Anda di halaman 1dari 15

Makalah Ulumul Hadist

INGKAR SUNNAH

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :

NAMA………………….
NIM : …………………..

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


TEUNGKU DIRUNDENG MEULABOH
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul "INGKAR SUNNAH". Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam
penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat
dukungan dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu,
penulis dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini dikemudian hari.
Penulis berharap semoga makalah ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Penulis

…………………………..

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1


A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 3


A. Pengertian Ingkar Sunnah ...................................................... 3
B. Sejarah dan Perkembangan Inkar al-Sunnah........................ 4
1. Ingkar Sunnah Pada Masa Periode Klasik ..................... 5
2. Ingkar As-Sunnah Modern ............................................. 6
C. Klasifikasi Inkar al-Sunnah dan Argumennya ....................... 7
1. Menolak sunnah secara umum ........................................ 7
2. Menolak Sunnah yang Tidak Terdapat Prinsipnya
dalam al- Qur`an ............................................................. 8
3. Menolak Hadits Ahad dan Menerima Hadits Mutawatir 8
D. Inkar al-Sunnah Indonesia...................................................... 9
E. Kritik Ahli Terhadap Pengingkar Sunnah .............................. 9
F. Contoh Inkar al-Sunnah ......................................................... 10

BAB III PENUTUP ................................................................................... 11


A. Kesimpulan ........................................................................... 11
B. Saran ...................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur‟an al-Karim merupakan sumber utama ajaran Islam. Islam
berfungsi sebagai petunjuk ke jalan yang benar untuk kebahagiaan manusia di
dunia dan akhirat sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Isra‟ “Sesungguhnya
Al-Qur‟an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi
khabar gembira kepada orang-orang Mu‟min yang mengerjakan
amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS. Isra`:9)
Petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam al-Qur‟an banyak yang bersifat
umum dan global sehingga memerlukan penjelasan dan penafsiran. Tugas untuk
menjelaskan kandungan al-Qur‟an dan cara-cara pelaksanaannya dibebankan oleh
Allah kepada Rasulullah melalui hadits-hadits atau sunnahnya. Oleh sebab itu,
pantaslah Wahbah al-Zuhaili mengemukakan bahwa “tidak akan ada sunnah tanpa
al-Qur‟an, sebab al-Qur‟an tidak akan dapat dioperasionalkan tanpa
memperhatikan penjelasan sunnah”.
Atas dasar hal tersebut maka sunnah menempati posisi strategis sebagai
sumber hukum ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur‟an yang wajib dijadikan
pegangan dan diamalkan oleh umat Islam.
Disadari bahwa terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara hadits
dan al-Qur‟an baik dari segi redaksi dan cara penyampaiannya atau
penerimaannya. Dari segi redaksi diyakini bahwa al-Qur‟an disusun langsung oleh
Allah dan disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad kemudian
disampaikan Nabi kepada umatnya dan selanjutnya dari generasi ke generasi.
Sehingga redaksi ayat-ayat al-Qur`an dapat dipastikan tidak ada perubahan karena
sejak diterima oleh Rasul, al-Qur`an ditulis dan dihafal para sahabat kemudian
disampaikan secara mutawatir. Dengan demikian kehujjahan al-Quran menjadi
qath‟iy al-wurud. Sedangkan hadits kehujjahannya zhanny al-wurud, hal ini
disebabkan hadits tidak semuanya persis sama dengan redaksi yang diucapkan
oleh Nabi kecuali hadits mutawatir tetapi ada yang periwayatannya secara
maknawi.
Meskipun dari segi otensitasnya hadits bersifat zhanny al-wurud kecuali
hadits mutawatir tidak berarti harus diragukan karena banyak faktor yang
mendukung keabsahannya dan tidak mungkin para ulama sepakat untuk berdusta.
Dalam perkembangan sejarah Islam, sunnah sebagai sumber kedua
setelah al-Qur‟an mendapat tantangan, ada yang memalsukan dan ada pula yang
menolak otoritas sunnah sebagai sumber hukum Islam baik secara total,
sebahagian maupun sebahagian kecil. Kelompok yang mengingkari sunnah ini
disebut dengan inkar al- sunnah.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari inkar al-Sunnah?
2. Bagaimana sejarah awal kemunculan dan perkembangan inkar al-Sunnah?
3. Bagaimana klasifikasi inkar al-Sunnah dan argumennya?
4. Bagaimana inkar al-Sunnah di Indonesia?
5. Bagaimana kritik ahli terhadap pengingkar Sunnah?
6. Apa contohnya dari mengingkari al-Sunnah?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian inkar al-Sunnah
2. Mengetahui sejarah awal kemunculan dan perkembangan inkar al-Sunnah
3. Mengetahui klasifikasi inkar al-Sunnah dan argumennya
4. Mengetahui inkar al-Sunnah di Indonesia
5. Mengetahui kritik ahli terhadap pengingkar Sunnah
6. Mengetahui contoh inkar al-Sunnah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ingkar Sunnah


