Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

‫الضرر يزال‬
Kemudharatan Harus Dihilangkan

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Qawaid Fiqhiyah Muamalah

Dosen Pengampu :
Ashima Faidati, S.H.I., M.Sy.

Disusun oleh HES-2B:

Kelompok 4

1. Trisna Nurshafa Fitria (1860101231048)


2. Khoirul Anam (1860101231050)
3. Putri Mufarrichatul Ummah (1860101231070)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
karunia dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tepat pada
waktunya. Sholawat serta salam semoga senantiasa abadi tercurah kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW dan umatnya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Qowaid Fiqhiyah Muamalah.
Dalam menyelesaikan makalah ini, mendapatkan bantuan serta bimbingan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu kami haturkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H Abd Aziz, M.Pd.I., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung.
2. Prof. Dr. H. Ahmad Muhtadi Anshor, M.Ag., selaku Dekan FASIH Universitas Islam
Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
3. Dr. Dian Fericha, S.H., M.H., selaku Koordinator Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
4. Ashima Faidati, S.H.I., M.Sy.selaku Dosen Pengampu dari Mata Kuliah Qowaid
Fiqhiyah Muamalah
5. Teman HES serta pihak yang lain, yang telah membantu dalam proses penyelesaian
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan
dan ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga
mengharap adanya kritik Konstruktif serta saran dari pembaca apabila menemukan
kesalahan dalam makalah ini.

Tulungagung, 24 Februari 2024

Penyusun

i
DAFTAR IS

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar belakang...........................................................................................................1

B. Rumusan masalah.....................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3

a. Pengertian Kaidah ‫الضرر يزال‬....................................................................................3

b. Sumber Perumusan Kaidah ‫الضرر يزال‬......................................................................4

C. Makna Dlalurat, Hajiyat, Dan Tahsiniyat.................................................................5

D. Kaidah-kaidah, Cabang,dan Aplikasinya dari Kaidah ‫ الضرر يزال‬Dalam Masalah


Pernikahan........................................................................................................................8

C. Aplikasi Kaidah ‫ لضرر يزال‬Dalam Masalah Pernikahan...........................................12

BAB III PENUTUP......................................................................................................14

A. Kesimpulan.............................................................................................................14

B. Kritik Dan Saran.....................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................15

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sebagai umat Islam, kita mengakui bahwa banyak masalah baru yang tidak
terdapat penyelesaiannya di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga para pakar hukum
Islam harus berijtihad untuk memecahkannya.Untuk menjawab masalah-masalah baru
yang belum ada penegasan hukum- hukumnya di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, maka
para pakar hukum Islam (fuqaha) berupaya memecahkan dan mencari hukum-hukumnya
dengan menggunakan ijtihad. Namun ijtihad itu tidak boleh lepas dari al-Qur’an dan as-
Sunnah.
Dikatakan demikian, karena ijtihad tersebut dilaksanakan dengan cara
mengkiaskan kepada yang sudah ada di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, menggalinya
dari aturan-aturan umum (al-qawanin al-‘ammah) dan prinsip-prinsip yang universal (al
mabadi’ al-kulliyah) yang terdapat dalam al-Qur’an dan as- sunnah dan menyesuaikannya
dengan maksud dan tujuan syariat (al-maqashid al- syari’ah) yang juga terkandung dalam
al-Qur’an dan as-Sunnah.Aturan-aturan umum dan prinsip-prinsip yang universal itulah
yang disebut dengan al-qawanin al-fiqhiyyah (kaidah-kaidah fiqh). Dalam pembahasan
kaidah- kaidah fiqh banyak terdapat macam-macam kaidah, diantaranya yaitu kaidah-
kaidah pokok dan kaidah kaidah cabang. Salah satu dari kaidahnya yaitu kaidah Adh-
dharuriyah atau Adh-dhararu yudzalu.
Kaidah Adh-dharuriyah ini merupakan kaidah asasiyyah yang membahas tentang
kemudharatan yang harus dihilangkan akan tetapi jika seseorang itu di dalam keadaan
darurat maka yang haram pun diperbolehkan. Akan tetapi, keadaan darurat dalam hal ini
yang benar-benar berakibat fatal jika tidak diatasi dengan cara- cara yang membawa
kemudharatan. Oleh karena itu, dalam Islam memperbolehkan untuk meninggalkan hal-
hal yang wajib jika dalam keadaan yang sangat darurat.

