatakan, “Persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi dengan hak selain
Allah Ta’ala dan berikrar juga terhadap apa-apa yang datang dari Allah Ta’ala
yaitu dinullah (agama Allah) yang Dia syariatkan untuk-Nya yang dengannya Allah mengutus
para rasul-rasul serta memberi petunjuk kepada wali-wali-Nya. Maka, Dia tidak akan
menerima selain Islam dan tidak akan membari balasan (pahala) melainkan dengan Islam.”
Syaikh Abdurrahman bin Nasir al-Sa’di menjelaskan bahwa maksud (Sesungguhnya
agama di sisi Allah) yakni agama yang tidak ada agama selainnya dan tidak ada agama yang
diterima selainnya, yaitu (al-Islam) yang berarti ketundukan kepada Allah semata secara lahir
dan batin sesuai dengan syariat lisan Rasul-Nya.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat tersebut, bahwa tidak ada agama yang
diterima dari seorangpun melainkan Islam, yaitu itiba’ (pengikutan) kepada para Rasulullah
S.A.W. dan barangsiapa yang bertemu dengan Allah setelah diutusnya Muhammad S.A.W.
dengan agama yang bukan syariat-Nya maka tidak akan diterima.
Allah Ta’ala berfirman:
َ‫َومَنْ َي ْب َت ِغ َغ ْي َر اإْل ِ ْساَل ِم دِي ًنا َفلَنْ ُي ْق َبل َ ِم ْن ُه َوه َُو فِي اآْل خ َِر ِة مِنَ ا ْل َخاسِ ِرين‬
“Barangsiapa menganut agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima agama itu dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali
Imran [3]: 85)
Berdasarkan ayat ini, Allah Ta’ala menegaskan bahwa orang yang menganut agama
selain Islam, tunduk dan patuh kepada selain Allah Ta’ala hanyalah akan menuai kerugian
karena seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi tunduk kepada Allah Ta’ala secara
suka rela seperti orang-orang beriman, atau terpaksa seperti orang-orang kafir pada saat
terjadi kesulitan-kesulitan. Maka, hendaknya tidak ada seorang makhluk pun yang tidak
menganut agama Islam.
Imam Al-Baidhawi berkata, “Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agama, yakni
selain tauhid dan ketundukan terhadap hukum Allah. Maka tidak diterima darinya dan dia di
akhirat termasuk orang-orang merugi yaitu mereka menjadi terjatuh pada kerugian.
Maknanya adalah orang yang berpaling dari Islam dan mencari selain Islam berarti dia telah
kehilangan manfaat dan terjerumus pada kerugian dengan membatalkan fitrah yang lurus
yang difitrahkan kepada manusia.”
Dengan demikian, tiga dalil di atas menunjukan kebatilan seluruh agama selain Islam,
termasuk di antaranya paham Liberalisme yang mengatakan perasamaan semua agama,
karena Allah Ta’ala menyatakan bahwa hanya Islam agama yang diridhai oleh-Nya.
2.2 Karakteristik Dinul islam
1. Rabbaniyah
Dinul islam berarti sederhana yaitu agama islam. Ciri khas dari dinul islam sendiri
adalah rabbaniyah. Mengapa disebut rabbaniyah. Karena dinul islam adalah agama yang
datang langsung dari Allah SWT. Dinul islam adalah satu-satunya agama yang diridhoi Allah
SWT. Karena satu-satunya agama yang diakui dan diridhoi Allah SWT maka jelas akan tujuan
dinul islam adalah membuat seluruh umat manusia di muka bumi ini hanya menyembah
kepada Allah SWT saja. Tujuan ini juga dimuat jelas dalam surat Adz-Zariat ayat 56.
2. Insaniyah Alamiyah
Yang dimaksud dari insaniyah alamiyah disini adalah dinul islam bersifat
kemanusiaan serta universal. Dinul islam diturunkan untuk dianut semua kaum di muka
bumi, tanpa terkecuali. Meskipun awalnya ditujukan untuk masyarakat arab saja, dinul islam
sebenarnya bersifat universal dan bisa diterapkan pada seluruh kebudayaan di dunia.
3. Syumuliyah
Syumuliyah berarti lengkap. Tidak seperti pada agama lain, dalam dinul islam seluruh
aspek kehidupan sudah ditetapkan. Dinul islam adalah agama paling lengkap di muka bumi
ini. Bahkan dalam hal pekerjaan baik kecil maupun besar sudah ditetapkan dan diterangkan
mengenai hukum-hukumnya.
4. Al-Basathah
Al-Basathah berarti mudah. Dinul islam menghendaki kemudahan bagi seluruh
pengikutnya. Dinul islam tidak membebani pengikutnya bahkan dalam hal ibadah karena
sudah disesuaikan dengan kemampuan hambanya. Pada dasarnya, tidak ada kesulitan untuk
mengerjakan kewajiban dan ibadah dalam islam sedikitpun.
5. Al-Adalah
Al-Adalah berarti keadilan mutlak. Yang dimaksud disini adalah dinul islam ajarannya
mengajarkan manusia untuk mencapai persaudaraan yang mutlak. Manusia dilarang saling
menyakiti, mendzalimi, atau melakukan hal buruk yang merugikan saudaranya. Manusia juga
disarankan untuk memaafkan segala perbuatan saudaranya yang telah menyakiti hati
daripada balas dendam. Islam adalah agama yang sangat cinta damai.
6. Tawazun
Tawazun berarti keseimbangan. Seorang muslim haruslah bisa menjaga
keseimbangan antara kepentingan umum dan pribadi. Tidak hanya itu saja, dinul islam juga
mengajarkan bahwa sebaiknya seorang muslim mampu menjaga keseimbangan antara badan
dan jiwa, serta kepentingan dunia dan akhirat. Janganlah seorang muslim berat pada salah
satu bagian saja karena akan merugikan diri sendiri.
2.3 Pengertian Hukum Islam
Menurut Ahmad Rofiq, Pengertian Hukum Islam adalah seperangkat kaidah-kaidah
hukum yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah
laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang
mengikat bagi semua pemeluk agama islam.

