Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

AGAMA
Dosen Pengampu : H.Parman,S.Pdi, M.Pd

Kelompok 4 :

1. Anggita Yuriski
2. Leonyta Anjlyna
3. Marcellino Yode Irawan
4. Meliana
5. Putri Oktaniasih
6. Rezky Amelia Putri
7. Ririn Permatasari
8. Sherly Alensia Prianggie

Kelas : 1B

PROGRAM STUDI FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN IBU JAMBI

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat
karunianya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai tepat pada
waktunya. Makalah ini kami beri judul “Hadist Sebagai Sumber Ajaran Islam”.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Agama dari Dosen mata
pelajaran. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan
bagi kami sebagai penulis dan bagi para pembaca. Khususnya dalam hal upaya
Menjelaskan materi hadits sebagai sumber ajaran islam agar dapat dengan mudah di
pahami.
Kami selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada H.Parman
S.Pdi, M.Pd selaku Dosen mata pelajaran Agama islam. Tidak lupa bagi pihak-pihak lain
yang telah mendukung penulisan makalah ini kami juga mengucapkan terima kasih.
Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu
kami membutuhkan kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, agar
kedepannya bisa menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca, dan bagi kami khususnya sebagai penulis.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................................................................... 4
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................... 5
1.3. Tujuan ..................................................................................................................................... 5
1.4. Manfaat ................................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
2.1. Sejarah dan Perkembangan Hadist ................................................................................................ 6
2.2. Pengertian Hadist ......................................................................................................................... 7
2.3. Bentuk Bentuk Hadist Nabi .......................................................................................................... 9
2.4. Fungsi Hadist Sebagai Sumber Ajaran Islam................................................................................11
2.5. Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Ajarn Islam ..........................................................................12
2.6. Dallil Kehujjahan Hadist .............................................................................................................13
2.7. Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an .................................................................................................13
BAB III PENUTUP ...............................................................................................................................16
3.1. Kesimpulan .................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................17
Soal Pilhan Ganda ..................................................................................................................................18

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah


Hadits merupakan sumber ajaran agama Islam, pedoman hidup kaum muslimin
yang kedua setelah Al-quran, Bagi mereka yang telah beriman kepada Al-quran sebagai
sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa hadits sebagai sumber
hukum islam juga. Apabila hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka
kaum muslimin akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal cara shalat, kadar dan
ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-quran dalam hal itu
hanya berbicara secara global dan umum, yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah
Rasulullah, selain itu juga akan mendapat kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan
ayat-ayat yang musytarak, dan muhtamal, dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan
hadits atau sunnah untuk menafsirkannya atau menjelaskanya. Pemahaman Umat terhadap
Islam harus melalui Al-quran dan Al-hadits.Teks Al-quran yang global memerlukan
penjelasan dari Hadits. Pada masa Nabi, Umat Islam tidak mendapat kendala dalam
memahami Al-quran maupun Hadits.Tetapi setelah Nabi wafat, timbul permasalahan
berkaitan pemahaman terhadap Al-quran ataupun Hadits. Penyelamatan terhadap Al-quran
telah lebih dahulu dilakukan yang kemudian disusul dengan pendewanan hadits sekitar
seratus tahun kemudian.
Mengenai Al-Quran, Tidak sorang pun yang mengaku muslim akan meragukan
bahwa isinya benar dari Allah yang maha mengetahui dan maha meliputi segalanya.
Demikian pula halnya dengan keterangan-keterangan dari Rasululah saw, yang selalu di
imbangi oleh wahyu ilahi, baik dalam ucapan maupun tindakannya. Hanya saja, disebabkan
ucapan-ucapan Rasulullah tidak di catat secara teliti di masa hidupnya seperti yang telah
dilakukan terhadap ayatayat Al-Quran, maka timbulah beberapa persoalan disekitar hadits-
hadits beliau,baik yang bersangkutan dengan aqidah (ihwal keimanan) atau Syariah
(hukumhukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya atau dengan
sesamanya). Dan mengingat bahwa aqidah adalah pokok agama, para ulama menetapkan
bahwa sumber pengambilanya haruslah Mutawatir dan qat’iy (Yakni diriwayatkan oleh

4
sejumlah besar orang yang terpercaya dan tidak diragukan sedikitpun keotentikan dalam
sumbernya dan juga dalam hal makna yang di kandungnya). Dalam kenyataannya
pernyataan ini hanya bisa dipenuhi oleh ayat-ayat Al-Quran saja, sedangkan kebanyakan
hadits yag beredar sekarang hanya diriwayatkan oleh satu atau dua orang saja (hadits ahad)
sehingga sulit untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut. Hadits nabi saw, mengenai
aqidah ini paling-paling dapat dianggap hanya sebagai penunjang dan penjelas bagi ayat-
ayat Al-quran.