1
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Dari Kaidah ? ‫الضرر يزال‬
2. Apa Sumber Perumusan Kaidah ? ‫الضرر يزال‬
3. Apa Makna Dari Dlarurat, Hajiyat, Dan Tahsiniyat ?
4. Apa Saja Kaidah, Cabang, Dan Aplikasinya Dalam Dalam Masalah
Pernikahan?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Dari Kaidah ‫الضرر يزال‬
2. Mengetahui Sumber Perumusan Kaidah ‫الضرر يزال‬
3. Mengetahui Makna Dari Dlarurat, Hajiyat, Dan Tahsiniyat
4. Mengetahui Kaidah, Cabang, Dan Aplikasinya Dalam Masalah Pernikahan

2
BAB II
PEMBAHASAN

a. Pengertian Kaidah ‫الضرر يزال‬


Arti dari kaidah “ad-Dhararu yuzalu” adalah kemudharatan/kesulitan harus
dihilangkan. Jadi, konsepsi kaidah ini memberikan pengertian bahwa manusia harus
dijauhkan dari idhrar (tindak menyakiti), baik oleh dirinya maupun orang lain, dan tidak
semestinya ia menimbulkan bahaya (menyakiti) pada orang lain.
Namun Dharar (Kemudharatan) secara etimologi adalah berasal dari kalimat "adh
Dharar" yang berarti sesuatu yang turun tanpa ada yang dapat menahannya. Sedangkan
Dharar secara terminologi menurut para ulama ada beberapa pengertian diantaranya
adalah:
1. Dharar ialah posisi seseorang pada suatu batas dimana kalau tidak mau
melanggar sesuatu yang dilarang maka bisa mati atau nyaris mati. Hal seperti
ini memperbolehkan ia melanggarkan sesuatu yang diharamkan dengan batas
batas tertentu1.
2. Abu Bakar Al Jashas, mengatakan “Makna Dharar disini adalah ketakutan
seseorang pada bahaya yang mengancam nyawanya atau sebagian anggota
badannya karena ia tidak makan.”
3. Menurut Ad Dardiri, “Dharar ialah menjaga diri dari kematian atau dari
kesusahan yang teramat sangat”.
4. Menurut sebagian ulama dari Madzhab Maliki, “Dharar ialah
mengkhawatirkan diri dari kematian berdasarkan keyakinan atau hanya
sekedar dugaan.”
5. Menurut Asy Suyuti, “Dharar adalah posisi seseorang pada sebuah batas
dimana kalau ia tidak mengkonsumsi sesuatu yang dilarang maka ia akan
binasa atau nyaris binasa.
Jadi, Dharar disini menjaga jiwa dari kehancuran atau posisi yang sangat mudharat
sekali, maka dalam keadaan seperti ini kemudaratan itu membolehkan sesuatu yang
dilarang. Berdasarkan pendapat para ulama di atas dapat diambil kesimpulan bahwa,
Dharar adalah kesulitan yang sangat menentukan eksistensi manusia, karena jika ia tidak
diselesaikan maka akan mengancam agama, jiwa, nasab, harta serta kehormatan manusia.

1
Al-Sadlani mengutip dari Ali Ahmad Al-Nadawi, op.cit., h. 325 dan 328.
3
b. Sumber Perumusan Kaidah ‫الضرر يزال‬
Firman Allah SWT:

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)


memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan
harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang
yang berbuat baik. (Q.S Al- A’raf/7: 56)
Sabda Rasulullah Saw:

