Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

INKAR SUNNAH

DI
S
U
S
U
N

OLEH
KELOMPOK 7

NAMA : 1. ATTAILAH (72021007)


2. BAHRUNSYAH (712021023)

MATA KULIAH : ULUMUL HADIS


DOSEN : AHMAD FAUZI, M.Pd

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
TEUNGKU DIRUNDENG MEULABOH
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, sang maha pengasih,
penyayang dan pemurah, karena dengan rahmat dan pertolonganNya, penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul : “INGKAR SUNNA”. Shalawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw,
yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan,
khususnya ilmu-ilmu ke-Islaman, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita, baik di
dunia maupun di akhirat.
            Penulis menyadari, tersusunnya makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan, mendapat
balasan yang lebih dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penyusunan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua guna
penyempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang......................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 2


A. pengertian dari ingkar sunnah.................................................. 4
B. sejarah kemunculan dan tokoh-tokoh dalam ingkar sunnah.... 5
C. ingkar sunnah di indonesia...................................................... 7
D. bantahan para ulama................................................................ 7
BAB III PENUTUP ................................................................................... 9
A. Kesimpulan.............................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 10

ii
BAB I
PEDAHULUAN

A.      Latar Belakang


Pada abad ke 2 Hijriyah muncul pihak-pihak yang mengingkai hadits sebagai hujjah. Ada yang
menolak hadits mutawatir ataupun ahad, ada pula yang mengingkari as-Sunnah yang tidak
memberikan penjelasan atau memperkuat Al-Qur’an, bahkan ada yang menolak hadits sebagai
sumber hukum. Hal ini muncul karena ada anggapan bahwa Al-Qur’an saja sudah cukup untuk
menjadi sumber hukum.

Hal ini didasarkan pada Q.S Al-An’am : 381

 “…Tidaklah kami alpakan sesuatu pun dalam al-Kitab…”

 Dan Q.S An-Nahl : 892

“...Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu….”

  Menurut mereka, dengan dua ayat ini, Allah menegaskan bahwa dia telah menerangkan dan
memerinci segala sesuatu sehingga tidak perlu keterangan lain seperti Sunnah. Seandainya Al-
Qur’an belum lengkap, apa maksud dari ayat tersebut? Sekiranya demikian, berarti Allah
menyalahi pemberitaannya sendiri. Hal ini sangatlah mustahil. Padahal menurut para ulama,
kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an mencakup segala sesuatu yang berkenaan
dengan urusan agama, hukum-hukumnya dan dunia akhirat. Jika ditelusuri, sejak zaman Asy-
Syafi’i sudah ada pengingkar Sunnah, hal ini terbukti dari kitab-kitabnya yang terdapat
sanggahan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ingkar sunnah?
2. Bagaimana sejarah kemunculan inkar sunnah?
3. Bagaimana bantahan para ulama?
4. Mengenal ingkar sunnah di indonesia ?

C. Tujuan Pembahasan     
1. Untuk mengetahui pengertian dari ingkar sunnah.
2. Untuk mengetahui sejarah kemunculan dan tokoh-tokoh dalam ingkar sunnah.
3. Untuk mengetahui ingkar sunnah di indonesia
4. Untuk mengetahui bantahan para ulama.

BAB II

2
3
BAB II

PEMBAHASAN

A.      Pengertian Ingkar Sunnah

Kata Ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Ingkar dan Sunnah. Ingkar, Menurut bahasa,
artinya “menolak atau tidak mengakui”, berasal dari kata kerja, Ankara-Yunkiru-
Inkaaron.3Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya adalah,
“jalan atau tatacara yang telah mentradisi,” suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai sunnah,
meskipun tidak baik.

Secara bahasa pengertian Hadits dan Sunnah sendiri terjadi perbedaan dikalangan para ulama,
ada yang menyamakan keduanya dan ada yang membedakan. Pengertian keduanya akan
disamakan seperti pendapat para muhaditsin, yaitu untuk menyebut hal ikhwal tentang Nabi
SAW baik berupa suatu perkataan, perbuatan, takrir dan sifat Rauslullah SAW.