Kata” Ingkar sunah “ terdiri dari dua kata yaitu “ Ingkar dan sunah”. Kata “Ingkar”
berasal dari akar kata arab yang mempunyai beberapa arti diantaranya
“tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di hati, bodoh atau tidak
mengetahui sesuatu dan menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati.
Menerut pendapat lain, Secara bahasa inkar al-sunnah terdiri dari dua kata
yaitu inkar dan sunnah. Menurut bahasa inkar berasal dari bahasa Arab yang
berarti “menyangkal, tidak membenarkan atau tidak mengakui dan orangnya
disebut dengan mungkir”. Menurut Ragif al Isfahani, inkar berarti “penolakan hati
terhadap hal-hal yang tidak tergambar olehnya, baik berupa penolakan
dengan lidah sebagai ungkapan hati ( kebodohan ), maupun penolakan dengan
lidah sedangkan hati mengakui.”
Berarti orang yang melakukan inkar sunnah ia tidak mengakui, dan
menolak Sunnah rosul, baik sebagian maupun seluruhnya. Orang yang
mengingkari sunnah rosul walaupun hanya sebagiannya saja itu tetep dikatakan
mengingkari Sunnah.
Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya
adalah, “jalan yang dijalani, terpuji atau tidak,” suatu tradisi yang sudah
dibiasakan dinamai sunnah, meskipun tidak baik. Secara bahasa pengertian hadits
dan sunnah sendiri terjadi perbedaan dikalangan para ulama, ada yang
menyamakan keduanya dan ada yang membedakan. Pengertian keduanya akan
disamakan seperti pendapat para muhaditsin, yaitu suatu perkataan, perbuatan,
takrir dan sifat Rauslullah saw. Sunnah merupakan sumber ajaran Islam yang ke-2
setelah Al-Qur'an
Sedangkan pengertian istilah inkar al-sunnah secara terminology antara
lain disebut dalam Ensiklopedi Islam yaitu “orang-orang yang menolak sunnah
atau hadits Rasulullah SAW sebagai hujjah dan sumber ajaran Islam yang wajib
ditaati dan diamalkan.”
Menurut Harun Nasution, inkar al-sunnah adalah paham yang menolak
sunnah atau hadits sebagai ajaran Islam di samping al-Qur`an. Pendapat lain,
dikemukakan oleh Edi Safri bahwa inkar al-sunnah adalah kelompok-kelompok
tertentu yang menolak otoritasnya (sunnah) sebagai hujjah atau sumber ajaran
agama yang wajib ditaati dan diamalkan”.
Menurut Mustafa al- Siba`i yang dimaksud inkar al-sunnah
ialah pengingkaran karena adanya keraguan tentang metodologi kodifikasi
sunnah yang menyangkut kemungkinan bahwa para perawi melakukan kesalahan
atau kelalaian atau muncul dari kalangan para pemalsu dan pembohong.

3
Sementara itu Lukmanul Hakim mendefenisikan bahwa ingkar al-sunnah
adalah gerakan dari kelompok- kelompok umat Islam sendiri yang menolak
otoritas sunnah sebagai hukum atau sumber ajaran agama Islam yang wajib
dipedomani dan diamalkan.
Berdasarkan defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa inkar al-sunnah
adalah aliran, golongan dan paham yang menolak eksistensi sunnah sebagai
sumber hukum Islam atau hujjah yang wajib ditaati dan diamalkan umat
Islam. Maksudnya keraguan yang lahir menjadi penolakan terhadap keberadaan
sunnah atau hadits sebagai sumber hukum kedua setelah Al- Qur`an.

