BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang konsep perikatan dan
hal-hal yang terkait di dalamnya sampai dengan berakhirnya atau terhapusnya
suatu perikatan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
a. Mengetahui definisi dari perikatan dan perjanjian
b. Bias membedakan dan mengerti tentang subjek dan objek perikatan
c. Mengerti tentang syarat , asas, suatu perjanjian
2
BAB II
Pembahasan
A. Konsep Perikatan
a. Istilah Perikatan dan Definisi Perikatan
a. Perikatan.
b. Perutangan dan
c. Perjanjian.3
2
R. Soetojo Prawirohamidjojo SH, Hukum Perikatan, Bina Ilmu, Surabaya, 1979, hal 10.
3
Agus Pandoman, Sistem hukum Perikatan BW dan Islam, Raga Utama Kreasi, Yogyakarta, cet I,
2017, hlm 23
3
dari "perjanjian", sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan
hukum yang Sama sekali tidak bersumber pada suatu persetutujuan atau
perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang
melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul
dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan
persetujuan (zaakwaarneming).
Tetapi sebagian besar dari Buku III ditujukan pada perikatan yang
timbul dari persetujuan atau perjanjian. Dalam Ilmu Pengetahuan Hukum
Perdata perikatan diartikan sebagai hubungan hukum yang terjadi di antara
2 (dua) orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan di
mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib
memenuhi prestasi itu. Subekti dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum
Perdata berpendapat, bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum antara
dua orang atau dua pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.
Perikatan sendiri merupakan suatu pengertian yang abstrak.4
4
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermassa, 2002), hlm 122.
5
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012),
hlm 19.
4
Begitu juga dalam harta kekayaan dalam tata kehidupan islam adalah
segala sesuatu yang dapat di peroleh dalam kehidupan dunia yang berbentuk
materi dan memiliki nilai dan mutlak milik tuhan, oleh karena itu cara
memperolehnya harus sesuai dengan norma islam6
c. Adanya prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditor dan
kewajiban debitor.
Hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri atas
18 bab dan 631 pasal. Dimulai dari pasal 1233 sampai dengan 1864 dan
6
Agus Pandoman, Sistem hukum Perikatan BW dan Islam, Raga Utama Kreasi, Yogyakarta, cet I,
2017, hlm 157
7
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm
151-152.
5
masing masing bab dibagi menjadi beberapa bagian. Hal yang diatur
dalam Buku III KUH Perdata, meliputi hal-hal berikut ini:8
6
o. Bunga tetap atau bunga abadi (pasal 1770-1773 KUH Perdata).
b. Definisi Perjanjian
9
Agus Pandoman, Sistem hukum Perikatan BW dan Islam, Raga Utama Kreasi, Yogyakarta,
cet I, 2017, hlm 25
10
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana,
2010), 222.
7
f. Ada syarat sebagai isi perjanjian.
2. Subjek Perikatan
11
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 205.
12
Agus Pandoman, Sistem hukum Perikatan BW dan Islam, Raga Utama Kreasi,
Yogyakarta, cet I, 2017, hlm 26
8
janji, terlebih dahulu dilakukan somasi (ingebrekestelling), yaitu suatu
peringatan kepada debitur agar memenuhi kewajibannya. Ada tiga
cara terjadinya somasi, antara lain:13
b. Dasar tuntutan.
13
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 178.
14
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, 206.
15
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 179-180.
16
Ibid, 161-162.
9
2. Adanya persesuaian kehendak (metting of minds)
Sedangkan dalam KUH Perdata syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam
pasa 1320 KUH Perdata yang menentukan syarat sahnya sebagai berikut:17
17
KUH Perdata dan KUHA Perdata, (tk: Pustaka Buana, 2015), 295.
10
dalam hal ini pengertian perkataan “sebab” akan di jelaskan sebagai
berikut
11
yang harus dibuat secara tertulis, misalnya perjanjian perdamaian,
perjanjian penghibahan, perjanjian pertanggungan dan sebagainya.
Tujuannya ialah sebagai alat bukti lengkap dari pada yang
diperjanjikan.