1.2.Rumusan Masalah
1) Sejarah dan Perkembangan dari Hadist?
2) Pengertian Hadist?
3) Bentuk Bentuk Hadist Nabi?
4) Fungsi Hadist Sebagai Sumber Ajaran Islam?
5) Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Ajarn Islam?
6) Dallil Kehujjahan Hadist?
7) Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an?

1.3.Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada para pembaca, agar para
pembaca tau dan paham akan penting nya hadist sebagai sumber ajaran islam dan agar para
pembaca juga memahami mengapa hadis menjadi sumber ajaran islam setelah al-qur’an.

1.4.Manfaat
Makalah ini memberikan manfaat yaitu sebagai referensi bagi para pembaca agar
tau bahwa sumber ajaran Islam setelah al-qur’an adalah hadist.

5
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Sejarah dan Perkembangan Hadist


Hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an. Istilah hadis
biasanya mengacu pada segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW,
berupa sabda, perbuatan, persetujuan, dan sifatnya (fisik ataupun psikis), baik yang terjadi
sebelum maupun setelah kenabiannya. Hadits terkadang dipertukarkan dengan istilah
sunnah. Sebagian ulama hadits menganggap kedua istilah tersebut adalah sinonim
(mutaradif), sementara sebagian yang lainnya ada yang membedakan antara keduanya.
Sejarah dan perkembangan hadis dapat dilihat dari dua aspek penting, yaitu
periwayatan dan pen-dewan-annya. Dari keduanya dapat diketahui proses dan transformasi
yang berkaitan dengan perkataan, perbuatan, hal ihwal, sifat dan taqrir dari Nabi SAW
kepada para sahabat dan seterusnya hingga munculnya kitab-kitab himpunan hadis untuk
dijadikan pedoman dalam kehidupan ini. Terkait dengan masa pertumbuhan dan
perkembangan hadis, para ulama berbeda dalam menyusunnya. M.M.Azamiy dan Ajjaj al-
khatib membagi-nya dalam dua periode, dan Muhammad Abd al-Ra’uf membaginya ke
dalam lima periode, sedangkan Hasbi Ash-Shiddieqy membaginya dalam tujuh periode.
Kelahiran hadis sebagaimana dimaksud terkait langsung dengan pribadi Nabi
Muhammad SAW, sebagai sumber hadis, dimana beliau telah membina umatnya selama
kurang lebih 23 tahun, dan masa tersebut merupakan kurun waktu turunnya wahyu (al-
Qur’an), berbarengan dengan itu keluar pula hadis. Lahirnya hadis pada masa Nabi adalah
adanya interaksi Rasullah sebagai mubayyin (pemberi penjelasan) terhadap ayat-ayat al-
Qur’an kepada sahabat atau umat lainnya, dalam rangka penyampaian risalah, dan juga
karena adanya berbagai persoalan hidup yang dihadapi oleh umat dan dibutuhkan solusi
atau jalan pemecahannya dari Nabi SAW, lalu para sahabat memahami dan menghafal apa
yang telah diterimanya dari Nabi SAW.
Sepeninggal Nabi Muhammad SAW, kalangan sahabat sangat berhati-hati dalam
menerima dan meriwayatkan hadis. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya menjaga
kemurnian al-Qur’an agar tidak tercampur dengan hadis, selain itu juga untuk menjaga

