Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HADITS MAUDHU’

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits

Dosen Pengampu:

Dr. H. Ujang Dedih M.Pd.

Disusun Oleh:

Kahla Humaira Hanifah (1222030072)

Kais Najwa Assuluki (1222030073)

Krisna Maulana (1222030081)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Hadits Maudlu“ ini tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah Ulumul Hadits. Selain itu, makalah ini juga bertujuan menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan teima kasih kepada bapak Ujang Dedih selaku dosen mata kuliah
Ulumul Hadits yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kami semua. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari kata
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun pembahasannya. Oleh karena itu, kami
meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila di dalam makalah kami terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan, karena tidak ada yang sempurna di dunia ini melainkan Allah SWT,
dan kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami
selanjutnya.

Bandung, 12 November 2022

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................................................................ 3

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan zaman yang semakin pesat, menyebabkan munculnya budaya-
budaya baru. Dimana budaya-budaya itu tidak hanya masuk pada bidang sosial budaya,
namun juga memasuki bidang agama. Sehingga memunculkan ibadah-ibadah yang
dipadukan dengan budaya, yang mana ibadah-ibadah tersebut belum diketahui secara
pasti dalil yang dijadikan dasar pelaksanaan ibadah tersebut.
Adapun dalil-dalil yang digunakan secara umum adalah al-Qur’an dan Hadits.
Meskipun begitu kebanyakan orang yang belum mengetahui cabang-cabang dari kedua
dalil umum tersebut, mereka hanya akan menerima begitu saja jika mereka sudah
disuguhi dalil yang berasal dari al-Qur’an ataupun Hadits. Sedangkan mungkin, yang
sebenarnya dalil tersebut tidak dapat dijadikan hujjah untuk melaksanakan suatu
ibadah.
Salah satu dari cabang dalil dari segi hadits adalah hadits maudhu’, dimana
hadits tersebut sebenarnya bukan hadits melainkan hanya ucapan dari seseorang yang
tidak bertanggungjawab, hanya saja karena disandarkan kepada Nabi SAW, ucapan
tersebut terlihat seperti hadits. Sehingga jika seperti itu, diperlukan pengatahuan untuk
dapat memilah-milah mana yang benar mana yang salah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hadits maudhu?
2. Apa saja yang melatarbelakangi munculnya hadits maudhu?
3. Apa saja contoh dari hadits maudhu?
4. Apa kaidah untuk mengetahui bahwa hadits itu maudhu atau bukan?
5. Bagaimana upaya penyelamatan hadits?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hadits maudhu
2. Untuk mengetahui latar belakang munculnya hadits maudhu
3. Untuk mengetahui contoh dari hadits maudhu
4. Untuk mengetahui kaidah bahwa hadits itu maudhu atau bukan
5. Untuk mengetahui upaya penyelamatan hadits

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Maudhu

Secara etimologis, kata maudhu, adalah isim maf’ul dari kata wadha’a yang
berarti al-isqath (menggugurkan), al-tark (meninggalkan) al-iftira' wa al ikhtilaq
(mengada-ngada atau membuat-buat). Secara istilah pengertian hadits maudhu’ adalah:

ُ‫ ا ِْخ ِت ََلقًا َو َك ِذبًا ِم َّما لَ ْم َيقُ ْلهُ أ َ ْو َي ْف َع ْلهُ أ َ ْو يُ ِق ُّره‬.‫م‬.‫س ْو ِل ص‬ َّ ‫ِب اِلَى‬
ُ ‫الر‬ َ ‫َما نُس‬