Namun diantara para ulama ada yang membedakan pengertian keduanya, sebagai berikut:

1.         Sunnah lebih umum daripada hadits, karena hadits lebih cenderung identik dengan
sunnah qauliyah. Pendapat ini didasarkan atas makna etimologi hadits yang diartikan sebagai
berita.

2.         Hadits diartikan segala aktifitas nabi Muhammad saw meskipun itu hanya di lakukan
satu kali dalam hidup beliau. Sedangkan sunnah harus dikerjakan berulang-ulang sehingga
menjadi suatu kebiasaan atau tradisi. Pendapat ini juga lebih didasarkan kepada pengertian
sunnah secara etimologi yang diartikan sebagai tradisi.

3.         Sunnah bersumber dari nabi muhannad dan para sahabat. Sedangkan hadits hanya yang
datangnya dari Rasulullah SAW saja.

Adapun fungsi hadits adalah sebagai berikut :

1.    Bayan Ta’kid (Penegas Hukum). Dalam hal ini hadits menegaskan suatu hukum yang
subtansinya sama dengan yang di maksudkan dalam Al-Qur’an.

2.    Bayan Tafsir (Menjelaskan maksud dari Al-Qur’an), Hal ini dapat berupa merinci ayat
yang sifatnya global, membatasi ayat yang mutlak, mengkhususkan ayat yang umum,
menjelaskan ayat yang susah di fahami.

3.    Menjelaskan hukum yang tidak di singgung langsung dalam Al-Qur’an.

 Secara definitif Ingkar As-Sunnah dapat diartikan sebagai suatu nama atau aliran atau suatu
paham keagamaan dalam masyarakat Islam yang menolak atau mengingkari Sunnah untuk
dijadikan sebagai sumber dan dasar syari’at Islam. Kata “Ingkar Sunnah” dimaksudkan untuk
menunjukkan gerakan atau paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits
atau sunnah sebagai sumber kedua hukum Islam. Inkar as-sunnah tidak semata-mata penolakan
total terhadap sunnah, penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk inkar as-sunnah.

3
4
 B.     Sejarah Ingkar As-Sunnah
Sejarah perkembangan faham ingkar sunnah hanya terjadi dalam dua periode, yaitu
periode klasik dan periode modern. Menurut Prof. M. Mushthofa Al-Azhami sejarah ingkar
sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy- Syafi’I (abad 2H/7M). kemudian menghilang dari
peredarannya selama beberapa abad. Kemudian pada abad modern (abad 13H/19M) kembali
muncul di india dan mesir sampai pada masa sekarang.
 Ingkar Sunnah Pada Masa Periode Klasik
Ingkar sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy- Syafi’I (wafat 204 H). Dalam
kitabnya Al-Umm Imam Syafi’i menguraikan perdebatan beliau dengan seseorang pengingkar
sunnah.4 Menurut Muhammad Al-Khudhari Beik, bahwa seseorang yang berdebat denga Imam
Asy-Syafi’I tersebut dari kelompok Mu’tazilah karena dinyatakan bahwa orang tersebut berasal
dari bashrah, sementara bashrah pada saat itu merupakan pusat teologi mu’tazilah.
Dari perdebatan imam Asy-Syafi’i dengan pengingkar sunnah, dapat difahami bahwa ada
tiga jenis kelompok ingkar sunnah.
Pertama, kelompok yang mengingkari sunnah rosulullah secara keseluruhan. Kedua,
kelompok yang mengingkari sunnah yang tidak disebutkan dalam al-qur’an secara tersurat
ataupun tersirat. Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadits mutawattir (hadits yang
diriwayatkan oleh banyak orang di setiap periodenya) dan menolak hadits ahad (tidak mencapai
derajat mutawattir) walaupun shohih.
Dilihat dari penolakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok pertama dan
kedua pada hakekatnya memiliki kesamaan pandangan bahwa mereka tidak menjadikan Sunnah
sebagai hujjah. Para ahli hadits menyebut kelompok ini sebagai kelompok Inkar. Kelompok
pertama dan kedua ini sangat berbahaya, karena akan merobohkan paradigma sunnah secara
keseluruhan. Sebab sebagian besar perintah ibadah dalam Al-Qur’an bersifat global seperti
perintah sholat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Kemudian diperinci penjelasannya oleh Sunnah
Rosul. Dengan menolak penjelas Al-Qur’an tersebut yakni sunnah maka mereka akan sangat
mudah mendistorsi dan mempermainkan makna dari Al-Qur’an tersebut sehingga mereka dapat
menjalankan ibadah sekedarnya sesuai yang mereka inginkan karena tidak ada penjelasan
dalam Al-Qur’an mengenai bilangan jumlah dan waktu ibadah tersebut.
Inkar sunnah pada masa klasik ini diawali akibat konflik internal umat islam yang
dikobarkan oleh sebagian kaum sindiq yang berkedok pada sekte-sekte tertentu dalam islam,
kemudian diikuti oleh para pendukungnya dengan mencacimaki para sahabat. Secara umum