6
keor-isinalitas hadis tersebut.Keadaan di era tabi’in sedikit berbeda dengan apa yang terjadi
di era sahabat. Karena Al-Qur’an ketika itu telah disebarluaskan ke seluruh negeri Islam,
sehingga tabi’in bisa mulai menfokuskan diri dalam mempelajari hadis dari para sahabat
yang mulai bersebaran ke suluruh penjuru dunia Islam. Dengan demikian, pada masa
Tabi’in sudah mulai berkembang penghimpunan hadis (al-jam’u wa al-tadwin), meskipun
masih ada percampuran antara hadis Nabi dengan fatwa sahabat. Barulah di era tabi’ al-
tabi’in hadis telah dibukukan, bahkan era ini menjadi masa kejayaan kodifikasi hadis.
Kodifikasi dilakukan berdasar perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz, khalifah kedelapan
Bani Umayyah yang kebijakannya ditindaklanjuti oleh ulama diberbagai daerah hingga
pada masa berikutnya hadis terbukukan dalam kitab hadits.

2.2. Pengertian Hadist


Menurut bahasa (lughat), hadist dapat bearti baru, dekat (qarib) dan cerita (khabar).
Sedangkan menurut istilah ahli hadist ialah ‘’segala ucapan Nabi, segala perbuatan beliau
dan segala keadaan beliau’’. Akan tetapi para ulama Ushul Hadist, membatasi pengertian
hadist hanya pada ‘’Segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir Nabi Muhammad
SAW, yang bersangkut paut dengan hukum.
Hadits bermakna seluruh sikap, perkataan dan perbuatan RasulullahSAW dalam
menerapkan ajaran Islam serta mengembangkan kehidupan umat manusiayang benar-benar
membawa kepada kerahmatan bagi semua alam, termasuk manusiadalam
mengaktualisasikan diri dan kehidupannya secara utuh dan bertanggung jawab bagi
keselamatan dalam kehidupannya. Kedudukan al-Sunnah dalam kehidupan danpemikiran
Islam sangat penting, karena di samping memperkuat dan memperjelasberbagai persoalan
dalam Alquran, juga banyak memberikan dasar pemikiran yanglebih kongkret mengenai
penerapan berbagai aktivitas yang mesti dikembangkan dalamkerangka hidup dan
kehidupan umat manusia.
Istilah kata hadits berasal dari kata jama‟ ahadist, hidtsan dan hudtsan. Namun yang
paling banyak digunakan oleh ulama‟ hadist selama ini adalah ahadist. Secara bahasa kata

7
hadits memiliki banyak arti, diantaranya al-jadid (sesuatu yang baru) yang merupakan
lawan dari kata al-qadim(sesuatu yang lama). Bisa diartikan pula sebagai al-khabar (berita)
dan al-qarib (sesuatu yang dekat). Sedangkan pengertian hadist secara istilah dapat
diartikan sebagai segala ucapan, perbuatan atau penetapan yang dinisbatkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Secara etimologi, hadis adalah kata benda (isim) dari kata al-Tahdis yang berarti
pembicaraan. Kata hadits mempunyai beberapa arti, yaitu :
1) “Jadid” (baru), sebagai lawan dari kata”qadim” (terdahulu). Dalam hal ini yang
dimaksud qadim adalah kitab Allah, sedangkan yang dimaksud jadid adalah hadis
Nabi saw. Namun dalam rumusan lain mengatakan bahwa Al-Qur’an disebut wahyu
yang matluw karena dibacakan oleh Malaikat jibril, sedangkan hadis adalah wahyu
yang ghair matluw sebab tidak dibacakan oleh malaikat Jibril.
2) “Qarib”, yang berarti dekat atau dalam waktu dekat belum lama,
3) “Khabar”, yang berarti warta berita yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada seseorang. Hadis selalu menggunakan ungkapan
‫و‬, ‫حدثنا‬, ‫ )أنبأنا أخربنا‬megabarkan kepada kami, memberitahu kepada kami dan
menceritakan kepada kami. Dari makna terakhir inilah diambil perkataan “hadits
Rasulullah” yang jamaknya “ahadits”.
Allah-pun, memakai kata hadits dengan arti khabar dalam firman-Nya yang artinya
“Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya jika mereka orang
benar”.(QS.52:34). Sedangkan pengertian hadits secara terminologi, maka terjadi
perbedaan antara pendapat antara ahli hadits dengan ahli ushul. Ulama ahli hadits ada yang
memberikan pengertian hadis secara terbatas (sempit) dan ada yang memberikan pengertian
secara luas. Pengertian hadis secara terbatas di antaranya sebagaimana yang diberikan oleh
Mahmud Tahhan adalah: “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan
atau perbuatan atau persetujuan atau sifat”. Ulama hadis yang lain memberikan pengertian
hadis sebagai berikut:“Segala ucapan Nabi SAW, segala perbuatan dan segala keadaanya.”
Sedangkan pengertian hadis secara luas sebagaimana yang diberikan oleh sebagian ulama
seperti Ath Thiby berpendapat bahwa hadits itu tidak hanya meliputi sabda Nabi,