Tidak boleh memudharatkan dan di mudaratkan, barang siapa yang memudharatkan,


maka Allah akan memudharatkannya, dan barang siapa saja yang menyusahkan, maka
Allah akan menyusahkannya. (HR.Imam Malik)
Masalah-masalah yang dapat mempergunakan kaidah ini banyak sekali,
diantaranya: khiyar, syuf’ah, hudud, kafarat, memilih pemimpin, fasakh dalam nikah
karena ada aib dan sebagainya. "Dharar yuzal" adalah prinsip- prinsip yang ditemukan
dalam sumber-sumber utama hukum Islam, yaitu Al-Qur'an, Hadits, dan pendapat para
ulama hukum (ijma'). 2

a. Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah sumber utama hukum Islam dan di dalamnya terdapat prinsip
prinsip yang berkaitan dengan perlindungan individu dan masyarakat dari bahaya dan
kerusakan. Beberapa ayat Al-Qur'an yang terkait dengan konsep "‫ "يزال الضرر‬adalah: "Dan
janganlah kamu membunuh dirimu (atau satu sama lain). Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisa': 29).“Dan janganlah kamu mencampurkan
yang batil dengan yang haq, dan janganlah kamu menyembunyikan yang haq, sedangkan
kamu mengetahui (kebenaran)." (QS. Al-Baqarah: 42)
Dalam ayat-ayat ini, terdapat indikasi akan perlunya menjauhkan diri dari tindakan yang
merugikan diri sendiri maupun orang lain serta pentingnya mengungkapkan kebenaran
dan menjauhi yang batil.
b. Hadits
Hadits adalah kumpulan perkataan, tindakan, dan persetujuan Nabi Muhammad
SAW yang menjadi sumber hukum Islam. Terdapat beberapa hadits yang berkaitan
dengan prinsip " ‫" الضرر يزال‬, di antaranya:

2
Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqih & Ushul Fiqih (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011)
4
"Tidak ada kemudaratan (kerusakan) dan tidak ada balasan kemudaratan (kerusakan)."
(HR. Thirmidzi) "Sesungguhnya merupakan suatu kemudaratan (kerusakan) jika
menjatuhkan satu kemudaratan (kerusakan) yang lebih besar." (HR. Abu Dawud) Dalam
hadits ini, Nabi Muhammad SAW memberikan penekanan pada pentingnya mencegah
kemudaratan atau kerusakan dan menjaga agar kemudaratan yang lebih besar tidak
terjadi.
c. Ijma' ulama
Ijma' merupakan kesepakatan ulama dalam satu masalah hukum. Para ulama dalam
pembahasan hukum Islam juga telah sepakat bahwa prinsip " ‫ ”الضرر يزال‬adalah hal
yang diterima dan menjadi bagian penting dalam penerapan hukum Islam.
Dalam memahami kaidah " ‫" الضرر يزال‬, para ulama juga menggunakan metode
ijtihad (penafsiran hukum) dengan mempertimbangkan lingkungan sosial, nilai-nilai
Islam, dan tujuan syariat untuk mencapai kemaslahatan individu dan masyarakat.
Dengan demikian, sumber perumusan kaidah " ‫زال‬PP‫رر ي‬PP‫ " الض‬berasal dari Al- Qur'an,
Hadits, dan ijma' ulama, yang menjadi landasan dalam merumuskan hukum Islam yang
melindungi individu dan masyarakat dari bahaya dan kerusakan.

C. Makna Dlalurat, Hajiyat, Dan Tahsiniyat


1. Dlalurat
Secara etimologi, al-Dharar (bahaya) adalah lawan dari al-Naf’u (manfaat). Juga
bisa diartikan bahwa al-Dharar adalah segala bentuk kondisi buruk, kekurangan, kesulitan
dan kemalangan.Batasan Dharar adalah keadaan yang membahayakan yang dialami
manusia atau masyaqqah yang parah yang tidak munkgin dipikul oleh manusia.3
Berdasarkan hadits nabi riwayat Ibnu Majah ada dua istilah yang dipakai untuk
menunjukkan bahaya/mudlarat yaitu dharar dan dhirar. Ditinjau dari aspek bahasa kedua
kata tersebut mempunyai makna yang sama, namun objeknya berbeda. Arti dharar adalah
perbuatan yang dilakukan seorang diri dan berbahaya hanya pada diri sendiri. Sementara
dhiraradalah perbuatan yang bersifat interelasi, yakni dilakukan oleh dua orang atau
lebih, dan berbahaya pada diri sendiri dan orang lain.
Definisi dlarurat menurut para ulama, yaitu :
1) Al-Jurjani dalam at-Ta’rifat, mengatakan, kata adl-dlarurat itu dibentuk dari adl-