4
5
dapat dikatakan semua umat islam mengakui kehujahan sunnah sebagai dasar hukum, hanya
saja terdapat perbedaan dalam memberikan kriteria persyaratan kualitas sunnah tersebut.
Berikut pandangan beberapa sekte dalam Islam terhadap sunnah Rasul.
a.       Khawarij
Secara umum, khawarij dan berbagai sempalannya berpendapat bahwa semua sahabat
yang terlibat dalam fitnah perang jamal dan gencatan senjata (tahkim) serta yang ridho akan hal
tersebut dinilai kafir. Sehingga mereka menolak seluruh sunnah yang diriwayatkan oleh
mayoritas sahabat setelah dua peristiwa tersebut. Mereka hanya menerima sunnah yang
diriwayatkan dari beberapa sahabat yang tidak terlibat dalam dua peristiwa tersebut.
 b.      Syi’ah
Kelompok syiah menerima sunnah dan mengamalkannya seperti ahlussunnah, hanya
mereka berbeda dalam menerima dan menetapkan kriterianya. Mereka berpendapat bahwa
mayoritas sahabat setelah rosulullah wafat adalah murtad kecuali beberapa orang saja. Sehingga
mereka tidak mau menerima sunnah yang diriwayatkan dari mayoritas sahabat tersebut, kecuali
dari kalangan ahlul bait (keluarga Nabi Saw). Mereka mensyaratkan penuturan sebuahhadits
harus dari jalur para imam, karena menurut mereka hanya imam merekalah yang bersifat
Ma’sum (terpelihara dari dosa).
 c.       Mu’tazilah
Menurut kesimpulan al-siba’iy, bahwa sikap mu’tazilah tidak menentu apakah menolak sunnah
atau menerima seluruhnya atau menolak sunnah ahad saja. Namun secara umum dapat
dikatakan bahwa mu’tazilah dengan ushul khamsah-nya (falsafah madzhab mu’tazilah) dan
konsep-konsep yang bermuara daripadanya merupakan kaidah yang dipatuhi oleh teks al-qur’an
dan sunnah. Ayat yang kontradiksi denga logika ditakwilkan dan sunnah yang kontradiktif
dengan rasio ditolak. Harun nasution mengungkapkan bahwa kaum mu’tazilah tidak begitu
banyak berpegang pada sunnah atau tradisi, bukan tidak percaya pada sunnah atau tradisi nabi
dan para sahabat akan tetapi mereka ragu akan keorisinalan hadits yang mengandung sunnah
tersebut.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa mu’tazilah pada perinsipnya menerima
kehujjahan sunnah. Namun mereka mengkritik sejumlah sunnah yang kontra dengan falsafah
madzhab mereka. 

