Anda di halaman 1dari 19

KAIDAH ASASIYAH KEEMPAT, AD-DHARARU YUZALU DISERTAI

KAIDAH -KAIDAH CABANG DAN CONTOH PENERAPANNYA


Makalah
Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pengantar Kaidah Fiqhiyah
Dr. Hj. Neni Nuraeni, M. Ag.

disusun:
Putri Tri Cahyani NIM 1193020099
Rifal Lutfi Azis NIM 1193020104
Rifani Juliana Salsabila NIM 1193020105
Risna Nurjanah NIM 1193020106
Rizal Hilal Alfain NIM 1193020107
Salsabila Khairunnisa NIM 1193020113
Selvi Apriliani NIM 1193020119

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH (MUAMALAH)


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah swt Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada
Nabi Muhammad saw, keluarganya,para sahabat-sahabatnya. Mudah-mudahan di akhir
nanti kita sebagai umatnya mendapat syafa’atnya. Aamiin .

Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing mata kuliah Pengantar


Kaidah Fiqhiyah Ibu Dr. Hj. Neni Nuraeni, M.Ag. yang telah memberikan kami
kesempatan untuk membuat makalah tentang “Kaidah Fiqiyah keempat” ini sebagai
pedoman, acuan untuk lebih giat lagi dalam belajar. Dan juga kepada teman-teman yang
telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.

Akhir kata, kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan baik dari segi bahasa, tulisan, maupun kalimat yang kurang tepat dalam
makalah ini. Dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan tugas
berikutnya.

Bandung, 27 Oktober 2020

Penulis

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
ABSTRAK.......................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................................................2
D. Manfaat............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Pengertian Kaidah Ad-Dhararu Yuzalu............................................................................3
B. Dasar Hukum Kaidah Ad-Dhararu Yuzalu.......................................................................3
C. Cabang-Cabang dan Contoh Kasus Kaidah Ad-Dhararu Yuzalu......................................5
BAB III PENUTUP.........................................................................................................12
A. Simpulan........................................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14

iii
ABSTRAK
Dari kaidah “ad-Dhararu yuzalu” adalah kemudharatan/kesulitan harus
dihilangkan. Jadi, konsepsi kaidah ini memberikan pengertian bahwa manusia harus
dijauhkan dari idhrar (tindak menyakiti), baik oleh dirinya maupun orang lain, dan tidak
semestinya ia menimbulkan bahaya (menyakiti) pada orang lain.

Al-dharar dapat membahayakan orang lain secara mutlak, sedangkan al-dhirar adalah
membahayakan orang lain dengan cara yang tidak disyariatkan.

Kata kunci : kaidah fikih, Kaidah Asasiyah keempat, ad-Dhararu yuzalu.

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman muncul beberapa pertanyaan mengenai
permasalahan-permasalahan yang timbul di kalangan masyarakat dikarenakan
situasi dan kondisi yang berubah-ubah,seperti masalah ibadah, masalah pribadi,
keluarga, ekonomi,hukum,sosial dan lain-lain. Islam merupakan agama Rahmatan
Lil ‘Alamin yang dianugrahkan kepada seluruh manusia karena mampu menjawab
berbagai permasalahan sesuai dengan zamannya.
Banyak fatwa ulama dibuat dengan menyesuaikan dengan tujuan syari’at untuk
menjawab permasalah tersebut, demi terwujudnya kehidupan yang tenang dan
kemaslahatan umat, serta mencegah terjadinya berbagai kerusakan bagi manusia.
Sebagai suatu totalitas ajaran, disyari’atkan untuk mewujudkan kemaslahatan umat
manusia dengan seimbangnya semua aspek dalam kehidupan , kemaslahatan secara
faktual terus berkembang menuju bentuknya yang lebih baik dan ideal dengan
perkembangan zaman dan laju modernisasi, kemaslahatan dituntun oleh
perkembangan zaman dan modernisasi dan satu pihak kemaslahatan dituntut oleh
Al-Qur’an dan Sunnah.
Kaidah fiqih dapat dijadikan landasan aktifitas umat Islam dalam usaha,
memahami maqasid Syari’ah ( tujuan syari’ah ) dengan menyeluruh, keberadaanya
penting, termasuk dalam kehidupan ekonomi,sosial,agama, dan budaya. Kaidah
Fiqhiyah diperlukan untuk melakukan suatu ijtihad atau pembaruan pemikiran
dalam berbagai masalah. Ulama melakukan ijtihad dengan menggali peraturan
umum (al-qawanin al-‘ammah) dan prinsip universal (al- mabadi’ al-kulliyah) yang
terdapat pada Al-Qur’an dan Sunnah. Itulah yang disebut al-qawanin al- fiqhiyah
(kaidah-kaidah Fiqh ) . Manfaat dari qawaid fiqiyyah adalah menyediakan panduan
yang lebih praktis yang diturunkan dari nash asalnya yaitu Al-Qur’an dan Hadis.