8
perbuatan dan taqrir beliau (hadis marfu’), juga meliputi sabda, perbuatan dan taqrir para
sahabat (hadis mauquf), serta dari tabi’in (hadis maqthu’).

2.3. Bentuk Bentuk Hadist Nabi


Dilihat dari segi bentuknya,hadis Nabi dapat diklasifikasi menjadi lima,yaitu:
Hadits yang berupa ucapan (hadits qawli), hadits yang berupa perbuatan (hadis fi’li), hadits
yang berupa persetujuan (hadits taqriri), hadits yang berupa hal ihwal (hadits ahwali) dan
hadits yang berupa cita-cita (hadits hammi).
a) Hadis yang Berupa Ucapan
Segala perkataan Nabi baik yang berkenaan dengan ibadah maupun kehidupan
sehari-hari disebut dengan hadis qawli, yaitu segalah bentuk perkataan atau ucapan yang
disandarkan kepada Nabi. Perkataan itu berisi berbagai tuntunan dan petunjuk syarat,
peristiwa-peristiwa dan kisah-kisah,baik yang berkaitan dengan aspek akidah, syari’ah
maupun akhlak.
b) Hadis yang Berupa Perbuatan
Dimaksud dengan hadis fi’li adalah segalah perbuatan yang disandarkan kepada
Nabi seperti cara Nabi melaksanakan shalat,wudhu dan lain-lain yang disampaikan kepada
umat islam melalui sahabat.Hadis tersebut berupa perbuatan Nabi yang menjadi panutan
prilaku sahabat pada saat itu,dan menjadi keharusan bagi semua umat islam untuk
mengikutinya.
c) Hadis yang Berupa Persetujuan
Tidak semua materi hadis secara utuh berasal dari Nabi, baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Sebagiannya adalah perkataan atau perbuatan sahabat, baik yang
dilakukan di depan Nabi atau sebelum itu yang kemudian dikonfirmasi pada Nabi. Hadis
kategori ini dalam terminologi hadis disebut dengan hadis taqriri, yaitu hadis yang berupa
ketetapan Nabi terhadap apa yang datang atau yang dilakukan oleh para sahabatnya.
Menurut ‘Abd al-wahhab Khallaf dalam bukunya ‘Ilm Ushul al-Fiqh,hadis taqriri adalah
penetapan Rasululah atas sesuatu yang dilakukan oleh sahabat baik berupah ucapan

9
maupun perbuatan dengan cara Rasulullah diam(tidak menyangkal), setuju dan
menganggapnya bagus.Dalam hal ini, Nabi membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan
yang dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan,apakah Beliau
membenarkan atau mempersalahkannya.
Jadi materi dalam hadis kategori ini bukan dari Nabi melainkan dari para sahabat
yang kemudian disetujuioleh Nabi.Sikap Nabi yang demikian itu dijadikan dasar oleh para
sahabatn sebagai dalil taqriri,yang dapat dijadikan hujja dan/atau mempunyai kekuatan
hukum untuk menetapkan hukum.Karena pada dasarnya,seandainya Nabi tidak menyetujui
perbuatan itu,niscaya Dia menolak atau melarangnya.
d) Hadis yang Berupa Hal Ihwal
Yang dimaksud dengan hadis ahwali adalah hadis yang berupa hal ihwal Nabi yang
berkenaan dengan sifat-sifat dan kepribadian serta keadaan fisiknya.Dengan kata lain,hadis
ahwali adalah sesuatu yang berasal dari Nabi yang berkenaan dengan kondisi fisik,akhlak
dan kepribadiannya.Dua hal yang disebut dalam kategori hadis ahwali adalah : pertama,hal-
hal yang bersifat intrinsik berupa sifat-sifat psikis dan personalitas yang tercermin dalam
sikap dan tingkah laku keseharian,misalnya cara-cara bertutur
kata,makan,minum,belajar,menerima tamu,bergaul bersama masyarakat,dan lain-
lain.Aspek interinsik ini masuk dalam kajian ilmu akhlak atau etika.Kedua,Hal-hal yang
bersifat ekstrinsik yaitu aspek yang terkaitdengan fisik Nabi misalnya tentang wajah,warna
kulit,tinggi badan dan lain sebagainnya.
e) Hadis yang Berupa Cita-Cita
Hadis yang berisi tentang cita-cita Nabi disebut dengan hadis hammi,yaitu hadis
yang berupa keinginan atau hasrat Nabi yang belum terealisasikan.Hadis kategori ini tidak
disebutkan dalam beberapa definisi hadis baik oleh ulama hadis,ulama ushul,maupun ulama
fiqih.

