Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
SURABAYA
2023
1
Abstrak
KATA PENGANTAR
Hal pertama yang wajib di sampaikan adalah ungkapan rasa syukur kami kepada
Allah SWT karena hanya atas bimbingan dan hidayah-Nya, kelompok kami mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Konsepsi Hadist dan Hubungannya dengan
Al-Qur’an ’’. Sholawat dan Salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW
yang telah memberikan teladan kehidupan kepada kita semua dan semoga kita
diberikan kemampuan untuk bisa meneladani apa yang sudah dicontohkan kepada kita.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbankan syari’ah dan
perekonomian di Indonesia. Dalam menyusun makalah ini kami sempat mengalami
berbagai kesulitan, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih atas
bimbingan dan bantuan kepada:
1. Ahmadun Najah, M.H.I sebagai dosen pembimbing mata kuliah kuliah Studi
Hadits di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
2. Teman-teman program studi Ekonomi Syariah
Kami sangat menyadari bahwa di dalam penulisan makalah ini tentunya masih
banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kelompok kami sangat
mengharapkan saran dan koreksi yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan
makalah ini. Kelompok ini juga berharap bahwa makalah ini dapat menjadi sarana
untuk saling bertukar informasi dan sebagai bentuk pengabdian diripenulis kepada Allah
SWT.
Dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya dan umat
Islam umumnya. Amiin Ya robbal’alamiin
Penulis
2
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 6
2.2.1 Subjek(s)......................................................................................... 8
2.2.2 Predikat(p)...................................................................................... 8
2.2.3 Objek(o).......................................................................................... 9
2.2.4 Pelengkap (pel).............................................................................. 9
2.2.5 Keterangan (Ket)............................................................................ 9
2.3 Pola Dasar Kalimat................................................................................ 10
1. Berpola S P......................................................................................... 10
2. Berpola S P O.................................................................................... 10
3. Berpola S P Pel................................................................................. 10
4. Berpola S P K.................................................................................... 11
5. Berpola S P O K................................................................................ 11
2.4 Jenis Kalimat........................................................................................ 11
3
2.4.1 Berdasarkan Pengucapan Kalimat............................................. 11
2.4.2 Berdasarkan Jumlah Frasa.......................................................... 11
2.4.3 Berdasarkan Fungsinya............................................................... 12
2.4.4 Berdasarkan Gaya Penyajiannya................................................. 12
4
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
5
shalat yang diungkapkan secara mujmal, tidak menerangkan bilangan rakaatnya, tidak
menerangkan cara-caranya maupun syarat rukunnya.
Contoh lain, banyak hukum di dalam Al-Quran yang sulit dipahami atau
dijalankan bila tidak memperoleh keterangan dari nabi SAW. Begitu pula terdapat
kejadian atau peristiwa yang tidak dijelaskan hukumnya oleh nash-nash Al-Quran
secara terang. Karenanya, penjelasan Rasul sangat berarti dalam hal ini. Agar para
sahabat bisa melaksanakan perintah Allah sebagaimana yang diharapkan dalam Al-
Quran.
Dengan demikian jelaslah bahwa hadits Nabi SAW berkedudukan sebagai
sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran.
Hal ini sesuai firman-Nya dalam QS.Al-Hasyr:7
Artinya: “Apa yang diperintahkan Rasul, maka laksanakanlah, dan apa yang
dilarang Rasul maka hentikanlah” (QS.Al-Hasyr:7)
Dari ayat Al-Qur’an dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah
memerintahkan kita untuk senantiasa menanti Rasulullah sebagaimana menanti
Allah SWT.
Artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran agar kamu menerangkan kepada
umat manusia…” (QS.An-Nahl:44)
6
Allah SWT menurunkan Adz-Dzikr, yaitu Al-Quran sebagai peringatan bagi manusia.
Agar manusia bisa lebih mudah memahami ayat Al-Quran yang diturunkan Allah, maka
Dia mengutus rasulullah untuk menjelaskannya.