1
2

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini sebagai berikut :

1. Apa pengertian kaidah al-dharar yuzal?


2. Apa dasar hukum kaidah al-dharar yuzal?
3. Apa saja cabang-cabang dan contoh kasus kaidah al-dharar yuzal?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian kaidah al-dharar yuzal
2. Untuk mengetahui dasar hukum kaidah al-dharar yuzal
3. Untuk mengetahui cabang-cabang dan contoh kasus kaidah al-dharar yuzal

D. Manfaat
Bagi mahasiswa, diharapkan materi yang telah di tulis ini dapat menambah ilmu
pengetahuan mengenai kaidah asasiyah keempat.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Kaidah Ad-Dhararu Yuzalu
Arti dari kaidah “ad-Dhararu yuzalu” adalah kemudharatan/kesulitan harus
dihilangkan. Jadi, konsepsi kaidah ini memberikan pengertian bahwa manusia harus
dijauhkan dari idhrar (tindak menyakiti), baik oleh dirinya maupun orang lain, dan
tidak semestinya ia menimbulkan bahaya (menyakiti) pada orang lain. Namun
Dharar (Kemudharatan) secara etimologi adalah berasal dari kalimat “adh Dharar”
yang berarti sesuatu yang turun tanpa ada yang dapat menahannya. Asal dari kaidah
ِ ‫ َر ُر َواَل‬%‫ض‬
ini adalah hadits Nabi: La Darar wa La Dirar " ‫ َرا َر‬%‫ض‬ َ ‫"اَل‬. Darar adalah
menimbulkan kerusakan pada orang lain secara mutlak. Sedangkan dirar adalah
membalas kerusakan dengan kerusakan lain atau menimpakan kerusakan pada
orang lain bukan karena balas dendam yang dibolehkan
Al-dharar dapat membahayakan orang lain secara mutlak, sedangkan al-
dhirar adalah membahayakan orang lain dengan cara yang tidak disyariatkan.
Dalam al-Quran, seluruh ayat yang mengandung kata “dharar” menyuruh
mengusahakan kebaikan dan melarang tindakan merugikan. Menurut para ulama,
dharar adalah kesulitan yang sangat mementukan eksistensi manusia, karena jika
tidak diselesaikan maka akan mengancam agama, jiwa, nasab harta serta
kehormatan manusia.

B. Dasar Hukum Kaidah Ad-Dhararu Yuzalu


QS AL-BAQARAH: 195

َ‫َواَ ۡنفِقُ ۡوا فِ ۡى َسبِ ۡي ِل هّٰللا ِ َواَل تُ ۡلقُ ۡوا بِا َ ۡي ِد ۡي ُكمۡ ِالَى التَّ ۡهلُ َك ِة ۚ َواَ ۡح ِسنُ ۡوا  ۚ اِ َّن هّٰللا َ ي ُِحبُّ ۡال ُم ۡح ِسنِ ۡين‬

“Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke
dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuatbaiklah. Sungguh, Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik”

POTONGAN AYAT QS AL-BAQARAH: 231


ۚ ‫ض َرارًا لِّتَ ْعتَد‬
‫ُوا‬ ِ ‫…واَل تُ ْم ِس ُكوه َُّن‬
َ
3
4
“Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian
kamu menganiaya mereka”.

