Anda di halaman 1dari 15

Kata Pengantar

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan
limpahan rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Inkar Al-
Sunnah” yang insyaa Allah dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita dalam
mempelajari agama islam.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat
kurang tepat.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih
dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Bandung , 5 Mei 2015

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................1

DAFTAR ISI......................................................................................................................2

BAB I.................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.............................................................................................................3

1.1  Latar Belakang............................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................3

1.3  Tujuan.........................................................................................................................4

BAB II................................................................................................................................5

PEMBAHASAN................................................................................................................5

2.1  Pengertian Inkar Al-Sunnah........................................................................................5

2.1.1    Arti Bahasa............................................................................................................5

2.1.2    Arti Menurut Istilah...............................................................................................6

2.2  Sejarah Kemunculan Dan Latar Belakang Inkar Al-Sunnah......................................7

2.3  Argumentasi Inkar Al-Sunnah Dan Bantahan Para Ahli..........................................11

2.3.1 Argumentasi inkar al-sunnah..................................................................................11

2.3.2 Bantahan Ulama Inkar Al-Sunnah..........................................................................13

BAB III............................................................................................................................14

PENUTUP.......................................................................................................................14

3.1. Kesimpulan...............................................................................................................14

Daftar Pustaka..................................................................................................................15

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam beberapa literatur masyarakat islam di berbagai Negara terdapat kelompok-
kelompok yang meragukan Hadist sebagai sumber ajaran islam yang kedua setelah Al-
Qur’an. Mereka menolak bahwasanya kaum muslimin perlu berpegang pada Hadist
(Sunnah) yang dalam pandangan mereka cukuplah Al-Qur’an sebagai sumber yang
mutlak dalam agama islam.
Namun perlu kita ketahui bahwasannya di dalam Al-Qur’an membahas masalah-
masalah hukum yang global (mujmal), dan untuk memperjelas masalah mujmal tersebut
digunakanlah hadist sebagai alat untuk memperjelas maksud dari ayat Al-Qur’an tersebut
sehingga menjadi terinci (tafshil) dan lebih mudah kita pahami.
Mayoritas ulama Hadist menegaskan bahwa Sunnah merupakan sinonim dari hadist,
dengan sabda Nabi SAW:
‫سنَّتِي‬ َ ‫س ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكت‬
ُ ‫َاب هللاِ َو‬ ِ ‫تَ َر ْكتُ فِ ْي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن لَنْ ت‬
َّ ‫َضلُّوا َما ِإنْ تَ َم‬
“Aku tinggalkan untukmu dua perkara: kamu tidak akan sesat selama kamu
berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnahku”(HR. Al-Hakim
dan Malik)
Berdasarkan sabda nabi tentang kitab dan sunnah di atas, maka pada dasarnya “inkar
al-sunnah” tidak dapat dibenarkan.
Dari sinilah kami menyusun makalah ini dengan tujuan agar lebih mengetahui secara
mendalam tentang “inkar al-sunnah” yang ada di kalangan umat islam. Begitu pula
harapan kami dengan makalah ini semoga menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat di
kehidupan kita, dan menjadi investasi di akhirat kelak.

1.2 Rumusan Masalah


Makalah tentang Inkar Al-Sunnah ini mencakup beberapa masalah yaitu :
1.      Apakah pengertian Inkar Al-Sunnah?
2.      Bagaimana sejarah kemunculan dan latar belakangnya?
3.      Bagaimana argumentasi Inkar Al-Sunnah dan bantahan para ahli?

3
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Inkar Al-Sunnah
2.      Untuk mngetahui sejarah kemunculan dan latar belakangnya
3.      Untuk mengetahui argumentasi Inkar Al-Sunnah dan bantahan para ahli

4
BAB II

PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Inkar Al-Sunnah

2.1.1    Arti Bahasa


Kata inkar “al-sunnah” terdiri dari dua kata, yaitu “inkar” dan “sunnah.” Kata
“inkar” berasal dari kata bahasa Arab: ‫ ِإ ْن َكارًا‬-ُ‫ يُ ْن ِكر‬-‫ َأ ْن َك َر‬yang mempunyai beberapa arti,
diantaranya: “tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di hati, bodoh atau
tidak mengetahui sesuatu dan menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati,misalnya
firman Allah :