Pengertian Hukum Islam menurut Zainuddin Ali, Hukum Islam adalah hukum yang
diinterprestasikan dan dilaksanakan oleh para sahabat nabi yang merupakan hasil ijtihad dari
para mujtahid dan hukum-hukum yang dihasilkan oleh ahli hukum islam melalui metode
qiyas dan metode ijtihad lainnya.

Hukum islam merupakan istilah khas di Indonesia, sebagai terjemahan dari al-fiqh al-
islam atau dalam konteks tertentu dari as-syariah al-Islamy. Dalam wacana ahli hukum Barat
istilah ini disebut Islamic Law.
Pada dimensi lain penyebutan hukum islam selalu dihubungankan dengan legalitas formal
suatu negara, baik yang telah terdapat di dalam kitab-kitab fiqih maupun yang belum. Jika
demikian adanya, kedudukan fiqih islam bukan lagi sebagai hukum islam in abstracto (pada
tataran fatwa atau doktrin) melainkan sudah menjadi hukum islam in concreto (pada tataran
aplikasi atau pembumian). Hukum islam secara formal sudah dinyatakan berlaku sebagai
hukum positif, yang berarti bahwa aturan yang mengikat dalam suatu negara.
2.4 Macam-Macam Hukum Islam  
1. Wajib
Para ‘ulama’ memberikan banyak pengertian mengenainya, antara lain:
“Suatu ketentuan agama yang harus dikerjakan kalau tidak berdosa“. Atau “Suatu ketentuan
jika ditinggalkan mendapat adzab”
Contoh lain, Shalat subuh hukumnya wajib, yakni suatu ketentuan dari agama yang harus
dikerjakan, jika tidak berdosalah ia.
2.Sunnah
“Suatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak
berdosa“. Atau bisa anda katakan : “Suatu perbuatan yang diminta oleh syari’ tetapi tidak
wajib, dan meninggalkannya tidak berdosa”.