POTONGAN AYAT QS AL-BAQARAH: 233


‫ضٓا َّر َوالِ َدةٌ ۢ بِ َولَ ِدهَا َواَل َم ۡولُ ۡو ٌد لَّهٗ ِب َولَ ِد ٖه‬
َ ُ‫…اَل ت‬
“…janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena
anaknya…”

POTONGAN AYAT QS AT-THALAQ: 6

۟ ُ‫ضيِّق‬
‫وا َعلَ ْي ِه َّن‬ َ ُ‫ضٓارُّ وه َُّن لِت‬
َ ُ‫…ۚ واَل ت‬
َ
“dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.”

َ‫ض بَ ْع َد اِصْ اَل ِحهَا َوا ْد ُعوْ هُ َخوْ فًا َّوطَ َمع ًۗااِ َّن َرحْ َمتَ هللاِ قَ ِريْبٌ ِّمنَ ْال ُمحْ ِسنِ ْين‬
ِ ْ‫واَل تُ ْف ِس ُدوْ ا فِى ااْل َر‬.
َ

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)


memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S Al-A’raf/7: 56)

ِ ۗ ْ‫ك َواَل تَب ِْغ ْالفَ َسا َد فِى ااْل َر‬


ُّ‫ض اِ َّن هللاَ اَل يُ ِحب‬ َ ‫ك ِمنَ ال ُّد ْنيَا َواَحْ ِس ْن َك َمآ اَحْ سَنَ هللاُ اِلَ ْي‬ ِ َ‫س ن‬
َ َ‫ص ْيب‬ َ ‫َوا ْبت َِغ فِ ْي َم ٰآا ٰتىكَ هللاُ ال َّد‬
َ ‫ارااْل ٰ ِخ َرةَ َواَل تَ ْن‬
َ‫ْال ُم ْف ِس ِد ْين‬

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S
Al-Qashash/28: 77)
5

Sabda Rasulullah Saw :

‫ق هللاُ َعلَ ْي ِه‬ َّ ‫ض َّرهُ هللاُ َو َم ْن َش‬


َّ ‫ق َش‬ َ ‫ار َم ْن‬
َ ‫ض َّر‬ ِ َ‫ض َر َر َوال‬
َ ‫ض َر‬ َ َ‫ ال‬.

“Tidak boleh memudharatkan dan di mudaratkan, barang siapa yang


memudharatkan, maka Allah akan memudharatkannya, dan barang siapa saja yang
menyusahkan, maka Allah akan menyusahkannya.” (HR.Imam Malik)

C. Cabang-Cabang dan Contoh Kasus Kaidah Ad-Dhararu Yuzalu


1. Kaidah pertama:
ِ ‫ات تُبِ ْي ُح ْال َمحْ ظُوْ َرا‬
‫ت‬ ُ ‫ضرُوْ َر‬
َ َ‫ا‬

Artinya: “Kemudaratan-kemudaratan itu dapat memperbolehkan keharaman”.

Batasan kemudaratan adalah suatu hal yang mengancam eksistensi


manusia yang terkait dengan lima tujuan, yaitu memelihara agama, memelihara
jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan dan memelihara keturunan dan
memelihara kehormatan atau harta benda.

Contoh penerapannya :

 Orang yang di landa bahaya kelaparan di perkenankan makan binatang tanpa


di sembelih atau makan binatang yang di haramkan, misalnya : babi dan
anjing.
 Diperbolehkan merusak gedung dan alat-alat perlengkapan perang milik
musuh dalam suatu pertempuran.

2. Kaidah kedua:
ِ ‫ت يُقَ َد ُربِقَد‬
‫َرهَا‬ َ ‫َماأُبِ ْي َع لل‬
ِ ‫ضرُو َرا‬

Artinya: “ Apa yang dibolehkan karena darurat diukur sekadar


kedaruratannya”.
6

Kebolehan berbuat atau meninggalkan sesuatu karena darurat adalah untuk


memenuhi penolakan terhadap bahaya, bukan selain ini. Dalam kaitan ini Dr.
Wahbah az-Zuhaili membagi kepentingan manusia akan sesuatu dengan 4
klasifikasi, yaitu:

 Darurat
 Hajah
 Manfaat
 Fudu
Contoh penerapannya :

 Seorang diperkenankan mengambil rumput milik orang lain tanpa izinnya


untuk memberikan makanan binatangnya yang dalam keadaan kelaparan,
tetapi tidak diperbolehkan mengambilnya lagi untuk dijual kepada orang lain
yang memiliki binatang yang dalam keadaan yang sama.
 Seorang dokter laki-laki yang karena darurat harus mengobati sebagian
anggota seorang wanita tidak diperkenankan meneliti anggota lain yang tidak
perlu diobati.

