FILSAFAT UMUM
Dosen Pengampu:
Drs. H. Damsuki,M. Pd
Oleh:
Kelompok 6
1. Indra Krisnawan
2. Misbahud Daroyni
3. Rahman
PROGRAM S1 (Pendidikan Agama Islam)
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MUHAMMDIYAH
BERAU
TAHUN AKADEMIK
2019/2020
1
Kata Pengantar
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Makna Filsafat dalam
moralitas”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam
mata kuliah Filsafat Umum di sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Tanjung
Redeb..
Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk
itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Dosen saya yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat belajar dan menyelesaikan tugas ini
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................................1
Kata Pengantar.................................................................................................................2
Daftar Isi……..................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................4
B. Rumusan Pembahasan...........................................................................................4
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................4
BAB II PEMBAHHASAN
A. Pengertian Etika (Moralitas).................................................................................5
B. Hubungan Antara Filsafat dan Etika.....................................................................6
C. Makna Filsafat dalam Moralitas............................................................................8
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Moralitas merupakan suatu usaha untuk membimbing tindakan seseorang dengan
akal. Membimbing tindakan dengan akal yaitu melakukan apa yang paling baik menurut
akal, seraya memberi bobot yang sama menyangkut kepentingan individu yang akan
terkena oleh tindakan itu. Hal ini merupakan gambaran tindakan pelaku moral yang
sadar. Pelaku moral yang sadar adalah seseorang yang mempunyai keprihatinan, tanpa
pandang bulu terhadap kepentingan setiap orang yang terkena oleh apa yang dilakukan
beserta implikasinya. Tindakan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip yang sehat.
Moralitas merupakan bagian dari filsafat moral. Filsafat moral atau kesusilaan ialah
bagian dari filsafat yang memandang perbuatan manusia serta hubungannya dengan baik
dan buruk.
B. Rumusan Pembahasan
Pengertian etika
Hubungan antara etika dan filsafat
Makna Filsafat dalam Moralitas
C. Tujuan Penulisan
Memahami Pengertian etika
Memahami Hubungan antara etika dan filsafat
Memahami Makna Filsafat dalam Moralitas
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Etika adalah filsafat yang berurusan dengan perbuatan manusia sejauh manusia.
Apa yang dimaksud dengan “action”di sini ialah itu yang menunjuk pada terminologi
Aristotelian, “praxis”, yang berbeda dengan “theoria”atau spekulasi. “Praxis” ialah
tindakan konkret yang langsung berkaitan dengan aktivitas kreatif, produktif,
transformatif. Pendek kata, “praxis” (praksis) adalah tindakan yang bukan merupakan
theoria (spekulatif). Praksis yang digumuli etika langsung berkaitan dengan tindakan
manusia secara keseluruhan dari sudut pandang normatif.
Etika dalam konsepsi Imam Al ghazali tidak hanya sebatas pada apa yang dikenal
dengan “teori menengah” dalam keutamaan seperti yang disebutkan Aristotelles, dan
sejumlah perumpamaan yang bersifat pribadi, tapi juga menjangkau sejumlah sifat
keutamaan akali dan amali, perorangan, dan masyarakat. Semua dasar ini bekerja dalam
kerangka umum yang mengarah kepada suatu sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.
Atas dasar ini, Etika menurut Imam Al ghazali mempunyai tiga dimensi:
a. Dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan tuhannya, seperti ibadah shalat.
b. Dimensi social, yakni masyarakat, pemerintah, dan pergaulannya dengan
sesama.
c. Dimensi metafisis, yakni akidah, syariah dan pegangan dasarnya.
Akan tetapi apa yang dimaksud etika oleh Imam Al Ghazali, beliau memberikan
definisi bahwa Etika “akhlaq” adalah suatu sikap yang mengakar alam jiwa yang darinya
lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan
pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari
segi akal dan syara’, maka ia disebut akhlaq yang baik. Dan jika yang lahir dari
perbuatannya tercela, maka sikap tersebut disebut akhlaq yang buruk.