3.Haram
“Suatu ketentuan larangan dari agama yang tidak boleh dikerjakan. Kalau orang
melanggarnya, berdosalah orang itu“.
Contoh: Nabi saw bersabda:
َ‫الَ َتاْ ُتوا ال ُكهَّان‬
“Janganlah kamu datangi tukang-tukang ramal/dukun“. Hadits riwayat Imam Thabrani.
Mendatangi tukang-tukang ramal/dukun dengan tujuan menyakan sesuatu hal ghaib lalu
dipercayainya itu tidak boleh. Kalau orang melakukan hal itu, berdosalah ia.
4.Makruh
 Arti makruh secara bahasa adalah dibenci. “Suatu ketentuan larangan yang lebih baik
tidak dikerjakan dari pada dilakukan“. Atau “meninggalkannya lebih baik dari pada
melakukannya“.
Sebagai contoh: Makan binatang buas. Dalam hadits-hadits memang ada larangannya, dan
kita memberi hukum (tentang makan binatang buas) itu makruh.
Begini penjelasannya: binatang yang diharamkan untuk dimakan hanya ada satu saja, lihat
Al-Qur’an Al-Baqarah: 173 yang berbunyi:
ِ ‫ير َو َما أ ُ ِهل َّ ِب ِه ل َِغ ْي ِر هَّللا‬
ِ ‫…إِ َّن َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ا ْل َم ْي َت َة َوالدَّ َم َولَ ْح َم ا ْل ِخ ْن ِز‬
“Tidak lain melainkan yang Allah haramkan adalah bangkai ,darah, daging babi dan binatang
yang disembelih bukan karena Allah….”
Kata ‫إِ َّن َما‬ dalam bahasa Arab disebut sebagai “huruf hashr” yaitu huruf yang dipakai untuk
membatas sesuatu. Kata ini diterjemahkan dengan arti: hanya, tidak lain melainkan.
5.Mubah
Arti mubah itu adalah dibolehkan atau sering kali juga disebut halal.
“Satu perbuatan yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang yang mengerjakannya atau
tidak mengerjakannya” atau “Segala sesuatu yang diidzinkan oleh Allah untuk
mengerjakannya atau meninggalkannya tanpa dikenakan siksa bagi pelakunya”
Contoh: dalam Al-Qur’an ada perintah makan, yaitu:
‫ش َر ُبوا َوالَ ُت ْس ِرفُوا‬
ْ ‫ َيا َبنِي آ َد َم ُخ ُذوا ِزي َن َت ُك ْم عِ ْندَ ُكل ِّ َم ْس ِج ٍد َو ُكلُوا َوا‬  َ‫ِب ا ْل ُم ْس ِرفِين‬ ُّ ‫إِ َّن ُه الَ ُيح‬
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan” Al-A’raf: 31
Akan tetapi perintah ini dianggap mubah. Jika kita mewajibkan perintah makan maka
anggapan ini tidak tepat, karena urusan makan atau minum ini adalah hal yang pasti
dilakukan oleh seluruh manusia baik masih balita atau jompo. Sesuatu yang tidak bisa dielak
dan menjadi kemestian bagi manusia tidak perlu memberi hukum wajib, maka perintah Allah
dalam ayat diatas bukanlah wajib, jika bukan wajib maka ada 2 kemungkian hukum yang
dapat kita ambil, yaitu: sunnah atau mubah. Urusan makan atau minum ini adalah bersifat
keduniaan dan tidak dijanjikan ganjarannya jika melakukannya, maka jika suatu amal yang
tidak mendapat ganjaran maka hal itu termasuk dalam hukum mubah.