)83( َ‫ َوَأ ْكثَ ُرهُ ُم ال َكافِرُوْ ن‬T‫ْرفُوْ نَ نِ ْع َمةَ هللاِ ثُ َّم يُ ْن ِكرُوْ نَهَا‬
ِ ‫يَع‬
“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mengingkarinya dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang kafir. (QS.An-Nahl (16):83)
Al-Askari membedakan antara makna Al-Inkar dan Al-Juhdu. Kata Al-Inkar
terhadap sesuatu yang tersembunyi dan tidak disertai pengetahuan, sedangkan Al-Juhdu
terhadap sesuatu yang tampak dan disertai dengan pengetahuan.Dengan demikian, bisa
jadi orang yang mengingkari sunnah sebagai hujjah di kalangan orang yang tidak banyak
pengetahuannya tentang ulumul hadist.
Dari beberapa kata “inkar” di atas dapat disimpulkan bahwa inkar secara
etimologis diartikan menolak, tidak mengakui, dan tidak menerima sesuatu, baik lahir dan
bathin atau lisan dan hati yang dilatarbelakangi oleh faktor ketidaktahuannya atau factor
lain, misalnya karena gengsi, kesombongan, keyakinan, dan lain-lain. Sedangkan kata
“sunnah” ialah “Segala yang dinukilkan/bersumber dari Nabi Muhammad SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir (ketetapan), tabi’at, budi pekerti,
perjalanan hidup, baik yang terjadi sebelum Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul
maupun sesudahnya.
Orang yang menolak sunnah sebagai hujjah dalam beragama oleh umumnya ahli

ِ ‫)َأ ْه ُل اَأل ْه َوا ِء َو البِ ْد‬. Mereka ahli


hadist disebut ahli bid’ah dan menuruti hawa nafsunya (‫ع‬
bid’ah yang mengikuti kemauan hawa nafsu, bukan kemauan hati dan akal pikirannya.
Mereka itu kaum Khawarij, Mu’tazilah, dan lain-lain, karena mereka itu umumnya

5
menolak sunnah. Gelar ini diberikan kepada mereka yang menempati sekte-sekte tersebut,
karena mereka ber-istinbath, membela dan mempertahankan untuk hawa nafsu.

2.1.2      Arti Menurut Istilah


Ada beberapa definisi inkar sunnah yang sifatnya masih sangat sederhana
pembatasannya, diantara sebagai berikut.
1.      Paham yang timbul dalam masyarakat islam yang menolak hadist atau sunnah sebagai
sumber ajaran agama islam kedua setelah Al-Qur’an.
2.      Suatu paham yang timbul pada sebagian minoritas umat islam yang menolak dasar
hukum islam dari sunnah shahih, baik sunnah praktis atau yang secara formal
dikodifikasikan para ulama, baik secara totalitas mutawatir maupun ahad atau
sebagian saja, tanpa ada alasan yang dapat diterima.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa ingkar sunnah adalah paham atau
pendapat perorangan atau paham kelompok, bukan gerakan dan aliran, ada kemungkinan
paham ini dapat menerima sunnah selain sebagai sumber hukum islam, misalnya sebagai
fakta sejarah, budaya, tradisi, dan lain-lain. sunnah yang diingkari adalah sunnah yang
shahih, baik secara substansial, yaitu sunnah praktis pengalaman Al-Qur’an (Sunnah
Amaliyah) atau sunnah formal yang dikodifikasikan para ulama meliputi perbuatan,
perkataan, dan persetujuan Nabi SAW. Bisa jadi mereka menerima sunnah secara
substansial, tetapi menolak sunnah formal atau menolak seluruhnya.
Paham inkar sunnah bisa jadi menolak keseluruhan, baik sunnah mutawatir dan
ahad atau menolak ahad saja atau sebagian saja. Demikian juga penolakan sunnah sunnah
tidak didasari alasan yang kuat, jika dengan alasan yang dapat diterima oleh akal yang
sehat, seperti seorang mujtahid yang menemukan dalil yang lebih kuat dari hadist yang ia
dapatkan, atau hadist itu tidak sampai kepadanya, atau karena kedha’ifannya, atau karena
ada tujuan syar’ie yang lain, maka tidak digolongkan ingkar sunnah.
Ada tiga jenis kelompok inkar al-sunnah. Pertama, kelompok yang menolak
hadist-hadist Rasulullah SAW secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang menolak hadist-
hadist yang tak disebutkan dalam Al-Qur’an secara tersurat ataupun tersirat. Ketiga,
kelompok yang hanya menerima hadist-hadist mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang
setiap jenjang atau periodenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadist-hadist
ahad (tidak mencapai derajat mutawatir) walaupun shahih. Mereka beralasan dengan ayat
sebagai berikut:

6
)28:‫ق َش ْيًأ (النجم‬
ِّ ‫َوِإ َّن الظَّ َّن اَل يُ ْغنِ ْي ِمنَ ال َح‬
Sesungguhnya persangaan itu tidak berguna sedikit pun terhadap kebenaran.
(QS.An-Najm (53):28)
Mereka berhujjah dengan ayat itu, tentu saja menurut penafsiran model mereka sendiri.

2.2  Sejarah Kemunculan Dan Latar Belakang Inkar Al-Sunnah


1. Dahulu (abad Klasik)
Dalam berbagai penuturan sejarah disebutkan bahwa sebelum terjadi perang
saudara antara shahabat Nabi saw, Umat Islam benar-benar utuh, satu dengan yang lain
saling mempercayai. Tetapi setelah terjadi perang saudara, mulai dari terbunuhnya
Usman ra, hingga puncaknya pada masa terbunuhnya Ali ra. Kaum muslimin terpecah-
pecah karena adanya kepentingan politik, kaum khawarij yang sebenarnya anti
perpecahan justru tampil dengan amat kasarnya, mengadakan pembunuhan kepada
semua pihak yang terlibat dalam perang saudara. Kalau sebelumya mereka percaya
kepada sahabat-sahabat Nabi saw, tetapi setelah terjadi perang saudara, mereka hanya
mempercayai shahabat yang yang tidak terlibat dalam konflik perebutan kekuasaan
tersebut. Artinya mereka tidak lagi mempercayai hadits-hadits yang diriwayatkan oleh
shahabat-shahabat Nabi yang terlibat dalam pertikaian politik, seperti usman, Ali, dan
mereka yang terlibat dalam perang onta dan tahkim.
Tentang khawarij yang oleh sebagian ulama ahli hadits disebut-sebut sebagai
salah satu golongan yang Ingkar Sunnah, dikarenakan tragedi perebutan kekuasaan
antara shahabat di atas, Mustafa Azami membantah pendapat ini (yang juga termasuk
pendapatnya Prof. al-Siba'i) dengan argumentasi: bahwa seluruh kitab-kitab tulisan
orang-orang khawarij sudah punah seiring dengan punahnya golongan ini, kecuali
kelompok Ibadhiyah yang masih termasuk golongan khawarij. Dari sumber (kitab-
kitab) yang di tulis oleh golongan ini ditemukan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan
oleh atau berasal dari Ali, Usman, Aisyah, Abu Hurairah, Anas bin Malik, dan lainnya.
Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa seluruh golongan khawarij menolak
hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Nabi saw, baik sebelum maupun sesudah
peristiwa tahkim adalah tidak benar.
Seperti halnya golongan khawarij, golongan mu'tajilah juga tidak semuanya
menolak hadits Nabi saw. Memang mereka mungkin mengkritik sejumlah hadits yang
berlawanan dengan teori madzhab mereka. Namun demikian, hal itu tidak berarti
mereka menolak hadits secara keseluruhan. Masih menurut temuan Mustafa Azami,