10
2.4. Fungsi Hadist Sebagai Sumber Ajaran Islam
3 Fungsi Hadits sebagai Sumber Ajaran Islam Al-Qur'an dan hadis sebagai
pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam, antara satu dengan yang lainya
tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-qur'an sebagai sumber
pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh
karena itu kehadiran hadis, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan
keumuman isi al-Qur'an tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

ِ ‫الزب ُِر بِ ْالبَ ِي ٰن‬


‫ت‬ ُّ ‫الذ ْك َر اِ َليْكَ َوا َ ْنزَ ْلنَا َو‬ ِ ‫يَتَفَ َّك ُر ْونَ َولَعَلَّ ُه ْم اِلَ ْي ِه ْم نُ ِز َل ا ََم لِل َّن‬
ِ َ‫اس ِلتُبَ ِين‬

Artinya: "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. "(QS.
An-Nahl: 44)
Dalam hubungan dengan Al-Qur'an, hadis berfungsi sebagai penafsir, pensyarat dan
penjelas dari ayat-ayat Al-Qur'an. Apabila disimpulkan tentang fungsi hadis dalam
hubungan dengan Al-Qur'an adalah sebagai berikut:
a) Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan At -Tafsir adalah menjelaskan maksud dari Al-
Qur'an Fungsi hadist dalam hal ini adalah merinci ayat secara global (bayan al
mujmal), membatasi ayat yang mutlak ( taqyid al muthlaq), mengkhususkan ayat
yang umum
( takhshish al'am) dan menjelaskan ayat yang dirasa rumit.
b) Bayan Taqrir
Bayan At-Taqrir atau sering juga disebut bayan ta'kid ( penegas hukum) dan bayan
al- itsbat adalah hadist yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat
pernyataan Al-Qur'an. Dalam hal ini, hadis hanya berfungsi untuk memperkokoh isi
kandungan Al-Qur'an.
c) Bayan Tasyri'

11
Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri' adalah menjelaskan hukum yang tidak
disinggung langsung dalam Al-Qur'an. Bayan ini juga disebut dengan bayan zaid
'ala Al-Kitab Al-Karim. Hadits merupakan sebagai ketentuan hukum dalam
berbagai persoalan yang tidak ada dalam Al-Qur'an.
d) Bayan An-Nasakh
Secara bahasa an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah
(menghilangkan), at-tahwil (memindahkan) atau at-tagyar (mengubah). Menurut
Ulama' mutaqaddimin, yang dimaksud dengan bayan an-nasakh adalah adanya dalil
syara' yang datang kemudian. Dan pengertian tersebut menurut ulama' yang setuju
adanya fungsi bayan an nasakh, dapat dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan
yang datang berikutnya dapat menghapus ketentuan-ketentuan atau isi Al-Qur'an
yang datang kemudian. Menurut ulama mutaqoddimin mengartikan bayan an-
nasakh ini adalah dalil syara' yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada,
karena datangnya kemudian.