2.5 Sumber Hukum Ialam


2.5.1 Al-Qur’an
Menurut bahasa, Al-Qur’an berasal dari kata dasar Qara-Yaqra’u, Qira’atan-Wa
qur’anan, yang artinya bacaan. Sedangkan meurut istilah, Al-Qur’an adalah firman Allah swt.
Yang merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dengan perantara
Malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada manusia secara
mutawatir yang diperintahkan untuk mempelajarinya. Al-Qur’an tediri dari 114 surat dan 30
juz. Al-Qur’an adalah sumber hokum islam yang paling utama dan sudah tidak diragukan lagi
kebenarannya. Maka dari itu, Al-Qur’an menjadi pedoman hidup umat manusia.
Fungsi Al-Qur’an
      a.      Sebagai pedoman hidup manusia
      b.     Sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa
      c.      Sebagai mukjizat atas kebenaran risalah Nabi Muhammad saw.
      d.     Sebagai sumber hidayah dan syari’ah
      e.      Sebagai pembeda antara yang hak dan yang bathil
2.5.2 Al Hadits
Menurut bahasa, hadits artinya baru, dekat dan berita. Sedangkan menurut istilah,
hadits adalah perkataan (qaul), perbuatan (fi’il) dan ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad saw.
yang berkaitan dengan hukum. Hadits disebut juga Sunnah, yang menurut bahasa artinya
jalan yang terpuji atau cara yang dibiasakan. Menurut istilah, sunnah sama dengan
pengertian hadits, yaitu segala ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw. yang
harus diterima sebagai ketentuan hukum oleh kaum muslimin dan segala yang bertentangan
dengannya harus ditolak.
Sebagaimana Al-Qur’an, hadits juga merupakan sumber hukum Islam. Derajatnya
menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Hal ini merupakan ketentuan Allah swt.
Sebagaimana firman-Nya :

ُ ‫َفا ْن َت‬
)٧( ‫ه ْوا‬ ‫س ْول ُ َف ُخ ُذ ْوهُ َو َما َن ٰه ُك ْم َع ْن ُه‬ َّ ‫َو َمآ َء ٰات ُك ُم‬
ُ ‫الر‬
Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. Al Hasyr : 7)”
Macam-macam Hadits
a.      Hadits Qauliyah    : Hadits yang didasarkan atas segenap perkataan dan ucapan Nabi
Muhammad saw.
b.     Hadits Fi’liyah     : Hadits yang didasarkan atas segenap perilaku dan perbuatan Nabi
Muhammad saw.
c.      Hadits Taqririyah : hadits yang didasarkan pada persetujuan Nabi Muhammad saw.
terhadap apa yang dilakukan sahabatnya.
Selain itu dikenal hadits lain yang disebut Hadits Hammiyah yaitu hadits yang berupa
keinginan Rasulullah saw. yang belum terlaksana.

2.5.3  Ijtihad
Al-Qur’an dan hadits tidak akan berubah dan mengalami penambahan isi bersama dengan
berakhirnya wahyu, sementara permasalahan dan problematika kehidupan senantiasa
muncul sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Untuk menjawab permasalahan
tersebut, Islam menggariskan ijtihad sebagai sumber hukum yang ketiga.
a.      Menurut arti bahasa Ijtihad berarti : memeras pikiran/berusaha dengan giat dan sungguh-
sungguh, mencurahkan tenaga maksimal atau berusaha dengan giat dan sungguh-sungguh.
b.     Menurut istilah Ijtihad berarti : berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan
suatu masalah yang tidak ada ketetapan hukumnya, baik dalam Al-Qur’an maupun Hadits,
dengan menggunakan akal pikiran serta berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan. Dalam Al-Qur’an dan Hadits tersebut orang yang melakukan ijtihad disebut
Mujtahid.
a. Syarat-syarat melakukan ijtihad
a.      Mengetahui isi dan kandungan Al-Qur’an dan Al Hadits
b.     Mengetahui seluk beluk bahasa Arab dengan segala kelengkapannya
c.      Mengetahui ilmu ushul dan kaidah-kaidah fiqh secara mendalam
d.     Mengetahui soal-soal Ijma’
b. Kedudukan dan Dalil Ijtihad
Ijtihad sangat diperlukan dalam kehidupan umat Islam untuk mencari kepastian
hukum (Islam) terhadap berbagai persoalan yang muncul yang tidak ditemukan sumber
hukumnya secara jelas dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Selain itu, nas Al-Qur’an dan Al-Hadits
sendiri juga mengharuskan kaum muslimin yang memiliki kemampuan pengetahuan dan
pikiran untuk berijtihad. Perhatikan firman Allah swt. Berikut ini :