3
Abu al-Husain Ahmad Ibn Faris Ibn Zakariya, Maqayis al-Lughat, (Dar al-Fikr, 1399
H/ 1979 M) jld. 5, hlm. 95.
5
dlarar yaitu suau musibah yang tidak dapat dihindari4.
2) Az-Zarkasyi dan As-Suyuthi mendefinisikan dlarurat dalam rumusan sebagai
berikut, dlarurat ialah sampai seseorang pada batas dimana jika ia tidak mau
makan yang dilarang, maka ia akan binasa.
3) Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan bahwa dlarurat adalah datangnya kondisi
bahaya atau kesulitan yang amat berat kepada diri manusia, yang membuat dia
kuatir terjadi kerusakan atau sesuatu yang menyakiti jiwa, anggota tubuh,
kehormatan, akal, harta, dan yang bertalian dengannya. Ketika itu boleh atau
mesti mengerjakan yang diharamkan atau meninggalkan yang diwajibkan atau
menunda waktu pelaksanaannya guna menghindari kemudharat yang
diperkirakannya dapat menimpa dirinya selama tidak keluar dari syarat-syarat
yang ditentukan oleh syara. Berdasarkan pendapat para ulama di atas dapat
disimpulkan bahwa dharar adalah kesulitan yang sangat menentukan eksistensi
manusia, karena jika ia tidak diselesaikan maka akan mengancam agama, jiwa,
nasab, harta serta kehormatan manusia.
4) Menurut asy-Syatibi yang tergolong ke dalam kebutuhan ini ada lima hal, yaitu:
a. memelihara agama,
b. memelihara jiwa,
c. memelihara akal,
d. memelihara kehormatan dan keturunan,
e. memelihara harta.
Kelima hal inilah yang menyebabkan mengapa syariat Islam itu diturunkan.
Seluruh ayat-ayat hukum terkandung tujuan Allah swt sebagai syari’ atau pembuat
hukum yang secara eksplisit menentukan adanya pemeliharaan atas kelima hal
ini: berikut ayat dalam jihad 13 kewajiban persoalan contoh, Ambil tersebut.
.‫وقاتلوهم حتىْ ل تكون فتنة ويكون الدين هلل فإن انتهوا ًفل عدوان ْإل على الظالمين‬
Artinya: Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga)
ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. (QS. Al-Baqarah: 193)

Demikian pula ayat al-Quran yang lainnya dalam masalah qishash:


‫ولكم في القصاص حياة يا أولى األلباب لعلكم تتقون‬
Artinya: Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagi mu, hai orang-
4
Ibnu al-Mandhur, Lisanul Arab, (Beirut: Dar Shadir), hlm. 482
6
orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 179)
Dari ayat pertama dapat diketahui tujuan disyariatkan perang adalah untuk melancarkan
jalan dakwah bilamana terjadi gangguan dan mengajak manusia untuk menyembah Allah.
Dan dari ayat kedua diketahui bahwa mengapa disyariatkan qishash karena dengan itu
ancaman terhadap kehidupan manusia dapat dihilangkan.
1. Hajiyat
Hajiyat diidentikkan dengan kebutuhan-kebutuhan sekunder. Artinya, derajatnya
tidak setinggi dharuriyat, yakni bahwa tidak terwujudnya kebutuhan hajiyat ini tidak
sampai mengancam keselamatan manusia, tetapi hanya sekedar mengalami kesulitan. Di
sinilah kemudian penegasan terhadap syariat Islam yang berfungsi menghilangkan
kesulitan sehingga memunculkan hukum rukhshah.5
Pada aspek ibadah, Islam mensyariatkan beberapa hukum rukhshah (keringanan)
seperti kebolehan tidak berpuasa dalam situasi perjalanan dalam jarak tertentu dengan
syarat diganti pada hari yang lain. Begitu pula seperti yang dialami orang yang sedang
sakit. Kebolehan meng-qasar shalat dilaksanakan dalam konteks implementasi kebutuhan
hajiyat ini.15 Dan masih banyak aspek-aspek lain (seperti muamalah, uqubat, dll)
Prinsipnya adalah bahwa suatu kesempitan dapat menimbulkan keringanan dalam syariat
Islam, sebagaimana ayat al-Qur’an memberikan petunjuk-petunjuk seperti dalam ayat 6
ayat al-Maidah berikut ini:

Artinya: Dan Dia (Allah) tidak sekali-kali menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan (QS.Al-Maidah:6)
Dan Surat al-Hajj ayat 78:
‫وما جعل عليكم في الدين من حرج‬
Artinya: Dan Allah tidak hendak menyulitkan kami (QS. Al-Hajj : 78).
2. Tahsiniyat
Tahsiniyat yaitu tingkat kebutuhan yang tidak mengancam satupun eksistensi salah
satu dari lima pokok di atas serta tidak menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini
hanya sekedar tingkat kebutuhan pelengkap, seperti dikemukakan asy-Syatibi, bahwa hal-
hal yang merupakan kepatutan menurut adat istiadat, menghindarkan hal-hal yang tidak
enak dipandang mata, dan berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma
dan akhlak. Dalam berbagai bidang kehidupan, seperti ibadat, mu’amalat dan ‘uqubat,
5
Muhammad Sa’ad bin Ahmad bin Mas’ud al-Yubiy, Op. Cit., hlm. 31
7
Allah telah mensyariatkan hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan tahsiniyat.
Dalam lapangan ibadah, kata Abd. Wahhab Khallaf, umpamanya Islam mensyariatkan
bersuci baik dari najis atau dari hadas, baik pada badan maupun pada tempat dan
lingkungan. Islam menganjurkan berhias ketika hendak ke Masjid, menganjurkan
memperbanyak ibadah sunnah.Dalam lapangan mu’amalat Islam melarang boros, kikir,
menaikkan harga, monopoli, dan lain-lain. Dalam bidang ‘uqubat Islam mengharamkan
membunuh anak-anak dalam peperangan dan kaum wanita, melarang melakukan muslah
(menyiksa mayyit dalam peperangan).6
Tujuan syariat seperti tersebut tadi bias disimak dalam beberapa ayat, misalnya ayat 6
dalam Surat al-Maidah:
‫ولكن يريد ليطهركم وليتم نعمته عليكم لعلكم تشكرون‬
Artinya: Tetapi Dia (Allah) hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-
Nya bagimu supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Maidah: 6)

D. Kaidah-kaidah, Cabang,dan Aplikasinya dari Kaidah ‫ الضرر يزال‬Dalam Masalah


Pernikahan
1. Kaidah Kaidah ‫يزال الضرر‬
 Pertama
‫لضرر يدفع بقدر اإلمكان‬
(Kemudharatan dihilangkan semaksimal mungkin meski tidak seluruhnya hilang) Ini
merupakan kaidah yang penting terutama dalam masalah nahi mungkar, karena diantara
bentuk kemudharatan adalah kemungkaran. Patut diketahui bahwa nahi mungkar ada dua
bentuk, pertama nahi munkar untuk menghilangkan kemungkaran secara total, kedua nahi
mungkar dengan cara meminimalkan kemungkaran tersebut. Bahkan dalam beberapa
kondisi, perbuatan nahi mungkar itu sendiri mengandung kemungkaran, tetapi itu
dilakukan demi menghilangkan kemungkaran yang lebih besar darinya.
Diantara dalil akan kaidah ini, Allah berfirman.