2.5. Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Ajarn Islam


Hadits dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat penting. Dimana hadits
merupakan salah satu sumber hukum kedua setelah Alquran. Alquran akan sulit dipahami
tanpa intervensi hadits. Memakai Alquran tanpa mengambil hadits sebagai landasan
hukum dan pedoman hidup adalah hal yang tidak mungkin, karena Al-Qur’an akan
sulit dipahami tanpa menggunakan hadits. Kaitannya dengan kedudukan hadits di
samping Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, maka Al-Qur’an merupakan sumber
pertama, sedangkan hadits merupakan sumber kedua. Bahkan sulit dipisahkan antara Al-
Qur’an dan hadits karena keduanya adalah wahyu, hanya saja Al-Qur’an merupakan wahyu
matlu (wahyu yang dibacakan oleh Allah SWT, baik redaksi maupun maknanya, kepada
Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan Bahasa arab) dan hadits wahyu ghoiru
matlu ( wahyu yang tidak dibacakan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW secara
langsung, melainkan maknanya dari Allah dan lafalnya dari Nabi Muhammad SAW.

12
‫الرسُ ْو ُل ٰا ٰتىكُ ُم َو َما‬
َّ ُ‫ع ْنه ُ نَهٰ ىكُ ْم َو َما فَ ُخذ ُ ْوه‬
َ ‫فَا ْنت َ ُه ْوا‬
Artinya: “Apa-apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kamu, hendaklah kamu ambil dan
apa yang dilarang bagimu hendaklah kamu tinggalkan” (QS. Al-Hasyr 7).

2.6. Dallil Kehujjahan Hadist


Hadits adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang setelah
Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum
Islam, maka secara tidak langsung percaya bahwa Hadits juga merupakan sumber hukum
Islam. Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam,
dapat dilihat dalam beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli ataupun aqli :
‫ّللا اَطِ ْيعُوا قُ ْل‬
َ ٰ ‫الرسُ ْو َل‬ َ ٰ ‫ْال ٰكف ِِريْنَ يُحِ بُّ َل‬
َّ ‫ّللا فَا َِّن ت ََولَّ ْوا فَا ِْن َو‬
Artinya: “Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling,maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS:Ali Imran : 32).
Dari beberapa ayat di atas telah jelas bahwa perintah mentaati Allah selalu dibarengi
dengan perintah taat terhadap Rasul-Nya. Begitu juga sebaliknya dilarang kita durhaka
kepada Allah dan juga kepada Rasul-Nya.

‫الحاكم رواه(رسوله وسنة هللا كتاب بهما تمسكتم إن أبداما تضلوا لن أمرين فيكم تركت‬
Artinya :“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidakakan tersesat
selam-lamanya, selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab
Allah dan Sunnah Rasul Nya.”(HR. Malik).
Hadits di atas telah jelas menyebutkan bahwa hadits merupakan pegangan hidup
setelah Al-Qur’an dalam menyelesaikan permasalahan dan segalah hal yang
berkaitan dengan kehidupan khususnya dalam menentukan hukum.

2.7. Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an


Meliputi empat fungsi pokok, yaitu:

13
1) Menguatkan/mengukuhkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam al-Qur’an.
Dalam hal ini, hadis mengulang perintah atau larangan yang sudah disebutkan di
dalam al-Qur‟an. Misalnya, Rasulullah Saw. memerintahkan untuk melaksanakann
puasa, Perintah melaksanakan puasa sudah ada di dalam al-Qur‟an, sehinga dalam
hal ini hadis sifatnya mempertegas perintah yang telah ada di dalam (QS. al-
Baqarah (2):183)

‫ِب ٰا َمنُ ْوا الَّ ِذيْنَ ٰياَيُّ َها‬


َ ‫علَ ْيكُ ُم كُت‬ َ َ‫تَتَّقُ ْونَ لَعَلَّكُ ْم قَ ْب ِلكُ ْم م ِْن الَّ ِذيْن‬
َ ‫علَى كُت‬
ِ ‫ِب َك َما‬
َ ‫الصيَا ُم‬
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS.
al-Baqarah (2): 183)
Dan Hadis Rasulullah, yang artinya :Sahabat bertanya: “Kabarkan kepada saya apa
yang diwajibkan bagi saya untuk puasa?” Nabi Saw. menjawab: “Puasa bulan
Ramadhan, kecuali jika engkau berpuasa sunah” (HR Al-Bukhari)

1) Menguraikan/menjelaskan dan merincikan ayat yang global (mujmal). Banyak ayat


(perintah/larangan) al-Qur‟an yang sifatnya masih umum, belum terinci. al-Qur‟an
memerintahkan untuk mengerjakan suatu perbuatan, namun belum ada ayat yang
menjelaskan bagaimana cara melaksanakannya, sehingga perintah yang ada belum
bisa dilaksanakan.

2) Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan di dalam Al-


Qur‟an.Dalam hal ini, Hukum yang ada adalah merupakan produk hadis/sunah yang
tidak ditunjukan oleh Al-Qur‟an. Misalnya, haram memakan burung yang berkuku
tajam, haram memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-laki dan lain-lain.

3) Membatasi keumuman ayat Al-Qur‟an. Banyak perintah di dalam al-Qur‟an yang


mengisyaratkan berlaku secara umum, seluruh manusia/Umat Islam baik laki-laki

14
maupun perempuan, besar maupun kecil, sehat maupun sakit, sedang bepergian
maupun di rumah, dan lain-lan. Rasulullah Saw.

15
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari keduanya dapat diketahui proses dan transformasi yang berkaitan dengan
perkataan, perbuatan, hal ihwal, sifat dan taqrir dari Nabi SAW kepada para sahabat dan
seterusnya hingga munculnya kitab-kitab himpunan hadis untuk dijadikan pedoman dalam
kehidupan ini. Lahirnya hadis pada masa Nabi adalah adanya interaksi Rasullah sebagai
mubayyin (pemberi penjelasan) terhadap ayat-ayat al-Qur’an kepada sahabat atau umat
lainnya, dalam rangka penyampaian risalah, dan juga karena adanya berbagai persoalan
hidup yang dihadapi oleh umat dan dibutuhkan solusi atau jalan pemecahannya dari Nabi
SAW, lalu para sahabat memahami dan menghafal apa yang telah diterimanya dari Nabi
SAW.
Hadis kategori ini dalam terminologi hadis disebut dengan hadis taqriri, yaitu hadis
yang berupa ketetapan Nabi terhadap apa yang datang atau yang dilakukan oleh para
sahabatnya. Fungsi Hadist Sebagai Sumber Ajaran Islam 3 Fungsi Hadits sebagai Sumber
Ajaran Islam Al-Qur'an dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam
islam, antara satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syauki (1984) “Lintasan Sejarah Al-Qur’an”, Bandung CV Sulita Bandung.

Ali, Muhammad, dkk. 2019. Peran Hadis Sebagai Ajaran Agama, Dalil Dalil Kehujjahan
Hadis Dan Fungsi Hadis Terhadap Al quran. Jawa Barat

Ash-Shiddieqy , Hasbi.1980.Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, Jakarta: Bulan Bintang

Bisri Affandi. (1993) “Dirasat Islamiyyah (Ilmu Tafsir & Hadits)”.CV Aneka Bahagia
Offset

Diroyah. (2020). Judul Ilmu Hadis

Hafiz, Abdul, Ma. 2020. Al-quran Hadis.Jakarta : Kementerian Agama RI

Taqiyyudin an-Nabhani (2003) “Peraturan Hidup dalam Islam” Bogor, Pustaka Thariqul
‘Izzah

Hasby ash Shidiqy. (1974). Sejarah dan Pengantar Ilmu Haditsh,Jakarta : Bulan Bintang.

Jurnal Al-Makrifat Vol 4, No 1, April 2019 Mohammad Rizqillah Masykur Pascasarjana


Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang rizlayfit

PROF.DR.H.M. Syuhudi Ismail, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan


Pemalsunya.

17
Soal Pilhan Ganda
1. Menurut Bahasa hadist bearti…
A. Jauh
B. Baru
C. Doa
D. Arti
E. Ikrar
2. Dilihat dari segi bentuknya,hadis Nabi dapat diklasifikasi menjadi lima yaitu?
A. Hadits yang berupa ucapan, perbuatan, persetujuan, hal ihwal, dan cita-cita
B. Hadits yang berupa ucapan, persetujuan, perjanjian, cita-cita, dan kesepakatan
C. Hadits yang berupa ucapan, kesepakatan, cita-cita, harapan dan ketetapan
D. Hadits yang berupa ucapan,hal Ihwal,persetujuan dan perjanjian
E. Hadis yang berbentuk ucapan, perbuatan, persetujuan,ketetapan dan kesepakatan

Kunci Jawaban :
1. B
2. A

18

Anda mungkin juga menyukai