Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah studi Hadits I
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
melimpahkan rahmat serta inayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan
makalah “ Pengertian Hadist Dhoif Dan Sebab-sebab kedhoifan-Nya ” ini dan tak lupa
kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan
makalah ini.sarana penunjang makalah ini kami susun berdasarkan referensi yang
bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan untuk para mahasiswa umtuk
mengetahui,memahami,bahkan menerapkannya.
Namun demikian, dalam penulisan makalah ini masih terdapat kelemahan dan
kekurangan.Oleh karena itu,saran dan kritik dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Akhirul kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para
mahasiswa yang lain dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar dikampus STAI
Muhammadiyah Paciran. Aamiin.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ................................................................................................... 13
B. Saran ............................................................................................................ 13
3
BAB I
PENDAHULUAN
Hal ini tentu sangat tidak bermanfaat. dapat membuat masyarakat muslim
menjadi kurang tsaqofah islamnya terutama dalammenjalankan sunnah-sunnah rosul.
Apa yang terjadi saat inidimana sangat bayak beredarnya hadits- hadits dho'if dan hadits
palsu yang beredarnya di tengah-tengah kaum uslim dan tentunya hal ini akan membuat
kaum muslimin menjadi pelaku bid'ah.
Jika kaum muslim masihmemandang remeh tentang ilmu hadits ini maka ini
adalah suatu hal yang sangat berbahaya bagi aqidah kaumm muslimin dalam
menjalankahsunnah rosul. Oleh karena itu, perlunya kita sebagai umat muslimmemilki
pengetahuan yang luas tentang ilmu hadits.Seperti yang telah diketahui bahwa hadits
dho’if adalah hadits yang lemah atau hadits yang tidak memilki syarat-syarat hadits
shohih danhadits hasan.
Sebagian ulama berpendapat bahwa hadits dhiof ini tidak dapat dijadikan
sebagai hujjah namun sebagian ulama yang lainnya berpendapat bahwa hadits dhoif ini
dapat digunakan sebagaihujjah. Dengan adanya khilafiah atau perbedaan pendapat
diantara paraulama,maka sangat perlulah kita sebagai umat muslim mengetahui
bagaimana cara kita menghadapi hadits dhoif tersebut karena hal ini akan langsung
berkaitan dengan aqidah dan ibadah-ibadah kita kepada Allah SWT.
4
B. Rumusan masalah
C. Tujuan pembahasan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Hadits lemah atau Hadits Dha'if (bahasa Arab: حديث ضعيفadalah hadits )
yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih dan hasan. Hadits dhaif tidak sama
dengan hadits maudhu’, atau palsu. Hadits dhaif memang dinisbahkan kepada
Rasulullah, tetapi perawi haditsnya tidak kuat hafalan ataupun kredibilitasnya, atau ada
silsilah sanad yang terputus. Sementara hadits maudhu’ ialah informasi yang
mengatasnamakan Rasulullah SAW, tetapi sebenarnya bukan perkataan Rasulullah
SAW.
Muhadditsin membagi hadits ke dalam tiga kategori: shahih, hasan, dan dhaif.
Kategori ini dibagi berdasarkan kualitas hadits dengan ukuran kualitas perawi dan
ketersambungan sanadnya. Kualitas hadits yang paling tinggi adalah shahih, kemudian
hasan, dan terakhir dhaif.
قد أجاز بعض العلماء رواية الحديث الضعيف من غير بيان ضعفه بشروط: أوال أن يكون الحديث في القصص
أو المواعظ أو فضائل األعمال أو نحو ذلك مما ال يتعلق بصفة هللا والعقائد واال بالحالل والحرام وسائر األحكام
الشرعية وأن ال يكون الحديث موضوعا أو ضعيف شديد الضعف
6
Jumhur ulama ahlil hadist mengecam sebagian kalangan yang menyamakan hadits
dhaif dengan hadits palsu. Keduanya mempunyai perbedaan yang sangat jauh.
Menyamakan keduanya termasuk suatu kesalahan fatal dalam beragama.