 Ingkar Sunnah Pada Masa Periode Klasik


C.Ingkar Sunnah di Indonesia

6
Pemikiran modern ingkar sunnah muncul di Indonesia secara terang-terangan sekitar tahun
1980-an. Kemungkinan besarnya jauh sebelum itu telah ada penyebaran secara sembunyi-
sembunyi. Pemikiran inkar sunnah bergerak di beberapa tempat dan pada 1983-1985 mencapai
puncaknya sehingga menghebohkan masyarakat Islam dan memenuhi halaman surat kabar.
Adapun penyebaran kelompok inkar sunnah di Indonesia meliputi wilayah Jakarta, Bogor,
Tegal, dan Padang.
Tokoh-tokoh “Ingkar Sunnah” yang tercatat di Indonesia antara lain adalah Lukman Sa’ad
(Dirut PT. Galia Indonesia), Ir. Ircham Sutarto, Abdurrahman, Dalimi Lubis (karyawan kantor
DePag Padang Panjang), Nazwar Syamsu, As’ad bin Ali Baisa, H. Endi Suradi. Para
penginggkar sunnah di Indonesia secara keseluruhan menolak sunnah sebagai sumber hukum
dan mereka dari kalangan bukan orang yang ahli agama dan masih dalam tahap belajar
kemudian mengklaim dirinya ahli agama dan secara eksklusif merasa paling benar dan yang
lain salah.
D.       Bantahan Ulama
Abd Allah bin Mas’ud berpendapat bahwa orang yang menghindari sunnah tidak
termasuk orang beriman bahkan dia orang kafir. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW.
Yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut: “Jika kamu bersembahyang di rumah-
rumah kamu dan kamu tinggalkan masjid-masjid kamu, berarti kamu meninggalkan sunnah
Nabimu, dan berarti kamu kufur.” (H.R. Abu Dawud :91)
Allah SWT telah menetapkan untuk mentaati Rasul, dan tidak ada alasan dari siapa pun
untuk menentang perintah yang diketahui bearsal dari Rasul. Firman allah :
rjemahannya : Hai orang-orang yang beriman taatilah allah dan taatilah rasulnya dan ulil
amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada allah (al-qur’an) dan rasulnya (sunnahnya), jika kamu benar benar
beriman kepada allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya (Q.S. An-Nisaa : 59)]
 Ayat tersebut secara jelas memerintahkan mentaati allah (Al-qur’an) dan rosulnya
(sunnah rosul). Allah telah membuat semua manusia (beriman) merasa butuh kepadanya dalam
segala persoalan agama dan memberikan bukti bahwa sunnah menjelaskan setiap makna dari
kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah dalam kitabnya. Sunnah Rasul mempunyai tugas
yang amat besar, yakni untuk memberikan pemahaman tentang Kitabullah, baik dari segi ayat
maupun hukumnya. Orang yang ingin mempedalam pemahaman Al-Quran, ia harus
mengetahui hal-hal yang ada dalam sunnah , baik dalam maknanya, penafsiran bentuknya,
maupun dalam pelaksanaan hukum-hukumnya. Contoh yang paling baik dalam hal ini adalah

7
masalah ibadah shalat. Tegasnya setiap bagian Sunnah Rasul SAW berfungsi menerangkan
semua petunjuk maupun perintah yang difirmankan Allah di dalam Al-Quran.5
Siapa saja yang bersedia menerima apa yang ditetapkan Al-Quran dengan sendirinya
harus pula menerima petunjuk-petunjuk Rasul dalam Sunnahnya. Allah sendiri telah
memerintahkan untuk selalu taat dan setia kepada keputusan Rasul. Barang siapa tunduk kepada
Rasul berarti tunduk kepada Allah, karena Allah jugalah yang menyuruh untuk tunduk
kepadaNya. Menerima perintah Allah dan Rasul sama nilainya, keduanya berpangkal kepada
sumber yang sama (yaitu Allah SWT).
Dengan demikian, jelaslah bahwa menolak atau mengingkari sunnah sama saja dengan
menolak ketentuan-ketentuan Al-Quran, karena Al-Quran sendiri yang memerintahkan untuk
menerima dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.