B. Sejarah dan Perkembangan Inkar al-Sunnah


Setelah Rasulullah wafat, terjadi kesepakatan dikalangan umat Islam untuk
menempatkan hadits sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur‟an.
Kesepakatan tersebut dapat bertahan dan terpelihara dengan baik sampai pada
masa Khalifah al-Rasyidin dan Bani Umayah (41 H/661M – 133 H/750 M). Hal
ini dapat dimaklumi karena di samping masa hidup sahabat masih terbilang dekat
dengan masa hidup Nabi, keimanan mereka terhadap Nabi juga masih tinggi,
sehingga tidak mungkin mengingkari sunnah Nabi. Setiap kali mereka mendapat
kalimat dari Nabi maka kalimat tersebut lansung menjadi pegangan dan menjelma
dalam perilaku mereka.
Sejarah perkembangan faham ingkar sunnah hanya terjadi dalam dua
periode, yaitu periode klasik dan periode modern. Menurut Prof. M. Mushthofa
Al-Azhami sejarah ingkar sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy- Syafi‟I
(abad 2H/7M). kemudian menghilang dari peredarannya selama beberapa abad.
Kemudian pada abad modern (abad 13H/19M) kembali muncul di India dan Mesir
sampai pada masa sekarang.[3]
Imam Syafi‟i banyak berhadapan dengan para pengingkar sunnah dan
termasuk orang yang paling berjasa dalam membela hadits dari gerakan-gerakan
kaum yang berkeinginan untuk menghilangkan hadits dari aturan-aturan hukum
Islam. Mereka semua menolak keberadaan hadits dan sunnah dari Nabi untuk
dijadikan sumber hukum Islam.
Ini sebabnya mengapa kemudian oleh ahli sejarah Islam menamakan
mereka sebagai inkar al-sunnah, tidak dengan nama ingkar hadits. Mereka tidak
mengingkari adanya hadits sebagai perkataan, perbuatan dan ketetapan yang
bersumber dari Nabi saw. Mereka hanya mengingkari kopetensinya dalam hukum
Islam. Hal itu disebabkan dari dulu mereka sudah meragukan metodologi
kodifikasi yang tidak menjamin kebenaran hadits yang beredar di kalangan umat
Islam sampai saat ini benar dari Nabi.

4
1. Ingkar Sunnah Pada Masa Periode Klasik
Ingkar sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy- Syafi‟I (wafat
204 H). Dalam kitabnya Al-Umm Imam Syafi‟i menguraikan perdebatan
beliau dengan seseorang pengingkar sunnah. Menurut Muhammad Al-
Khudhari Beik, bahwa seseorang yang berdebat denga Imam Asy-Syafi‟I
tersebut dari kelompok Mu‟tazilah karena dinyatakan bahwa orang
tersebut berasal dari bashrah, sementara bashrah pada saat itu merupakan
pusat teologi mu‟tazilah.
Inkar sunnah pada masa klasik ini diawali akibat konflik internal
umat islam yang dikobarkan oleh sebagian kaum sindiq yang berkedok
pada sekte-sekte tertentu dalam islam, kemudian diikuti oleh para
pendukungnya dengan mencacimaki para sahabat. Secara umum dapat
dikatakan semua umat islam mengakui kehujahan sunnah sebagai dasar
hukum, hanya saja terdapat perbedaan dalam memberikan kriteria
persyaratan kualitas sunnah tersebut. Berikut pandangan beberapa sekte
dalam Islam terhadap sunnah Rasul.
a) Khawarij
Secara umum, khawarij dan berbagai sempalannya berpendapat
bahwa semua sahabat yang terlibat dalam fitnah perang jamal dan
gencatan senjata (tahkim) serta yang ridho akan hal tersebut dinilai
kafir. Sehingga mereka menolak seluruh sunnah yang diriwayatkan
oleh mayoritas sahabat setelah dua peristiwa tersebut. Mereka hanya
menerima sunnah yang diriwayatkan dari beberapa sahabat yang
tidak terlibat dalam dua peristiwa tersebut.