6
segala sesuatu yang berpartisipasi dalam kehadirannya. Keinginan rasional ini merupakan
bagian qodrati keberadaan dan kehadiran manusia. Karakter rasional kehadiran manusia
merupakan suatu kewajaran, kenormalan, ke-natural-an.
Filsafat dengan demikian dimulai dengan hasrat untuk ingin tahu, atau keheranan.
Dalam sejarah filsafat yunani, keheranan ini ditampilkan sejak filosof pertama di planet
bumi ini, yaitu Thales. Karena keheranan Thales memikirkan asal usul dari segala sesuatu
yang ada. Demikian, baginya segala yang ada memiliki unsure dasar yang menjadi asal
usulnuya yaitu air. Aktifitas Thales ini disebut aktifitas berfilsafat karena berupa suatu
“Pencarian” rasional oleh akal budi sampai ke akar akarnya.
Jauh sesudah Thales, Socrates akan menggeser perhatian dari pencarian rasional
terhadap alam semesta keseluk-beluk hidup manusia. Socrates menggagas pengertian
haqiqi hidup manusia, hidup bersamanya, dan tujuan hidup manusia, wilayah wilayah
politik, etika, retorika, sastra, tata Negara, bahkan Tuhan dengan demikian menjadi
bidang pergelutan filsafat sejauh bisa didekati oleh akal budi. Semua ini dimulai dari
keheranan. Artinya keheranan adalah awal dari segala kebijakan.
Lalu bagaimana dengan etika, objek material dari etika adalah segala hal yang
bersangkut paut dengan tingkah laku manusia. Objek formal yang dipakai tentu adalah
filsafat (dengan sumbangan ilmu-ilmu lain sejauh berkaitan, misalnya : sosiologi,
antopologo, budaya, dan teologi).
Imam Al ghazali melihat sumber kebaikan manusia itu terletak pada kebersihan
rohaninya dan rasa akrabnya terhadap tuhan. Sesuai dengan prinsip islam, Imam Al
ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta yang aktif berkuasa, yang sangat
memelihara dan menyebarkan rahmat (kebaikan) bagi sekalian alam. Imam al Ghazali
juga mengakui bahwa kebaikan tersebar dimana mana, juga dalam materi. Hanya
pemakaiannya yang disederhanakan, yaitu kurangi nafsu dan dan jangan berlebihan.
Selanjutnya, Al Ghazali memberikan beberapa cara latihan yang langsung
mempengaruhi rohani. Diantaranya yang terpenting adalah muraqabah, yakni merasa
diawasi terus oleh tuhan, dan al muhasabah, yakini senantiasa mengoreksi diri.
Menurut Imam al Ghazali, kesenangan itu ada dua tingkatan, yaitu kepuasan dan
kebahagiaan. Kepuasan adalah apabila kita mengetahui kebenaran sesuatu. Semakin
7
banyak mengetahui kebenaran itu, maka semakin banyak orang yang merasakan
kebahagiaan. Akhirnya kebahagiaan tertinggi itu ialah apabila mengetahiu kebenaran
dari sumber segala kebahagiaan itu sendiri. Itulah yang dinamakan ma’rifatullah, yaitu
mengenal adanya Allah SWT tanpa adanya syak sedikitpun dan dengan penyaksian hati
yang sangat yakin.
8
Nilai moral bukan opsional, melainkan wajib. Di hadapan nilai, kita tak mungkin
bersikap ya atau tidak. Nilai moral adalah fenomen kewajiban. Kesaksian tentang
kewajiban ada dalam tindakan dan bahasa manusia sehari-hari. Kewajiban manusia hadir
dalam tindakan dan bahasa, bukan pikiran.