3. Kaidah ketiga:
‫َجا َز لِع ُْذ ٍر بَطَ َل بَ َز َوالِ ِه َما‬

Artinya: “Apa yang diizinkan karena adanya udzur, maka keizinan itu hilang
manakala udzurnya hilang”.

Contoh penerapannya :

Tayammum itu batal, lantaran diketemukan air sebelum waktu sholat1

4. Kaidah keempat:

1
Jaih, Sejarahan Kaidah Asasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. 1, h.
‫بِا ْل َم ْعسُوْ ِر‬  ُ‫اَ ْل َم ْيسُوْ ُرالَيُ ْسقَط‬

Artinya: “Kemudahan itu tidak dapat digugurkan dengan kesulitan”.

Contoh penerapannya :                                        

 Seorang yang terpotong bagian tubuhnya maka tetap ajib baginya membasuh
anggota badan yang tersisa ketika bersuci.
 Seseorang yang mampu menutup sebagian auratnya, maka ia ajib menutup aurat
sesuai dengan kemampuannya tersebut.
5. Kaidah kelima:
‫ق ْال َغي ِْر‬
َ ‫اَاْل ِ ضْ طَ َرا ُريُ ْب ِط ُل َح‬

Artinya: “Keterpaksaan itu tidak dapat membatalkan hak orang lain”.

sabda Rasulullah saw:

)‫(روه البخاري ومسلم‬     ‫ واذانهيتكم عن شيئ فاجتنبوه‬،‫اٍذاأمرتكم بأمرفأتوامنه مااستطعتم‬

“apabila aku memerintahkan kepadamu suatu perintah, kerjakanlah semampumu


dan apabila aku melarang kamu sesuatu perbuatan tinggalkanlah”. (HR.Bukhari
dan Muslim)2

Disyaratkan adanya kesanggupan dalam menjalankan perintah, sedang


dalam meninggalkan larangan tidak disyaratkan demikian, menunjukkan bahwa
tuntutan meninggalkan larangan itu adalah lebih kuat dari pada tuntutan
menjalankan perintah.

Contoh penerapannya :

 Berkumur dengan mengocok air yang berada didalam mulut sampai kepangkal
tenggorokan dan menghirup air lewat hidung dalam melaksanakan wudhu
adalah disunnahkan. Tetapi hal itu dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa

2
Jaih, Sejarahan Kaidah Asasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. 1, h.
(HR.Bukhari dan Muslim)
dimakruhkan, sebab untuk menjaga jangan sampai air tersebut terus masuk
sampai keperut hingga membatalkan puasa.
8
 Bersuci dengan menekan-nekankan jari basah di sela-sela pangkal rambut
disunnahkan. Tetapi hal itu dimakruhkan bagi orang yang sedang menjalankan
ihram, untuk menjaga jangan sampai menggugurkan rambut yang menjadi
pantangan dalam ihram.

6. Kaidah keenam:

‫ض َم ْف َس َدةٌ َو َمصْ لَ َحةٌ قُ ِد َم َد ْف ُع ْال َم ْف َس َد ِة غَا لِبًا‬ َ ‫َدرْ ُء ْال َمفَا ِس ِداَوْ لَى ِم ْن َج ْلبِى ْال َم‬
َ ‫صالِ ِع فَا ِ َذا تَ َعا َر‬

Artinya: “Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik mashlahah


dan apabila berlawanan antara yang mafsadah dan mashlahah maka yang
didahulukan adalah menolak mafsadahnya”.