b) Syi’ah
Kelompok syiah menerima sunnah dan mengamalkannya seperti
ahlussunnah, hanya mereka berbeda dalam menerima dan
menetapkan kriterianya. Mereka berpendapat bahwa mayoritas
sahabat setelah rosulullah wafat adalah murtad kecuali beberapa
orang saja. Sehingga mereka tidak mau menerima sunnah yang
diriwayatkan dari mayoritas sahabat tersebut, kecuali dari kalangan
ahlul bait (keluarga Nabi Saw). Mereka mensyaratkan penuturan
sebuahhadits harus dari jalur para imam, karena menurut mereka
hanya imam merekalah yang bersifat Ma‟sum (terpelihara dari
dosa).
c) Mu’tazilah
Menurut kesimpulan al-siba‟iy, bahwa sikap mu‟tazilah tidak
menentu apakah menolak sunnah atau menerima seluruhnya atau
menolak sunnah ahad saja. Namun secara umum dapat dikatakan

5
bahwa mu‟tazilah dengan ushul khamsah-nya (falsafah madzhab
mu‟tazilah) dan konsep-konsep yang bermuara daripadanya
merupakan kaidah yang dipatuhi oleh teks al-qur‟an dan sunnah.
Ayat yang kontradiksi denga logika ditakwilkan dan sunnah yang
kontradiktif dengan rasio ditolak. Harun nasution mengungkapkan
bahwa kaum mu‟tazilah tidak begitu banyak berpegang pada sunnah
atau tradisi, bukan tidak percaya pada sunnah atau tradisi nabi dan
para sahabat akan tetapi mereka ragu akan keorisinalan hadits yang
mengandung sunnah tersebut.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa mu‟tazilah pada
perinsipnya menerima kehujjahan sunnah. Namun mereka mengkritik
sejumlah sunnah yang kontra dengan falsafah madzhab mereka.

2. Ingkar As-Sunnah Modern


Apabila ingkar as-sunnah klasik muncul di Basrah, akibat
ketidaktahuan sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan hadist,
ingkar as-sunnah modern muncul di Kairo Mesir akibat adanya pengaruh
pemikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia islam. Antara lain
tokoh-tokoh ingkar as-sunnah modern, yaitu :

a) Taufiq Shidqi ( w. 1920 m)


Tokoh ini berasal dari Mesir, dia menolak Hadits Nabi saw, dan
menyatakan bahwa al-Qur'an adalah satu-satunya sumber ajaran
Islam. Menurutnya "al-Islam huwa al-Qur'an" (Islam itu adalah al-
Qur'an itu sendiri). Dia juga menyatakan bahwa tidak ada satu pun
Hadits Nabi saw yang dicatat pada masa beliau masih hidup, dan
baru di catat jauh hari setelah Nabi wafat. Karena itu menurutnya,
memberikan peluang yang lebar kepada manusia untuk merusak dan
mengada-ngadakan Hadits sebagaimana yang sempat terjadi
(Irsyadunnas, 94). Namun ketika memasuki dunia senja, tokoh ini
meninggalkan pandangannya dan kembali menerima otoritas
kehujjahan Hadits Nabi saw.

b) Rasyad Khalifa
Dia adalah seorang tokoh Ingkar Sunnah yang berasal dari Mesir
kemudian menetap di Amerika. Dia hanya mengakui al-Qur'an
sebagai satu-satunya sumber ajaran Islam yang berakibat pada
penolakannya terhadap Hadits Nabi saw.

6
c) Ghulam Ahmad Parwes
Tokoh ini berasal dari India, dan juga pengikut setia Taupiq Shidqi.
Pendapatnya yang terkenal adalah: bahwa bagaimana pelaksanaan
shalat terserah kepada para pemimpin Umat untuk menentukannya
secara musyawarah, sesuai dengan tuntunan dan situasi masyarakat.
Jadi menurut kelompok ini tidak perlu ada Hadits Nabi saw. Anjuran
taat kepada Rasul mereka pahami sebagai taat kepada sistem/ide
yang telah dipraktekkan oleh Nabi saw, bukan kepada Sunnah secara
harfiah. Sebab kata mereka, Sunnah itu tidak kekal, yang kekal itu
sistem yang terkandung di dalam ajaran Islam.