“hadits yang disandarkan kepada Rasululloh SAW secara dibuat-buat dan dusta,
padahal beliau tidak mengatakan, berbuat ataupun menetapkan”.
Ibn al-shalah yang kemudian di ikuti oleh imam al-Nawawi, mendefinisikan
hadits maudhu sebagai hadits yang diciptakan dan dibuat-buat. Sementara itu, Mahmud
al-Thahhan, mendefinisikannya sebagai kebohongan yang diciptakan dan diperbuat
serta disandarkan kepada rasulullah saw. Definisi yang hampir sama dikemukakan oleh
Shubhi al-Salih' yang menyatakan bahwa hadits maudhu adalah suatu berita yang
diciptakan oleh para pembohong dan kemudian mereka disandarkan kepada rasulullah
saw, yang sifatnya mengada-ngada atas nama rasul.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
hadits maudhu' adalah hadits yang dibuat-buat dengan mengatasnamakan Rasulullah.
Hadits maudhu' ini menurut pendapat mayoritas ulama tidak termasuk hadits karena
tidak berasal dari realitas hidup rasul dan bahkan haram hukumnya untuk
meriwatkannya. Seandainya isinya baik maka menurut hemat penulis lebih baik di
kategorikan sebagai kata-kata hikmah untuk memotivasi. Para ulama sepakat meletakan
hadits maudhu ni kedalam kategori hadits yang mardud (ditolak), disebabkan cacar
pada segi perawinya dan isi haditsnya. Perawinya berbohong dengan mengatasnamakan
nabi, sedangkan isinya memang bukan berasal dari nabi.

B. Latar Belakang Munculnya Hadits Maudhu’


Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadits bukan hanya dilakukan oleh orang-
orang islam, akan tetapi juga dilakukan oleh orang non-Islam. Ada beberapa motif
sebab yang mendorong mereka membuat hadits palsu.
1. Peretentangan Politik

4
Perpecahan umat islam yang diakibatkan politik yang terjadi pada masa
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, mendorong masing-masing golongan untuk saling
mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang. Pada akhirnya masing-
masing golongan mencari dalilnya ke dalam Al-Qur’an dan Hadits, dan jika tidak
menemukan, mereka mulai membuat pernyataan-pernyataan yang disandarkan
kepada Nabi SAW. Dari sinilah mulai berkembang hadits palsu. Materi hadits yang
pertama memngangkat keunggulan seseorang dan kelompoknya.
2. Usaha Kaum Zindiq
Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci islam baik sebagai agama
maupun sebagai pemerintahan. Maka cara yang paling tepat adalah dengan
membuat hadits palsu denga tujuan untuk menghancurkan agama islam. ‘Abd al-
Karim ibn ‘Auja’ yang dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaiman bin ‘Ali, wali
di basrah, ketika hukuman akan dilaksanakan dia mengatakan “Demi Allah, saya
telah membuat hadits palsu sebanyak 4.000 hadist”. Seorang zindiq mengaku
dihadapan khalifah al-Mahdi bahwa dirinya telah membuat ratusan hadits palsu.
Hammad bin Zaid mengatakan “hadits yang dibuat kaum Zindiq ini berjumlah
12.000 hadits.
3. Fanatik Terhadap Bangsa, Suku, Negeri, Bahasa, dan Pimpinan
Mereka membuat hadits palsu karena didorong oleh sikap ego dan fanatik buta
serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok atau yang lainnya. Golongan
al-Syu’ubiyah yang fanatik terhadap bahasa Persi mengatakan :

‫ي أَ ْنزَ َل ْال َوحْ يَى بِ ْالف َِر ِسيَّ ِة‬ ِ ‫ب أَ ْنزَ َل ْال َوحْ يَى بِ ْالعَ َربِيَّ ِة َو ِإذَا َر‬
َ ‫ض‬ ِ ‫ِإ َّن هللاَ ِإذَا غ‬
َ ‫َض‬

“Apabila Allah murka, maka Dia menurunkan wahyu dengan bahasa Arab, dan
apabila senang maka akan menurunkannya dengan bahasa Persi”.
4. Membuat Cerita dan Nasehat
Mereka melakukan pemalsuan hadits ini guna memeroleh simpatik dari
pendengarnya dan agar mereka kegum melihat kemampuannya. Sebagai contoh,
adalah hadits sebagai berikut :
َ ‫ارهُ ِم ْن ذَهَب َو ِر ْي‬
‫شتُهُ ِم ْن َم ْر َجان‬ َ ‫َم ْن قَا َل َّل ِإلَهَ ِإ َّل للاُ َخلَقَ للاُ ِم ْن ُك ِل َك ِل َمة‬
ُ َ‫طي ًْرا ِم ْنق‬
“barang siapa yang mengucapkan kalimat Allah akan menciptakan seekor
burung (sebagai balasan tiap-tiap kalimat) yang paruhnya terdiri dari emas dan
bulunya dari marjan”.