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta
taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. (QS At- Taghabun:16)
 Kedua
6
Muhammad Sa’ad bin Ahmad bin Mas’ud al-Yubiy, Op. Cit., hlm. 388
8
‫لضرر ال يزال بمثله‬
(Kemudharatan tidak dihilangkan dengan memunculkan kemudharatan yang semisal
apalagi kemudharatan yang lebih parah)
Diantara contoh penerapannya, misalnya seseorang yang diancam akan dibunuh apabila
tidak membunuh kawannya. Jika dia dibunuh maka itu adalah kemudharatan, namun jika
dia ingin menyelamatkan dirinya dengan membunuh kawannya tersebut maka itu adalah
bentuk menimbulkan kemudharatan yang sama. Sehingga dalam hal ini dia tidak boleh
melakukannya, karena nyawanya tidak lebih berharga dari pada nyawa kawannya. Dan
kemudharatan tidak boleh ditolak dengan memunculkan kemudharatan yang sama.
 Ketiga

(Menempuh kemudharatan yang lebih ringan yang tidak bisa dihindari).


Kaidah ini diterapkan apabila dihadapkan pada dua kemudharatan yang tidak bisa
dihindari semuanya secara sekaligus, tidak boleh tidak harus dilakukan dan tidak ada
pilihan ketiga. Maka dalam hal ini sikap yang diambil adalah menempuh kemudharatan
yang lebih ringan7.
 Keempat

(Ditempuh kemudharatan yang khusus untuk menolak kemudharatan yang umum)


Contoh penerapan kaidah ini, seseorang yang memiliki rumah, tembok rumahnya miring
yang mana bisa menimbulkan gangguan bagi beberapa tetangganya. Maka pemerintah
bisa menyuruhnya untuk memperbaiki temboknya tersebut walaupun harus
menghabiskan sekian dana yang tidak sedikit, demi menghindarkan gangguan yang bisa
menimpa banyak tetangganya.
 Kelima

(Menolak kemudharatan lebih diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan)


Kaidah ini diterapkan apabila maslahat dan mudharatnya sama, tidak ada dari keduanya
yang lebih besar. Maka didahulukan untuk meninggalkannya demi menghindarkan diri
dari mudharat yang akan timbul walaupun harus mengorbankan maslahat yang bisa
diraih.
Diantara dalil tentang kaidah ini yaitu hadits Nabi,

Bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq menghirup air dalam hidung kecuali jika engkau
7
Muhammad Sa’ad bin Ahmad bin Mas’ud al-Yubiy, Op. Cit., hlm. 388.
9
berpuasa.(HR Abu Daud 142)
Beristinsyaq (menghirup air ke hidung) dengan sungguh-sungguh akan mendatangkan
maslahat, tetapi ketika berpuasa menghirup dengan sungguh- sungguh dikhawatirkan air
yang masuk bisa tertelan masuk ke dalam lambung sehingga membatalkan puasa.
2. Cabang Kaidah ‫الضرر يزال‬
1. Qaidah Pertama

(Kemadharatan itu tidak bisa dihilangkan dengan kemadhratan yang lain)


Kaedah ini semakna dengan kaedah:

”Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan yang sebanding “


Maksud kaedah itu adalah kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan cara melakukan
kemudharatan lain yang sebanding keadaannya8.
Contoh:
a. Seorang debitor tidak mau membayar utangnya padahal waktu pembayaran sudah
habis. Maka dalam hal ini tidak boleh kreditor mencuri barang debitor sebagai
pelunasan terhadap hutangnya.
b. Seorang dokter tidak boleh melakukan donor darah dari satu orang ke orang lain
jika hal itu menyebabkan si pendonor menderita sakit lebih parah dari yang
menerima donor.
2. Qoidah Kedua

(Kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang)


Dasar nash dari kaidah di atas adalah firman Allah:

Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkannya atasmu
kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.

Maka barangsiapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedangkan ia tidak


menginginkannya serta tidak melampaui batas maka tiada dosanya.