d) Kasim Ahmad
Tokoh ini berasal dari Malaysia, dan seorang pengagum Rasyad
Khalifa, karena itu pandangan-pandangnnya pun tentang Hadits Nabi
saw sejalan dengan tokoh yang dia kagumi. Lewat bukunya, "Hadits
Sebagai Suatu Penilaian Semua", Kasim Ahmad menyeru Umat
Islam agar meninggalkan Hadits Nabi saw, karena menurut
penilaianya Hadits Nabi saw tersebut adalah ajaran-ajaran palsu
yang dikaitkan dengan Hadits Nabi saw. Lebih lanjut dia
mengatakan "bahwa Hadits Nabi saw merupakan sumber utama
penyebab terjadinya perpecahan Umat Islam; kitab-kitab Hadits yag
terkenal seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim adalah
kitab-kitab yang menghimpun Hadits-Hadits yang berkualitas dhaif
dan maudhu', dan juga Hadits yang termuat dalam kitab-kitab
tersebut banyak bertentangan dengan al-Qur'an dan logika.

C. Klasifikasi Inkar al-Sunnah dan Argumennya


1. Menolak sunnah secara umum
Yaitu kelompok yang menolak hadits hadits Rasulullah SAW sebagai
hujjah dalam ajaran Islam secara keseluruhan, baik hadits mutawatir
maupun hadits ahad, menurut mereka hanya al- Qur`an satu- satunya
sebagai sumber ajaran Islam. Argumentasinya adalah:
a. Al-Qur‟an diturunkan oleh Allah SWT dalam bahasa Arab. Dengan penguasaan
bahasa Arab yang baik, maka al-Qur‟an dapat dipahami dengan baik, tanpa
memerlukan bantuan penjelasan dari hadis-hadis Nabi saw. Sebagaimana dalam
surat Firman Allah al- `Asyu`ra:
‫ي ٍ ُّم ِبين‬
ّ ‫ع َر ِب‬
َ ‫ان‬
ٍ ‫س‬َ ‫ِب ِل‬
”Al- Qur`an diturunkan dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS: Asyura:195)

b. Al-Qur‟an sebagaimana disebutkan Allah SWT adalah penjelas


segala sesuatu (QS. al-Nahl (16): 89). Hal ini mengandung arti

7
bahwa penjelasan al-Qur‟an telah mencakup segala sesuatu yang
diperlukan oleh umat manusia. Dengan demikian maka tidak perlu
lagi penjelasan lain selain al-Qur‟an. Sesuai surat an-Nahl dan surat
al-An‟am:
“ …dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al-Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS.16:89)

... َ‫يءٍ ث ُ َّم إِلَى َر ِبّ ِه ْم يُحْ ش َُرون‬


ْ ‫ش‬ ْ ‫َّما فَ َّر‬
ِ ‫طنَا فِي ال ِكتَا‬
َ ‫ب ِمن‬

“ …Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian


kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (QS:6:38)

2. Menolak Sunnah yang Tidak Terdapat Prinsipnya dalam al- Qur`an


Yaitu mereka yang tidak mengakui otoritas hadits- hadits untuk
menentukan hukum baru selain yang ditentukan oleh al- Qur`an.
Kelompok yang menolak hadis Nabi saw. menurut al-Syafi‟i, pada
dasarnya adalah sama kelirunya dengan inkar al-sunnah kelompok
pertama, yang menolak hadis Nabi SAW secara keseluru
han. Argumnetasi yang dikemukakan oleh kelompok kedua ini sama
seperti yang dikemukakan oleh kelompok pertama, yaitu bahwa al-
Qur‟an telah menjelaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan
ajaran-ajaran Islam. Ini berarti bahwa menurut mereka hadis Nabi saw.
tidak punya otoritas untuk menentukan hukum di luar ketentuan yang
termaktub dalam al-Qur‟an. Karenanya, dalam menghadapi suatu
masalah, meskipun ada hadis yang membicarakannya atau mengaturnya,
mereka tetap tidak akan berpegang pada hadis tersebut jika tidak
didukung oleh ayat al-Qur‟an.