5
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.        Faham inkar sunnah adalah paham yang mengingkari keberadaan hadits-hadits Rasulullah
SAW .
2.        Inkar sunnah mulai muncul pada zaman sahabat usai perang sahabat setelah wafatnya Nabi
SAW, Tokoh-tokoh inkar sunah zaman dahulu diantaranya adalah golongan Khawarij,
golongan Mu’tajilah serta golongan Syi’ah, sedang pada zaman modern tokoh inkar sunnah
yang muncul diantaranya adalah Rasyad Khalifa dari Mesir, Ghulam Ahmad Parwes dari India,
Taufiq Shidqi dari Mesir,Kasim Ahmad dari Malaysia dan empat orang dari Indonesia yaitu
Abdul Rahman, Moh. Irham, Sutarto, dan Lukman Saad.
3.        Sebab peng-ingkaran mereka terhadap sunnah Nabi SAW diantaranya:
a.    Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang Hadits Nabi saw. Dan kedangkalan
mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara keseluruhan.
b.    Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa arab, sejarah Islam, sejarah
periwayatan, pembinaan hadits, metodologi penelitian hadits, dan sebagainya.
c.    Keraguan yang berhubungan dengan metodologi kodifikasi hadits, seperti keraguan akan
adanya perawi yang melakukan kesalahan atau muncul dari kalangan mereka para pemalsu dan
pembohong.
d.   Keyakinan dan kepercayaan mereka yang mendalam kepada al-Qur’an sebagai kitab yang
memuat segala perkara.
e.    Keinginan untuk memahami Islam secara langsung dari al-Qur’an berdasarkan kemampuan
rasio semata dan merasa enggan melibatkan diri pada pengkajian hadits, metodologi penelitian
hadits yang memiliki karakteristik tersendiri.
4.        Alasan mendasar yang mereka kemukakan untuk menolak keberadaan hadis Nabi saw.
sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an adalah statement al-Qur’an yang
menyatakan bahwa al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran
Islam (QS. al-Nahl [16]: 89)
 Di samping itu mereka juga meragukan keabsahan kitab-kitab hadis (yang memuat hadis-
hadis Nabi saw.) yang kodifikasinya baru dilakukan jauh setelah Nabi saw. wafat. Menurut para
ulama, seperti al-Syafi’i, argumentasi mereka tersebut adalah keliru. Kekeliruan sikap mereka
itu sejauh ini diidentifikasi sebagai akibat kedangkalan mereka dalam memahami Islam dan
ajarannya secara keseluruhan.
 
9
DAFTAR PUSTAKA
 Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah, (Madinah:
Komplek Percetakan Al Qur’an Khadim Al Haramain asy Syarifaian Raja Fadh, 1412
H)
Ham, Musahadi, Evolusi Konsep Sunnah, (Semarang : Aneka Ilmu, 2000)
Khon, Abdul Majid, Pemikiran Modern Dalam Sunnah, pendekatan Ilmu Hadits, (Jakarta :
Kencana, 2011)
Smeer, Zeid B., Ulumul Hadits, Pengantar Studi Hadits Praktis, (Malang : UIN Malang Press,
2008)

http://othoy09.Øblogspot.com/2012/02/inkar-as-sunnah.html [10 April 2013]


http://ricky-diah.blogspot.com/2011/04/ulumul-hadits-inkar-sunnah.html [10 April

http://riwayat.wordpress.com/2007/11/18/inkar-sunah/ 2013]Ø[12 April 2013]


http://wonk-ciperna.blogspot.com/2011/07/ingkar-sunnah.html
http://ricky-diah.blogspot.com/2011/04/ulumul-hadits-inkar-sunnah.html
 

10

Anda mungkin juga menyukai