8
1 Ibid.,h.130, mengutip juga dari Abdullah ibn Said ibn ‘Abbad li al-Hajibi al-Hadhrami, Idhahu al-
Qawaid al-Fiqhiyyah, (Saudi: t.p., 1410 H), h. 28.
10
Melihat ayat di atas, tidak semua keterpksaan itu memperbolehkan yang haram,
namun keterpaksaan itu dibatasi dengan keterpaksaan yang benar-benar tidak ada jalan
lain kecuali hanyamelakukan itu, dalam kondisi ini maka yang haram dapat
diperbolehkan memakainnya.
Contoh:
 Seseorang di hutan tiada menemukan makanan sama sekali kecuali babi hutan dan
bila ia tidak memakannya akan mati, maka babi hutan itu dapat dimakan sebatas
keperluannya.
 Kebolehan mengucap kata kufur karna dipaksa
Batasan kemadharatan adalah suatu hal yang mengancam eksistensi manusia, yang
terkait dengan panca tujuan yaitu: memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara
akal, memelihara keturunan dan memelihara kehormatan atau harta benda.
3. Qoidah Ketiga

Apa yang diperbolehkan karena adanya kemudharatan diukur menurut kadar


kemudharatan
Contoh:
 Kebolehan memakan bangka bagi seseorang hanya sekedar dalam ukuran untuk
untuk mempertahankan hidup,tidak boleh melebihi.
 Sulitnya shalat Jumat untuk dilaksanakan pada satu,maka sholat jumat boleh
dilaksanakan pada dua tempat. Ketika dua tempat sudah dianggap cukup maka
tidak diperbolehkan dilakukan pada tiga tempat.
4. Qoidah Keempat

Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada mengambil kemaslahatan


Contoh :
 Berkumur dan mengisap air kedalam hidung ketika berwudhu merupakan sesuatu
yang disunatkan, namun dimakruhkan bagi orang yang berpuasa karena untuk
menjaga masuknya air yang dapat membatalkan puasanya.
 Seseorang diprintahkan shalat dalam keadaan berdiri, namun ia tidak mampu
melaksanakannya, maka shalat itu dapat dikerjakan dengan duduk atau berbaring.

11
5. Qaidah Kelima

Jika ada dua kemudharatan yang bertentangan maka diambil kemudharatan yang
paling besar
Maksudnya, apabila ada dua mafsadah bertentangan, maka perhatikan
mana yang lebih besar madharatnya dengan memilih yang lebih ringan
madharatnya
Contoh :
 Diperbolehkanmengadakan pembedahan perut wanita yang mat
jika dimungkinkan bayi yang dikandungnya dapat diselamatkan.
 Diperbolehkan shalat dengan bugil jika tidak ada alat penutup sama sekali.

C. Aplikasi Kaidah ‫ لضرر يزال‬Dalam Masalah Pernikahan


a. Pentingnya Keadilan: Dengan menerapkan kaidah ‫ لضرر يزال‬dalam masalah
pernikahan, pentingnya keadilan antara suami dan istri dapat
dipertahankan. Tindakan yang diambil dalam penyelesaian masalah harus
bersifat adil dan tidak merugikan satu pihak secara berlebihan9.
b. Pencegahan Konflik Lebih Lanjut: Aplikasi kaidah ini juga membantu
mencegah timbulnya konflik yang lebih besar dalam rumah tangga.
Dengan menghilangkan kerugian secara tepat, dapat menjaga harmoni dan
keberlangsungan hubungan pernikahan.
c. Pendekatan Hikmah: Dalam menangani masalah pernikahan, kaidah ini
mengajarkan pentingnya menggunakan hikmah dan akal sehat dalam
mengambil keputusan. Memahami dampak dari tindakan atau keputusan
yang diambil dapat membantu menghindari kerugian bagi/antara kedua
belah pihak.
d. Konseling Pernikahan: Prinsip ‫ لضرر يزال‬juga dapat diterapkan dalam
proses konseling pernikahan, di mana tujuan utamanya adalah mencegah
kerugian atau bahaya yang dapat merusak hubungan suami istri. Konseling
dapat membantu menyelesaikan konflik secara konstruktif dan membina