3. Menolak Hadits Ahad dan Menerima Hadits Mutawatir


Hadits ahad adalah hadits yang berasal dari Nabi yang
diriwayatkan oleh satu atau dua orang rawi kepada satu atau dua orang
rawi lainnya, yang adil dan tepercaya dan demikian selanjutnya.
Sedangkan hadits mutawatir adalah hadits yang berasal dari Nabi yang
diriwayatkan oleh sejumlah rawi kepada sejumlah rawi yang adil dan
tepercaya dan demikian seterusnya.
Mereka hanya menerima hadits- hadits yang mutawatir sebagai
hujjah dan menolak hadits- hadits ahad, walaupun hadits- hadits tersebut
memenuhi persyaratan sebagai hadits shahih. Sebagai argumennya
mereka merujuk kepada Firman Allah al- Isra` :

8
... ‫ْس لَكَ ِب ِه ِع ْلم‬ ُ ‫َوالَ ت َ ْق‬
َ ‫ف َما لَي‬
” Janganlah kamu mengikuti apa- apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya”.(QS: al- Isra`:36)

Surat al- Nisa` :


.... ِ ّ ‫ّللا إِالَّ ْال َح‬
‫ق‬ َ ْ‫َوالَ تَقُىلُىا‬
ِ ّ ‫علَى‬
” Janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar”
(QS:an-Nisa`:71)

D. Inkar al-Sunnah Indonesia


Pemikiran modern ingkar sunnah muncul di Indonesia secara terang-
terangan sekitar tahun 1980-an. Kemungkinan besarnya jauh sebelum itu telah ada
penyebaran secara sembunyi-sembunyi. Pemikiran inkar sunnah bergerak di
beberapa tempat dan pada 1983-1985 mencapai puncaknya sehingga
menghebohkan masyarakat Islam dan memenuhi halaman surat kabar. Adapun
penyebaran kelompok inkar sunnah di Indonesia meliputi wilayah Jakarta, Bogor,
Tegal, dan Padang.
Tokoh-tokoh “Ingkar Sunnah” yang tercatat di Indonesia antara lain adalah
Lukman Sa‟ad (Dirut PT. Galia Indonesia), Ir. Ircham Sutarto, Abdurrahman,
Dalimi Lubis (karyawan kantor DePag Padang Panjang), Nazwar Syamsu, As‟ad
bin Ali Baisa, H. Endi Suradi. Para penginggkar sunnah di Indonesia secara
keseluruhan menolak sunnah sebagai sumber hukum dan mereka dari kalangan
bukan orang yang ahli agama dan masih dalam tahap belajar kemudian
mengklaim dirinya ahli agama dan secara eksklusif merasa paling benar dan yang
lain salah.

E. Kritik Ahli Terhadap Pengingkar Sunnah


Paham inkar al-sunnah merupakan kekesatan yang nyata dan
menyesatkan umat. Tujuan mereka adalah untuk meruntuhkan ajaran Islam. Oleh
karena itu para ulama dengan gencar menolak argumentasi mereka tidak logis dan
dibuat-buat. Beberapa argumentasi para ahli terhadap pengingkar sunnah.
Menurut Imam Syafi‟i, dengan menguasai bahasa Arab maka orang lebih
mengetahui bahwa al-Qur‟anlah yang memerintahkan untuk mengikuti Rasulullah
SAW. Mengikuti Rasulullah sama halnya dengan perintah mengikuti al-Qur‟an.
Untuk mendukung argument Imam Syafi‟i, ia mengemukakan dalil al-Qur`an al-
Jum`ah:
”Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seoran Rasul
diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As-
Sunnah) dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.” (QS.62:2)”

9
Di samping ayat diatas juga dikemukakan surat al-Ahzab : “ Dan ingatlah
apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan Hikmah (sunnah
Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha lembut lagi Maha Mengetahui.”
Menurut Imam Syafi`i, kedua ayat di atas harus difahami dengan dua hal
yang berbeda. Jika yang dimaksud dengan al- Kitab adalah al- Qur`an , maka al-
Hikmah harus difahami sebagai ajaran- ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah
SAW. Sedangkan ayat ke dua terkandung perintah Allah kepada dan isteri- isteri
Rasulullah agar mereka menyampaikan dua hal yang iajarkan Rasulullah ketika
berada di rumah mereka. Ke dua hal tersebut adalah ayat- ayat Allah dalam al-
Qur`an dan al- Hikmah yakni Hadits Rasulullah.