Menurut qaidah ini jika satu perbuatan mempunyai dua kemudharatan atau
lebih, hendaklah dipilih manakah diantara kemudharatan-kemudharatan itu yang
lebih ringan. Walaupun sebenarnya kemudharatan itu ringan maupun berat harus
dihindarkan, sesuai dengan firman Allah SWT (QS. Al-A’raf: 56)3

َ‫ض بَ ْع َد إِصْ اَل ِحهَا َوا ْدعُوهُ خَ وْ فًا َوطَ َمعًا ۚ ِإ َّن َرحْ َمتَ هَّللا ِ قَ ِريبٌ ِمنَ ْال ُمحْ ِسنِين‬
ِ ْ‫َواَل تُ ْف ِسدُوا فِي اأْل َر‬

Artinya: dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah


(Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah
Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-A’raf: 56)

Namun karena tidak ada jalan lain untuk menghindarkannya selain dengan
memilih yang paling sedikit mudharatnya, maka itulah yang tepat.

3
Jaih, Sejarahan Kaidah Asasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. 1, h.
(QS. Al-A’raf: 56)
Contoh penerapannya :

 Seorang dokter diperbolehkan membedah perut seorang mayat, apabila ia


berkeyakinan bahwa didalam perut itu terdapat seorang bayi yang diharapkan
akan hidup  apabila ia berhasil dikeluarkan. Membedah perut adalah perbuatan
merusak sebagaimana halnya membiarkan mati bayi didalam perut. Tetapi
kerusakan akibat dari membedah perut masih dipandang lebih ringan
dibandingkan membiarkan bayi mati lantaran tidak dikeluarkannya.
 Seorang memotong pohon orang lain adalah perbuatan merusak. Tetapi
seandainya hal itu tidak dilakukannya, maka pohon yang meliuk dijendelanya
akan mengganggu bergantinya udara di kamarnya hingga membuat
kelembaban udara yang sangat membahayakan kesehatan. Oleh karena itu,
memotong tanaman orang lain yang mengganggu diperkenankan.

7. Kaidah ketujuh:
َ ‫اَل‬
َ ‫ض َر ُرالَيُ َزا ُل بِا‬
‫لض َر ِر‬

Artinya: “Kemudaratan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudaratan yang


lain”.

Maksud kaidah ini ialah sesuatu yang berbahaya tidak boleh dihilangkan
dengan suatu bahaya lain yang setingkat kadarnya bahayanya, atau yang lebih
besar kadar bahayanya. Oleh karena sebab itu untuk menghilangkan suatu
bahaya disyaratkan harus tidak menimbulkan bahaya lain jika hal itu
dimungkinkan. Apabila tidak memungkinkan, maka bahaya yang timbulkan
harus diminilimasir sekecil mungkin.4

Diantara aplikasi qa’idah furu’ ini, imam al-suyuthi banyak memberikan


contoh-contoh kasus yang berkaitan dengan qai’dah ini, agar menjadi jalan yang
bias digunakan untuk menganalogikan permasalahan-permasalahan lainya.

4
Jaih, Sejarahan Kaidah Asasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. 1, h. 153
10

Contoh penerapannya :

 Apabila ada dua orang bersepakat untuk bersama-sama (syirkah) menempati


rumah yang masih memerlukan pembenahan dan perwatan, sedangkan salah satu
dari mereka tidak mampu melakukanya, maka salah satu yang ,lain tidak boleh
memaksanya untuk ikut andil dalam melakukan pembenahan dan perawatan
tersebut.
 Tidak boleh memaksa diri meletakkan kayu batangan (judhu) atau benda yang
lain pada dinding rumah tetangga, karena perbuatan ini bisa menghilangkan
dhoror pada dirinya, akan tetapi menimbulkan dhoror pada orang lain.
 Seseorang terdesak dan terpepet, tidak boleh memakan makanan orang lain yang
sama-sama terpepet, karena perbuatan semacam ini sama saja dengan
menghilangkan bahaya dengan cara.menimbulkan bahaya orang lain