7
bahwa golongan syi'ah yang terbagi kepada beberapa kelompok, yang masing-
masingnya saling mengkafirkan juga menerima dan memakai Hadits Nabi saw. Dari
sekian banyak kelompok dalam golongan ini, hanya golongan syi'ah Itsna'ayariyah yang
tetap eksis sampai sekarang.
Yang membedakan golongan syi'ah ini dengan golongan yang lain dalam hal
cara penerimaan dan penetapan hadits Nabi SAW adalah: kelompok ini menganggap
mayoritas sahabat setelah wafatnya Nabi saw telah menjadi murtad, kecuali sekitar tiga
sampai sebelas orang saja. Karena itu, mereka tidak menerima hadits yang diriwayatkan
oleh para shahabat tadi; mereka hanya menerima hadits Nabi saw yang diriwayatkan
oleh Ahlul Bait (keluarga Nabi) saja. Imam Syafi'I dalam kitabnya al-Umm,
menyatakan bahwa kelompok yang menolak sunnah sebagai sumber ajaran Islam yang
kedua setelah al-Qur'an telah muncul di penghujung abad kedua atau abad ketiga
hijriah, kelompok ini juga telah melengkapi sejumlah argumentasi untuk menopang
pendirian mereka sesuai dengan sikap mereka terhadap sunnah, Imam Syafi'I menyebut
mereka dengan istilah "al-taifah allati raddat al khabar kullahu" (kelompok yang
menolak hadits secara keseluruhan, yang dalam hal ini dapat diidentikkan dengan
kolompok Ingkar Sunnah.
Terhadap penolakan mereka kepada hadits, Abu Zahwu membedakan mereka
kepada tiga kelompok, yaitu:
1. Pertama, kelompok yang menolak hadits Nabi sebagai hujjah secara keseluruhan
(Muthlaqah). Argumentasi-argumentasi atas sikap mereka terhadap Sunnah adalah
bahwa al-Qur'an diturunkan oleh Allah SWT dalam bahasa arab, dengan penguasaan
bahasa arab yang baik, al-Qur'an dapat dipahami tanpa memerlukan bantuan
penjelasan dari Sunnah-Sunnah Nabi saw. Al-Qur'an sebagaimana disebutkan Allah
SWT sebagai penjelas (QS. An-Nahl: 89), hal ini mengandung arti bahwa penjelasan
al-Qur'an telah mencakup segala sesuatu yang diperlukan oleh umat manusia.
Dengan demikian, tidak diperlukan lagi penjelasan lain selain al-Qur'an
2. Kedua, kelompok yang menolak hadits Nabi saw, yang kandungannya baik secara
implisit maupun eksplisit tidak disebutkan dalam Al-Qur'an.
Argumentasi-argumentasi atas sikap mereka terhadap Sunnah kelompok ini
berargumentasi bahwa al-Qur'an telah menjelaskan segala sesuatu yang berhubungan
dengan ajaran Islam. Karena itu lanjut mereka, hadits Nabi SAW tidak memiliki
otoritas yang menentukan hukum di luar ketentuan yang termasuk dalam Al-Qur'an.

8
3. Ketiga, kelompok yang menolak Hadits Nabi saw yang berstatus ahad, dan
hanya menerima Hadits dengan status mutawatir.
Berargumentasi bahwa Hadits ahad sekalipun memenuhi persyaratan
sebagai Hadits Nabi SAW adalah bernilai zhanni al wurud (proses penukilannya
tidak meyakinkan). Dengan demikian, kebenarannya sebagai yang datang dari Nabi
SAW tidak dapat diyakini sebagaimana hadits mutawatir, dan bahwa urusan agama
hanya didasarkan pada dalil qat'iy yang diterima dan diyakini kebenarannya oleh
seluruh Umat Islam.
2. Kini (Abad Modern)
Seluruh argumentasi-argumentasi yang dilontarkan oleh mereka yang enggan
dengan kehujjahan hadits Nabi SAW, dibantah oleh Ibn Hajm, al-Baihaqi, dan Imam
Syafi'i, dan ternyata bantahan itu cukup ampuh untuk membuat kelompok Ingkar
Sunnah abad klasik di atas menyadari kekeliruan mereka, hingga akhirnya mereka
kembali mengakui kehujjahan hadits Nabi SAW. Sejak itu Imam Syafi’I mendapatkan
julukan Nasirun Sunnah yaitu ”Penolong Sunnah”. Jika kolompok Ingkar Sunnah abad
klasik hanya terdapat di Irak, khusunya di Basrah, maka kelompok Ingkar Sunnah abad
modern tersebar di beberapa wilayah Islam. Hal yang disebutkan terakhir, kemungkinan
besar disebabkan oleh imperialisme dan kolonialisme barat ke wilayah Islam.
Kemudian jika kelompok Ingkar Sunnah abad klasik sulit untuk diidentifikasi, maka
kelompok Ingkar Sunnah abad modern terutama tokoh-tokohnya dapat diketahui
dengan jelas dan pasti, seperti yang ditampilkan oleh Irsyadunnas dalam tulisannya:
Ingkar Al-Sunnah; sejarah kemunculan dan perkembangannya, yaitu:
a. Taufiq Shidqi (w.1920m)
Tokoh ini berasal dari Mesir, dia menolak hadits Nabi SAW, dan
menyatakan bahwa al-Qur'an adalah satu-satunya sumber ajaran Islam.
Menurutnya "al-Islam huwa al-Qur'an" (Islam itu adalah al-Qur'an itu sendiri). Dia
juga menyatakan bahwa tidak ada satu pun Hadits Nabi saw yang dicatat pada
masa beliau masih hidup, dan baru di catat jauh hari setelah Nabi wafat. Karena itu
menurutnya, memberikan peluang yang lebar kepada manusia untuk merusak dan
mengada-ngadakan Hadits sebagaimana yang sempat terjadi. Namun ketika
memasuki dunia senja, tokoh ini meninggalkan pandangannya dan kembali
menerima otoritas kehujjahan hadits Nabi SAW.