Selanjutnya, hadits sebagai penjelas atau al-bayan. Sebagai penjelas, AlQuran memiliki
bermacam-macam fungsi. Hal ini dikemukakan oleh beberapa ulama, diantaranya
Imam Malik bin Anas menyebut fungsi hadits ada lima, yaitu sebagai bayan attaqrir,
bayan at-tafsir, bayan at-tafsil, bayan al-bast, bayan at-tasyri’. Sementara Imam Syafi’I
menyebut lima fungsi hadits, yaitu bayan at-tafsil, bayan at-takhsis, bayan at-ta’yin,
bayan at-tasyri’, dan bayan an-nasakh.
Fungsi hadist sebagai penjelas terhadap Al-Qur’an itu bermacam-macam:
1. Bayan at-Taqrir
Bayan at-taqrir disebut juga bayan al-ta’kid dan bayan al-isbat. Bayan at-
taqrir merupakan bayan yang menetapkan dan memperkuat apa yang telah
diterangkan di dalam Al-Qur’an. Fungsi hadist dalam hal ini hanya
memperkuat atau memperkokoh isi kandungan yanng terdapat dalam Al-
Qur’an. Sebagai contoh, yaitu hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar.
Artinya: “Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila
melihat (ru’yah) itu maka berbukalah” (HR.Muslim)
Hadist tersebut mentaqrir ayat dalam QS. Al-Baqarah:185
7
mana yang dimaksudnya, kecuali setelah adanya penjelasan atau
perincian. Dalam Al-Qur’an masih banyak sekali ayat-ayat yang
mujmal, yang memerlukan penjelasan (mubayyin). Seperti, ayat-
ayat yang menjelaskan tentang perintah shalat, puasa, zakat, jual
beli, nikah, qisas, dan hudud. Ayat-ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan tentang masalah-masalah tersebut masih bersifat
global, dan memerlukan penjelasan dan perincian lebih lanjut.
Hal tersebut disebabkan karena dalam ayat-ayat tersebut belum
jelas tentang spesifikasi bagaimana cara mengejarkannya, apa
saja syarat-syaratnya, dan apa halangan-halangannya. Oleh
karena itu, Nabi Muhammad menjelaskannya secara terperinci
Sebagaimana hadits berikut:
Kata mutlaq adalah kata yang menunjukan pada hakikat kata itu
sendiri apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah
maupun sifatnya. Maksud dari membatasi ayat yang mutlaq
artinya membatasi ayat-ayat yang mutlaq dengan sifat, keadaan,
atau syarat-syarat tertentu.
3. Bayan at-Tasyri’
Kata al-tasyri’ memiliki arti pembuatan, mewujudkan, atau menetapkan
aturan atau hukum. Bayan at-tasyri’adalah penjelasan hadist yang berupa
mewujudkan, mengadakan atau menetapkan suatu hukum atau aturan-aturan
syara yang tidak didapati nashnya dalam Al-Qur’an.
8
Bayan at-tasyri adalah penjelas hadist yang berupa penetapan suatu
hukum atau aturan syar’i yanng tidak didapati nashnya dalam Al-Qur’an.
Rasulullah dalam hal ini menetapkan suatu hukum terhadap beberapa
persoalan yang muncul saat itu dengan sabdanya sendiri, tanpa berdasarkan
kepada ketentuan yang terdapat pada ayat-ayat Al-Qur’an. Ketetapan
Rasullullah tersebut ada yang berdasarkan kepada qiyas ada juga yang tidak.
Sebagai contoh, hadits tentang zakat fitrah berikut:
9
Qur’an, beberapa lagi ada yang menganggap boleh dengan syarat ada
kategori tertentu. Demikianlah menurut ulama yang mengangap adanya fungsi
bayan nasakh. Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadits-
hadits yang mutawatir dan masyur. Sedangkan terhadap hadits ahad, ia
menolaknya.
Salah satu contoh dari bayan nasakh yaitu:
10