8. Kaidah kedelapan:

‫ب ْال َخفِّ ِه َما‬ َ ‫ض َم ْف َس َد تَا ِن رُوْ ِع ْي اَ ْعظَ ُمهَا‬


ِ ‫ض َررًابِارْ تِ َكا‬ َ ‫اِ َذاتَ َعا َر‬

Artinya: “Apabila dua mafsadah bertentangan, maka perhatikan mana yang


lebih besar mudaratnya dengan memilih yang lebih ringan mudaratnya”

Contoh penerapannya :

 Seorang perempuan membutuhkan satu-satunya dokter laki-laki yang ahli


untuk mengobati penyakitnya yang terletak pada bagian tubuhnya, adalah
diperbolehkan.
 Karena suatu hajat yang mendesak dan bukan karena hiasan semata, seseorang
diperkenankan menambal bejananya yang retak dengan bahan dari perak.
11
 Untuk menjaga kebutuhan orang banyak dalam menghindari spekulasi para
pedagang, pemerintah diperbolehkan membatasi atau menetapkan harga
barang-barang pokok yang diperjual belikan, walaupun sebenarnya tindakan
perintah ini membuat kerugian kepada pihak-pihak tertentu.

9. Kaidah kesembilan:

َ ‫اَ ْل َحا َجةُ ْالعْا َمةُ اَ ِو ْالخَ ا‬


َ ‫صةُ تَ ْن ِز ُل َمي ِْز لَةَ ال‬
‫ضرُوْ َر ِة‬

Artinya: “Kebutuhan umum atau khusus dapat menduduki tempatnya darurat”.

Contoh penerapannya :

Dalam jual beli, objek yang di jual telah wujud. Akan tetapi, demi untuk
kelancaran transaksi, boleh menjual barang yang belum berwujud asal sifat-
sifatnya atau contohnya telah ada.5

5
Jaih, Sejarahan Kaidah Asasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. 1, h. 153
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa, arti dari kaidah “ad-Dhararu yuzalu” adalah
kemudharatan/kesulitan yang harus dihilangkan. Menurut para ulama, dharar adalah
kesulitan yang sangat menentukan eksistensi manusia, karena jika tidak diselesaikan
maka akan mengancam agama, jiwa, nasab harta serta kehormatan manusia.

Dasar hukum kaidah al-dhararu Yuzalu yaitu, Q.S Al-A’raf ayat 56, Q.S Al-
Qashash ayat 77 dan hadits nabi yang artinya, “Tidak boleh memudharatkan dan di
mudaratkan, barang siapa yang memudharatkan, maka Allah akan
memudharatkannya, dan barang siapa saja yang menyusahkan, maka Allah akan
menyusahkannya.” (HR.Imam Malik).

Ada beberapa kaidah cabang diantaranya :

 Kaidah pertama, artinya kemudaratan-kemudaratan itu dapat memperbolehkan


keharaman.
 Kaidah kedua, artinya apa yang dibolehkan karena darurat diukur sekadar
kedaruratannya.
 Kaidah ketiga, artinya apa yang diizinkan karena adanya udzur, maka keizinan itu
hilang manakala udzurnya hilang.
 Kaidah keempat, artinya kemudahan itu tidak dapat digugurkan dengan kesulitan.
 Kaidah kelima, artinya keterpaksaan itu tidak dapat membatalkan hak orang lain.
 Kaidah keenam, artinya menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik
mashlahah dan apabila berlawanan antara yang mafsadah dan mashlahah maka
yang didahulukan adalah menolak mafsadahnya.
 Kaidah ketujuh, artinya kemudaratan itu tidak dapat dihilangkan dengan
kemudaratan yang lain.
 Kaidah kedelapan, artinya apabila dua mafsadah bertentangan, maka perhatikan
mana yang lebih besar mudaratnya dengan memilih yang lebih ringan mudaratnya.
12
13
 Kaidah kesembilan, artinya kebutuhan umum atau khusus dapat menduduki
tempatnya darurat.

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu
penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Usman, H Muchlis, 2002, Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, Jakarta : PT Raja
Grafindo

Ihsan, A Ghozali, 2015, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Semarang : Multimedia Grafika

A. Djazuli, 2006, Kaidah-kaidah Fikih, Jakarta : Kencana

Jaih, 2002, Sejarahan Kaidah Asasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.


14

Anda mungkin juga menyukai