9
b. Rasyad Khalifa
Dia adalah seorang tokoh Ingkar Sunnah yang berasal dari Mesir kemudian
menetap di Amerika. Dia hanya mengakui al-Qur'an sebagai satu-satunya sumber ajaran
Islam yang berakibat pada penolakannya terhadap hadits Nabi SAW.
c. Ghulam Ahmad Parwes
Tokoh ini berasal dari India, dan juga pengikut setia Taupiq Shidqi.
Pendapatnya yang terkenal adalah: bahwa bagaimana pelaksanaan shalat terserah
kepada para pemimpin umat untuk menentukannya secara musyawarah, sesuai dengan
tuntunan dan situasi masyarakat. Jadi menurut kelompok ini tidak perlu ada hadits Nabi
SAW. Anjuran taat kepada Rasul mereka pahami sebagai taat kepada sistem/ide yang
telah dipraktekkan oleh Nabi SAW, bukan kepada Sunnah secara harfiah. Sebab kata
mereka, Sunnah itu tidak kekal, yang kekal itu sistem yang terkandung didalam ajaran
Islam.
d. Kasim Ahmad
Tokoh ini berasal dari Malaysia, dan seorang pengagum Rasyad Khalifa, karena
itu pandangan-pandangnnya pun tentang hadits Nabi SAW sejalan dengan tokoh yang
dia kagumi. Lewat bukunya, "Hadits Sebagai Suatu Penilaian Semua", Kasim Ahmad
menyeru Umat Islam agar meninggalkan hadits Nabi SAW, karena menurut penilaianya
hadits Nabi SAW tersebut adalah ajaran-ajaran palsu yang dikaitkan dengan Hadits
Nabi saw. Lebih lanjut dia mengatakan "bahwa hadits Nabi SAW merupakan sumber
utama penyebab terjadinya perpecahan umat Islam; kitab-kitab hadits yang terkenal
seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim adalah kitab-kitab yang menghimpun
hadits-hadits yang berkualitas dhaif dan maudhu', dan juga hadits yang termuat dalam
kitab-kitab tersebut banyak bertentangan dengan al-Qur'an dan logika.

Selain berbagai ajaran dan pemahaman yang membuat para inkar al-sunnah
hanya mau beriman kepada Al-Qur’an, dan menerima Al-Qur’an saja sebagai satu-
satunya kitab sumber syari’at, mereka juga mempunyai alasan kenapa menolak sunnah
Rasulullah SAW, meskipun pengakuan mereka sebetulnya yang mereka tolak adalah
hadist-hadist yang dinisbatkan kepada Nabi, sebab hadist-hadist tersebut menurut
mereka merupakan perkataan yang dikarang oleh orang-orang setelah Nabi. Dengan
kata lain hadist-hadist tersebut adalah buatan manusia.