5
5. Perselisihan Madzhab dan Ilmu Kalam
Munculnya hadits-hadits palsu dalam masalah fiqih dan ilmu kalam, berasal
dari para pengikut madzhab. Di antara hadits-hadits palsu tentang masalah ini
adalah :
a. Siapa yang mengangkat tangannya dalam shalat, maka shalatnya tidak sah.
b. Jibril menjadi imamku dalam shalat di Ka’bah, ia (jibril) membacakan
basmalah dengan nyaring
c. Yang junub wajib berkumur dan menghisap air tiga kali.
d. Semua yang ada dibumi dan langit serta di antara keduanya adalah makhluk,
kecuali Allah dan al-Qur’an
6. Membangkitkan Gairah Beribadat, Tanpa Mengerti Apa yang Dilakukan
Banyak di antara ulama yang membuat hadits palsu dengan tujuan pendekatan
diri kepada Allah dan bahkan mereka mengira usaha mereka itu benar. Nuh bin Abi
Maryam telah membuat hadits berkenaan dengan fadhilah membaca surat-surat
tertentu dalam Al-Qur’an. Ghulam al-Khail membuat hadits tentang keutamaan
wirid dengan maksud memperhalus kalbu manusia.
7. Menjilat Penguasa
Diantara contohnya adalah yang dikemukakan oleh Ghiyats bin Ibrahim ketika
berhadapan dengan khalifah Al-Mahdi (775-785 M), salah seorang khalifah bani
Abbasiyah. Karena mengetahui sang khalifah gemar mengadu merpati Ghiyats
menyampaikan hadits Nabi SAW dengan menambahi kata yang berhubungan
dengan kegemaran khalifah :
‫صل أَ ْو‬
َ َ‫سبَقَ ِإ َّل فِ ْي خَف أَ ْو َحافِر أَ ْو ن‬ ُ ‫ع ْن أِ ِب ْي ه َُري ِْرةَ أَ َن َر‬
َ ‫م قَا َل‬.‫س ْو َل للاِ ص‬
َ ‫ّل‬: َ
‫َجنَاح‬
“tidak ada perlombaan kecuali permainan panah, anggar, pacuan kuda, atau
menerbangkan burung”.
Ghiyats menambahi kata ‫ أَ ْو َجنَاح‬di akhir hadits tersebut, dengan maksud agar
diberi hadiah. Setelah mendengar hadits tersebut, al-Mahdi memberikan hadiah 10
ribu dirham, namun ketika Ghiyats membalik akan pergi, al-Mahdi menegurnya
dengan berkata “aku yakin itu sebenarnya merupakan dusta atas nama Rasululloh
SAW”. Dan saat itu juga merpati milik Ghiyats disembelih.

6
C. Contoh Hadits Maudhu’
Sangat banyak sekali contoh hadits maudhu yang dirangkum oleh para ulama
hadits. Berikut ini pemakalah akan coba mengutip beberapa hadits-hadjts tersebut
sebagai contoh dalam makalah ini:
1. Hadits Maudhu’ Tentang Mencari Rezeki,
Hadits maudhu tentang mencari rejeki ditemukan sebagai salah satu
hadits palsu. Berikut hadist tersebut:

‫ب الحال ِل‬ َ
ِ ‫إن للاَ يحب أن يرى عبدَه تعبًا في طل‬
Inalloha yuhibbu an yaro ‘abdahu ta’iban fi tholabil halal."

Artinya: “Sesungguhnya Allah suka melihat hamba-Nya yang lelah dalam


mencari rezeki yang halal.” Riwayat hadist tersebut diketahui sebagai hadist
maudhu’. Al-Hafizh al-Iraqi mengungkapkan bahwa dalam sanadnya
terdapat Muhammad bin Sahl Al-Aththar. Ad-Daruquthni menyatakan
bahwa al-Aththar adalah pemalsu hadits.
2. Hadits Maudhu’ Tentang Tafakur
Hadits tentang tafakkur ini merupakan salah satu contoh hadits maudhu.
berikut haditsnya:

‫فكرة ساعة خير من عبادة ستين سنة‬


Fikroh sa’ah khoirun min ‘ibadati sittiina sanah.’