F. Contoh Inkar al-Sunnah


Pengikut inkar al-Sunnah hanya berpegang teguh pada Al-Quran dan
mengabaikan Sunnah dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa contoh yang
diajarkan dalam inkar Sunnah yaitu:
1. Tentang Dua Kalimat Sahadat
Mereka tidak mengaku 2 kalimat syahadat karena tidak ada dalam Al-
Qur‟an.
2. Tentang Shalat Cara mereka mengerjakan shalat bermacam-macam,
yaitu:
a. Ada yang mengerjakan shalat tiga kali sehari masing masing boleh
empat rakaat atau dua rakaat.
b. Ada yang shalatnya rata-rata dua rakaat, tetapi bacaannya berbeda-
beda ada yang seperti biasa, bagian shalat yang tidak tertera dalam
al-qur‟an boleh dig anti.
c. Ada yang shalatnya sebanyak-banyaknya, selagi mampu dan tidak
berlebihan
d. Shalat diwajibkan bagi yang faham al-qur‟an.
3. Tentang Puasa Di Bulan Ramadhan
Mereka hanya mengikuti wajibnya puasa saja. Adapun hari dan bulannya
meraka mengingkari dengan alasan tidak ditentukan dalam al-Qur‟an
makanya mereka tidak mengakui puasa Ramadhan karena tidak ada
keterangan ayat al-Qur‟an.
4. Tentang Zakat
Pada umumnya mareka tidak memunaikan zakat. Yang mereka akui
adalah perintah member kepada fakir miskin.
5. Rukun islam
Rukun islam yang 5 tidak berfungsi apa-apa, yang terpenting adalah
pemahaman al-qur‟an

10
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-quran, dimana kita
diwajibkan mempercayai hadits sebagaimana kita mempercayai al-quran.
Lahirnya kelompok Ingkar Sunnah dilatar belakangi oleh beberapa sebab,
diantaranya: Pemahaman mereka yang tidak terlalu baik dan mendalam tentang
Hadits/Sunnah Nabi saw, kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga
ajarannya secara keseluruhan, kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang
bahasa Arab, sejarah Islam (kodifikasi Hadits), sejarah periwayatan, pembinaan
Hadits, metodologi penelitian Hadits, dan adanya statement al-Qur'an yang
menyatakan bahwa al-Qur'an telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan
dengan ajaran Islam
Dampak dari penolakan ini bisa mengakibatkan Umat Islam akan
kehilangan satu panduan hidup yang sangat berarti selain al-Qur'an; dan yang
ekstrim bisa mengakibatkan seseorang kafir (keluar/dianggap keluar) dari agama
Islam.

B. Saran
Perlu ditekankan bahwa adanya Inkar Sunnah setidaknya mengharuskan
dilakukannya suatu pembelajaran kembali yang lebih matang mengenai tafsir
Qur‟an yang benar dan adanya peninjauan kembali untuk menghadirkan analisa-
analisa terhadap kebenaran-kebenaran penyampaian hadits/sunnah yang tidak
menekankan keterbukaan pemikiran yang sebenarnya dapat membantu kehidupan.
Sehingga hidup yang dilandaskan pada Al-Qur‟an dapat benar-benar
terrealisasikan tanpa adanya kekakuan pemikiran yang tidak terbuka terhadap
pemahaman Al-Qur‟an itu sendiri, sebab di dalam Al-Qur‟an juga terdapat
beberapa ayat yang memerlukan penjelasan dari penerima wahyu itu sendiri.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghani Abdul Khaliq, Hujjiyyah as-Sunnah, Daar al-Qur’an, Beirut.

Abdul Majid Khon, Sunnah dan Pengingkarannya di Mesir Modern, Disertasi,


2004.

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Amzah, Jakarta, 2013.

Abi Hilal al-Askari, Al-Lum’ah Min Al-Furiq, As-Safaqiyah, Surabaya, t.t.


hlm. 2.

Ali Mustofa Ya‟qub, Kritik Hadis, Cet. I.,Pustaka Firdaus, Jakarta, 1995.

As-Syaukani, Irsyad al-Fuhul ila tahaqiq al-Haq min „Ilmi al-Ushul, Daar Asy-
Sya’ab al-Ilmiyyah, Beirut, 1999.

Ibrahim Anis, Almu‟jam al-Washith, juz 3, Daar al-Ma’arif, Mesir, tahun 1972.

12

Anda mungkin juga menyukai