ٰ ‫ْاالَ ْب‬
)٢( ‫ص ِر‬ ‫اع َت ِب ُرو ْا ٰيأ ُ ْولِى‬
ْ ‫َف‬
Artinya :  "Maka ambilah (kejadian) itu menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang
mempunyai pandangan. (QS. Al Hasyr : 2)”

Juga hadits Rasulullah saw. yang dikutip oleh Ibnu Umar berikut :

)‫ (رواه المسلم‬... ‫م ْو ِر ُد ْن َيا ُك ْم‬


ُ ُ ‫ِبا‬ ‫اَ ْن ُت ْم اَ ْع َل ُم‬
Artinya : “Kamu lebih mengerti mengenai urusan kehidupan duniamu. (HR. Muslim)”

c. Metode-metode Ijtihad
Ada beberapa cara atau metode yang telah dirumuskan oleh para mujtahid dalam melakukan
ijtihad yang juga merupakan bentuk dari ijtihad itu sendiri, antara lain adalah :

1)      Ijma’
Menggunakan bahasa Ijma’ berarti menghimpun, mengumpulkan dan menyatukan
pendapat. Menurut istilah ijma’ adalah kesepakatan para ulama tentang hukum suatu
masalah yang tidak tercantum di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
2)       Qiyas
Menurut bahasa Qiyas berarti mengukur sesuatu dengan contoh yang lain, kemudian
menyamakannya. Menurut istilah, Qiyas adalah menentukan hukum suatu maslaah yang
tidak ditentukan hukumnya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan cara menganalogikan
suatu masalah dengan masalah yang lain karena terdapat kesamaan ‘illat (alasan).
3)      Istihsan
Menurut bahasa, Istihsan berarti menganggap/mengambil yang terbaik dari suatu hal.
Menurut istilah, Istihsan adalah meninggalkan qiyas yang jelas (jali) untuk menjalankan qiyas
yang tidak jelas (khafi), atau meninggalkan hukum umum (universal/kulli) untuk menjalankan
hukum khusus (pengecualian/istitsna’), karena adanya alasan yang menurut pertimbangan
logika menguatkannya.

4)      Masalihul Mursalah
Menurut bahasa, Masalihul Mursalah berarti pertimbangan untuk mengambil kebaikan.
Menurut istilah, Masalihul Mursalah yaitu penetapan hukum yang didasarkan atas
kemaslahatan umum atau kepentingan bersama dimana hokum pasti dari maslah tersebut
tidak ditetapkan oleh oleh syar’I (al Qur’an dan Hadits) dan tidak ada perintah memperhatikan
atau mengabaikannya. Contoh penggunaan masalihul mursalah kebijaksanaan yang diambil
sahabat Abu Bakar shiddiq mengenai pengumpulan al Qur’an dalam suatu mush-haf,
penggunaan ‘ijazah, surat-surat berharga dsb.

5)        Istish-hab
Melanjutkan berlakunya hokum yang telah ada dan telah diterapkan karena adanya
suatu dalil sampai datangnya dalil lain yang mengubah kedudukan hokum tersebut. Misalnya
apa yang diyakini ada, tidak akan hilang oleh adanya keragu-raguan, contoh : orang yang
telah berwudlu, lalu dia ragu-ragu apakah sudah batal atau belum, maka yang dipakai adalah
dia tetap dalam keadaan wudlu dalam pengertian wudlunya tetap sah. Seperti itu juga dalam
hal menentukan suatu masalah yang hukum pokoknya mubah (boleh), maka hukumnya tetap
mubah sampai dating dalil yang mnegharuskan meninggalkan hokum tersebut.