،إن الحديث الضعيف هو في األصل منسوب إلى النبي المصطفى الكريم صلى هللا عليه وسلم بخالف الموضوع
فهو مكذوب مختلق مصنوع.
Artinya, “Hadits dhaif pada dasarnya tetap dinisbatkan kepada Nabi Muhammad
SAW, berbeda dengan hadits maudhu yang merupakan kebohongan yang diada-adakan
(atas nama Nabi SAW). Selain itu, penyebab dhaifnya sebuah hadits adalah
keterputusan sanadnya, atau kelemahan-kelemahan yang bersifat manusiawi dari para
perawinya seperti lemahnya daya ingat, sering ragu ataupun tersalah dalam
menyampaikan sesuatu.
Sedangkan hadits maudhu adalah hadits yang tidak bersumber sama sekali dari
Nabi Muhammad SAW. Kemudian hadits dhaif boleh diriwayatkan secara ijmak,
sedangkan hadits maudhu tidak boleh diriwayatkan sama sekali kecuali dengan
menjelaskan kepalsuannya. Selanjutnya, hadits dhaif tetap diamalkan berdasarkan ijmak
ulama dalam hal-hal yang berkaitan dengan keutamaan (fadhail), anjuran kebaikan, dan
larangan keburukan.
Sedangkan hadits maudhu haram diamalkan. Serta hadits dhaif akan naik
derajatnya menjadi hasan li ghairihi ketika ada sanad lain yang memperkuat
kebenarannya. Sedangkan hadits palsu tidak akan mengalami kenaikan status sekalipun
mempunyai puluhan ataupun bahkan ratusan hadits pendukung dari jalur yang berbeda-
beda.
7
B. Sebab sebab kedhoifan-Nya
Hadist dhaif ialah hadist yang tidak memenuhi kriteria hadist sahih dan hasan, atau
karena sebagian perawi mempunyai cacat atau ‘illat. Adapun di dalam Taysir Mustalah
al-Hadist yaitu karya dari Mahmud al-Tahhan menyebutkan tentang sebab-sebab yang
menjadikan sebuah hadits mempunyai kualitas dhaif. Di sini para ulama membaginya
menjadi dua, yaitu:
Kedua, Al-mardud bi sabab ta’n fi ar-rawi, yaitu di sebabkan karena adanya kecacatan
atau illat dari perawi yang meriwayatkan hadist tersebut, misalnya : Maudhu (palsu),
mungkar, ma’uf, syadz, muallal, mukhallafah li as-siqqah, mudraj, muththarrib,maqlub
dan lain sebagianya. (Mahmud al-Tahhan, Taysir Mustalah al-Hadist)
Untuk sebab yang kedua ini tentang kecacatan pada perawinya maka di bedakan
menjadi dua, yaitu dari segi ‘adalah )keadilan) dan dari segi kedhabitan.
1. Apabila di ketahui atau di duga bahwa seorang perawi tersebut adalah seorang yang
sering berbohong, namun dalam hal ini ketika ia meriwayatkan sebuah hadist tidak di
ketahui secara pasti apakah ketika ia meriwayatkan hadist itu dalam keadaan berbohong
atau tidak? Namun karena adanya kecacatan dalam diri perawi tersebut mengakibatkan
kekuatan hadist yang ia riwayatkan menjadi hadist matruk.
2. Apabila perawi adalah pelaku bid’ah, yaitu apabila seorang perawi tersebut pernah
melakukan bid’ah, baik secara keyakinan ataupun secara perbuatan.
3. Apabila seorang perawi tersebut pernah melakukan dosa besar atu sering melakukan
dosa kecil.
4. Apabila perawi tersebut tidak di kenal sehingga tidak di ketahui latar belakangnya
serta akhlak dalam kesehariannya.
8
Sedangkan kecacatan rawi dari segi kedhabitannya adalah sebagai berikut:
1. Ingatan yang lemah, sehingga hafalan hadistnya sangat buruk dal lebih serih
melakukan kesalahan dalam meriwayatkan hadist
2. Mudah lupa (ghaflah)
3. Ragu-ragu (wahm), yaitu seorang rawi yang sering salah dalam persangkaan
periwayatan hadist.