Prinsip bonum faciendum et malum vitandum (kebaikan harus dilakukan dan
keburukan harus dihindarkan) adalah penegasan realitas bahwa hidup manusia langsung
menyentuh kewajiban moral. Mengapa kebaikan harus atau wajib dilakukan dan
keburukan harus atau wajib dicegah? “Harus” artinya wajib, mutlak, tidak boleh tidak,
punya daya ikat. Mengapa “baik” itu punya daya ikat untuk dilakukan? Bagi Kant, karena
itulah kodrat kebaikan. Kodrat Baik itu sekaligus mencetuskan “harus”. Bagi Aristoteles,
kebaikan harus dilakukan karena menjanjikan kebahagiaan. Etika kebaikan Aristotelian
bersifat teleologis, yaitu menuju kepada kebahagiaan. Dengan demikian, kebahagiaan
jelas merupakan itu yang tidak datang dari sendirinya, tidak begitu saja diraih.
Kebahagiaan adalah itu yang harus dikejar, diperjuangkan, diraih. Jika dalam Aristoteles,
keharusan untuk menjalankan kebaikan menemukan alasannya pada tujuan kebahagiaan,
dalam Kant keharusannya terletak pada kodrat kebaikan itu sendiri.
Fisafat moral adalah upaya meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat
dijangkau oleh kemampuan manusia. Yang dimaksud dengan definisi ini adalah agar
manusia sejauh kesanggupannya meniru-niru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti
pengasih, penyayang, pengampun dan sifat-sifat yang disukai Tuhan,sabar jujur, takwa,
zuhud, ihlas beragama dan sebagainya. Juga diberi definisi yaitu sebagai latihan untuk
mengendalikan hawa nafsu, dengan untuk mematikan hawa nafsu itu untuk memperoleh
keutamaan. Kenikmatan hidup lahiriah adalah keburukan. Bekerja untuk memperoleh
kehidupan lahiriah berarti meninggalkan penggunaan akal.
Dalam Ihya’ Ulmuddin itu, al-Ghazali mengupas rahasia-rahasia ibadat dari
tasawuf dengan mendalam sekali. Misalnya dalam mengupas soal at-thaharah ia tidak
hanya mengupas soal kebersihan badan lahir saja, tetapi juga kebersihan rohani.
Pertanyaan yang dapat dijangkau ialah bagaimana cara untuk menjadi manusia
yang memiliki keutamaan yang sempurna itu. Bagaimana cara untuk mengendalikan
hawa nafsu agar dapat mencapai keutamaan yang sempurna itu. Bagaimana cara untuk
9
mengendalikan hawa nafsu agar dapat mencapai keutamaan itu. Jawabannya ialah :
ketahuilah keutamaan itu dan bertingkah lakulah sesuai tuntunan keutamaan itu.
10
BAB III
KESIMPULAN
Etika adalah filsafat moral. Secara umum dapat dikatakan bahwa etika adalah
filsafat tentang tindakan manusia sebagai manusia. Suatu tindakan itu mempunyai nilai
etis bila dilakukan oleh manusia dan dalam kerangka manusiawi.
Etika menurut Imam Al Ghazali, beliau memberikan definisi bahwa Etika
“akhlaq” adalah suatu sikap yang mengakar alam jiwa yang darinya lahir berbagai
perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan.
Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan
syara’, maka ia disebut akhlaq yang baik. Dan jika yang lahir dari perbuatannya tercela,
maka sikap tersebut disebut akhlaq yang buruk.
Manusia dari kodratnya merupakan makhluq berfikir, ingin mengenal,
menggagas, merefleksikan dirinya, sesamanya, tuhannya, hidup kesehariannya,
lingkungan dunia kehadirannya, asal dan tujuan keberadaannya, dan segala sesuatu yang
berpartisipasi dalam kehadirannya. Dengan demikian Filsafat berfungsi sebagai jalan
manusia untuk “muhasabah” (intropeksi diri), mengenal siapa dirinya, apa kelemahannya,
dan siapa tuhannya, sehingga bisa selalu menjaga etikanya, tidak hanya menjaga etika
dalam tindakannya saja, akan tetapi cara berfikirnya pun juga bermoral.
DAFTAR PUSTAKA
11