6)       ‘Urf
 yaitu berlakunya adat / kebiasaan seseorang atau sekelompok orang / masyarakat
baik dalam kata-kata maupun perbuatan yang bisa menjadi dasar hukum dalam menetapkan
suatu hukum, misalnya : kebiasaan jual beli dengan serah terima barang dengan uang tanpa
harus memerincikan dalam kata-kata secara detail, peringatan mauled Nabi dsb.

7)      Madhab Shahabi
 yaitu fatwa sahabat secara perorangan, kesepakatan seluruh sahabat atau sahabat
lainya (ijma’ sahabat), contoh Ijtihad sahabat Umar secara pribadi/perorangan

8)      Syar’u man qablana


yaitu berlakunya hukum-hukum syari’at pada umat yang telah diajarkan oleh para
Nabi dan Rasul Allah terdahulu sebelum adanya syari’at nabi Muhammad SAW. Contoh ;
berlakunya syari’at Nabi Dawud, Nabi Musa dan Nabi-Nabi lainnya yang disebutkan dalam Al
Qur’an.

9)      Saddu az Zara’iyah
yaitu menutup jalan yang menuju kepada kesesatan atau perbuatan terlarang. Contoh :
berjudi haram, maka mempelajari cara-cara agar mahir dalam berjudi juga dilarang, berzina
itu dosa besar dan jelas dilarang, maka melakukan hal-hal yang bisa mengarah kepada
perzinaan juga dilarang (haram).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Ajaran islam adalah ajaran yang paling sempurna bagi seluruh umat. Karena ajaran
islam mengajarkan umatnya tidak hanya berbuat untuk dunia tapi juga berbuat untuk akherat,
supaya mencapai kebahagiaan dunia akherat yang dijanjikan Allah SWT dalam Al- Quran.
Nabi Muhammad yang menjadi tuntunan manusia dalam berbuat, untuk mencapai tujuan
hidup manusia.
Di dalam ajaran islam terdapat hukum yang berasal dari beberapa sumber hukum
islam yang telah ditetapkan dan sudah tidak diragukan lagi kebenarannya. Walaupun masih
ada beberapa perbedaan pendapat antara beberapa para ulama, islam memberi kebebasan
umatnya dalam memilih hukum yang ada dengan tidak menyimpang dari sumber hukum
islam yang paling murni dari Allah SWT yaitu Al-Qur’an.
Hukum dalam agama islam terbagi ke dalam lima jenis, yaitu: wajib (harus), sunnah,
haram, mubah dan makruh. Hukum tersebut berasal dari tiga sumber yaitu: Al-Qur’an, Al-
Hadist dan Ijtihad.

3.2 Saran
Makalah ini dibuat sedemikian rupa agar bisa membantu pembaca dalam memahami sedikit
rasa keingintahuan mengenai dinul islam dan hukum islam. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat sebagaimana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.com

http://www.wikipedia.com

https://www.facebook.com/notes/iman-wahyudi/perbedaan-antara-istilah-dinul-islam-agama-
islam/10152105294433420/
http://dainusantara.com/memahami-makna-dinul-islam/

http://www.bhataramedia.com/forum/sebutkan-dan-jelaskan-6-ciri-khas-dinul-islam/

http://dokumen.tips/documents/makalah-agama-dinul-islam.html

http://www.madinatuliman.com/3/2/560-hukum-islam-ada-5-yakni-wajib,-sunnah,-mubah,-
makruh-dan-haram.html

https://fospi.wordpress.com/2008/07/22/mengenal-macam-macam-hukum-di-syariat-islam/

http://www.pengertianpakar.com/2015/04/pengertian-dan-ruang-lingkup-hukum-islam.html#_

http://masatox-education.blogspot.co.id/2012/01/bab-v-memahami-sumber-sumber-
hukum.html

Anda mungkin juga menyukai