4. Mukhalafah al-tsiqqah, yaitu riwayatnya berbeda dengan riwayat dari sebagian
orang yang terpercaya.
1. Hadist tersebut mengenai fadlail a’mal dan kisah-kisah, bukan tentang masalah
akidah yang berkaitan dengan Allah Swt, atau hukum-hukum syariat yang berkaitan
dengan halal dan haram.
2. Tingkat ke-dhaif-annya tidak parah, seperti perawinya adalah seorang pembohong
atau tertuduh sebagai pembohong, pemalsu, atau orang yang sangat banyak
kesalahannya/maksiatnya.
3. Ketika mengamalkannya tidk seratus persen meyakini bahwa hadist tersebut benar-
benar datang dari Rasulullah Saw, tetapi mengamalkannya dengan aksud semata-mata
hanya untuk ikhtiyath.
Jadi, sebab-sebab hadits dhaif adalah karena adanya kecacatan dari perawinya, putusnya
sanad hadist tersebut serta tidak memenuhi kriteria dari hadist shahih dan hadist hasan.
Sehingga kita dapat melihat keshahihan dan kekuatan sebuah hadist berdasarkan kriteria
dan sebab-sebab hadits menjadi dhaif tersebut diatas. Wallahua’lam bisshawab.
9
I. Macam macam Hadits dhaif
Muallaq
Muallaq adalah setiap hadits yang tidak disebutkan rangkaian sanadnya dari
awal sanad, baik satu orang rawi yang tidak disebutkan, dua rawi, maupun lebih.
Yang terpenting, perawi hadits tidak disebutkan dari awal sanad.
Mursal
Mursal berarti: ما سقط من آخر اسناده من بعد التابعيArtinya, “Hadits yang
dihilangkan perawi setelah thabi’in )sahabat) dari akhir sanadnya.” Maksudnya
hadits yang tidak disebutkan nama sahabat dalam rangkaian sanadnya.
Periwayatan hadits pasti melalui sahabat, karena tidak mungkin tabi’in bertemu
Rasulullah langsung. Bila ada hadits yang tidak menyebutkan sahabat dalam
rangkaian sanadnya, dari tabi’in langsung lompat kepada Rasulullah, maka hadits
itu bermasalah
Mu’dhal
Mu’dhal berarti: ما سقط من إسناده اثنان فأكثر على التواليArtinya, “Hadits yang
dalam rangkaian sanadnya terdapat dua perawi yang dihilangkan secara berturut-
turut.” Maksudnya, dalam rangkaian sanad ada dua perawi yang dihilangkan,
syaratnya harus berturut-turut. Kalau tidak berturut-turut, misalnya di awal
sanadnya ada perawi yang hilang, kemudian satu lagi di akhir sanad, maka ini
tidak bisa dinamakan hadits mu’dhal.
Munqathi’
Munqathi’ berarti: ما لم يتصل إسناده على أي وجه كان انقطاعهArtinya, “Hadits yang
rangkaian sanadnya terputus di manapun terputusnya.” Persyaratan hadits
munqathi’ lebih longgar daripada sebelumnya. Hadits munqathi’ tidak
mensyaratkan harus berturut-turut atau jumlah perawi yang hilang ditentukan,
selama ada dalam rangkaian sanad itu rawi yang hilang atau tidak disebutkan, baik
di awal, pertengahan, maupun akhir sanad, maka hadits itu disebut munqathi’.
10
Mudallas
Ulama membagi dua macam hadits mudallas: tadlis isnad dan tadlis syuyukh.
Tadlis Isnad adalah: أن يروي الراوي عمن قد سمع منه ما لم يسمع منه من غير أن يذكر أنه سمعه منه
Artinya, “Perawi hadits meriwayatkan hadits dari gurunya, tetapi hadits yang dia
sampaikan itu tidak didengar langsung dari gurunya tanpa menjelaskan bahwa dia
mendengar hadits darinya.” Maksudnya, seorang rawi mendapatkan hadits dari
orang lain, tetapi dia meriwayatkan dengan mengatasnamakan gurunya, di mana
sebagian hadits dia terima dari gurunya tersebut. Padahal untuk kasus hadits itu dia
tidak mendengar dari gurunya, tetapi dari orang lain.