12
3. Asas kebebasan berkontrak.
20
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 158.
13
E. Resiko,
b. Resiko dalam perjanjian timbal balik. Resiko dalam jenis ini dibagi
menjadi tiga bagian yaitu resiko jual beli yang diatur dalam pasal
1460 KUH Perdata yakni resiko ini ditanggong oleh pembeli,
resiko dalam tukar menukar yang diatur dalam pasal 1545 KUH
Perdata yakni resiko ditanggung oleh pemilik barang, dan yang
terakhir adalah resiko dalam sewa menyewa, yang diatur dalam
pasal 1553 yakni resiko ditanguung oleh pemilik barang.
21
Lukman Santoso AZ, Hukum Perikatan, (Malang: Setara Press, 2016), 77.
22
Elsi Kartika Sari, et. All, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), 34-
35.
14
F. Wanprestasi
23
Lukman Santoso AZ, Hukum Perikatan, 75.
24
Dr. Agus Pandoman, Sistem hukum Perikatan BW dan Islam, Raga Utama Kreasi,
Yogyakarta, cet I, 2017, hlm 36
25
Lukman Santoso AZ, Hukum Perikatan, 76.
15
c. Kreditur dapat meminta pemenuhan kontrak atau pemenuhan
kontrak disertai ganti rugi dan pembatalan kontrak dengan ganti rugi
(pasal 1267 KUH Perdata)
26
Ibid, 77.
16
Overmacht mengakibatkan suatu kontrak berhenti. Overmacht tidak
melenyapkan adanya kontrak akan tetapi, hanya menghentikan kontrak.
Dalam suatu kontrak timbal balik, apabila salah satu dari pihak karena
Overmacht terhalang untuk berprestasi, maka lawan juga harus dibebaskan
untuk berprestasi. Ketentuan dalam Overmacht diatur dalam KUH Perdata
pasal 1244 dan pasal 1245.27 Pada pasal 1244 berbunyi: “Debitur harus
dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila tidak dapat
membuktikan bahwa tidak dilaksanakan perikatan itu atau tidak tepatnya
waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang
tidak terduga, yang dipertanggungjawabkan kepadanya walaupun tidak ada
iktikad buruk padanya”. Selanjutnya pada pasal 1245 berpunyi: “Tidak ada
penggantian biaya kerugian, dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau
karena hal yang secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau
berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukakan suatu perbuatan yang
terlarang olehnya”.28
17
tersebut, Contohnya seorang penyanyi telah mengikatkan dirinya
untuk suatu konser, tetapi beberapa detik sebelum pertunjukan, ia
menerima bahwa anaknya meninggal.29
H. Terhapusnya Perikatan
Menurut ketentuan pasal 1381 KUH Perdata suatu perikatan baik yang
lahir dari perjanjian maupun undang-undang dapat berakhir karena beberapa
hal diantaranya adalah:30
29
Dr. Agus Pandoman, Sistem hukum Perikatan BW dan Islam, Raga Utama Kreasi,
Yogyakarta, cet I, 2017, hlm 61
30
Elsi Kartika Sari, et. All, Hukum Dalam Ekonomi, 36-37
18
i. Timbul syarat yang membatalkan, yaitu ketentuan si perjanjian yang
disetujui kedua belah pihak.
d. Dicabut kembali.
31
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 237.
32
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 237-238.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang
lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Perjanjian adalah suatu
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum. Suatu perikatan baik yang lahir dari perjanjian
maupun undang-undang dapat berakhir karena beberapa hal diantaranya
adalah karena pembayaran, kompensasi, pembayaran utang dll. Sementara
itu, hapusnya suatu perjanjian berbeda dengan perikatan, karena suatu
perikatan dapat hapus, sedangkan persetujuannya yang merupakan sumbernya
masih tetap ada.
20
Daftar Pustaka
Agus Pandoman, Sistem hukum perikatan BW dan Islam, Raga Utama Kreasi, Yogyakarta,
cet I, 2017
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2012),
KUH Perdata dan KUHA Perdata, (tk: Pustaka Buana, 2015), 295.
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana,
21