9
Dr. M. Noor. Harisudin, M. Fil. I, Pengantar Ilmu Fiqih (Surabaya: Pena Salsabila, 2013)

12
kembali keharmonisan dalam pernikahan.
e. Perlindungan Kesejahteraan Psikologis: Kaidah ini memperhatikan
perlunya melindungi kesejahteraan psikologis suami dan istri dalam
pernikahan. Jika salah satu pihak mengalami tekanan atau kerugian
emosional, prinsip ‫ لضرر يزال‬memungkinkan penyelesaian masalah dengan
mempertimbangkan dampaknya terhadap kesejahteraan keduanya.
f. Negoisasi dan Kompromi: Dalam situasi konflik pernikahan, kaidah ini
mendorong suami dan istri untuk melakukan negoisasi dan kompromi
guna mencapai kesepakatan yang adil dan menghindari kerugian bagi
kedua belah pihak
g. Mengutamakan Kemaslahatan Bersama: Kaidah ‫ لضرر يزال‬mengajarkan
pentingnya mengutamakan kemaslahatan bersama dalam menyelesaikan
masalah pernikahan. Dengan demikian, keputusan yang diambil akan
memperhatikan kepentingan kedua belah pihak dan meminimalkan
kerugian yang mungkin terjadi.
h. Penghormatan Hak: Dalam kasus perselisihan terkait hak dan kewajiban
dalam pernikahan, aplikasi kaidah ini memastikan bahwa hak-hak kedua
belah pihak dijamin tanpa adanya kerugian.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep aturan ini menyampaikan pemahaman bahwa masyarakat harus
menjauhi ifral (perbuatan yang merugikan) baik terhadap diri sendiri maupun
orang lain, serta tidak boleh menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalal
mengacu pada kedudukan seseorang yang berada di ambang kematian atau akan
meninggal jika tidak ingin melakukan sesuatu yang dilarang. Dari sinilah para ahli
hukum menetapkan asas-asas hukum yang umum untuk kepentingan bertetangga.
Oleh karena itu, kebebasan tetangga untuk menggunakan hak miliknya dibatasi
dengan syarat tidak boleh ada bahaya nyata atau pelanggaran terhadap hak
tetangga.
Berdasarkan pendapat para ulama di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
dalal sulit untuk benar-benar menentukan keberadaan manusia. Sebab jika tidak
diselesaikan maka agama, nyawa, nasab, harta benda, dan kehormatan manusia
akan terancam. Perbatasan Dalal menghadapi kondisi berbahaya atau mashaka
parah yang tidak dapat ditanggung oleh masyarakat. Hajiyat diidentikkan dengan
kebutuhan sekunder. Sekalipun kerusakannya belum hilang seluruhnya, hilangkan
sebisa mungkin. Ini adalah aturan yang penting, terutama jika menyangkut
masalah kerugian. Karena kerugian termasuk kedengkian.

B. Kritik Dan Saran


Kami dari pemakalah menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini jauh
dari kesempurnaan, karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya rujukan
referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini . Untuk itu kami dari
penulis banyak berharap kepada para pembaca memberikan kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan dari berbagai pihak demi kebaikan pemakalah yang
akan datang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amrullah Hayatudin, S. H. I., & Adam, P. (2023). Pengantar Kaidah Fikih.

Amzah.

Hermawan, I. (2019). Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam. Hidayatul Quran.

Ibrahim, D. (2019). Al-QawaId Al-Fiqhiyah (Kaidah-Kaidah Fiqih).

Palembang:Noerfikri.

Millah, S. (2021). Tawkil Wali Nikah Via Medsos: Solusi Kaidah Fikih Saat

Darurat. Penerbit A-Empat.

Musbikin, Imam, (2001), Qawa’id Al-Fiqhiyah, Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Sugianto, S. (2016). Membangun Lemma Ekonomi Islam Berbasis Qawâ’id

al-Fiqhiyah (Studi Kasus ‫)الضرر يزال‬. HUMAN FALAH: Jurnal Ekonomi

dan Bisnis Islam, 1(1), 1-16.

Wasil, Nashr Farid Muhammad, dkk., (2013), Qawa’id Fiqhiyyah, Jakarta: Amza

15

Anda mungkin juga menyukai