Artinya: “Berfikir sesaat lebih baik daripada beribadah selama 60


tahun.”
Hadits ini maudhu’. Diriwayatkan oleh Ibnul jauzi dalam kitab al-
Maudhu’at dengan sanad dari Utsman bin Abdullah al-Qurasyi dari ishaq
bin Najih al-Multhi, dari atha’ Al-Khurasani dari Abu Hurairah. Ibnul Jauzi
berkata, “Utsman dan gurunya adalah pendusta.”

D. Kaidah Untuk Mengetahui Hadits Maudhu’ atau Bukan


Ada beberapa patokan yang bisa digunakan untuk mengetahui hadits maudhu’,
diantaranya :
1. Dalam Sanad

7
a. Atas dasar pengakuan para pembuat hadits palsu, sebagaimana
pengakuan Abu ‘Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa ia telah membuat
hadits tentang fadhilah membaca Al-Qur’an, surat demi surat.
b. Adanya qarinah (dalil) yang menunjukkan kebohongannya, misal
pengakuannya ia meriwayatkan dari seorang syekh, tapi ternyata ia
belum pernah bertemu langsung, atau syekh tersebut diketahu telah
meninggal saat ia masih kecil. Atau juga pernah menerima hadits dari
suatu daerah namun ia belum pernah ke daerah itu.
c. Meriwayatkan hadits sendirian, sementara diri rawi dikenal sebagai
pembohong.
2. Dalam Matan
a. Buruknya redaksi hadits, padahal Nabi SAW adalah seorang yang sangat
fasih dalam berbahasa.
b. Maknanya rusak. Ibnu Hajar menjelaskan bahwa lafadz ini dititikberatkan
pada kerusakan arti, sebab dalam sejarah tercatat “periwayatan hadits tidak
hanya bi lafdzi tapi juga ada yang bil ma’nawi”.
c. Matannya bertentangan dengan al-Qur’an atau hadits yang lebih kuat
d. Matannya menyebutkan janji yang sangat besar atas perbuatan yang kecil
atau ancaman yang besar atas perkara yang kecil.
e. Hadits yang bertentangan dengan sejarah Nabi SAW.
f. Hadits yang terlalu melebih-lebihkan salah satu sahabat.

1. Upaya Penyelamatan Hadits


Untuk menyelamatkan hadits Nabi SAW, ulama hadits menyusun berbagai
kaidah hadits, di antaranya yaitu :
1. Meneliti penyandaran hadits. Para sahabat dan tabi’in tidak
sembarangan mengambil hadits dari seseorang.
2. Memilih perawi-perawi hadits yang terpecaya. Para ulama menanyakan
hadits-hadits yang dipandang kabur atau tidak jelas asal-usulnya.
3. Studi kritik rawi, yang tampaknya lebih dikonsentrasikan pada sifat
kejujuran atau kebohongannya.
4. Menyusun kaidah-kaidah umum untuk meneliti hadits-hadits tersebut.

8
BAB III

KESIMPULAN

Secara etimologis, kata maudhu, adalah isim maf’ul dari kata wadha’a yang berarti al-
isqath (menggugurkan), al-tark (meninggalkan) al-iftira' wa al ikhtilaq (mengada-ngada atau
membuat-buat). Hadits maudhu' adalah hadits yang dibuat-buat dengan mengatasnamakan
Rasulullah. Hadits maudhu' ini menurut pendapat mayoritas ulama tidak termasuk hadits
karena tidak berasal dari realitas hidup rasul dan bahkan haram hukumnya untuk
meriwatkannya. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi adanya hadits maudhu’ yaitu
pertentangan politik, usaha kaum zindiq, fanatic terhadap bangsa, suku, bahasa, dan pimpinan,
membuat cerita nasihat, perselisihan madzhab dan ilmu kalam, membangkitkan gairah
beribadat tanpa mengerti apa yang dilakukan, menjilat penguasa.

9
DAFTAR PUSTAKA

Rosyadi Luthfi. 2016. Hadits Maudhu’. Kebumen: Erlangga Kebumen.

Fitriyani. 2013. Hadits Maudhu’.


http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=827429&val=13436&title=Ha
dist%20Maudhu%27. Diakses pada 12 November 2022

10

Anda mungkin juga menyukai