10
Setidaknya ada sembilan alasan mengapa mereka menolak hadist-hadist Nabi,
yaitu:
1.      Yang dijamin Allah hanya Al-Qur’an, bukan Sunnah
2.      Nabi sendiri melarang penulisan hadist
3.      Hadist baru dibukukan pada abad kedua hijriyah
4.      Banyak pertentangan antara hadist satu dengan hadist yang lain
5.      Hadist adalah buatan manusia
6.      Hadist bertentangan dengan Al-Qur’an
7.      Hadist merupakan sandaran dari umat lain
8.      Hadist membuat umat terpecah-belah
9.      Hadist membuat umat islam mundur dan terbelakang

Selain itu yang melatarbelakangi penolakan mereka terhadap sunnah adalah


adalah ketidak fahaman mereka sendiri tentang ilmu hadits baik pada masa lalu maupun
sekarang. Termasuk didalamnya adalah kelompok Inkar al-Sunnah yang ada di
Indonesia dan Malasyia. Selain itu ketidaktahuan mereka atas makna al-Qur’an, ilmu
tafsir dan bahasa Arab juga mendorong munculnya kelompok inkar al-sunnah tersebut.
Sejarah inkar perkembangan inkar al-sunnah hanya terjadi dua masa, yaitu masa
klasik dan masa modern. Menurut Prof. Dr. M. Musthafa Al-Azmi, sejarah inkar al-
sunnah klasik terjadi pada masa Asy-Syafi’ie (w.204 H) abad ke-2 H/7M, kemudian
hilang dari peredarannya selama lebih kurang 11 abad. Kemudian pada abad modern
inkar al-sunnah timbul kembali di India dan Mesir dari abad 19 M/13 H sampai pada
masa sekarang. Sedang pada masa pertengahan, inkar al-sunnah tidak muncul kembali,
kecuali Barat mulai meluaskan kolonialismenya ke Negara-negara islam dengan
menaburkan fitnah dan mencoreng citra agama islam.
Begitulah golongan Inkar as-Sunnah terus menyebar ke berbagai belahan bumi
dimana Islam berkembang sebagai wujud adanya kekuatan internal yang hendak
melemahkan panji-panji kebesaran Islam, tak luputnya tanah air tercinta ini.

2.3  Argumentasi Inkar Al-Sunnah Dan Bantahan Para Ahli

2.3.1    Argumentasi inkar al-sunnah


Memang cukup banyak argumen yang telah dikemukakan oleh mereka yang berpaham
inkar as-sunnah, baik oleh mereka yang hidup pada zaman al-Syafi’i maupun yang hidup
pada zaman sesudahnya. Dari berbagai argumen yang banyak jumlahnya itu, ada yang
11
berupa argumen-argumen naqli (ayat Al-Qur’an dan hadis) dan ada yang berupa argumen-
argumen non-naqli. Dalam uraian ini, pengelompokan kepada dua macam argumen
tersebut digunakan.
1.      Argumen- argumen Naqli
Yang dimaksud dengan argumen-argumen naqli tidak hanya berupa ayat-ayat Al-
Qur’an saja, tetapi juga berupa sunnah atau hadis Nabi. Memang agak ironis juga bahwa
mereka yang berpaham inkar as-sunnah ternyata telah mengajukan sunnah sebagai
argumen membela paham mereka.
2.      Argumen-argumen Non-Naqli
Yang dimaksud dengan argumen-argumen non-naqli adalah argumen-argumen
yang tidak berupa ayat Al-Qur’an dan atau hadis-hadis. Walaupun sebagian dari argumen-
argumen itu ada yang menyinggung sisi tertentu dari ayat Al-Qur’an ataupun hadis Nabi,
namun karena yang dibahasnya bukanlah ayat ataupun matan hadisnya secara khusus,
maka argumen-argumen tersebut dimasukkan dalam argumen-argumen non-naqli juga.
Ternyata argumen yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi para pengingkar sunnah
memiliki banyak kelemahan, misalnya :
1)      Pada umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai dengan
kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah satu landasan bagi
kelompok ingkar sunnah untuk maenolak sunnah secara keseluruhan. Menurut al-
Syafi’I ayat tersebut menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global,
seperti dalam kewajiban shalat, dalam hal ini fungsi hadits adalah menerangkan secara
tehnis tata cara pelaksanaannya. Dengan demikian surat an-Nahl sama sekali tidak
menolak hadits sebagai salah satu sumber ajaran. Bahkan ayat tersebut menekankan
pentingnya hadits.
2)      Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak hadits ahad sebagai
hujjan dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah zhanni adalah tentang
keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu berdasarkan khayalan belaka
dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan
sebagai zhanni pada ayat tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dan tidak da
kesamaannya dengan tingkat kebenaran hasil penelitian kualitas hadits. Keshahihan
hadits ahad bukan didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada metodologi
yang dapat dipertanggung jawabkan.