Tadlis Syuyukh adalah: فيسميه أو يكنيه أو ينسبه أو يصفه،أن يروي الراوي عن شيخ حديثا سمعه منه
بما ال يعرف به كي ال يعرفArtinya, “Seorang perawi meriwayatkan hadits yang didengar
dari gurunya, tetapi dia menyebut gurunya tersebut dengan julukan yang tidak
populer, tujuannya supaya tidak dikenal orang lain.” Perawi sengaja menyebut
gurunya dengan nama atau gelar yang tidak populer supaya orang lain tidak tahu
siapa guru sebenarnya. Karena kalau disebut nama asli gurunya, bisa jadi guru
perawi itu tidak tsiqah (dipercaya) dan haditsnya nanti menjadi bermasalah. Untuk
menutupi kekurangan itu, dia mengelabui orang dengan menyebut nama yang tidak
populer untuk gurunya.
Mursal Khafi
Mursal khafi berarti: أن يروي عمن لقيه أو عاصره مالم يسمع منه بلفظ يحتمل السماع وغيره
Artinya, “Perawi meriwayatkan hadits dari orang yang semasa dengannya, tetapi
sebenarnya dia tidak mendengar hadits itu darinya, dia sendiri meriwayatkannya
Dengan redaksi simak ( Seolah olah dia mendengar langsung )
Maksudnya, perawi menerima hadits dari orang yang semasa dengannya dan dia
bertemu langsung dengan orang tersebut, namun sebenarnya dia tidak mendengar
langsung hadits itu dari orang yang semasa dengannya. Namun persoalannya, dia
meriwayatkan hadits seolah-olah dia mendengar langsung, padahal tidak seperti itu.
Ini disebut dengan hadits mursalkhafi, hukumnya dhaif
11
II. Contoh contoh hadits Dhaif
“Tidurnya orang yang sedang berpuasa itu ibadah, diamnya merupakan tasbih, amal
perbuatannya )akan dibalas) dengan berlipatganda, doa’nya mustajab dan dosanya
diampuni“. [Dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Imân dan lain-lain dari jalur
Sanad hadits ini maudhû’, karena dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang
bernama Sulaiman bin Amr an-Nakha’i, seorang pendusta. [Lihat, Faidhul Qadîr, no.
9293, Silsilatud Dha’ifah, no. 4696]
عش ًْرا فِي َر َمضَانَ كَانَ َك َح َّجت َ ْي ِن َوع ُْم َرت َ ْي ِن َ َم ِن ا ْعتَك
َ َف
“Barangsiapa yang beri’tikaf pada sepuluh hari )terakhir) bulan Ramadhân, maka dia
seperti telah menunaikan haji dan umrah dua kali“.
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi rahimahullah dalam kitab beliau Syu’abul Imân dari
Husain bin Ali bin Thâlib Radhiyallahu ‘anhuma. hadits ini Maudhû’.
Syaikh al-Albâni rahimahullah dalam kitab beliau Dha’if Jami’ish Shaghiir, no. 5460,
mengatakan ,”Maudhû.’ Kemudian beliau rahimahullah menjelaskan penyebab
kepalsuan hadits ini dalam kitab beliau rahimahullah Silsilah ad-Dha’ifah, no. 518
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits lemah atau Hadits Dha'if (bahasa Arab: حديث ضعيفadalah hadits )
yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih dan hasan. Hadits dhaif tidak sama
dengan hadits maudhu’, atau palsu. dan menurut para ulama sebab sebab kedhaianya
: dibagi menjadi 2 yaituPertama, Al-mardud bi sabab saqtun fi al-isnad dan Al-mardud
bi sabab ta’n fi ar-rawi. Dan Ada juga kececatan perawi dari segi kedhabitan nya,
macam macam hadits juga ada beberapa contohnya : muallaq, mursal, mu’dhal dll.
Dan ada juga banyak contoh contoh hadits dhaif .
B. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14