12
2.3.2 Bantahan Ulama Inkar Al-Sunnah
Alasan pengingkar As-Sunnah mendapat bantahan karena meskipun kebenaran Al-
Qur’an sudah diyakini sebagai kalamullah, namun masih ada ayat Al-Qur’an yang
membutuhkan penjelasan karena belum pastinya hukum yang terkandung. Untuk
membantah argumen dari kelompok Inkar As-Sunnah maka Abu Al Husain mengatakan,
“Dalam menerima hadis-hadis ahad, sebenarnya kita memakai dalil-dalil pasti yang
mengharukan untuk menerima hadis-hadis itu”, jadi sebenarnya kita tidak memakai shann
(dugaan kuat).
Dalam ayat Al-Qur’an surah An-Nahl (16): ayat 44. Dari ayat tersebut jelas bahwa
Allah membebankan kepada Nabinya untuk menerangkan isi dari Al-Qur’an. Maka suatu
kekeliruan besar bagi golongan Inkar As-Sunnah saat mereka menolak penjelasan Nabi
(sunnah Nabi). Mereka juga keliru dalam melakukan penafsiran atas ayat 38 Surat Al-
An’am, sebab Allah menyuruh kita untuk menggunakan apa-apa yang dijelaskan Nabi
SAW.

13
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Faham inkar sunnah adalah paham yang mengingkari keberadaan hadits-hadits
Rasulullah SAW .
2. Inkar sunnah mulai muncul pada zaman sahabat usai perang sahabat setelah
wafatnya Nabi SAW, Tokoh-tokoh inkar sunah zaman dahulu diantaranya adalah
golongan Khawarij, golongan Mu'tajilah serta golongan Syi’ah, sedang pada
zaman modern tokoh inkar sunnah yang muncul diantaranya adalah Rasyad
Khalifa dari Mesir, Ghulam Ahmad Parwes dari India, Taufiq Shidqi dari
Mesir,Kasim Ahmad dari Malaysia dan empat orang dari Indonesia yaitu Abdul
Rahman, Moh.Irham,Sutarto,dan LukmanSaad.
3. Sebab pengingkaran mereka terhadap sunnah Nabi SAW diantaranya:
a) Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang Hadits Nabi saw. Dan
kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara keseluruhan.
b) Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa arab, sejarah Islam,
sejarah periwayatan, pembinaan hadits, metodologi penelitian hadits, dan
sebagainya.
c) Keraguan yang berhubungan dengan metodologi kodifikasi hadits, seperti
keraguan akan adanya perawi yang melakukan kesalahan atau muncul dari
kalangan mereka para pemalsu dan pembohong.
d) Keyakinan dan kepercayaan mereka yang mendalam kepada al-Qur'an sebagai
kitab yang memuat segala perkara.
e) Keinginan untuk memahami Islam secara langsung dari al-Qur'an berdasarkan
kemampuan rasio semata dan merasa enggan melibatkan diri pada pengkajian
hadits, metodologi penelitian hadits yang memiliki karakteristik tersendiri.

14
Daftar Pustaka
Djamaluddin, Amin, Bahaya Ingkar Sunnah, Jakarta: Ma’had ad-Dirasati al-Islamiyah,
1986.

Ismail, Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa, 1991.


Ismail, Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan pemalsunya, Jakarta:
Gema Insani Press.

Siba’I, Mustafa, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan
oleh Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993.

Sulaiman, Noor, Antologi Ilmu Hadits, Cet. I, Pnerbit. Gaung Persada Press, Jakarta, 2008.

Suyitno, Studi Ilmu-Ilmu Hadits, Cet. I, IAIN Raden Fatah Press, Palembang, 2006.

Drs. M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu HadisAngkasa Bandung, Bandung, 1987.

Rasyid, Daud, “Sunnah di bawah ancaman: dari Snouck Hugronje Hingga Harun Nasution
“. Syamil, Bandung, 2006.Solahuddin, Agus, Suryadi, “Ulumul Hadi”, Pustaka Setia,
Bandung, 2009.

Ismail, Syuhudi, “Kaidah Kesahian Hadits”, Bulan Bintang, Bandung, 1995.


Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahannya. Mahkota
Surabaya. 1998.

15

Anda mungkin juga menyukai